Dacil bagi kami selain menjalankan tugas juga bisa untuk menjadi ajang refreshing
karena kita bisa langsung melihat alam apalagi untuk yang hobby travelling atau naik
gunung. Tim dacil pada awalnya beriringan, perlahan mulai terpecah dikarenakan tenaga
setiap orang berbeda. Tentu saja di tiap rombongan yang terpisah harus ada minimal 1
orang yang sudah hapal kondisi jalan yang ditempuh untuk menghindari kejadian tersesat.
Pemandangan di sisi jalan hanya berupa ilalang dan kebanyakan adalah tanaman
karet. Hal ini tidak mengherankan karena mayoritas masyarakat Balangan berprofesi
sebagai petani karet. Sesekali kami beristirahat untuk sekedar meluruskan kaki,
mengeringkan keringat, mimum air maupun untuk berfoto. Air mineral 2 botol yang pada
awalnya dirasa cukup tanpa terasa habis di tengah perjalanan. Pada siang itu keadaaan
cukup terik sehingga membuat tenaga tim cukup terkuras.
Di tengah perjalanan untuk sampai ke Dusun Libaru Sungkai, kami harus melalui jalan
atau daerah yang terkenal dengan nama gunung buta. Entah siapa yang menamakannya
demikian. Di sinilah tenaga dan kesabaran kami benar-benar terkuras. Bagaimana tidak,
jalannya selalu menanjak dan membuat otot kaki terasa pegal. Beruntung tidak ada teman
yang sampai pingsan.
Ketika menemukan aliran air seperti sungai, perasaan kami begitu senang. Beberapa
orang membasuh muka untuk memberikan kesegaran. Ada tanda tanya di dalam hati,
karena beberapa teman sedang asyik menyusuri sungai. Setelah diperhatikan dengan
seksama, ternyata mereka sedang melihat dan mencari-cari batu, karena kita tahu pada
waktu itu lagi booming batu akik. Dan kejadian yang cukup lucu lagi, karena ada salah
seorang teman yang membawa palu. Sepertinya dari awal sudah berniat untuk mencari batu
akik.
Pada akhirnya setelah menempuh perjalanan kurang lebih 4 jam, terlihatlah rumahrumah warga di Dusun Libaru Sungkai yang menandakan bahwa perjalanan kami sudah
sampai di tempat tujuan. Rumahnya tersusun rapi dan mempunyai model atau desain yang
sama. Rumah warga di Dusun Libaru Sungkai merupakan bantuan pemerintah untuk
Masyarakat Komunitas Adat Terpencil (MKAT) yang didiami sekitar 80 KK.
Kedatangan kami disambut oleh ketua RT dan disiapkan tempat untuk menginap yaitu
di balai adat setempat. Pada dacil tahun sebelumnya, tim juga bisa bermalam di ruang SD,
tetapi dikarenakan pada esok hari ada ulangan di SD tersebut, maka tempat menginap
disiapkan di balai adat.
Ketika kami datang, hari sudah mulai gelap. Tim beristirahat sejenak, kemudian
menyusun barang bawaan dan mengatur tempat untuk tidur nantinya. Perjalanan yang jauh
tentu membuat kami lelah dan merasa tidak nyaman karena kotor maupun keringat. Kami
pun kemudian membersihkan diri di sungai.
Sungai hanya berjarak sekitar 200 meter dari tempat kami menginap. Jangan heran,
rumah warga tidak ada yang mempunyai kamar mandi maupun WC. Sangat sulit bagi kita
yang tidak terbiasa dengan keadaan tersebut. Sungainya tidak terlalu dalam pada saat
musim kemarau, hanya selutut orang dewasa. Airnya dingin ditambah hembusan angin,
membuat tubuh menggigil. Padahal ingin sekali berlama-lama berendam di sana.
Sebelum memulai kegiatan pelayanan kesehatan, bagi yang beragama Islam tidak
lupa kami melaksanakan shalat Magrib dan Isya. Tentu kewajiban tidak boleh ditinggalkan di
manapun kita berada. Beberapa orang yang tidak Shalat, bertugas membuat makan malam,
seperti memasak nasi, mie instan, sarden, dan telur dadar.
Sekitar pukul 20.00 WITA, masyarakat sudah mulai datang dan berkumpul. Terlihat
masyarakat sangat bersemangat dan antusias. Kami pun segera menyiapkan obat-obatan
maupun peralatan. Pelayanan kesehatan yang diberikan meliputi pemeriksaan kesehatan,
imunisasi bayi, balita dan ibu hamil, pemeriksaan ibu hamil, pelayanan KB, penyuluhan
kesehatan, perbaikan gizi dan pemeriksaan gigi.