Anda di halaman 1dari 64

SHALAT WAJIB

1.0.Pendahuluan
Sebagai seorang muslim dan muslimah tentunya kita sudah mengetahui, bahwa salah satu kewajiban
seorang muslim adalah melaksanakan shalat lima waktu. Rukun islam yang kedua ini sebagai bentuk
penghambaan kepada sang pencipta yakni Allah SWT, yang telah menciptakaan bumi, langit beserta
isinya. Sebagai seorang muslim sudah sepatutnya kita untuk senantiasa mematuhi segala perintahnya
dan larangannya karena dengan demikian kita akan menjadi manusia yang akan mendapatkan
kebaikan baik di dunia maupun di akherat. Seorang muslim yang tidak melaksanakan kewajibannya
sebagai seorang muslim maka ia di pertanyakan kemuslimannya karena seorang muslim yang
sesungguhnya ia akan taat kepada Allah dan rosulnya.
Islam adalah agama universal yang mengatur segala aspek di dalam kehidupan ini, dari mulai kita
bangun tidur sampai tidur lagi, islam mengjarkan tatakrama dan do'anya hal ini tiada lain bertujuan
untuk kemaslahatan kaum muslimin itu sendiri. Islam itu mudah karena tidak mengajarkan untuk
memaksakan sesuatu kepada seseorang yang tidak mampu untuk melaksanakanya, contohnya
seseoarng muslim yang sedang sakit maka ia boleh shalat smabil duduk atau kalau tidak bisa duduk
maka ia boleh sambil berbaring, contoh lain apabila seoarng muslim sedang berpergian maka
shalatnya boleh di jama atau di qosor, hal ini membuktikan bahwa kewajiban shalat sangat penting
tetapi apabila kita tidak mampu untuk melaksanakan shalat sesuai dengan syarat dan rukunya maka
islam punya alternatifnya.
Shalat merupakan ibadah yang sangat penting bagi seorang muslim karena shalat merupakan induk
amal, apabila shalat kita baik maka amal yang lain juga Insya Allah akan baik tetapi sebaliknya
apabila shalat kita kurang baik maka amal yang lain pun akan mengikutinya karena shalat adalah
tiang agama. Kalau tiangnya runtuh maka ambruklah agma seseorang. Oleh karenanya seoarng
muslim hendaknya terus memperbaiki shalatnya, karena dengan shalat kita baik maka kita akan
senantiasa terjaga agama kita dan kita terjaga dari perbuatan-perbuatan buruk.
Kehidupan dunia tidaklah abadi, oleh karenya manfaatkanlah kehidupan di dunia ini dengan ibadah
sebanyak-banyaknya kepada Allah SWT supaya kita mendapat rahmat dan rhidonya. Ibadah yang
pertama kali di tanya oleh malaikat di yaumul ma'syar adalah mengenai shalatnya kalau shalatnya
baik dan benar maka Insya Allah ia termasuk ahlujannah,begitupun sebaliknya. Jadi dapat kita ambil
kesimpulan bahwa shalat merupakan salahsatu kewajiban muslim yang hendak selali kita jaga dan
kikta perbaiki.
1.1 pengertian Shalat
Shalat secara bahasa berarti, doa. Sebagaimana allah swt berfirman . Dan berdoalah untuk mereka,
karena sesungguhnya doamu itu akan menjadiketentraman jiwa bagi mereka. (At-Taubat :103)

Secara istilah berarti syariat, artinya semua perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir
dan diakhiri dengan salam.

1.2. Dalil Dalil Perintah Shalat


Hukum shalat adalah wajib. Hal ini sesuai dengan al-quran dan as-sunnah.

Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah alla dengan memurnikan kekuatan
kepadanya dalam menjalankan agama dengan lurus, supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat.( Al-Bayyinah:5)
Adapun as-sunnah sabda Rasulullah saw ;

Agama islam itu ditegakkan atas lima pondasi yaitu ; bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
SWT, bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat
berpuasa ramadhan, dan berangkat haji ke baitullah bagi yang mampu.(HR. Bukhari & Muslim)
Begitu pula semua kaum muslim telah sepakat bahwa Allah SWT telah mewajibkan shalat lima
waktu kepada mereka dalam sehari semalam. Shalat diwajibkan kepada setiap muslim, yang balig
dan berakal kecuali yang sedang haid dan nifas. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab
thaharah sebelumnya. Shalat juga tidak diwajibkan kepada orang-orang gila dan kafir.
Dalil-dalil shalat berikut ini ;
Golongan yang menyatakan bahwa meraka adalah sebagai orang-orang kafir, berdasarkan hadist
Jabir , bahwa Rasulullah bersabda ;

Yang membedakan antara seorang muslim dengan seorang kafir adalah karena meninggalkan
shalat.(HR. Jamaah)
Sebagaiman juga mereka berdalil dengan hadist ubadah bin shamit, yaitu;

Saya mendengar Rasulullah saw bersabda , ada lima shalat yang telah Allah SWT wajibkan kepada
hambanya, barang siapa yang menepatinya dan tidak meninggalkan sedikitpun karena
menyepelekannya, maka niscaya Allah telah memiliki janji untuk memasukan dirinya ke dalam
surganya. Dan barang siapa yang tidak menepati, maka Allah tidak memiliki kepadanya, jika dia
berkehendak dia menyiksanya dan jika berkehendak dia mengampuninya.(HR. Ahmad)

1.3.Syarat Syarat Shalat


1). Mengetahui tentang masuknya waktu
2). Suci dari hadats kecil dan hadats besar
3). Suci badan pakaian dan tempat
4). Menutup aurat
5). Menghadap kiblat

1.4. Rukun-Rukun Shalat


A). Niat
Niat merupakan tujuan untuk berbuat dengan motivasi melaksanakan perintah Allah. Mengenai
masalah niat itu sendiri ulama mdzhab berbeda pendapat apakah niat itu harus di nyatakan ia berniat
atau tidak. Menurut kalangan Sunni. yaitu Ibnul Qoyim. Ia menerengkan bahwa nabi Muhammad
SAW tidak pernah melafalkan niat sama sekali, dan beliau tidak mengucapkan "Ushali pardza
musatqbilalkiblati arba'a ra'akatin imaman ma'muman". Menurut Ibnu Qoyim orang melafalkan niat
tidak memiliki argument yang kuat karena tidak ada hadis yang menjelaskan mengenai hal tersebut
baik hadist hasan maupun dha'if. Pendapat ini di perkuat dengan tidak danya para tabi'in dan imam
madzhab empat yang menganjurkan mengenai hal tersebut.
Akan tetapi menurut Sayid Muhammad dalam bukunya madarikhul Ahkam tentang mabhatsu alniyya awwalu as-shalati".(pembahasan tentang niat sebagai perbuatan pertama dalam
shalat)menerangkan bahwa kesimpulan di tarik dari dalil-dalil syara tujuan di ucpakannya niat yakni
untuk memudahkan seseorang melakukan amalan tertentu dengan tujuan melaksanakan perintah
Allah SWT. Keterangan yang memperkuat hal ini adalah tidak adanya penjelasan yang spesifik
mengenai ibadah itu sendiri dan di dalam hadispun demikian.
B).Takbiratul Ihram
Seseorang yang melakukan shalat tanpa takbiratul ihrom ia shalatnya tidak akan sempurna, adapun
lafal takbirotul ihram menurutImamiyah,maliki,dan Hambali yakni Allahu Akbar dan tidak boleh di
ganti. Akan tetapi menurut Mazhab syafi'i boleh menggantinya dengan menambaih alif lam di lafal
akbarnya yakni "Allau Al-Akbar". MenurutMazhab Hanafi boleh menggantinya asalkan memilki
arti yang sma seperti "Allahu Al-Ajall" dan "Allah Al-A'dzam".
Semua Ulama Madzhab sepakat selain Imam Hanafi bahwa mengucpakan takbiratul ihram itu
harus memakai bahasa arab meskipun orang ajam (selain arab). Adapun menurut
iamam Hanafi boleh dengan bahasa apa saja.

C).Berdiri
Semua Ulama Madzhab sepakat, bahwa sala satu rukun shalat itu berdiri dari takbirotul ihram
sampai ruku, apabila tidak mampu berdiri maka shalat smabil duduk kemudian apabila tidak mampu
duduk maka ia shalat smabil miring kekanan seperti orang yang di kubur di liang lahat. Hal ini di
sepakati oleh seluruh Ulama Madzhab keculai Mazhab Hanafi.Mazhab Hanafi berpendpat siapa
yang tidak duduk maka ia harus shalat terlentang dan menghadap kiblat dan kakinya yang
mengisyaratkan baik dalam ruku maupun sujud.
D).Membaca Surat Al-Fatihah
Hukum membaca surat Al-fatihah Ulama Mazhab berbeda pendapat.
Mazhab Hanafi : membaca Al-fatihah di dalam shlat itu tidak wajib, pendapat ini didasarkan pada
ayat al-quran surat muzammil ayat 20: " bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-qur'an". Membaca
surat juga hanya wajib ketika dua rokaat awal saja dan menurut Mazhab Hanafi membaca basmallah
tidak termasuk bagian dari surat dan boleh meningalkannnya
Mazhab Syafi'i : membaca Al-fatihah hukumnya wajib di tiap-tiap rakaat dan membaca basmallah
juga demikian karena basmallah bagian dari Al-fatihah, hal ini di lakuakn baik shalat wajib maupun
shalat sunnah. Membaca surat hendaknya di baca keras ketika shalat subuh dan di sunnahkan
membaca qunut dan membaca keras ketika dua rokaat solat maghrib dan Isya.
Mazhab Maliki : membaca Al-fatihah hukumnya wajib di tiap-tiap rokaat dan membaca basmallah
hukumnya lebih baik di tinggalkan karena basmallah tidak bagian dari surat. Ketika shalat subuh di
sunahkan membaca qunut.
Mazhab Hambali : membaca Al-Fatihah hukumnya wajib di tiap-tiap rokaat dan membaca
basmallah hukumnya juga wajib akan tetapi membacanya harus dengan pelan-pelan. Qunut hanya di
baca pada shalat witir.
Mazhab Imamiyah: membaca Al-Fatihah wajib di dua rakaat tiap-tiap shalat, dan boleh
membacanya di rakaat yang lainnya. Basmallah wajib di baca karena basmallah bagian dari surat.
Imamiyah berpendapat membaca Amien adalah haram dan shalatnya batal, baik ketika shalat sendiri
maupun berjama'ah. Namun Empat mazhab menyatakan sunah membaca amien, hal ini di dasarkan
pada hadis nabi, dai Abu hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Kalau ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi 'alaihim waladzallin, maka kalian harus
mengucapkan amien"
D).Ruku dan Itidal
Semua Ulama Mazhab sepakat bahwa ruku adalah wajib di lakukan ketika shalat. Akan tetapi ulama
madzhab berbeda pendapat mengenai tu'maninah di dalam ruku yakni diam sebentar tidak bergerak.
Mazhab Hanafi : thuma'nianh dalam ruku tidak wajib yang wajib hanyalah membungkukan badan
dengan lurus sampai kedua telapak tangan orang tersebut menyentuh lututnya. Imam Hanafi juga
menyatakan bahwa I'tidal hukumnya tidak wajib, boleh langsung sujud tapi hal tersebut hukumnya
makruh.adapun madzhab-madzhab yang lain menyatakan bahwa thuma'ninah hukumnya wajib dan

mengangkat kepala untuk beri'tidal itu hukumnya wajib dan di sunahakn membaca tasmi'yaitu
mengucpakan
Mazhab Syafi'I, Hanafi dan, Maliki : tidak wajib berdzikir ketika shalat hanya di sunahkan saja
mengucapkan:
Mazhab Imamiyah dan Hambali : membaca tasbih ketika ruku hukumnya wajib. Adapun bacaanya
menurut Imam Hambali :
Dan menurut Imamiyah :
E).Sujud
Semua Ulama Mazhab sepakat bahwa sujud wajib dilakukan dua kali tiap-tiap rakaat. Akan tetapi
ulama berbeda pendapat mengenai batasan muka yang harus menyentuh ketempat sujud.
Mazhab Maliki,Syafi'i, dan Hanafi : yang wajib menempel hnaya dahi akan tetapi yang lainnya
hanya sunnah. Adapun menurut Mazhab Imamiyah dan Hambali yang menempel yakni 7 anggota
yaitu dahi, dua telapak tangan, dua lutut dan ibu jari dua kaki dan Imam hambali menambahkan
hidung, sehingga berjunlah delapan.
F).Tahiyat
Tahiyyat di dalam shalat ada dua yakni tahiyat yang pertama tidak di akhiri dengan salam dan tahiyat
yang kedua di akhiri dengan salam. Menurut Mazhab Imamiyah dan Hambalih : Tahiyyat pertama
itu hukumnya wajib. ulama madzhab yang lainnya: hanya sunnah, bukan wajib.
Sedangkan pada tahiyyah terakhir menurut Mazhab Syafi'i,Imamiyahdan Hambali hukumnya
wajib. Sedangkan menurut Mazhab Maliki danHanafi hanya sunah, bukan wajib.
G).Mengucapkan Salam
Menurut Mazhab Syafi'i, Maliki dan Hambali: mengucapakan salam adalah wajib
Menurut Mazhab Hanafi: tidak wajib, dan menurut Mazhab Imamiyahterbagi dua ada yang
mengatakan wajib dan ada yang mengatakan sunah. Menurut Mazhab Hambali : wajib
mengucapakan salam dua kali sedangkan ulama mazhab yang lainnya cukup satu kali yang wajib.
H).Tertib
Di wajibkan seluruh rukun- rukun di dalam shalat di laksanakan dengan tertib sesuai dengan
urutannya.
I).Berturut-turut
Di wajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat dengan berturut-turut dan langsung, antara satu
bagian dengan bagian yang lainnya. Setelah takbirotul ihram berarti membaca Al-Fatihah dst.

1.5. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat


A). Bercakap-cakap, sekurang-kurangnya terdiri dari dari dua huruf, walaupun tidak mempunyai arti.

Madzhab Hanafi dan Hambali: tidak membedakan menganai batalnya shalat karena berbicara ini
baik di sengaja maupun tidak di sengaja keduanya tetap membatalkan shalat.
Sedangkan Madzhab Imamiyah, Syafi'I dan Maliki mengatakan: Shalat tidak batal di karenakan
lupa, kalau hanya sedikit. Dan shalat seseorang tetap terpelihara.
Ketika seseorang berdehem di dalam shalat, menurut MadzhabIamamiyah dan Maliki hal tersebut
tidak membatalkan shalat meskipun tanpa makksud. Tetapi ualama mazhab yang lainya menyatakan
batal kalau tidak ada maksud, kalau ada maksud seperti membaguskan makhrajul huruf maka di
perbolehkan.
B). Setiap perbuatan yang menghapuskan bentuk shalat, maka hal ini hukumnya membatalkan shalat,
sekiranya bila di lihat oleh orang lain seperti orang yang tidak shalat. Para ulama
mazhab menyepakatinya.
C). Makan dan Minum
Ini telah di sepakati para ulama, akan tetapi ulama madzhab berbeda pendapat menganai kadarnya.
Mazhab Imamiyah mengatakan : makan dan minum bisa membatalakan shalat apabila hal tersebut
menghilangkan bentuk shalat itu atau menghilankan syarat atau rukun dalam shalat seperti
berkesinambungan.Mazhab Hanafi mengtakan: makan dan minum di dalam shalat membatalkan
shalat walaupun makanan tersebut hanya sebiji kismis dan yang diminum tersebut seteguk air.
Menurut Mazhab syafi'i mengatakan: semua makanan dan minuman yang masuk kedalam rongga
perut itu membatalkan shalat jiaka seseoarng tersebut melakukanya dengan sengaja dan tau
keharamanya akan tetapi kalau tidak tahu atau lupa maka hal tersebut tidak membatalkan shalat.
Sedangkan menurut Mazhab Hambali mengatakan : kalau makanan dan minumannya banyak maka
membatalkan shalat baik di sengaja maupun tidak akan tetapi kalau sedikit dan tidak di sengaja tidak
membatalkan shalat.
D). Sesuatu yang membatalkan wudhu dan menyebabkan mandi
Seluruh ulama mazhab sepakat bahwa hal tersebut membatalakan shalat, kecuali Mazhab
Hanafi mereka mengatakan: shalat batal jika jika perkara tersebut datang sebelum selesai membaca
tasahud akhir tetapi kalau perkara tersebut datang sebelum salam (selesai membaca tasahud akhir)
maka hal tersebut tidak membatalkan shalat.
E). Tertawa terbahak-bahak
Seluruh ulama mazhab kecuali Mazhab Hanafi menyatakan batal. Masing-masing ulama memilki
pandangannya masing-masing menganai batalnya shalat salah satu contoh yakni pendapat Mazhab
Syafi'i danMazhab Maliki adalah sebagai berikut.
1). Mazhab syafi'I
hal-hal yang membatalkan shalat adalah sbb:
1. karena hadas yang mewajibkan wudhu atau mandi
2. sengaja berbicara
3. menangis

4. merintih
5. banyak bergerak
6. ragu-ragu dalam niat
7. Bimbang dalam memutuskan shalat tapi terus melakukanya
8. menukar niat dalam shalat fardhu dengan fardhu yang lainnya
9. terbuak auratnya, sedangkan ia mampu menutupinya
10. telanjang, sedangkan ia memiliki pakaian untuk menutupinya
11. terkena najis
12. mengulang-ulang takbiratul ihram
13. meninggalkan rukun dengan di sengaja
14. mengikuti imam yang tidak patut diikuti karena kekufurannya atau sebab yang lainnya.
15. menambah rukun dengan di sengaja
16. masuknya makanan ataupun minuman kedalam rongga mulut
17. berpaling dari kiblat dengan dadanya
18. mendahulukan rukun fili dari ayng lainnya.

1.6.Manfaat Shalat
Shalat merupakan kewajiban bagi setiap muslim karena hal ini di syariatkan oleh Allah SWT. Shalat
juga merupakan salah satu rukun Islam terpenting di antara rukun-rukun islam yang lainnya, shalat
menduduki urutan kedua setelah dua kalimat sahadat dan urutan selanjutnya adalah zakat,puasa, dan
haji.
Shalat wajib yang kita lakukan lima kali sehari semalam, ternyata memilki manfaat bagi kita sendiri.
Allah SWT mendesain waktu shalat dengan nilai-nilai edukatif dan estetik, hal ini terlihat ketika
Allah SWT menyuruh kita untuk shalat subuh, sesungguhnya di pagi hari pikiran kita masih jernih,
dan di sini umat muslim di tuntut untuk bisa bangun pagi supaya menjalankan aktifitas dengan
semangat.
Setelah shalat subuh, kita memiliki waktu yang cukup luang sehingga kita bisa memanfaatkan waktu
luang tersebut dengan mencari karunia Allah, hampir belub begitu lelah datang waktu duhur, kita pun
bergegas untuk melaksnakan shalat dzuhur, berkumpul dimasjid, merpatkan barisan dengan tujuan
mengingat Allah dan meminta karunianya.
Kemudian setelah kembali melakukan aktifitas mencari karunia Allah dengan selalu berdzikir
kepadanya. Menghadapi pekerjaan dengan hati yang tenang dan ikhlas. Setelah selesai beraktifitas
kita pulang kerumah dengan muka berseri-seri karena hatinya selalu terjaga. Tak lama kemudian
datanglah shalat ashar guna menyempurnakan ibadah siang, dan kita berdo'a kepada Allah untuk
selalu tetap dalam bimbingannya dan bersyukur atas karunia yang telah Allah berikan kepada kita.
Kemudian seorang muslim memulai aktifitas malamnya dengan shalat maghrib sebagai mana ia
memulai aktifitas siangnya dengan dengan shalat subuh. Kemudian setelah seorang muslim hendak

tidur ia melaksanakan shalat subuh.kemudian ia berdo'a supaya tetap iman dan islam sehingga ketika
ia tidur kemudian di panggil oleh Allah SWT dalam keadaan khusnulkhatimah.
Di dalam shalt terdapat niali-niali yang bisa kita ambil manfaatnya, karena di dalam shalat tercakup
ibadah puasa yakni kita tidak di perbolehkan melakuakan sesuatu seperti yang di lakukan di luar
shalat. Di dalam shalat juga ada pelajaran zakat yakni kita tunduk dan patuh kepada Allah kemudian
di dalam shalat juga terdapt pelajaran haji yakni seluruh orang muslim yang shlat menghadap kiblat
(baetullah). Shlat menjadi kaum muslim bersaudara dan saling mengasihi.

KESIMPULAN
Shalat merupakan kewajiban setiap muslim,karena hal ini di syariatkan oleh Allah SWT. Terlepas
dari perbedaan pendapat mengenai prakteknya, hal ini tidak menjadi masalah karena di dalam alqur'an sendiri tidak ada ayat yang menjelaskan secara terperinci mengenai praktek shalat. Tugas dari
seorang muslim hanyalah melaksnakan shalat dari mulai baligh sampai napas terakhir, semua
perbedaan mengenai praktek shalat semua pendapat bisa dikatan benar karena masing-masing
memilki dasar dan pendafaatnya masing-masing dan tentunnya berdasarkan ijtihad yang panjang.
Setiap perintah Allah yang di berikan kepada kaum muslimin tentunya memiliki paidah untuk kaum
muslimin sendiri, seperti halnya umat islam di perintahkan untuk melaksanakan shalat, salah satu
paidahnya yakni supaya umat islam selalu mengingat tuhannya dan bisa meminta karunianya dan
manfaat yang lainnya yakni bisa mendapkan ampunan dari Allah SWT. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:

Artinya " shalat lima waktu dari shalat jum'at sampai shalat jum'at berikutnya adalah penghapus
seluruh dosa yang ada di antara keduanya, selama tidak ada dosa besar ysng di perbuatnya".
(HR.Muslim dan Tarmidzi)

DAFTAR PUSTAKA
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2009. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Penerbit Lentera.
Ayyub, Syaikh Hasan. 2005. Fiqih Ibadah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Sabiq, sayyid. 1993. Fiqih Sunnah. Bandung: Al-Ma'arif.

1 Ayyub, Syekh Hasan, Fikih Ibadah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2004Cet. Ke-2, Hlm. 113

2 Ayyub, Syekh Hasan, Fikih Ibadah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2004Cet. Ke-2, Hlm. 119

3 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, PT Al Ma'arif, Bandung, 1993Cet. Ke-7, Hlm. 263

4 Mughniyah, Muhammad Jawad, Fikih Lima Mazhab, Penerbit Lentera, Jakarta, 2009Cet. Ke-24, Hlm. 102-117

5 Mughniyah, Muhammad Jawad, Fikih Lima Mazhab, Penerbit Lentera, Jakarta, 2009Cet. Ke-24, Hlm. 146-148

6 Ayyub, Syekh Hasan, Fikih Ibadah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2004Cet. Ke-2, Hlm. 123-127

KAMIS, 25 SEPTEMBER 2014

makalah pendidikan agama (Thaharah)

THAHARAH

MAKALAH
Disajikan untuk Melengkapi Syarat Perkuliahan
Jurusan Ekonomi Manajemen
Dosen Pembimbing : Syafriadi, S.Ag

Oleh Kelompok 1 :
1.

Darma Saputra

(Nim : 2014110046)

2.

Dewi Gita Anggraini (Nim : 2014110074)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


YAYASAN PENDIDIKAN PRABUMULIH
KOTA PRABUMULIH
TAHUN AKADEMIK 2014/2015

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang..................................................................................

B.

Rumusan Masalah..............................................................................

1
1

BAB II PEMBAHASAN
A.

Pengertian Thaharah..........................................................................

B.

Syarat wajib Thaharah.......................................................................

C.

Sarana Melakukan Thaharah..............................................................

D.

Bentuk Thaharah...............................................................................

E.

Pengertian hadas dan najis ...............................................................

11

F.

Fungsi Thaharah ...............................................................................

14

G.

Manfaat Thaharah..............................................................................

16

BAB III KESIMPULAN........................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani.

Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci


sebelum mereka melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan
bersuci adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel
di badan sehingga secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah
kita kepada Allah SWT.
Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja
bahwa bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukunrukun bersuci lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam
yaitu Thaharah mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari
hadas dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat
syahnya seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan
pengertian tersebut sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari
fungsi

thaharah.

Taharah

sebagai

bukti

bahwa

Islam

amat

mementingkan

kebersihan dan kesucian


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk
memaparkan penjelasan lebih rinci tentang thaharah, menjelaskan bagaimana
fungsi thaharah dalam menjalan ibadah kepada Allah, serta menjelaskan manfaat
thaharah yang dapat umat muslim peroleh. Dengan demikian umat muslim akan
lebih tahu makna bersuci dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan kualitas
ibadah yang lebih baik.

B.

Rumusan Masalah
1.

Apa pengertian thaharah secara bahasa dan istilah?

2.

Apa saja sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah?

3.

Apa saja macam-macam bentuk thaharah?

4.

Apa pengertian hadas dan najis dan cara mensucikannya?

5.

Bagaimana fungsi thaharah dalam kehidupan sehari-hari?

BAB II
THAHARAH

A.

Pengertian Thaharah
Taharah menurut bahasa berasal dari kata ( Thohur), artinya bersuci

atau bersih.
Menurut istilah adalah bersuci dari hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil dan
bersuci dari najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang
terbawa di badan.

Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain
Nabi SAW juga bersabda:



::










Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan
perhiasannya adalah salam.
Hukum

taharah

ialah

WAJIB

di

atas

tiap-tiap

mukallaf

lelaki

dan

perempuan. Dalam hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw,
menganjurkan agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.
Firman Allah Swt :


















()














Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai
orang-orang yang suci lagi bersih. (QS Al Baqarh:222)

Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.


( )
Artinya : Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.(HR.Muslim)

B.

Syarat wajib Thaharah


Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-

hal yang harus diperhatikan

sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum

melakukan perintah Allah SWT. Syarat wajib tersebut ialah :


1. Islam
2 Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci.
9. Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.

C.

Sarana Melakukan Thaharah

Firman Allah:



















Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu solat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan berjunub), terkecuali sekadar
berlalu sahaja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau dalam bermusafir atau
kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun.
(Surah Al-Nisa, 4:43)

1.

Macam-macam air
Air yang merupakan alat untuk bersuci. Namun air yang bisa di pakai untuk
bersuci adalah air yang suci dan mensucikan, diantaranya :

a.

Air hujan

b.

Air sumur

c.

Air laut

d.

Air sungai

e.

Air salju

f.

Air telaga

g.

Air embun
Berdasarkan firman Allah diatas dapat disimpulkan bahwa sarana yang dapat
digunakan untuk bersuci adalah sebagai berikut :

1.

Air dapat digunakan untuk mandi, wudu, dan membersihkan benda-benda


yang terkena najis. Sedangkan air untuk bersuci sendiri di bagi menjadi beberapa
jenis berdasarkan fungsinya. Pembagian air di tinjau dari segi hukumnya, air dibagi
menjadi lima yaitu :

a.

Air suci dan mensucikan


Adalah air yang dapat digunakan untuk bersuci, air mutlak (air sewajarnya),

air yang masih murni, baik menghilangkan hadas maupun najis, dan airnya tidak
berubah warna maupun zatnya dan tidak makruh. Misal air hujan, air sungai, air
sumur, air laut, air salju, air embun dan air sumber lain yang keluar dari mata air.

b.
Air

Air suci tetapi tidak mensucikan


ini

halal

diminum,

tetapi

tidak

dapat

mensucikan

hadas

dan

Yang termasuk air suci tetapi tidak mensucikan adalah:


1.

Air yang berubah salah satu sifatnya, seperti: air teh, air kopi, air susu, dsb

2.

Air buah-buahan, seperti: air kelapa, perasan anggur dsb

najis.

c.

Air suci tetapi makhruh hukumnya


Yaitu air Musyammas (air yang dijemur di tempat logam yang bukan emas)

d.

Air mutanajis
Adalah air yang terkena najis. Apabila airnya kurang dari 2 kollah, terkena najis,

maka hukumnya menjadi najis. Akan tetapi jika airnya lebih dari 2 kollah, maka
hukumnya tidak najis dan bisa digunakan untuk bersuci selama tidak berubah
warna, bau, maupun rasanya.
1.

Tanah, boleh menyucikan jika tidak digunakan untuk sesuatu fardhu dan tidak
bercampur dengan sesuatu.

2.

Debu, dapat digunakan untuk tayamum sebagai pengganti wudu atau mandi.

3.

Batu bata, tisu atau benda atau benda yang dapat untuk menyerap bisa digunakan
untuk istinjak.

e.

Air suci dan mensucikan


Tetapi

haram

memakainya,

yaitu

air

yang

diperoleh

dari

ghasab

(mencuri/mengmabil tanpa ijin)


Keterangan :
Dua kullah = 216 Liter. Jika berbentuk bak, maka besarnya = 60cm x 60cm
x 60cm.

D.

Bentuk Thaharah

Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir
adalah taharah / suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air
mutlak (suci menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah
membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri,
penipu, sombong, ujub, dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk
yaitu : wudhu, tayamum, mandi wajib dan istinjak

Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara berarti
membasuh anggota badan tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak)
dengan tujuan menghilangkan hadas kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah
SWT dalam surat Al Maidah ayat 6.


()













Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan solat,
maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan
basuhlah kakimu sampai mata kaki.(QS Al maidah :6)

Syarat Wudhu :
Wudhu seseorang dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut.

1.
2.
3.
4.
5.

Beragama Islam
Sudah mumayiz
Tidak berhadas besar dan kecil
memakai air suci lagi mensucikan
Tidak ada sesuatu yang menghalangi samp[ainya air ke anggota wudu,

seperti cat, getah dsb.

Rukun Wudhu :
Hal-hal yang wajib dikerjakan dalam wudu adalah sebagai berikut.
a)

Niat berwudu di dalam hati bersamaan ketika membasuh muka. Lafal niat:

Artinya: Saya berniat wudu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah
SWT.

b)

Membasuh seluruh muka

c)

Membasuh kedua tangan sampai siku

d)

Mengusap atau menyapu sebagian kepala.

e)

Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan

f)

Tertib (berurutan dari pertama sampai terakhir

Sunah Wudhu
Untuk menambah pahala dan menyempurnakan wudhu, perlu diperhatikan
hal-hal yang disunahkan dalam melakukan wudhu, antara lain sebagai berikut.
Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak berwudhu
Membaca taawuz dan basmalah
Berkumur-kumur bagi seseorang yang sedang tidak berpuasa
Membasuh dan membersihkan lubang hidung
Menyapu seluruh kepala
Membasuh sela-sela jari tangan dan kaki
Mendhulukan anggota wudhu yang kanan dari yang kiri.
Membasuh anggota wudhu tiga kali.
Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam
Membaca doa sesudah wudhu.

Doa sesudah wudhu.



.
.



Artinya : Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, yang
tida sekutu bagi-Nya, Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan
utusan-Nya. Ya Allah jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang
bertobat, dan jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bersuci.

Hal yang membatalkan wudhu.


Wudhu seseorang dikatakan batal apabila yang bersangkutan telah melakukan halhal seperti berikut.
1. Keluar sesuatu dari kubul (kemaluan tempat keluarnya air seni) atau dubur(anus),
baik berupa angin maupun cairan(kentut,kencing, tinja, darah, nanah, mazi, mani
dan sebagainya)

Firman Allah SWT dalam Al Quran Surah An Nisa:43.








Artinya : atau kembali dari tempat buang air .... (QS.An-Nisa :43)
7

2. Bersentuhaan kulit laki-laki dan perempuan tanpa pembatas.


Firman Allah SWT dalam Al Quran surah An Nisa :43.





Artinya : atau kamu telah menyentuh perempuan.

3.

Menyentuh kubul atau dubur dengan tapak tangan tanpa pembatas.


Sabda Nabi Muhammad SAW.
)



(

Artinya : Dari Umi Habibah ia berkata saya telah mendengar Rosulullah SAW
bersabda :Barang siapa menyentuh kemaluannya hendaklah berwudu.(HR Ibnu
Majjah dan disahkan oleh Ahmad)

4.

Tidur dengan nyenyak

5.

Hilang akal.

Mengusap sepatu saat wudhu


Mengusap dua sepatu (mashul khuffain) termasuk juga salah satu keringanan
dalam islam. Mengusap dua sepatu dibolehkan bagi orang yang tidak menetap di
kampung dan bagi yang dalam perjalanan musafir.
Orang yang sedang melakukan perjalanan musafir yang kakinya memakai dua
sepatu, kalau hendak berwudhu, maka ia boleh menyapu sepatunya dengan air,
artinya tidak perlu sepatunya di lepas.
Syarat-syarat menyapu dua sepatu :

1.

Bahwa sepatu itu dipakai sesudah sempurna dicuci bersih.

2.

Sepatu itu menutup anggota kaki yang wajib dibasuh, yaitu menutupi tumit dan
dua mata kaki.

3.

Sepatu itu dapat dibawa berjalan lama.

4.

Jangan ada di dalam sepatu itu najis atau kotoran.


Menyapu dua sepatu hanya boleh untuk berwudhu, tetapi tidak boleh untuk mandi
atau menghilangkan najis.

Menyapu dua sepatu tidak boleh bila salah satu syarat tidak cukup. Misalnya
salah satu dua sepatu itu robek, atau salah kakinya tidak dapat menggunakan
sepatu karena luka.
Keringanan ini diberikan bagi musafir selama tiga hari tiga malam. Sedang yang
bermukim, hanya dibolehkan menyapu sepatunya untuk sehari semalam saja.

Tayamum
Tayamum secara bahasa adalah berwudu dengan debu,(pasir, tanah) yang
suci karena tidak ada air atau adanya halangan memakai air.
Tayamum menurut istilah adalah menyapakan tanah atau debu yang suci ke muka
dan kedua tangan sampai siku dengan memenuhi syarat da rukunnya sebagai
pengganti dari wudu atau mandi wajib karena tidak adanya air atau dilarang
menggunakan air disebabkan sakit.
Firman Allah SWT dalam surat An Nisa ayat 43.

()













Artinya : Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat
air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu
dan tanganmu sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS An
Nisa:43)

Tayammum merupakan pengganti dari berwudu. Apabila seseorang telah


melaksanakan salat dengan tayamum kemudian dia menemukan air, maka tidak
wajib mengulang sekalipun waktu salat masih ada.

Adapun syarat dan rukun, sunah serta hal-hal yang terkait dengan tayamum
adalah sebagai berikut.

Syarat Tayamum
Syarat tayamum adalah sebagai berikut :
a.

Ada sebab yang membolehkan mengganti wudu atau mandi wajib dengan

tayamum.
b.

Sudah masuk waktu salat

c.

Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukan

d.

Menghilangkan najis yang melekat di tubuh

e.

Menggunakan tanah atau debu yang suci.

Rukun Tayamum
a.

Niat

b.

Mengusap debu ke muka

c.

Mengusap debu ke dua tangan sampai siku

d.

Tertib

Sunah Tayamum
Dalam melaksanakan tayamum, seseorang hendaknya memperhatikan sunahsunah tayamum sebagai berikut.

Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak bertayamum

Membaca taawuz dan basmalah

Menepiskan debu yang ada di telapak tangan

Merenggangkan jari-jari tangan

Menghadap kiblat

Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari yang kiri

Membaca doa (seperti doa sesudah wudu)

Hal yang membatalkan Tayamum


Tayamum seseorang menjadi batal karena sebab berikut :
a.

Semua yang membatalkan wudu juga membatalkan tayamum

b.

Keadaan seseorang melihat air yang suci yang mensucikan (sebelum salat)

c.

Murtad (keluar dari agama Islam)

Praktik Tayamum

Ada beberapa hal yang perlu kamu ketahui dalam melakukan tayamum. Hal
tersebut perlu diperhatikan karena suatu saat kamu pasti akan melakukannya,
seperti ketika kamu dalam perjalanan, berada di daerah yang tidak ada air, atau
sedang sakit yang tidak memperbolehkan terkena air.

Carilah tempat yang mengandung debu/tanah yang suci.


Letakkan atau tempelkan kedua tangan pada tempat yang berdebu tersebut
disertai niat dalam hati.

10

Lafal niat tayamum.




.4

Artinya : Aku niat bertayamum untuk dapat mengerjakan salat fardu karena Allah
Taala.

Mengusap kedua tangan sampai siku hingga merata dengan mendahulukan


tangan kanan. Usahakan mencari debu pada tempat yang berbeda.

Membaca doa sesudah tayamum, seperti doa sesudah wudu.

Mandi Wajib
Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi
wajib adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki dengan disertai niat mandi wajib di dalam hati.
Firman Allah Swt :
()


.5

Artinya : .......dan jika kamu junub maka mandilah. (QS Al Maidah)

E.

1.

Pengertian hadas dan najis


Hadas
Pengertian Hadas
Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas

adalah sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau
membersihkan diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Berkaitan dengan hal
ini Nabi Muhammad saw, bersabda :
( )

Artinya : Rasulullah saw, telah bersabda : Allah tidak akan menerima salat
seseorang dari kamu jika berhadas sehingga lebih dahulu berwudu. (HR Mutafaq
Alaih)
()


.2

Artinya : Dan jika kamu junub, maka mandilah kamu. (QS Al Maidah :6)

Ayat dan hadist diatas menjelaskan bahwa bersuci untuk menghilangkan hadas
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berwudu dan mandi.
a.

Bermacam hadas dan cara mensucikannya


Menurut fiqih, hadas dibagi menjadi dua yaitu :

11

Hadas kecil

Hadas kecil adalah adanya sesuatu yag terjadi dan mengharuskan seseorang
berwudu apabila hendak melaksanakan salat. Contoh hadas kecil adalah sebagai
berikut :
Keluarnya sesuatu dari kubul atau dubur.
Tidur nyenyak dalam kondisi tidak duduk.
Menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas.
Hilang akal karena sakit atau mabuk.
Hadas besar

Hadas besar
adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi besar atau
junub. Contoh-contoh terjadinya hadas besar adalah sebagai berikut :

a.

Bersetubuh (hubungan suami istri)

b.

Keluar mani, baik karena mimpi maupun hal lain

c.

Keluar darah haid

d.

Nifas

e.

Meninggal dunia

2.

Najis

Pengertian Najis

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan menurut istilah
adalah sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan,
karena menjadikan tidak sahnya melaksanakan suatu ibadah tertentu.

12

Macam-macam Najis dan Cara Mensucikannya


Berdasarkan berat dan ringannya, najis dibagi menjadi tiga macam. Najis
tersebut adalah Mukhafafah, Najis Mutawasitah, dan Najis Muqalazah.

Najis Mukhaffafah (ringan)


Najis mukhafafah adalah najis ringan. Yang tergolong najis mukhafafah yaitu
air kencing bayi laki-laki yang berumur tidak lebih dua tahun dan belum makan apaapa kecuali air susu ibunya.

Cara mensucikan najis mukhafafah cukup dengan mnegusapkan/ memercikkan air


pada benda yang terkena najis.

2. Najis Muthawassithah (sedang)

Najis mutawasitah adalah najis sedang. Termasuk najis mutawasitah antara


lain air kencing, darah, nanah, tina dan kotoran hewan. Najis mutawasitah terbagi
menjadi dua bagian, yaitu :
Najis hukmiah adalah najis yang diyakini adanya, tetapi, zat, bau, warna dan rasanya
tidak nyata. Misalnya air kencing yang telah mengering. Cara mensucikannya cukup
dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.
Najis ainiyah adalah najis yang nyata zat, warna, rasa dan baunya. Cara
mensucikannya dengan menyirkan air hingga hilang zat, warna, rasa dan baunya.

1.

Najis Mughallazah (berat)


Najis mugalazah adalah najis berat, seperti najisnya anjing dan babi. Adapun
cara mensucikannya ialah dengan menyiramkan air suci yang mensucikan air suci
yang mensucikan (air mutlak) atau membasuh benda atau tempat yang terkena
najis sampai tujuh kali.

13

F.

Fungsi Thaharah
Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki fungsi yaitu :

o Fungsi Thaharah dalam Kehidupan


Allah telah menjadikan thaharah (kebersihan) sebagai cabang
dari keimanan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya
untuk senantaiasa hidup bersih, baik dalam kehidupan pribadi
maupun kehidupan masyarakat. Adapun yang perlu kita perhatikan
dalam menjaga kebersihan adalah kebersihan lingkungan tempat
tinggal, lingkungan sekolah, tempat ibadah, dan tempat umum.
Menjaga
kebersihan
lingkungan
tempat
tinggal
Kebersihan tidak hanya terbatas pada jasmani dan rohani saja,
tetapi juga kebersihan mempunyai ruang lingkup yang luas. Di
antaranya adalah kebersihan lingkungan tempat tinggal kita
bersama-sama ayah, ibu, kakak, adik, dan sebagainya. Oleh karena
itu, agar kita sehat dan betah tinggal di rumah, maka kebersihan,
kerapian, dan keindahan rumah harus dijaga dengan baik. Dengan
demikian, kebersihan lingkungan tempat tinggal yang bersih, rapi,
dan nyaman menggambarkan ciri pola hidup orang yang ber-iman
kepada Allah.
Menjaga
kebersihan
lingkungan
sekolah
Sekolah adalah tempat kita menuntut ilmu, belajar, sekaligus
tempat bermain pada waktu istirahat. Sekolah yang bersih, rapi,

dan nyaman sangat mempengaruhi ketenangan dan kegairahan


belajar. Oleh karena itu, para siswa hendaknya menjaga kebersihan
kelas, seperti dinding, lantai, meja, kursi, dan hiasan yang ada.

14

Kali yang pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga hilang zat,
warna, rasa, dan baunya. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw :

.2
( )
Artinya: Nabi Muhammad saw bersabda: Sucinya tempat (perkakas) salah seorang
dari kamu apabila telah dijilat anjing, hendaklah mensuci benda tersebut sampai
tujuh kali, permulaan tujuh kali harus dengan tanah atau debu. (HR Muslim).
Kali yang pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga hilang zat,
warna, rasa, dan baunya. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw :

.3
( )
Artinya: Nabi Muhammad saw bersabda: Sucinya tempat (perkakas) salah seorang
dari kamu apabila telah dijilat anjing, hendaklah mensuci benda tersebut sampai
tujuh kali, permulaan tujuh kali harus dengan tanah atau debu. (HR Muslim).

o Di samping membersihkan ruang kelas, yang tidak kalah pentingnya


adalah membersihkan lingkungan sekolah, karena kelancaran dan
keberhasilan pembelajaran ditunjang oleh kebersihan lingkungan
sekolah, kenayamaan di dalam kelas, tata ruang yang sesuai,
keindahan taman sekolah, serta para pendidik yang disiplin. Oleh
karena itu, kita semua harus menjaga keber-sihan, baik di rumah
maupun di sekolah, agar kita betah serta terhindar dari berbagai
penyakit.
Menjaga
kebersihan
lingkungan
tempat
ibadah
Kita mengetahui bahwa tempat ibadah masjid, mushalla, atau
langgar
adalah tempat yang suci. Oleh karena itu, Islam mengajarkan
untuk merawatnya supaya orang yang melakukan ibadah
mendapatkan ketenang-an, dan tidak terganggu dengan
pemandangan yang kotor atau bau di sekelilingnya. Umat Islam akan
mendapatkan kekhusyuan dalam beribadah kalau temaptnya
terawatt dengan baik, dan orang yang merawatnya akan
mendapatkan pahala di sisi Allah.

15

o Dengan demikian, kita akan terpanggil untuk selalu menjaga


kebersihan ling kungan tempat ibadah di sekitar kita. Apabila
orang Islam sendiri menga-baikan kebersihan, khususnya di
tempat-tempat ibadah, ini berarti tingkat keimanan mereka
belum seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah shalla-llahu
alaihi wa sallam.
Menjaga
kebersihan
lingkungan
tempat
umum
Menjaga dan memelihara kebersihan di tempat umum dalam ajaran
Islam memiliki nilai lebih besar daripada memelihara kebersihan di
lingkungan tempat tinggal sendiri, karena tempat umum
dimanfaatkan oleh orang banyak.

G.
1.

Manfaat Thaharah

Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika
hendak melaksanakan suatu ibadah.

2.

Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak dilihat
oleh orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian dan kebersihan.

3.

Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan seharihari-harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.

4.

Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun tempat tidak
mudah terjangkit penyakit.

5.

Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupun


lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin.

Definisi Thaharah
Wahai saudaraku muslim, sesungguhnya kesempurnaan thaharah (bersuci) akan
memudahkan untuk menunaikan ibadah dan membantu untuk menyempurnakan
dan melengkapi ibadah serta menegakkan perkara-perkara yang disyariatkan
padanya.

Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari seseorang dari para shahabat Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Nabi mengimami mereka shalat subuh, beliau
membaca Surat Ar-Rum padanya. Kemudian beliau tersamarkan. Ketika selesai
shalat, beliau bersabda:

16

"Sesungguhnya yang telah menyamarkan al-qur'an atas kami adalah orang-orang


di antara kalian yang shalat bersama kami, tetapi mereka tidak bagus wudhunya.
Maka barangsiapa yang menghadiri shalat bersama kami, maka perbaguslah
wudhunya."

Sesungguhnya Allah telah memuji jamaah Masjid Quba dengan firman-Nya:

{}

"Di sana ada orang-oran yang suka berthaharah (bersuci). Dan Allah menyukai
orang-orang senantiasa yang bersuci." (QS. At-Taubah: 108)

17

Definisi dan Hukum Bersuci dalam Islam


Dalam syariat Islam, yang dimaksud dengan bersuci adalah

menghilangkan perkara yang dapat menghalangi seseorang untuk


melaksanakan shalat, thawaf, atau menyentuh Al Quran. Perkara
tersebut dapat berupa hadats ataupun najis. Hukum bersuci dari
najis adalah wajib sesuai kemampuan yang bisa dilakukan oleh
seseorang, sedangkan hukum bersuci dari hadats adalah wajib
dalam rangka sahnya shalat seseorang.
Sebelum berbicara lebih lanjut tentang masalah thaharah, maka perlu
diketahui terlebih dahulu arti dari thaharah itu sendiri. Dan dalam al-Mujam alWasith, kata thaharah yang berasal dari kata Thahura-Thuhuranberarti suci atau
bersih. Thaharah yang berarti bersih (Nadlafah), suci (Nazahah), terbebas (Khulus)
dari kotoran (Danas).
Menurut istilah, thaharah berarti membersihkan diri dari segala kotoran, baik itu
kotoran jasmani maupun kotoran rohani. Sebagaimana pengertian menurut syara,
yaitu menghilangkan hadas atau najis, atau perbuatan yang dianggap dan
berbentuk

seperti

menghilangkan

hadats

atau

najis

(tapi

tidak

berfungsi

menghilangkan hadats atau najis) sebagaimana basuhan yang kedua dan ketiga,
mandi sunah, memperbarui wudlu, tayammum, dan lainlainnya yang kesemuanya
tidak berfungsi menghilangkan hadats dan najis.
Hadas secara maknawi berlaku bagi manusia. Thaharah dari hadas secara maknawi
itu sendiri tidak akan sempurna kecuali dengan niat Taqarrub dan taat kepada Allah
swt. Adapun thaharah dari najis pada tangan, pakaian atau bejana, maka
kesempurnaannya bukanlah dengan niat. Bahkan jika secarik kain terkena najis lalu
di tiup angin dan jatuh ke dalam air yang banyak, maka kain itu dengan sendirinya
menjadi suci.

Seorang muslim diperintahkan menjaga pakaiannya agar suci dan bersih dari segala
macam najis dan kotoran, karena kebersihan itu membawa keselamatan dan
kesenangan. Apabila kita berpakaian bersih, terjauhlah kita dari penyakit dan
memberi kesenangan bagi si pemakai dan orang lain yang melihatnya.

18

Dari pengertian thaharah tersebut, penulis simpulkan bahwa thaharah tidak


hanya terbatas masalah lahiriyah, yaitu membersihkan hadats dan nasjis, namun
thaharah memiliki arti yang lebih luas, yaitu menjaga kesucian rohani (batiniah)
agar tidak terjerumus pada perbuatan dosa dan maksiat.
Hikmah Bersuci
Bersuci dari najis adalah sebagai cermin membersihkan kotoran dari badan,
pakaian. tempat, makanan dan lain sebagainya dengan menggunakan alat bersuci,
seperti : air, yang bisa dipakai untuk bersuci. Dengan demikian, maka segala
sesuatunya bersifat bersih dan suci, sehingga bisa diambil hikmahnya didalam
kehidupan setiap hari. Adapun hikmah bersuci antara lain

a.

Menjadikan, diri manusia dan lingkungannya yang bersih dari segala kotoran

hingga menghindari dari segala penyakit.

b.

Menjadikan sarana mendekatkan diri kepada Alloh SWT, sebagaimana

disebutkan dalam Al- Qur'an surat Al- Baqoroh ayat : 222.

c.

Bisa memperluas pergaulan dengan siapapun karena bersih itu sehat.

d.

Mendidik manusia berakhlaq mulia dan menjadi cermin jiwa seseorang,

sebab dengan hidup bersih akan membiasakan diri, untuk berbuat yang terbaik dan
teruji
bersuci itu adalah sebagaian dark keirnanan seseorang, sesuai dengan sabda
Rosululloh SAW dalam sebuah haditsnya.

19

BAB III
KESIMPULAN

Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang


(kotoran) yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat,
dan benda-benda yang terbawa di badan. Taharahmerupakan anak kunci dan syarat
sah salat. Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan
perempuan.
Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama Islam
dan sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air
suci, tanah, debu serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk
mandi dan berwudhu, debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak
ditemukan air, sedangkan benda lain seperti batu, kertas, tisur dapat digunakan
untuk melakukan istinja.
Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat
sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk
berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari
yaitu membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika
hendak melaksanakan suatu ibadah.

20

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :
Abdurrahim, Tuntunan Sholat Lengkap, Jakarta,Sandro Jaya Jakarta, 2006

Sumber Internet:
Muthoharoh, Hafiz.

2009. Fungsi

Thaharah

dalam

Kehidupan http://alhafizh84.wordpress.com. Diakses pada 10 Maret 2013.\


Thaharah. http://nyemania.blogspot.com. Diakses pada 10 Maret 2013
Topik: Bab 1 : Taharah / Bersuci. http://halaqah.net. Diakses pada 10 Maret 2013
Fadholi, Arif. Ketentuan Thaharah (bersuci). http://ariffadholi.blogspot.com. Diakses
pada 10 Maret 2013

Sumber: Kitab Al-Mulakhosh Al-Fiqhiy 1/27

FREE
MIMYERA

BERANDA
BUKU ISLAM
MAKALAH FAI
SOFTWERE
SOFTWERE ISLAMI

RSS

PUASA WAJIB DAN SUNNAH


A. PENGERTIAN
Kata shiyam atau puasa berasal dari kata shama-yashumu-shiyaman dengan pengertian menahan diri
dari makan, minum, dan hubungan seksual sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat
ikhlas karena Allah semata.
Dalam kitab minhajul muslim terjemahan oleh Syeikh Abu Bakr Jabir al Jazairi hal 413 disebutkan bahwa
Puasa menurut bahasa ialah menahan. Sedang puasa menurut syariat ialah menahan dengan niat
ibadah dari makanan dan minuman, hubungan suami istri, dan semua yang membatalkan puasa sejak
terbitnya fajar hingga terbenam matahari.
B. MACAM-MACAM PUASA
1. Puasa Wajib
a. Puasa Ramadhan dan hukum melaksanakannya
Puasa dibulan Ramadhan adalah salah satu dari rukun islam yang lima. Maka hukumnya Fardhu Ain,
yakni setiap muslim yang memenuhi syarat wajib melaksanakan puasa. Hal ini didasarkan pada firman
Allah :

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orangorang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Q.S al Baqarah:183).
Dan Sabda nabi Muhammad SAW yang artinya ;
Dan dirikanlah Islam itu atas lima perkara : persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah
selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan Shalat, membayar Zakat,
mengerjakan haji ke Baitullah dan Puasa di bulan Ramadhan (HR. Bukhari Muslim).
Namun Allah membebankan kewajiban tersebut kepada orang yang telah memenuhi syarat saja. Adapun
orang yang di pandang memenuhi syarat berdasarkan syariat islam adalah sebagai berikut :
a. Beriman/Islam (muslim-Mukmin)
b. Berakal sehat
c. Dewasa
d. Suci (dari haid dan Nifas)
e. Sanggup melakukan puasa
1) Cara-cara puasa wajib
a. Menentukan Awal dan Akhir Puasa.
Untuk menentukan awal dan akhir puasa ramadhan dapat dilakukan dengan cara-cara
Pertama, Ruyah, yaitu melihat dengan mata kepala atau menggunakan alat tertentu terhadap wujudnya
hilal (bulan tsabit) awal bulan.
Kedua, Hisab, yaitu menghitung posisi hilal dengan bantuan ilmu Falak/ Hisab /Astronomi.
b. Niat pada malam harinya.
Hakikat niat adalah kesengajaan yang bergetar dalam hati untuk melakukan sesuatu. Jadi bukan lafaz
yang di ucapkan. Bahkan malafazkan niat adalah termasuk perbuatan ghairu masyru (tidak dituntunkan),
yang harus ditinggalkan. Makan hendaklah niat puasa ramadhan sebelum terbit fajar. Rasulullah SAW
bersabda yang artinya : Barang siapa sebelum fajar tidak menetapkan (niat) hendak puasa maka tidak
sah baginya puasanya (Riwayat Lima Ahli Hadits).
c. Makan sahur.

Disunnahkan pula dalam melakukan puasa ini makan sahur, yaitu makan pada waktu sesudah lewat
tengah malam dan disunnahkan untuk mengakhirkan sahur ini.
d. Meninggalkan Segala Yang Membatalkan Puasa.
Selama meninggalkan puasa yaitu ddari terbit fajar sampai matahari terbenam taanlah diri anda untuk
tidak makan untuk tidak makan, minum dan berhubungan badan suami istri hingga terbenam matahari.
e. Segera Berbuka ketika Maghrib.
Dan setelah matahari terbenam (Maghrib) bersegeralah berbuka berbuka. Sesuai dengan hadits nabi
yang artinya : orang yang paling aku cintai diantara umat-umatku ialah orang yang segera berbuka (HR.
Imam Turmuzi).
2) Orang-orang Yang Tidak Puasa dan Ketentuan-ketentuan Baginya:
a. Perempuan yang sedang dating bulan (haid) atau sedang nifas.
Aisyah berkata: saya haid dimassa rasulullah, maka kami disuruh mengqadha dan tidak disuruh
mengqadah shalat(HR. Bukhari & Muslim)
b. Orang yang sedang sakit atau sedang dalam perjalanan(pepergian jauh).
Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Al-Baqarah-184).
c. Orang yang sedang dalam keadaan terpaksa.
dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah,
(yaitu): memberi Makan seorang miskin. (Al-Baqarah-184).
3) Yang Membatalkan Puasa.
Ada dua macam hal-hal yang membatalkan puasa seseorang, yaitu : pertama yang membatalkan puasa
dan berakibat untuk mengqadha dihari yang lain sebanyak yang ditinggalkan, dalam hal ini dikarnakan
makan, minum, datang bulan (haid), atau nifas. Dan yang kedua yang berakibat selain megqada juga
harus atau wajib membayar khafarat, hal ini disebabkan karena melakukan seksual suami istri disiang
hari dibulan ramadhan.
Membayar kafarat ialah menunaikan salah salah satu dari tiga pilihan berdasarkan urutan prioritas
sebagai berikut:
1. Membebaskan seorang budak

2. Puasa dua bulan berturut-turut


3. Memberi makan kepada 60 orang miskin sebanyak satu mud (setengh kilogram) setiap orangnya.
b. Puasa Nazar
Puasa ini dilakukan untuk memenuhi janji kepada Allah yang telah diucapkanya.
Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan
berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini. (Q.S Maryam : 26)
c. Puasa Qadha
Puasa ini dilakukan apabila ada seseorang sedang melakukan puasa Ramadhan kemudian melakukan
hal-hal yang membatalkannya, maka ia wajib menggantinya pada hari lain.
d. Puasa Kifarat (Tebusan)
Puasa yang wajib dilaksanakan oleh seseorang sebagai tebusan, Karena melanggar suatu atuaran.
Diantara contohnya yaitu: orang yang sengaja membatalkan puasa dibulan Ramadhan dengan sengaja
mengqadakan hubungan seksual dengan istrinya. Puasa ini adalah sebagai pengganti karena ttidak
mampu memerdekakan budak.
e. Puasa ganti Rugi
Puasa yang harus dilakukan oleh seseorang yang tidak mampu melakukan suatu perbuatan. Misalnya
dalam hal orang berhaji, yang karena suatu alasaan sehingga tidak dapat menjalaknan smua rukun
ikhram, ia diharuskan puasa 3 hari sbagai pengganti sedekah dan qurban menyeembelih binatang.(QS.
Al-Baqarah:196)
2. Puasa Sunnat.
Adapun macam-macam puasa sunnah beserta keutamaannya masing-masing yaitu:
a. Puasa enam hari di bulan Syawal, baik dilakukan secara berturutan ataupun tidak. Keutamaan puasa
romadhon yang diiringi puasa Syawal ialah seperti orang yang berpuasa selama setahun (HR. Muslim).
b. Puasa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, yang dimaksud adalah puasa di sembilan hari yang
pertama dari bulan ini, tidak termasuk hari yang ke-10. Karena hari ke-10 adlah hari raya kurban dan
diharomkan untuk berpuasa.
c. Puasa hari Arofah, yaitu puasa pada hari ke-9 bulan Dzuhijjah. Keutamaan: akan dihapuskan dosadosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang (HR. Muslim). Yang dimaksud dengan

dosa-dosa di sini adalah khusus untuk dosa-dosa kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan
jalan bertaubat.
d. Puasa Muharrom, yaitu puasa pada bulan Muharrom terutama pada hari Assyuro. Keutamaannya
adalah bahwa puasa di bulan ini adalah puasa yang paling utama setelah puasa bulan Romadhon (HR.
Bukhori)
e. Puasa Assyuro. Hari Assyuro adalah hari ke-10 dari bulan Muharrom. Nabi sholallohu alaihi
wasssalam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari Assyuro ini dan mengiringinya dengan
puasa 1 hari sebelum atau sesudahnhya. Hal ini bertujuan untuk menyelisihi umat Yahudi dan Nasrani
yang hanya berpuasa pada hari ke-10. Keutamaan: akan dihapus dosa-dosa (kecil) di tahun sebelumnya
(HR. Muslim).
f. Puasa Syaban. Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Syaban. Keutamaan: bulan ini adalah
bulan di mana semua amal diangkat kepada Robb semesta alam (HR. An-Nasai & Abu Daud, hasan).
g. Puasa pada bulan Harom (bulan yang dihormati) yaitu bulan Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharrom, dan
Rojab. Dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah pada bulan-bulan tersebut termasuk ibadah puasa.
h. Puasa Senin dan Kamis. Namun tidak ada kewajiban mengiringi puasa hari Senin dengan puasa hari
Kamis atau sebaliknya. Keduanya merupakan hari di mana amal-amal hamba diangkat dan diperlihatkan
kepada Alloh.
i. Puasa tiga hari setiap bulan. Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari putih (Ayyaamul Bidh)
yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan. Sehingga tidaklah benar anggapan sebagian orang yang
menganggap bahwa puasa pada harai putih adalah puasa dengan hanya memakan nasi putih, telur
putih, air putih, dsb.
j. Puasa Dawud, yaitu puasa sehari dan tidak puasa sehari. Keutamaannya adalah karena puasa ini
adalah puasa yang paling disukai oleh Alloh (HR. Bukhori-Muslim).
C. HIKMAH PUASA
Adapun diantara hikmah puasa yaitu :
1. Untuk melatih disiplin spiritual (rohani),
2. Puasa menjadi dasar disiplin moral,
3. Nilai social ibadah puasa, dan
4. Sehat jasmani.
Daftar Pustaka

Abdullah Aly, Syamsul Hidayat. Al Ubudiyah. Surakarta : LPID-UMS, 2008.


Abu Bakr Jabir al Jazairi. Ensiklopedi Muslim, Minhajul Muslim. Jakarta : Darul Falah, 2000.
Salim bin Ied-Al-Hilali.Ensiklopedi Larangan(menurut al-quran dan asunnah). Surabaya: pustakka Imam
Asy-SyafiI,1999.

TAJHIZ AL-MAYIT.
Seorang muslim yang sudah meninggal harus diurus jenazahnya secara terhormat.
Merawat jenazah Hukumnya fardlu kifayah. Dan Yang terkenai hukum wajib pertama kali
adalah orang yang pertama kali melihat jenazah tersebut. Ada beberapa hal yang perlu
dilakukan bagi orang yang telah meninggal dunia, yaitu :
A. Hendaklah segera dipejamkan matanya, ditutup mulutnya, kemudian dilipatkan
kedua tangannya di atas badanya dan kedua kakinya diluruskan.
B. Hendaknya ditutup seluruh tubuhnya dengan kain dan jangan sampai terbuka
auratnya.
C. Memberitakan kepada sanak famili jenazah dan bagi orang yang mengetahuinya
hendaknya segera bertaziah di rumah duka.
KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH
Kewajiban pengurusan jenazah bagi orang yang masih hidup adalah memandikan,
menggafankan, menyolatkan dan menguburkan. Kewajiban-kewajiban ini termasuk
fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam yang jika telah
dilaksanakan oleh sebagian mereka dianggap mencukupi. Tetapi jika diantara umat
Islam tidak ada yang melaksanakan maka umat Islam seluruh daerah itu berdosa
semua.
A. MEMANDIKAN JENAZAH
SYARAT-SYARAT JENAZAH YANG HARUS DIMANDIKAN
1. Jenazah itu mulim atau muslimah.
2. Badan atau anggota badannya masih ada walaupun hanya sebagain yang tinggal.
3. Jenazah itu bukan mati syahid (mati dalam perang membela Islam).
Rasulullah SAW bersabda : Dari Jabir ra, sesungguhnya Nabi SAW telah memerintahkan
sehubungan orang-prang yang gugur dalam perang uhud supaya mereka dikuburkan
dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak pula dishalatkan. (HR. Al-Bukhari).

B. CARA MEMANDIKAN JENAZAH


1. Jenazah ditempatkan di tempat yang terlindung dari panas matahari, hujan atau
pandangan orang banyak. Jenazah diletakkan pada tempat yang lebih tinggi seperti
dipan/balai. Tidak dipangku seperti dalam kebanyakan daerah yang berlaku.
2. Jenazah diberi pakaian basahan misalnya sarung supaya auratnya tertutup. Yang
memandikan hendaknya memakai sarung tangan.
3. Air untuk memandikan jenazah disunnahkan diberi daun bidara atau sesuatu yang
dapat menghilangkan daki seperti sabun atau yang lain. Sebagian dari air ada yang
dicampur dengan kapur barus untuk digunakan sebagai siraman terakhir.
4. Jenazah yang akan dimandikan dibersihkan terlebih dahulu dari najis yang melekat
pada anggota badannya.
5. Kotoran yang mungkin ada di dalam perut jenazah dikeluarkan dengan cara menekan
perutnya secara berhati-hati kemudian disucikan dengan air. Kotoran yang ada pada
kuku jari-jari tangan dan kaki termasuk kotoran yang ada di mulut atau gigi juga
dibersihkan.
6. Menyiramkan air ke seluruh tubuh jenazah sampai merata dari kepala hingga ke
ujung kaki dengan cara membaringkan jenazah ke kiri ketika membasuh anggota yang
kanan dan membaringkan badannya ke kanan ketika membasuh anggota badannya
yang kiri.
Serangkaian kegiatan ini dihitung satu kali basuhan dalam memandikan jenazah.
Sedangkan untuk memandikan jenazah disunnahkan 3 kali atau 5 kali. Basuhan terakhir
dengan menggunakan air yang dicampur dengan kapur barus. Dalam memandikan
jenazah disunnahkan mendahulukan anggota wudhu dan anggota badan sebelah kanan.
Rasulullah SAW bersabda : Dari Ummi Athiyah ra, Nabi SAW telah masuk kepada kami
ketika kami memandikan putri beliau kemudian bersabda : Mandikanlah ia tiga kali
atau lima kali atau lebih jika kamu pandang baik lebih dari itu dengan air dan daun
bidara, dan basuhlah yang terakhir dicampur dengan kapur barus. (HR. Al-Bbukhari
dan Muslim). Pada riwayat lain : Mulailah dengan bagian badannya yang kanan dan
anggota wudhu dari jenazah tersebut.
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda mengenai orang yang mati
terjatuh dari kendaraannya yaitu : Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. (HR.

Al-Bukhari dan Muslim).


ORANG YANG BERHAK MEMANDIKAN JENAZAH
Jika jenazah itu laki-laki, maka yang memandikannya harus orang laki-laki, kecuali istri
dan mahramnya. Demikian juga jika jenazah itu wanita, maka yang memandikannya
harus wanita, kecuali suami dan mahramnya. Jika suami dan mahramnya semuanya
ada, maka suami lebih berhak memandikan istrinya, demikian juga jika istri dan
mahramnya semuanya ada, maka istri lebih berhak memandikan suaminya.
Jika yang meninggal seorang laki-laki dan di tempat itu tidak ada orang lak-laki, istri
maupun mahramnya, maka jenazah itu cukup ditayamumkan saja, tidak dimakndikan
oleh wanita lain. Demikian juga bila yang meninggal seorang wanita dan di tempat itu
tidak ada suami atau mahramhya, maka jenzah cukup ditayamumkan saja. Jika jenazah
itu masih anak-anak, baik laki-laki atau wanita, maka yang memandikannya boleh dari
kaum laki-laki atau wanita.
C. MENGKAFANI JENAZAH
Yang dimaksud mengafani jenazah adalah membungkus jenazah dengan kain. Kain
kafan dibeli dari harta peninggalan mayat. Jika mayat tidak meninggalkan harta, maka
kain kafan menjadi tanggungan orang yang menanggung nafkahnya ketika ia masih
hidup. Jika yang menanggung nafkahnya juga tidak ada, maka kain kafan menjadi
tanggungan kaum muslimin yang mampu.
Kain untuk mengkafani jenazah paling sedikit satu lembar yang dapat menutupi seluruh
tubuh mayat baik laki-laki maupun perempuan. Bagi yang mampu disunnahkan untu
mayat laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain tanpa baju dan sorban, sedangkan untuk
mayat wanita disunnahkan lima lapis kain masing-masing untuk kain panjang (kain
bawah), baju, tutup kepala, kerudung atau semacam cadar dan sehelai kain yang
menutupi seluruh tubuhnya.
Kain kafan diutamakan yang berwarna putih, tetapi jika tidak ada, warna apapun
diperbolehkan dan diberi kapur barus dan harum-haruman.
Dari Aisyah ra, Rasulullah SAW telah dikafani dengan tiga lapis kain yang putih bersih
yang terbuat dari kapas, tidak ada di dalamnya baju maupun sorban. (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).
Dari Laila binti Qanif ra, ia berkata : Saya adalah seorang yang ikut memandikan
Ummu Kultsum binti Rasulullah SAW ketika wafatnya. Yang mula-mula diberikan oleh

Rasulullah pada kamu adalah kain basahan, kemudian baju, kemudian tutup kepala,
kemudian kerudung (semacam cadar) dan sesudah itu dimasukkan dalam kain yang lain
(yang menutupi sekalian tubuhnya). (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Rasulullah SAW bersabda : Pakailah kain kamu yang putih, karena sesungguhnya
sebaik-baik kain adalah kain yang putih dan kafanilah oleh kamu dengan kain yang
putih itu. (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
D. MENGKUBUR JENAZAH.
Jenazah dikuburkan setelah dishalatkan. Menguburkan jenazah ini hendaknya
disegerakan karena sesuai dengan sabda Nabi SAW : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah
SAW bersabda : Segeralah membawa jenazah, karena jika ia orang yang shaleh maka
kamu menyegerakannya kepada kebaikan, dan jika ia bukan orang shaleh maka supaya
kejahatan itu terbuang dari tanggunganmu. (HR. Jamaah).
Jenazah hendaknya dipikul oleh empat orang dan diantarkan oleh keluarga dan temantemannya sampai ke pemakaman. Dari Ibnu Masud ra, ia berkata : Siapa yang
menghantarkan jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru keranda,
karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan sunnah (peraturan Nabi SAW).
(HR. Ibnu Majah).
LANGKAH-LANGKAH PEMAKAMAN JENAZAH.
1. Mula-mula digali liang kubur sepanjang badan jenazah dengan lebar satu meter dan
dalam lebih kurang dua meter. Di dasar lubang dibuat liang lahat miring ke kiblat kirakira muat mayat, atau jika tanahnya mudah runtuh dapat digali liang tengah. Dengan
demikian binatang buas tidak dapat membongkarnya atau jika mayat membusuk tidak
tercium baunya. Dari Amir bin Saad ia berkata : Buatkanlah untuk saya lubang lahat
dan pasanglah di atasku batu bata sebagaimana dibuat untuk kubur Rasulullah SAW.
(HR. Ahmad dan Muslim).
2. Jenazah yang telah sampai di kubur dimasukkan ke dalam liang lahat itu dengan
miring ke kanan dan menghadap kiblat. Pada saat meletakkan jenazah hendaklah
dibacakan lafazh : Bismillah wa alaa millati rasulillaah (Dengan nama Allah dan atas
agama Rasulullah SAW). (HR. At-Turmudzi dan Abu Dawud).
3. Semua tali pengikat kain kafan dilepas, pipi kanan dan ujung kaki diletakkan pada
tanah. Setelah itu liang lahat atau liang tengah ditutup dengan papan atau kayu atau
bambu, kemudian di atasnya ditimbun dengan tanah sampai galian lubang rata, dan
ditinggikan dari tanah biasa. Di atas arah kepala diberi tanda batu nisan.

Sesungguhnya Nabi SAW telah meninggikan kubur putra beliau Ibrahim kira-kira
sejengkal. (HR. Al-Baihaqi).
4. Meletakkan pelepah yang masih basah sesuai dengan hadits dari Ibnu Abbas atau
meletakkan kerikil di atas kubur dan menyiramnya dengan air. Dari Jafar bin
Muhammad, dari bapaknya, sesungguhnya Nabi SAW telah menaruh batu-batu kecil di
atas kubur putra beliau Ibrahim. (HR. Asy-Syafii).
5. Mendoakan dan memohonkan ampunan untuk mayit. Dari Utsman ra, adalah Nabi
SAW apabila telah selesai menguburkan mayat, beliau berdiri di atasnya dan bersabda :
Mohonkanlah ampnan untuk saudaramu dan mintalah untuknya supaya diberi
ketabahan karena sesungguhnya ia sekarang sedang ditanya. (HR. Abu Dawud dan
disahkan oleh Al-Hakim).
HAL-HAL YANG BERSANGKUTAN DENGAN HARTA MAYIT.
Harta peninggalan mayit haruslah ditasharufkan sesuai dengan urutan prioritas berikut
ini :
a) Pembiayaan penyelenggaraan jenazah.
b) Penyelesain hutang-hutang.
c) Pelaksanaan wasiat.
d) Pembagian harta waris kepada ahli waris.
PEMBIAYAAN PENYELENGGARAAN JENAZAH.
Bagi jenazah yang meninggalan harta peninggalan, maka prioritas utama
penggunaannya adalah untuk keperluan pembiayaan jenazah berupa :
A. Pembelian kain kafan, sabun, minyak wangi, kapur barus, dan lain-lain.
B. Pembelian papan, penggalian kubur dan biaya penguburan lainnya.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya, jika terjadi musibah kematian,
hendaknya di rumah itu tidak menyelenggarakan makan-makan, atau mengambil harta
peninggalan untuk menjamu orang-orang yang datang bertaziah. Bahkan Nabi SAW
menganjurkan kepada orang-orang yang datang bertaziah membawa makanan untuk
keluarga yang terkena musibah.
Rasululloh bersabda : Dari Ubadillah bin Jafar ra, ia berkata : Ketika databng berita
meninggalnya Jafar karena terbunuh, Nabi SAW bersabda : Buatkanlah makanan untuk
keluarga Jafar karena sesungguhnya mereka sedang menderita kesusahan (kekalutan
fikiran). (HR. Lima ahli hadits kecuali An-Nasai).

PENYELESAIAN HUTANG
Setelah harta peninggalan diambil untuk biaya pengurusan jenazah, maka harta
peninggalan lainnya untuk melunasi hutang-hutang, yaitu :
A. Hutang kepada Allah berupa kemungkinan ada nadzar yang belum dilaksanakan,
zakat baik zakat firah maupun zakat harta, ibadah haji yang belum ditunaikan padahal
ia telah mampu dan lain-lain. Rasulullah SAW bersabda : Hutang kepada Allah itu lebih
berhak untuk dibayar. (HR. Ibnu Abbas).
B. Hutang kepada sesama manusia harus segera diselesaikan supaya mayat segera
terbebas dari hutang yang belum dibayar. Dalam hal ini ahli waris si mayat harus
berusaha menanyakan kepada sanak famili dan teman-temannya jika di antara mereka
ada yang dihutangi oleh almarhum/almarhumah semasa masih hidup.
Rasululloh bersabda : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW telah bersabda : Diri
seorang mumin itu bergantung (tidak sampai ke hadirat Allah SWT) karena hutangnya,
sehiungga dibayar terlebih dahulu hutangnya itu (oleh sanak familinya yang masih
hidup). (HR. Ahmad dan At-Turmudzi).
Apabila mayat tidak mempunyai harta untuk melunasi hutangnya atau harta
penninggalannya tidak mencukupinya, maka hutang mayat menjadi tanggungan ahli
warisnya.
Rasululloh bersabda : Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda : Hutang itu ada
dua macam, maka siapa yang meninggal dunia dan ia berniat untuk melunasinya maka
saya walinya (yang akan mengurusnya), dan siapa yang meninggal dan tidak ada niat
untuk melunasinya maka yang demikian itu pembayarannya akan diambil dari
kebaikannya, karena pada hari ini tidak ada emas dan tidak ada perak. (HR. AtThabrani).
PELAKSANAAN WASIAT.
Jika mayat meninggalkan wasiat dan harta peninggalan masih ada, maka harus
dipenuhi. Wasiat yang harus dipenuhi ialah yang tidak melebihi sepertiga harta
peninggalannya. Alloh berfirman : Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar utangnya. (QS. An-Nisaa : 11). Dalam hadits disebutkan : Dari Ibnu
Abbas ra, ia berkata : Alangkah baiknya jika manusia mengurangi wasiatnya dari
sepertiga menjadi seperempat, karena Rasulullah SAW bersabda : Wasiat itu sepertiga,
sedang sepertiga itu sudah banyak. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

PEMBAGIAN HARTA WARIS KEPADA AHLI WARIS.


Pembagian harta waris dilakukan setelah dikeluarkan biaya pengurusan jenazah,
penyelesaian hutang dan wasiat. Pembagian harta waris haruslah dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan ilmu faraidh. Rasululloh bersabda : Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata :
Rasulullah SAW bersabda : Berikanlah bagian-bagian warisan itu kepada ahlinya, maka
kelebihannya diberikan kepada orang yang lebih utama (dekat), yaitu orang laki-laki
yang paling dekat dengan yang meninggal. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Anak-anak yang ditinggal mati orang tuanya harus dipelihara oleh keluarga yang dekat,
dicukupi kebutuhannya, diperhatikan pendidikannya dan jangan sampai terlantar.
Mereka yang tidak mempunyai saudara maka yang berkewajiban mengurusnya adalah
kaum muslimin yang mampu. Mengurus anak yatim ini hukumnya fardhu kifayah.
Alloh berfirman : Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah:
Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik. (QS. Al-Baqarah : 220). Tahukah
kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. Al-Maaun : 1-3).

Anda mungkin juga menyukai