aneurisma masih belum diketahui, namun ada beberapa factor risiko yang telah diketahui
atau mungkin dicurigai sebagai pemicu terjadinya aneurisma yang dipaparkan di tabel 1.
Klasifikasi. Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan menjadi
Aneurisma tipe sakuler atau aneurisma kantong (9095%). Pada aneurisma ini,
kelemahan hanya pada satu permukaan pembuluh darah sehingga dapat berbentuk
seperti kantong dan mempunyai tangkai atau leher. Dari seluruh aneurisma dasar
tengkorak, kurang lebih 90% merupakan aneurisma sakuler. Berdasarkan diametemya
aneurisma sakuler dapat dibedakan atas:
o
Predileksi. Lokasi aneurisma: 85-90% pada bagian depan Willis circle; 3040% pada
arteri carotis interna; 30-40% di a. cerebri anterior/communicans anterior; 20-30% di a.
cerebri media; 10-15% di a. vertebro-basilaris.
Patofisiologi. Aneurisma sakular berkembang dari defek lapisan otot (tunika muskularis)
pada arteri. Perubahan elastisitas membran dalam (lamina elastika interna) pada arteri
cerebri dipercayai melemahkan dinding pembuluh darah dan mengurangi kerentanan
mereka untuk berubah pada tekanan intraluminal. Perubahan ini banyak terjadi pada
pertemuan pembuluh darah, dimana aliran darah turbulen dan tahanan aliran darah pada
dinding arteri paling besar.
Aneurisma fusiformis berkembang dari arteri serebri yang berliku yang biasanya berasal
dari sistem vertebra basiler dan bisa sampai beberapa cm pada diameternya. Pasien
aneurisme fusiformis berkarakter dengan gejala kompresi otak atau nervus kranialis tapi
gejala tidak selalu disertai dengan perdarahan subarakhnoid.
Aneurisma yang disebabkan oleh diseksi terjadi karena adanya nekrosis atau trauma pada
arteri. Berbentuk seperti gumpalan darah sepanjang lumen palsu, sedangkan lumen
sebenarnya kolaps secara otomatis.
Gejala. Aneurisma intrakranial hampir tidak pemah menimbulkan gejala kecuali terjadi
pembesaran dan menekan salah satu saraf otak sehingga memberikan gejala sebagai
kelainan saraf otak yang tertekan.
Gejala apa yang timbul tergantung dari lokasi dan ukuran aneurisma tersebut. Beberapa
gejala yang dapat timbul adalah sakit kepala, penglihatan kabur/ ganda, mual, kaku leher
dan kesulitan berjalan. Tetapi beberapa gejala dapat menjadi peringatan (warning sign)
adanya aneurisma, yaitu: kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan, gangguan
penglihatan, kelopak mata tidak bisa membuka secara tiba-tiba, nyeri pada daerah wajah,
nyeri kepala sebelah ataupun gejala menyerupai gejala stroke. Denyut jantung dan laju
pernafasan sering naik turun, kadang disertai dengan kejang, koma, sampai kematian.
Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum
aneurisma pecah.
Gambaran klinik pecahnya aneurisma dibagi dalam 5 tingkat ialah:
Tingkat I : Sefalgia ringan dan sedikit tanda perangsangan selaput otak atau tanpa
gejala.
Tingkat III : Kesadaran somnolent, bingung atau adanya kelainan neurologik fokal
sedikit.
Tingkat IV : Stupor, hemiparese sampai berat, mungkin adanya permulaan
deserebrasi dan gangguan sistim saraf otonom.
Tingkat V : Koma dalam, tanda rigiditas desebrasi dan stadium paralisis cerebral
vasomotor.
Diagnosis. Di negara maju, aneurisma pada stadium dini lebih banyak ditemukan. Hal ini
karena banyak orang yang menjalani pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)
sehingga aneurisma pada tingkat awal dapat terlihat jelas. Kadang aneurisma tidak
sengaja ditemukan saat check up dengan menggunakan seperti CT scan, MRI atau
angiogram. Diagnosis pasti aneurisma pembuluh darah otak, beserta lokasi dan ukuran
aneurisma dapat ditetapkan dengan menggunakan pemeriksaan angiogram yang juga
dipakai sebagai panduan dalam pembedahan.
Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga terdapat meningitis
atau infeksi lainnya. Jika diperlukan, bisa dilakukan pungsi lumbal untuk melihat adanya
darah di dalam cairan serebrospinal. Kemungkinan juga bisa terjadi leukositosis yang
tidak terlalu berarti.
Penatalaksanaan. Untuk aneurisma yang belum pecah, terapi ditujukan untuk mencegah
agar aneurisma tidak pecah, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih lanjut
dari aneurisma tersebut. Sedangkan untuk aneurisma yang sudah pecah, tujuan terapi
adalah untuk mencegah perdarahan lebih lanjut dan untuk mencegah atau membatasi
terjadinya vasospasme. Penderita harus segera dirawat dan tidak boleh melakukan
aktivitas berat. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang
dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan.
Aneurisma biasanya diatasi dengan operasi kraniotomi terbuka, yang dilakukan dengan
membedah otak, memasang klip logam kecil di dasar aneurisma, sehingga bagian dari
pembuluh darah yang menggelembung itu tertutup dan tidak bisa dilalui oleh darah.
Terapi lain adalah dengan operasi endovaskuler, yaitu memasukkan kateter dari pembuluh
darah arteri di kaki, dimasukkan terus sampai ke pembuluh darah di otak yang terkena
aneurisma, dan dengan bantuan sinar X, dipasang koil logam di tempat aneurisma
pembuluh darah otak tersebut. Setelah itu dialirkan arus listrik ke koil logam tersebut,
dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan membeku dan menutupi seluruh
aneurisma tersebut.
Prognosis. Bergantung pada jenis aneurisma (rupture atau unruptur), bentuk aneurisma,
lokasi, waktu penanganan dan kondisi pasien saat dilakukan pengobatan (usia, gejala
klinis, kesadaran dan adanya penyakit lain). Semakin cepat ditemukan aneurisma
mempunyai kemungkinan kesembuhan yang baik.
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Stroke biasanya
luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi menahun. Lebih dari separuh
penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita
yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh
akan menyerap sisa-sisa darah.
Pada perdarahan subarachnoid, sekitar sepertiga penderita meninggal pada episode
pertama karena luasnya kerusakan otak. 15% penderita meninggal dalam beberapa
minggu setelah terjadi perdarahan berturut-turut. Penderita aneurisma yang tidak
menjalani pembedahan dan bertahan hidup, setelah 6 bulan memiliki resiko sebanyak 5%
untuk terjadinya perdarahan. Banyak penderita yang sebagian atau seluruh fungsi mental
dan fisiknya kembali normal, tetapi kelainan neurologis kadang tetap ada.
Referensi
Frosch MP, Anthony DC, Girolami UD. The Central Nervous System. In: Kumar V, Abbas A,
Fausto N [ed.]. Robbins and Cotrans Pathologic Basis of Disease. 7th ed. Philadeplhia:
Saunders.
Ropper AH, Brown RH. The Cerebrovascular Diseases; Adams and Victors Principles of
Neurology. 8th ed. New York: McGraw Hill: 718-22.
Vega C, Kwoon JV, Lavine SD. Intracranial Aneurysms: Current Evidence and Clinical Practice.
American Family Physician, 2002; 66(4): 601-8.