Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum
ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua
sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri,
kesadaran juga hilang.
Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen,
yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama
dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan
secara intravena. Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan
melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik
maupun pelumpuh otot. Obat anestesi inhalasi adalah obat anestesi yang
diberikan dengan cara memberikan aliran uap udara yang berasal dari mesin
yang berisi obat obatan anestesi. Obat-obatan anestesi ini diharapkan dapat
memberikan efek sedasi terhadap pasien ketika akan dilakukan tindakan
pembedahan.
Sedasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan agen-agen farmakologis
untuk menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga
menimbulkan efek mengantuk dan menghilangkan kecemasan terhadap
pasien. Seringkali diberikan kepada pasien segera sebelum pembedahan atau
selama prosedur medis yang membuat pasien tidak nyaman. Agen-agen
farmakologis yang digunakan untuk sedasi pada prosedur anestesi umum
terdiri dari beberapa golongan seperti golongan phenol (propofol), ketamin,
barbituran dan benzodiazepin. Beberapa golongan obat ini memiliki efek
samping yang berbeda serta dosis dan onset yang berbeda.

1.2.

Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai obat-obat sedasi yang disertai
farmakokinetik dan farmakodinak serta dosis.

1.3 Tujuan penulisan

Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman


tentang obat-obat sedasi.
1.4 Metode penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Propofol
Propofol, 2,6-di-isopropylphenol, diperkenalkan pada praktek klinis pada awal
tahun 1980-an. Saat ini propofol merupakan obat pilihan induksi dan sedasi
anestesi yang populer, berhubungan dengan waktu tidur yang cepat, waktu pulih
yang cepat, dan kejadian mual dan muntah paska bedah lebih sedikit.
2.1.1 Struktur fisik dan kimia
Propofol, dengan struktur kimia C12H18O, terdiri dari cincin fenol dengan dua
ikatan kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan
biotoksisitas yang rendah. Perubahan pada panjang rantai ikatan mengubah
karakteristik dari potensi, induksi dan pemulihan.
2.1.2 Mekanisme kerja
Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid A
(GABAA) dan tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada
konsentrasi yang relevan secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik
melalui interaksi reseptor GABAA. GABA adalah neurotransmiter penghambat
utama dalam susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABAA diaktifkan, maka
konduksi klorida transmembran akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi
membran sel postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi
melalui cara mengikat subunit 1, 2, 3 dari reseptor GABA yang bertanggung
jawab terhadap efek hipnotik, sedangkan interaksi dengan subunit dan di area
hipokampus dan korteks prefrontal yang bertanggung jawab terhadap efek sedasi,
selain itu propofol juga menginhibisi reseptor NMDA, suatu subtipe dari reseptor
glutamat yang mempunyai efek eksitasi melalui modulasi kanal ion kalsium yang
juga ikut berperan terhadap sistem saraf pusat.

2.1.3 Farmakokinetik
Pemberian propofol 1.5 2.5 mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg IV
atau metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV secara cepat (<15 detik),
mengakibatkan ketidaksadaran dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di
dalam lemak menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan tiopental
(satu siklus sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh
dalam 30 detik dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari
dosis tunggal juga cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit. Lebih
cepat bangun atau sadar penuh setelah induksi anestesia dibanding semua obat
lain yang digunakan untuk induksi anestesi intravena yang cepat. Pengembalian
kesadaran yang lebih cepat dengan residu minimal dari sistem saraf pusat (SSP)
adalah salah satu keuntungan yang penting dari propofol dibandingkan dengan
obat alternatif lain yang diberikan untuk tujuan yang sama Konsentrasi dalam
darah meningkat cepat setelah penyuntikan dosis bolus intravena, sementara
peningkatan konsentrasi serebral propofol sangat lambat (T1/2 = 2,9 menit).
Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah dosis yang diberikan. Bersihan
propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan bahwa ambilan
jaringan (mungkin kedalam paru), sama baiknya dengan metabolisme oksidatif
hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam mengeluarkan obat ini dari
plasma. Dalam hal ini, metabolisme propofol pada manusia dianggap bersifat
hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme hepatik cepat dan luas, menghasilkan
sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam glukuronik yang
diekskresikan oleh ginjal.
2.1.4 Farmakodinamik
Sistem saraf pusat
Seperti barbiturat, propofol berikatan dengan reseptor GABAA tetapi juga
bekerja dengan mekanisme kerja yang melibatkan variasi reseptor protein yang
lain. Mempunyai efek serebral berupa sedasi. Propofol mengurangi laju metabolik
otak untuk oksigen (CMRO2), aliran darah ke otak (CBF), dan tekanan
intrakranial (ICP). Pemberian propofol untuk menghasilkan sedasi pada pasien
dengan SOL (space occupying lesion) intrakranial tidak meningkatkan ICP.

Autoregulasi serebrovaskular sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah


sistemik dan reaktivitas aliran darah ke otak untuk merubah PaCO2 tidak
dipengaruhi oleh propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke otak akan
berubah seiring dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan
midazolam.
Sistem kardiovaskular
Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar
dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan dimana tidak ada
gangguan kardiovaskuler, penurunan tekanan darah ini berhubungan dengan
perubahan curah jantung dan resistensi vaskular sistemik. Hal ini berhubungan
dengan relaksasi otot polos vaskular yang dihasilkan oleh propofol karena adanya
hambatan aktivitas saraf simpatis vasokonstriktor. Efek inotropik negatif dari
propofol dapat dihasilkan dari penurunan kalsium intraselular akibat hambatan
influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah akibat propofol dapat
diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia dan pasien dengan
gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri koroner.
Propofol mendepresi refleks baroreseptor kontrol denyut jantung. Bradikardi dan
asistol juga telah diamati setelah induksi anestesia dengan propofol, meskipun
telah diberikan profilaksis antikolinergik.
Sistem pernapasan
Efek propofol terhadap sistem pernapasan secara kualitas mirip seperti
barbiturat. Henti nafas bisa terjadi setelah induksi dengan propofol. Insiden dan
durasi henti nafas tergantung dosis, kecepatan pemberian dan penggunaan
premedikasi. Dosis induksi propofol menimbulkan 25 30% terjadinya henti
nafas. Pemberian dosis induksi 2,5 mg/kgBB IV, menurunkan laju nafas selama 2
menit, dan volume semenit menurun lebih dari 4 menit.
2.1.5 Penggunaan Klinis
Induksi : dewasa : 1-2,5 mg/kgbb IV
: anak : 2,5-3,5 mh/kgbb IV
Sedasi : 25-100mcg/kgnbb/menit IV
Infus dosis pemeliharaan : 50-200 mcg/kgbb/menit

Antiemetic: 10-20mg IV/ 10mcg/kgbb/menit dalam cairan infus.


2.2 Ketamin
Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturat general anesthethic
termasuk golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0chlorophenil) 2 (methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Pertama kali
diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada tahun 1965. Ketamin mempuyai
efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur
ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang salah (anestesi
disosiasi).
Ketamin merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang berarti efek
analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi, dengan
demikian pemakaian lama harus dihindarkan. Anestetik ini adalah suatu
derivat dari pencyclidin suatu obat anti psikosa. Induksi ketamin pada
prinsipnya sama dengan tiopental. Namun penampakan pasien pada saat tidak
sadar berbeda dengan bila menggunakan barbiturat. Pasien tidak tampak
tidur. Mata mungkin tetap terbuka tetapi tidak menjawab bila diajak bicara
dan tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri. Tonus otot rahang biasanya
baik setelah pemberian ketamin. Demikian juga reflek batuk. Untuk prosedur
yang singkat ketamin dapat diberikan secara iv/im setiap beberapa menit
untuk mencegah rasa sakit. Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine
di reseptor N-Methyl D Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada
resetor lain termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor
monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitif voltase. Tidak
seperti propofol dan etomidate, katamin memiliki efek lemah pada reseptor
GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan lokal melalui penekanan pada
ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah.
Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan
peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang
menimbulkan efek analgesia.
Reseptor NMDA (famili glutamate reseptor) adalah ligand gated ion
channel yang unik dimana pengaktifannya memerlukan neurotransmiter
eksitatori, glutamat dengan glisin sebagai coagonis obligatnya. Ketamin

menghambat aktifasi reseptor NMDA oleh glutamat, menurunkan pelepasan


glutamat dari post sinaps, efek potensiasi dari neurotransmiter penghambat,
gama aminobutyric acid. Interaksi dengan phencyclidine menyebabkan efek
stereoselektif dimana isomer S(+) memiliki afinitas terbesar.
Ketamin dilaporkan memiliki interaksi dengan reseptor opioid mu, delta,
dan kappa. Namun, studi lain menyatakan ketamin memiliki efek antagonis
pada reseptor mu namun memiliki efek agonis pada reseptor kappa. Ketamin
juga berinteraksi dengan reseptor sigma, walaupun reseptor ini masih belum
jelas apakah merupakan reseptor opioid dan ikatannya masih lemah.
Aksi antinosiseptif ketamin dihubungkan efeknya terhadap penurunan
jalur penghambat nyeri monoaminergik. Anestesia ketamin sebagian
berantagonis dengan obat antikolinergik. Sebagai kenyataannya, ketamin
memiliki

efek

dengan

gejala

antikolinergik

(delirium

emergensi,

bronkodilatasi, aksi simpatomimetik) sehingga efek antagonis terhadap


reseptor muskarinik lebih tampak nyata daripada efek agonisnya.
2.2.1

Farmakokinetik
Ketamin dapat diberikan secra oral, nasal, rectal, subkutan,

epidural tapi biasanya diberikan secra intramuskular atau intravena.


Produk akhir dari ketamin akan di eksresikan di ginjal.
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki
aksi kerja singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan
lemak yang tinggi. pK ketamin adalah 7,5 pada pH yang fisiologik.
Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin
secara intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuskular. Ketamin tidak
terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun

secara cepat

dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali


dari pada konsetrasi di plasma. Kelarutan yang tinggi di dalam lemak (510 kali lebih tinggi dari pada thiopental) memudahkan ketamin melewati
sawar darah di otak

2.2.2 Farmakodinamik
Sistem Saraf Pusat
Efek ketamin pada sistem saraf pusat setelah penyuntikan intravena
terjadi setelah 1-5 menit. Anestesi yang dihasilkan disebut anestesi
disosiatif yang berarti pasien terlepas dari lingkungan sekitarnya. Mata
pasien dapat tetap terbuka dan terjadi nystagmus. Efek samping yang
dapat terjadi adalah pasien dapat timbul ilusi visualisasi, proprioseptif dan
pendengaran sehingga dapat terjadi disorientasi, gelisah dan agitasi saat
pulih sadar. Hal ini sering disebut emergence delirium. Reaksi ini
mungkin disebabkan karena depresi dari kolikulus inferior dan nukleus
genikulata medialis yang menyebabkan kesalahan interpretasi visual
maupun pendengaran. Hilangnya sensasi pada kulit dan muskuloskeletal
menimbulkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan gravitasi yang
kemudian menimbulkan perasaan tubuh melayang di udara. Pemberian
benzodiazepin sebagai premedikasi sebelum induksi dengan ketamin atau
memberikan lingkungan yang tenang saat pulih sadar dapat membantu
mengurangi efek samping ini.
Sistem Kardiovaskuler
Mekanisme efek kardiovaskular akibat pemberian ketamin sangat
kompleks. Stimulasi langsung pada SSP mengakibatkan meningkatnya
sistem saraf simpatis yang merupakan mekanisme utama dari efek
kardiovaskular. Pada sistem kardiovaskular, ketamin menyebabkan
stimulasi yang menyerupai stimulasi syaraf simpatis, sedangkan efek
langsung berupa inotropik negatif biasanya tertutupi oleh stimulasi
simpatis pusat. Aktivasi dari sistem syaraf disebabkan karena adanya
depresi refleks baroseptor melalui efek ketamin pada reseptor NMDA di
nukleus traktus solitarius syaraf pusat. Peran ketamin dalam menghambat
ambilan norepineprin di post ganglionik syaraf simpatis dan peningkatan
konsentrasi katekolamin plasma dalam hubungan dengan efek stimulasi
jantung belum diketahui. Tekanan darah akan meningkat sekitar 25% dan
laju nadi meningkat 20%. Pada sebagian besar pasien, peningkatan
tekanan darah berlangsung selama 3-5 menit pertama dan kemudian

kembali ke normal pada 10-20 menit setelah penyuntikan ketamin. Pada


pasien dengan penyakit kritis, kadang kadang respon terhadap ketamin
berupa penurunan tekanan darah atau curah jantung. Hal ini disebabkan
karena cadangan katekolamin endogen sudah habis atau mekanisme
kompensasi sistem saraf simpatis yang sudah kelelahan.
Sistem Pernapasan
Ketamin tidak menurunkan ventilasi secara signifikan. Respon
ventilasi terhadap karbondioksida tetap dipertahankan selama anestesi
dengan ketamin dan PaCO2 tidak meningkat lebih dari 3 mmHg.
Frekuensi pernapasan berkurang selama 2 3 menit setelah pemberian
ketamin. Henti nafas dapat terjadi jika pemberian obat secara cepat atau
diberikan bersama dengan opioid. Refleks jalan nafas atas tetap
dipertahankan setelah pemberian ketamin. Meskipun refleks tadi tetap ada,
namun tidak dapat melindungi paru dari aspirasi. Ketamin memiliki efek
bronchodilator sama seperti halotan atau enfluran. Ketamin dosis kecil
dapat digunakan sebagai terapi spasme bronkus di ruang operasi dan rawat
intensif.
2.2.3 Penggunaan Klinis
Induksi : 1-2 mg/kgbb IV
3-5 mg/kgbb IM
Sedasi : 2,5-15 mcg/kgbb/menit.
2.3 Benzodiazepin
Benzodiazepine merupakan suatu jenis obat yang memiliki lima efek
farmakologis utama yakni: anxiolitik, sedasi, antikonvulsan, merelaksasi otot
rangka melalui mediasi sumsum tulang belakang (spinal cord), dan dapat
menyebabkan amnesia anterogade (menerima atau mengkode informasi
baru). Potensi amenstik benzodiazepione lebih besar bila dibandingkan
dengan efek sedatifnya sehingga pasien lebih sering mengalami durasi efek
amnestik yang lebih lama jika dibandingkan dengan efek sedasi. Informasi
yang

telah

tersimpan

(amnesia

retrogade)

tidak

terpengaruh

oleh

benzodiazepine. Benzodiazepine tidak dapat memberikan cukup efek

relaksasi otot rangka dalam suatu prosedur pembedahan, selain itu obat ini
juga tidak mempengaruhi dosis obat-obatan pemblokade neuromuskuler.
Karena semua khasiat tersebut, terutama dalam mengatasi kecemasan dan
insomnia, maka benzodiazepine telah digunakan secara meluasdi seluruh
dunia. Meskipun benzodiazepine efektif dalam mengatasi insomnia akut,
penggunaannya dalam mengatasi insomnia kronik justru tidak terlalu efektif.
Jika

dibandingkan

dengan

barbiturat,

benzodiazepine

memiliki

kecenderungan menghasilkan toleransi, lebih sulit disalahgunakan, memiliki


batasan keamanan yang lebih besar, dan tidak terlalu banyak menghasilkan
interaksi obat-obatan yang efeknya serius. Tidak seperti barbiturat,
benzodiazepine tidak menginduksi produksi enzim hati mikrosomal.
Benzodiazepine memiliki efek adiksi yang lebih sedikit jika dibandingkan
dengan opioid, kokain, amfetamin, atau barbiturat.
Benzodiazepine telah menggantikan barbiturat sebagai medikasi
preoperatif dan penginduksi sedasi selama proses pemantauan perawatan
anestesia. Dalam hal ini, midazolam telah menggantikan diazepam sebagai
golongan benzodiazepine yang paling sering diberikan dalam periode
perioperatif sebagai medikasi preoperatif dan sedasi interavena (IV). Selain
itu, karena waktu paruh diazepam dan lorazepam terlalu panjang, sehingga
hanya midazolam yang dapat diberikan pada prosedur operasi yang
membutuhkan waktu lama dan harus segera dipulihkan dari keadaan
anestesia. Namun karena waktu paruhnya yang sangat panjang, maka
lorazepam merupakan pilihan yang cukup menarik dalam memfasilitasi
sedasi pasien yang dirawat di unit perawatan kritis.
2.3.1 Midazolam
Benzodiazepin bekerja pada asam aminobutirat (GABA) yang
merupakanneurotransmiter utama disusunan saraf pusat. Benzodiazepin yang
berikatan dengan reseptor spesifik GABAA akan meningkatkan afinitas
neurotransmiter inhibisi dengan reseptor GABA. Ikatan ini akan membuka
kanal Cl- yang menyebabkan meningkatnya konduksi ion Cl- sehingga
menghasilkan hiperpolarisasi pada membran sel pasca sinap dan saraf pasca
sinap menjadi resisten untuk dirangsang. Efek resistensi terhadap rangsangan
ini diduga sebagai mekanisme efek ansiolitik, sedasi dan antikonvulsi serta

10

relaksasi otot pada benzodiazepin. Diduga bila 20% reseptor GABA berikatan
dengan benzodiazepin akan memberikan efek ansiolitik, 30 50% untuk
sedasi dan akan tidak sadar bila lebih dari 60%. 60 % reseptor GABAA
terdapat pada ujung saraf post sinaps di sistem saraf pusat (SSP). Karena
anatomi distribusi reseptor ini, maka obat ini mempunyai efek yang minimal
di luar SSP. Sebaran terbanyak reseptor GABA ditemukan di korteks serebri,
diikuti penurunan jumlahnya di hipothalamus, serebelum, hipokampus,
medula oblongata dan medula spinalis.23 Reseptor GABAA merupakan
makromolekul yang terdiri dari beberapa tempat ikatan, ikatannya bukan
hanya dengan benzodiazepin tetapi juga barbiturat, alkohol, propofol dan
etomidat. Obat obat tersebut yang bekerja pada reseptor yang sama dengan
mekanisme yang berbeda beda akan memberikan efek sinergik. Efek
sinergik ini akan meningkatkan efek inhibisi SSP masing masing obat.
Disamping itu adanya efek amnesia yang cukup tinggi dengan angka kejadian
>50% menyebabkan midazolam juga sering digunakan secara intravena
sebelum induksi anestesi.23,25. Efek golongan benzodiazepin dapat terlihat
pada EEG, seperti barbiturat yang menurunnya aktifitas alpha dan
meningkatnya aktifitas beta. Midazolam, tidak seperti golongan barbiturat
dan propofol, tidak dapat menghasilkan EEG yang isoelektris.23. Seperti obat
benzodiazepin lainnya, midazolam bekerja pada reseptor GABA.
Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin dengan cicin
imidazol. Obat ini tersedia sebagai garam yang larut dalam air dengan pH 3,5.
Adanya cincin imidazol membuat obat ini stabil dalam larutan dan
metabolismenya cepat. Dalam pH fisiologis di dalam darah, cincin imidazol
tertutup dan membuat obat ini mempunyai kelarutan yang tinggi dalam
lemak. Kelarutan yang tinggi dalam lemak ini membuat mula kerja
midazolam cepat (30 60 detik) dengan waktu paruh eliminasi 2-3jam.23,25.
Dibandingkan diazepam, midazolam 2-3 kali lebih poten dan afinitasnya 2
kali lebih besar. Efek amnesia pada midazolam lebih besar dari efek
sedasinya. Jadi pasien mungkin bangun saat pemberian midazolam, namun
dia akan lupa beberapa kejadian atau percakapan (instruksi setelah operasi)
selama beberapa jam.

11

2.3.1.1

Farmakokinetik
Midazolam dapat dengan cepat diabsorbsi dari saluran cerna dan cepat

melalui sawar darah otak. Durasi kerja yang singkat dari pemberian tunggal
dikarenakan kelarutan yang tinggi terhadap lemak, cepat berdistribusi
kembali dari otak ke jaringan melalui bersihan melalui hati.23. Waktu paruh
midazolam 1 4 jam, lebih singkat dari diazepam. Waktu paruh meningkat
pada usia lanjut, dikarenakan menurunnya aliran darah hati dan mungkin juga
aktifitas enzim. Volume distribusi (Vd) dari midazolam dan diazepam
memiliki kesamaan karena kelarutan dalam lemak dan ikatan protein yang
tinggi. Sebagai contoh, pada orang gemuk, dosis induksi midazolam harus
sesuai dengan berat badan sebenarnya dikarenakan meningkatnya timbunan
obat pada lemak. Namun, pemberian terus menerus pada pasien gemuk
harus berdasarkan pada berat badan ideal, karena bersihan obat tidak
tergantung berat badan.
2.3.1.2 Farmakodinamik
Seluruh golongan benzodiazepin memiliki efek hipnosis, sedasi,
tenang, lupa, anti kejang dan relaksasi otot secara sentral. Hingga sekarang
belum diketahui secara pasti mekanismenya. Namun itu muncul dari sub tipe
reseptor yang berbeda. Sebagai contoh ketenangan, anti kejang dan relaksasi
otot dari reseptor GABAA sub unit 1 dan sedangkan efek hipnotik dari
reseptor lainnya.
Efek pada sistem saraf pusat
Midazolam, seperti benzodiazepin lainnya, menghasilkan penurunan
kebutuhan oksigen untuk metabolisme otak (CMRO2) dan aliran darah otak
seperti barbiturat dan propofol. Pada orang sehat, pemberian midazolam 0,15
mg/kgBB IV, menghasilkan pasien tidur dan pengurangan aliran darah otak
34%. Perubahan EEG mirip dengan diazepam seperti tidur ringan walaupun
secara klinis pasien sudah tertidur.

Efek pada sistem pernapasan

12

Benzodiazepin, seperti obat anestesi intravena lainnya, dapat menekan


sistem pernapasan. Efek depresi lebih besar pada midazolam dari diazepam
dan lorazepam. Henti nafas sementara terjadi setelah pemberian secara cepat
dan dosis besar (>0,15 mg/kgBB IV) terlebih jika bersama dengan opioid.
Efek pada sistem kardiovaskular
Diantara

golongan

benzodiazepin,

midazolam

menyebabkan

penurunan tekanan darah terbesar, tapi dengan efek hipotensi yang minimal
seperti pada thiopental. Walaupun memiliki efek hipotensi, midazolam dosis
tinggi 0,2 mg/kgBB IV aman dan efektif untuk induksi pada pasien dengan
aorta stenosis. Midazolam tidak mengurangi curah jantung, jadi penurunan
tekanan darah dikarenakan penurunan tahanan pembuluh darah sistemik.
2.3.1.3 Penggunaan klinis
Midazolam adalah obat golongan benzodiazepin yang paling banyak
digunakan sebagai premedikasi terutama pada anak. Mula kerja yang cepat
pada midazolam, dengan efek puncak mencapai pada 2 3 menit setelah
pemberian, namun masa pulih sama dengan diazepam dikarenakan kedua
obat memiliki redistribusi plasma yang sama.3,23,25. Dosis midazolam 1 -2,5
mg IV (mula kerja 30 - 60 detik, dengan efek puncak 2 3 menit, lama kerja
15 80 menit) efektif sebagai sedasi saat anestesi regional. Dibanding
diazepam, midazolam menghasilkan mula kerja yang cepat, lebih amnesia
dan cepat pulih sadar setelah operasi. Efek samping terbesar pemberian
midazolam adalah menekan sistem pernapasan dikarenakan menurunnya
ambang nafas, terlebih jika digabung dengan opioid
2.3.2

Temazepam
Golongan benzodiazepin ini hanya tersedia bentuk oral, namun

digunakan lebih luas sebagai suatu obat premedikasi karena sifat


anxiolitiknya.

Pemberian

secara

oral

absorpsinya

sempurna

tapi

membutuhkan waktu sampai dengan 2 jam untuk mencapai konsentrasi


puncak di plasma. Metabolisme berlangsung di hepar lewat konjugasi dengan
glukoronidase dan tidak ada produksi metabolit yang penting. Memiliki
eliminasi waktu paru relatif lama 8-15 jam. Dosis 20 mg efektif dalam 1-2
jam dan bertahan sekitar 2 jam, dengan gejala siksa mengantuk. Toleransi dan
13

ketergantungan jarang terjadi pada pemakaian lama dari temazepam,


ditujukan secara luas sebagai suatu hipnotik.
2.3.3 Lorazepam
Obat ini tersedia untuk penggunaan parenteral dan oral, tetapi tidak
digunakan secara rutin sebagai sedatif IV karena dibatasi oleh aksi dari onset
yang pelan. Metabolisme oleh glukoronidasi dengan eliminasi waktu paru 15
jam dan durasi yang lebih panjang dibandingkan temazepam. Jika digunakan
untuk premedikasi, dosis 2-4 mg diberikan malam sebelumnya atau pada
permulaan hari pembedahan. Amnesia adalah suatu tanda yang menyertai
pemberian obat ini.
Saat ini lorazepam IV merupakan drug of choice pada penanganan
status epileptikus, karena memiliki durasi yang lebih panjang untuk aksi
antilepilepsi dibanding diazepam. Juga bisa digunakan untuk penanganan
serangan akut panik yang berat, baik secara IM/IV dengan dosis 25-30 g/kg
(dosis biasa 1,5-2.5 mg). Jalur IM hanya digunakan jika tidak ada jalur lain
yang tersedia.
2.4 Barbiturat
Turunan barbiturat merupakan sedatif yang banyak digunakan sebelum
diketemukannya turunan benzodiazepin. Turunan barbiturat bekerja sebagai
penekan pada aksis serebrospinal dan menekan aktivitas saraf, otot rangka,
otot polos dan otot jantung. Turunan barbiturat dapat menghasilkan derajat
depresi yang berbeda ya itu sedasi, hipnotik atau anestesi, tergantung pada
struktur senyawa, dosis dan cara pemberian( Siswandono dan Soekardjo,
2002). Mekanisme kerja turunan barbiturat yaitu bekerja menekan transmisi
sinaptik pada sistem pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah
permeabilitas membran sel sehingga mengurangi rangsangan sel postsinaptik
dan menyebabkan deaktivasi korteks serebal (Siswandono dan Soekardjo,
2002).

14

Rumus Kimia Barbiturat

2.4.1

Mekanisme kerja
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat

akan menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat,
barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap
komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak
yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada
konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinaps
saraf dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter
inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik
diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif
dengan reseptor (postsinap).
2.4.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara
intravena untuk induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak anak.
Perkecualian pada tiopental rektal atau sekobarbital atau metoheksital untuk
induksi pada anak anak. Sedangkan phenobarbital atau sekobarbital
intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.
Distribusi

15

Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan


tubuh selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya
akan vaskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam jaringan
lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi penurunan
konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat dari
otak ke dalam jaringan lemak.
Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.
Ekskresi
Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3
ml/kg/menit dan pada anak anak terjadi 6 ml/kg/menit.
2.4.3 Farmakodinamik
Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan
hiperalgesia pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme
serebral dan aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan
menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.Thiopental turut menurunkan
tekanan intrakranial. Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang
setelah pemberian dosis tinggi.
Mata
Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi
thiopental atau methohexital. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah
pemberian induksi thiopental supaya tekanan intraokular kembali ke nilai
sebelum induksi.
Sistem kardiovaskuler

16

Menurunkan

tekanan

darah

dan

cardiac

output

,dan

dapat

meningkatkan frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung


dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek
depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi
pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa
menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi CO2 atau hipoksia. Penurunan
tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit
tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi
hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena
depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat
terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.
Sistem pernafasan
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2
menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat
sampai

menyebabkan

terjadinya

asidosis

respiratorik.

Dapat

juga

menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding propofol sehingga


menyebabkan laringospasme. Jarang menyebabkan bronkospasme.
2.4.4 Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk
menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil
dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.
2.4.5 Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan
memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap
barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang
jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut,
karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase,
dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan

17

jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini
dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis
Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio Barbital/ Thiopenton
Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat basa,
berbau belerang, larut dalam air dan alcohol. Penggunaannya sebagai obat
induksi, suplementasi dari anastesi regional, antikonvulsan, pengurangan dari
peningkatan TIK, proteksi serebral.Metabolismenya di hepar dan di ekskresi
lewat ginjal.
Onset : 20-30 detik
Durasi : 20-30 menit
Dosis :
Induksi iv : 305 mg/Kg BB, anak 5-6 mg/Kg BB, bayi 7-8 mg/kg BB
Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kg BB
Induksi rectal : 25 mg/ kg BB
Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kg BB
Efek samping obat:
- Sistem kardiovaskuler
- Depresi otot jantung
- Vasodilatasi perifer
- Turunnya curah jantung
- Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran pernapasan
- konsentrasi otak mencapai puncak
- apnea
- Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam ASI
- Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar
- Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian dihentikan)
- Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan pada
dewasa Muda
- Menyebabkan mual, muntah, dan salvias
- Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren
Kontraindikasi :
Alergi barbiturat
18

Status ashmatikus
Porphyria
Pericarditis constriktiva
Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik
Syok
Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasa

BAB III
KESIMPULAN
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Obat anestesi
umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP
secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol. Sedasi
dapat

didefinisikan

sebagai

penggunaan

agen-agen

farmakologis

untuk

menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan efek


mengantuk

dan

menghilangkan

kecemasan

terhadap

pasien. Agen-agen

farmakologis yang digunakan untuk sedasi pada prosedur anestesi umum terdiri
dari beberapa golongan seperti golongan phenol (propofol), ketamin, barbituran
dan benzodiazepin.

19

20

Anda mungkin juga menyukai