Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Birokrasi telah menjadi daya tarik untuk dicermati dan dikaji pada era reformasi dan
otonomi daerah. Hal tersebut tidak saja dibahas oleh kalangan teoretisi dan pemerhati,
tetapi juga oleh para praktisi (birokrat). Bahkan, telah menjadi isu publik (public issues)
sehingga setiap orang tergerak untuk memikirkan dan mencari solusi atas masalah yang
dihadapi oleh birokrasi ini. Banyak masalah strategis yang dihadapi dalam birokrasi
untuk melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi, kewenangan, dan tanggung
jawab yang diamanatkan kepadanya. Berasal dari kompleksitas masalah lingkungan
internal birokrasi, masalah tersebut juga berasal dari lingkungan eksternal, yakni berupa
dinamika masyarakat dan tumbuh kembangnya masalah yang dihadapi oleh masyarakat
yang sebagai pihak dilayani (clientele). Perubahan lingkungan strategis tadi memang
sangat besar dan dominan dalam memengaruhi kinerja birokrasi dalam melaksanakan
kewajibannya. Terutama dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan
layanan masyarakat (public service).
Paradigma penylenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan layanan masyarakat
telah mengalami pergeseran dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi, sehingga
telah terjadi pergeseran atau pengalihan kewenangan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah baik pada provinsi, kabupaten, maupun kota. Hakikat kebijakan
desentralisasi adalah pemerintah berusaha mendekatkan diri dengan yang diperintah
(rakyat). Bukan untuk membohongi dan menindas rakyat. Melainkan harus senantiasa
berperan dalam memberikan pelayanan publik yang baik. Dari yang suka mengatur dan
memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan
kekuasaan berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel dan
kolaboratis dan dialogis, dan dari cara-cara sloganis menuju cara kerja yang realistis
pragmatis. Sehingga pentingnya birokrasi di Indonesia direvitalisasi agar memahami
makna sesungguhnya dari birokrasi yang baik itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah perkembangan birokrasi di Indonesia?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan birokrasi di Indonesia?
1.3 Tujuan

1. Memahami perkembangan birokrasi di Indonesia.


2. Mengetahui seberapa jauh tingkat perbaikan birokrasi di Indonesia.
3. Mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Birokrasi Di Indonesia
Masa raja-raja (feodalisme), birokrasi sebuah korps pegawai Negara telah eksis di
Indonesia sejak masa prakolonial, masa raja-raja, terutama zaman kerajaan-kerajaan
Hindu Jawa sampai Mataram Islam. Pada masa ini masuk dalam kategori birokrasi
tradisional yang dibentuk oleh raja patrimonial. Korps ini kemudian disebut sebagai
abdi dalem yang melakukan tugas menjadi pelayan pribadi raja, menjaga keamanan dan
stabilitas kerajaan, serta mengumpulkan materi dalam bentuk upeti dari rakyat. Para
aparat birokrasi mendapat penghasilan yang bernama lungguh atau apanage (semacam
tanah bengkok yang diberikan selama menjabat) dan sebagian besar dari hasil pungutan
pajak.

Para abdi dalem juga sering mendapat kesempatan untuk mewariskan kedudukannya
kepada anggota keluarga jika raja merasa puas atas pelayanannya. Bahkan bisa
merekomendasikan keluarganya untuk menduduki jabatan dalam birokrasi kerajaan.
Untuk mendukung ketaatan kepada raja, para abdi dalem dibekali buku pedoman
(semacam kode etik abdi dalem). Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa kepatuhan
kepada raja merupakan puncak nilai, dan sebaliknya suatu pengingkaran adalah tercela.
Mereka diharuskan mengikuti upacara-upacara perayaan hari besar public dan hari-hari
besar raja. Ketidakikutsertaannya dapat menimbulkan malapetaka bagi mereka. Jadi pada
masa foedalisme birokrasi lebih sebagai kepanjangan tangan dari kekuasaan raja. Artinya
pelayanan yang dilakukan birokrasi lebih dititikberatkan kepada kekuasaan.
Pada masa VOC struktur birokrasi pemerintahan sangat dipengaruhi oleh
kepentingan

ekonomi-politik

sindikat

dagang tersebut.

Dalam hal

ini VOC

berkepentingan melakukan kontrol teritorial agar bisa menguasai sumber hasil bumi
secara menyeluruh. VOC mengambil alih struktur birokrasi tradisional dengan tujuan
mengukuhkan kekuasaannya atas rakyat pribumi.
Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda atau Tahun 1854 dengan dikeluarkannya
regerings reglement (RR-semacam konstitusi/UUD) yang mengatur susunan kenegaraan
Hindia-Belanda. Aturan RR sarat dengan strategi pembaruan birokrasi pemerintahan
dengan upaya melegalrasionalkan

birokrasi pada masa itu. Singkatnya pada masa

kolonial belanda tidak bisa mengubah lingkungan pangreh praja yang sarat dengan nilainilai tradisional. Pada zaman kolonial keadaan birokrasi kerajaan boleh dikatakan tidak
berubah, melainkan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga lebih efisien demi
kepentingan penjajah.
Reformasi birokrasi pemerintah dahulu pernah dilakukan di zaman pemerintahan
Bung Karno dengan slogan yang amat terkenal saat itu yang disebut retooling aparatur.
Sehingga saat

itu Bung Karno memerlukan kementerian yang dikenal dengan

kementerian yang ditugaskan melakukan retooling. Retooling walaupun mempunyai


konotasi untuk melakukan penyingkiran aparatur (pegawai) yang kontra revolusi,
kementerian itu pada niatnya melakukan pembaruan pegawai. Semenjak itu, maka
kementerian itu berubah dari retooling yang bernada pemecatan pegawai, menjadi
penertiban dan pendayagunaan aparatur. Pengertian aparatur masih belum juga
memberikan solusi arah yang jelas apa yang ingin diperbarui. Tekanannya masih
diartikan pegawai yakni orang-orang atau sumber daya manusia yang bekerja sebagai
aparat pemerintah dan Negara.

Ketika pemerintah proklamasi melaksanakan pemerintahan sendiri kita waktu itu


meniru dan mewarisi sistem administrasi dari pemerintahan kolonial. Ketika dijajah
Belanda yang lama sekali sistem administrasi pemerintahan kerajaan Belanda kita pakai
dalam menata admnistrasi Negara kita semenjak proklamasi. Pemerintah Jepang pernah
juga menjajah Negara kita, dan pernah sistem administrasi Jepang dicoba dipakai untuk
sementara waktu. Karena sistem pemerintahan kerajaan Belanda yang lama diterapkan di
Negara jajahan saat itu, maka sistem administrasi Belanda ini yang banyak berpengaruh
dalam tatanan sistem administrasi pemerintahan kita. Sistem ini lama-kelamaan
dirasakan tidak lagi memadai lagipula semangat ingin melepas dari warisan kolonial dan
semangat kemerdekaan yang masih berkobar di dada bangsa kita, maka hal ini amat
mendorong terciptanya sistem administrasi Negara kita.
Saat itu di Amerika Serikat dikembangkan sistem administrasi negara yang modern
dan yang lebih praktis dan efisien. Maka Presiden Soekarno melalui perdana menteri
(alm.) H. Djuanda mengundang perutusan dari Amerika Serikat. Guru besar ilmu
administrasi publik dari Cornel dan Pittburdg didatangkan ke Indonesia untuk
memberikan saranan pengembangan dan perbaikan sistem administrasi Negara kita.
Hasil dari perutusan ini dilakukan reformasi administrasi pemerintahan. Susunan
orgaisasi kementerian mulai ditata, didirikan lembaga administrasi Negara yang menjadi
pusat pelatihan dan pengembangan tenaga-tenaga administrasi Negara, didirikannya
fakultas dan universitas yang mengajarkan ilmu administrasi Negara, seperti yang
dikembangkan oleh Amerika Serikat, dan dibangun badan perancang nasional yang kelak
kemudian berubah menjadi Bappenas.
Reformasi pertama yang dilakukan ketika zaman ke presidenan Soekarno didorong
oleh perubahan yang terjadi di lingkunagn srategis nasional dan global. Lingkungan
strategis nasional ialah berubahnya tata sitem pemerintahan yang dijalankan berdasarkan
warisan kolonial Belanda ke arah tatanan sistem administrasi bersifat modern pengaruh
dari Amerika Serikat. Pengaruh global terjadi bermula dari sistem administrasi modern,
praktis, dan efisien yang dikembangkan oleh Amerika Serikat tadi. Leverage points
ditandai dari adanya perubahan baik dilingkungan strategis nasional maupun global.
Pemerintahan Presiden Soekarno mempunyai pandangan yang jelas terhadap
administrasi Negara. Perhatiannya untuk mengembangkan sistem administrasi Negara
sangat besar dengan didirikannya pada waktu lembaga administrasi Negara yang
diharapkan sebagai lembaga kajian untuk mengembangkan ilmu administrasi Negara
bisa diterpakan dalam kegiatan sehari-hari dari praktik kepemerintahan.

Reformasi kedua dilakukan ketika zaman kepresidenan Suharto. Dorongan untuk


melakukan reformasi ini pun diawali oleh keinginan untuk membangun bangsa dan
Negara yang dimulai untuk menyelenggarakan stabilitas disegala sektor. Pembangunan
tidak bakal terjadi kalau ekonomi bangsa ini tidak tumbuh. Untuk menumbuhkannya
diperlukan adanya stabilitas politik, pertahanan, keamanan, sosial, dan sektor lainnya.
Dari keinginan untuk mewujdkan stabilitas ini, maka visi presiden Suharto adalah harus
dijalankan secara sentralistis. Pendekatan kekuasaan, keamanan, dan pemusatan segala
macam kebijakan dan urusan di pemerintah pusat amat kelihatan sekali. Maka disusunlah
suatu perubahan kebijakan menata kelembagaan dan sistem birokrasi pemerintah yang
mendukung terwujudkan visi sentral tersebut. Tahun 1974 lima tahun setelah Presiden
Suharto memegang kendali pemerintahan mengeluarkan PP No. 44 dan 45 Tahun 1974,
sebagai tonggak dirombaknya dan disusun sistem dan struktur lembaga birokrasi
pemerintah. Semua organisasi dan sistem diseragamkan mulailah berturut-turut adanya
ketentuan perundangan yang menuju keseragaman itu. Susunan departemen kita yang
dipimpin para menteri diseragamkan susunan dan sistemnya. Sistem penyusunan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran, sistem rekrutmen pegawai dan
pengangkatan pejabat dalam jabatan, sistem diklat pegawai, sistem penggajian pegawai,
sistem pengawasan dari waskat sampai ke waswas, dan semua sistem-sistem lainnya
diatur seragam dan sentral. Susunan organisasi birokrasi pemerintahan daerah disusun
berdasarkan kebijakan UU No. 5 Tahun 1974. Demikian pula, oragnisasi birokarasi
dipemerintahan desa pun diseragamkan untuk seluruh negara kita dengan mengeluarkan
UU No. 5 Tahun 1979. Di bidang kepegawaian negeri dikeluarkan UU No. 8 Tahun
1974. Sistem anggaran belanja Negarapun diseragamkan dengan Bappenas dan Dirjen
anggaran departemen keuangansebaai pusat pengelolaannya.
Reformasi administrasi Negara yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Suharto,
karena didorong oleh perubahan sistem lingkungan strategis nasional dari pemerintahan
Soekarno (orde lama) ke pemerintahan orde baru. Sementara lingkungan strategis global
ditandai dengan perlunya bantuan dari Negara donor untuk membantu kebijakan dan
program pembangunan yang dilakukannya. Bantuan atau pinjaman merupakan tatanan
global yang harus ditaati dan diperhatikan untuk keberhasilan pembangunan. Walaupun
pada akhirnya setelah kejatuhan pemerintahannya, beban pinjaman ini sangat
memberatkan kondisis ekonomi bangsa saat ini.
Lepas apakah reformasi ketika masa kepresidenan Suharto ada ekses kurang baik
terhadap demokrasi dan pemulihan kondisi peekonomian bangsa, akan tetapi reformasi

administrasi Negara yang kedua itu dimulai dari visi, pandangan, dan kemauan yang
jelas untuk menata sistem administrasi Negara ynag menekankan pada pembangunan
ekonomi. Ketika itu, kalau semuanya tidak dikendalikan secara terpusat barangkali
pembangunan yang diprogramkan oleh pemerintahan Suharto tidak terlaksana.
Keinginan menata kelembagaan dan sistem administrasi Negara yangm mendukung
terhadap upaya pembangunan tersebut merupakan langkah yang terarah. Hal ini suatu
bukti bahwa perhatian terhadap pembangunan, reformasi, perubahan, dan pengembangan
administrasi Negara merupakan prioritas bagi pemerintahan Presiden Suharto.
Kedua presiden terdahulu mempunyai perhatian besar terhadap pengembangan ilmu
administrasi dan birokrasi pemerintah untuk kemanfaatan pemerintahan yang
dipimpinnya. Kedua presiden terdahulu, melakukan reformasi didorong oleh leverage
points yang jelas baik pada tataran lingkungan strategis nasional maupun global.
Itulah reformasi

yang pernah dilakukan oleh pemerintah sepanjang sejarah

kemerdekaan hingga saat ini. Mulai pemerintahan reformasi yang dilakukan di awal
Tahun 1998, saya mempunyai pandangan bahwa pemerintah kita hingga kini belum
pernah melakukan reformasi bahkan pemerintah yang silih berganti itu kurang
perhatiannya terhadap sitem dan tatalaksana administrasi Negara kita.
Di awal pemerintahan Presiden BJ. Habibie Tahun 1998, rencana untuk menata
sistem birokrasi pemerintahan akan dilaksanakn dengan kesatuan visi manajemen
pemerintahannya yakni melaksanakan demokrasi pemerinthan. Beliau kemudian untuk
mewujudkan visinya itu mengeluarkan kebijakan perundangan yang membuka
demokrasi seluas-luasnya. Undang-undang itu adalah UU No. 40 Tahun 1999 tentang
kebebasan pers. Ini koridor pertama demokrasi dan paling utama supaya tidak ada
ketakutan untuk berbeda suara. Koridor berikut di bidang politik dikeluarkannya undangundang politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang pemilu dan UU No. 4 Tahun 1999 tentang
Susduk MPR, DPR, dan DPRD. Koridor demokrasi lain di bidang pemerintahan
dikeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dan yang berkaitan dengan
kepegawaian negeri direvisinya UU No. 8 Tahun 1974 menjadi UU No. 43 Tahun 1999.
Sayang Presiden Habibie umur pemerintahannya tidak lama dan pemerintahan
berikut tidak lagi berminat melakukan reformasi birokrasi pemerintah hingga detik ini.
Kelembagaan sistem administrasi Negara kita hingga sekarang ini masih seperti yang
dulu direformasi oleh Presiden Suharto. Belum ada perubahan sedikit pun susunan dan
struktur organisasi kelembagaan birokrasi pemerintah masih seperti dulu. Sementara itu

lingkungan strategis nasional dan global baik politik maupun ekonomi telah mengalami
perubahan yang dahsyat. Perhatian pemerintah baik ketika di bawah kepresidenan
Abdurrahman Wachid maupun Ibu Megawati dan sekarang ini Presiden SBY terhadap
perkembangan dan penataan administrasi Negara saya nilai sangat rendah atau sama
sekali tidak ada. Saya menyadari karena prioritas pemerintah untuk memperbaiki kondisi
perekonomian kita yang dililit oleh utang dan nilai ekspor dan pananaman modal sangat
rendah ditambah nilai tukar rupiah terhadap dolar mengalami kejatuhan, maka perhatian
terhadap administrasi Negara rendah. Akan tetapi, saya juga berpendapat perhatian dan
perbaikan di sektor ekonomi, politik, dan lainnya itu baru bisa diperbaiki kalau kondisi
dan kelembagaan dan sistem adminstrasi Negara itu diperbaiki terlebih dahulu.
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Birokrasi
Leverage Points Reformasi
Faktor yang bisa mendorong timbulnya reformasi birokrasi pemerintah :
1. Adanya kebutuhan melakukan perubahan dan pembaruan
2. Memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis nasional
3. Memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis global
4. Memahami perubahan yang terjadi dalam paradigma manajemen pemerintahan
5. Faktor ekonomi
6. Faktor kapitalistik
Adanya kebutuhan melakukan perubahan dan pembaruan aparatur Negara dan
pemerintah itu sangat tergantung dari kebutuhan dari pemimpin nasional. Jika pimpinan
politik nasional merasa butuh melakukan perubahan, pasti perubahan dan pembaruan
aparatur itu akan terwujud. Kebutuhan itu didukung oleh kebijakan politik yang strategis
dan dijadikan suatu program nasional dengan dukungan seluruh komponen rakyat, maka
perubahan dan pembaruan aparatur Negara/pemerintah bisa dilakukan.
Sebagaimana yang pernah dilakukan ketika pembaruan aparatur dilakukan oleh
Presiden Soekarno dan Suharto, dimulai dari kebutuhan untuk melakukan pembaruan.
Walaupun dasar yang melatarbelakangi dari kedua presiden itu berbeda. Presiden Clinton
ketika melakukan reinventing government (Osborn, 1993) karena didorong oleh
kebutuhan melakukan pembaruan birokrasi pemerintahannnya. Margareth Tatcher
(Dowding, 1995) juga melakukan pembaruan birokrasinya.
Faktor perubahan lingkungan strategis nasional sangat penting dipahami. Karena
faktor ini yang akan menimbulkan rencana dan tindakan pembaruan aparatur

Negara/pemerintah. Jika diamati semenjak jatuhnya pemerintah orde baru, perubahan


lingkungan strategis nasional kita ialah terjadi krisis meneter/ekonomi dan perubahan
sistem politik nasional. Dua kejadian ini dijadikan dorongan dan rencana perubahan dan
pembaruan aparatur. Krisis moneter dengan sendirinya dapat melahirkan kebijakan
pembaruan aparatur yang efektif, efisien, dan hemat. Sedangkan perubahan sistem politik
akan melahirkan sistem yang mengakomodasikan kepentingan-kepentingan dari
kekuatan politik yang memperoleh kepercayaan suara rakyat terbanyak.
Faktor perubahan lingkungan strategis global mendorong agar pembaruan aparatur
Negara/pemerintah tidak berdiri sendiri melainkan mempertimbangkan perubahan global
tersebut. Perubahan global antara lain sistem desentralisasi dan demokrasi yang banyak
dipakai Negara-negara pentas duni yang juga menginginkan kepemerintahan yang baik
(good governance). Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang mulai diterapkan
dalam pemerintahan yang elektronik (e-government). Penggunaan e-government tidak
ada lain agar pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintah kepada rakyat
memberikan kepuasan.
Erat kaitannya dengan perubahan global adalah perubahan paradigm dalam tata
kepemerintahan yang baik. Desentralisasi, otonomi, demokrasi, akuntabilitas publik,
transparansi dan ditegakkannya hukum merupakan dorongan-dorongan yang kuat
terhadap lahirnya perubahan dalam manajemen pemerintahan. Mengatur pemerintahan
yang disandarkan pada sistem yang otoriter dan sentralisasi yang menekankan pada
kekuasaan penguasa saja akan menjauhkan dari tata kepemerintahan yang baik. Tata
kepemerintahan yang tidak baik itu menurut pemikiran Lucas (1996) digolongkan pada
tata struktur yang tidak logis. (unlogical structure). Digolongkan unlogical structure
karena sama sekali tidak memberikan akses pada aspirasi, kebutuhan, dan keinginan
rakyat untuk ikut berperan serta.
Salah satu kondisi historis yang mendorong perkembangan birokrasi adalah ekonomi
uang. Birokrasi didasarkan pada kompensasi prasyarat yang telah ada sebagai contoh di
Mesir, Romawi, dan Cina. Namun pada umumnya, ekonomi uang mengijinkan
pembayaran

gaji-gaji

regular

dimana

pada

akhirnya

menciptakan

kombinasi

ketergantungan dan kemandirian yang sangat kondusif bagi kinerja tugas birokratis.
Sistem kapitalistik mendorong lebih jauh perkembangan birokrasi. Kepentingan
kapitalisme menuntut tidak hanya digulingkan para penguasa tirani tapi juga
pembentukan pemerintahan yang cukup kuat.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Birokrasi telah menjadi daya tarik untuk dicermati dan dikaji pada era reformasi dan
otonomi daerah. Hal tersebut tidak saja dibahas oleh kalangan teoretisi dan pemerhati,
tetapi juga oleh para praktisi (birokrat). Bahkan, telah menjadi isu publik (public issues)
sehingga setiap orang tergerak untuk memikirkan dan mencari solusi atas masalah yang
dihadapi oleh birokrasi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Widodo, Joko. 2007. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, Bayumedia. Malang.


Thoha, Miftah. 2011. Birokrasi Pemerintah Indonesia Di Era Reformasi, Kencana. Jakarta.
Masud, M. Said. 2010. Birokrasi Di Negara Birokratis, UMM Press. Malang
Blau, M. Peter dan Marshall W. Meyer. 2000. Birokrasi Dalam Masyarakat Modern, Prestasi
Pustakaraya. Jakarta. Agus Dwiyanto,dkk. 2008. Reformasi birokrasi publik di indonesia

BIROKRASI

Disusun Oleh :
DELLA VANESSA WARDANI (15040263024)
DEWI MASITAH (15040263036)

D3 ADMINISTRASI NEGARA

Anda mungkin juga menyukai