Anda di halaman 1dari 32

SHALAT WAJIB

1. Pengertian Shalat
Shalat secara bahasa berarti, doa. Sebagaimana allah swt berfirman .
Dan berdoalah untuk mereka, karena sesungguhnya doamu itu akan
menjadiketentraman jiwa bagi mereka. (At-Taubat :103)
Secara istilah berarti syariat, artinya semua perkataan dan perbuatan yang
diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.

2. Dalil Dalil Perintah Shalat


Hukum shalat adalah wajib. Hal ini sesuai dengan al-quran dan as-sunnah.
Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah alla dengan
memurnikan kekuatan kepadanya dalam menjalankan agama dengan lurus,
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat.( Al-Bayyinah:5)
Adapun as-sunnah sabda Rasulullah saw ;
Agama islam itu ditegakkan atas lima pondasi yaitu ; bersaksi bahwa tiada
Tuhan selain Allah SWT, bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
menegakkan shalat, menunaikan zakat berpuasa ramadhan, dan berangkat haji
ke baitullah bagi yang mampu.(HR. Bukhari & Muslim)
Begitu pula semua kaum muslim telah sepakat bahwa Allah SWT telah
mewajibkan shalat lima waktu kepada mereka dalam sehari semalam. Shalat
diwajibkan kepada setiap muslim, yang balig dan berakal kecuali yang sedang
haid dan nifas. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab thaharah
sebelumnya. Shalat juga tidak diwajibkan kepada orang-orang gila dan kafir.
Dalil-dalil shalat berikut ini ;
Golongan yang menyatakan bahwa meraka adalah sebagai orang-orang kafir,
berdasarkan hadist Jabir , bahwa Rasulullah bersabda ;
Yang membedakan antara seorang muslim dengan seorang kafir adalah karena
meninggalkan shalat.(HR. Jamaah)
Sebagaiman juga mereka berdalil dengan hadist ubadah bin shamit, yaitu
Saya mendengar Rasulullah saw bersabda , ada lima shalat yang telah Allah
SWT wajibkan kepada hambanya, barang siapa yang menepatinya dan tidak
meninggalkan sedikitpun karena menyepelekannya, maka niscaya Allah telah

memiliki janji untuk memasukan dirinya ke dalam surganya. Dan barang siapa
yang tidak menepati, maka Allah tidak memiliki kepadanya, jika dia
berkehendak dia menyiksanya dan jika berkehendak dia mengampuninya.(HR.
Ahmad)

3.Syarat Syarat Shalat


1). Mengetahui tentang masuknya waktu
2). Suci dari hadats kecil dan hadats besar
3). Suci badan pakaian dan tempat
4). Menutup aurat
5). Menghadap kiblat

4. Rukun-Rukun Shalat
A). Niat
Niat merupakan tujuan untuk berbuat dengan motivasi melaksanakan
perintah Allah. Mengenai masalah niat itu sendiri ulama mdzhab berbeda
pendapat apakah niat itu harus di nyatakan ia berniat atau tidak. Menurut
kalangan Sunni. yaitu Ibnul Qoyim. Ia menerengkan bahwa nabi Muhammad
SAW tidak pernah melafalkan niat sama sekali, dan beliau tidak
mengucapkan "Ushali pardza musatqbilalkiblati arba'a ra'akatin imaman
ma'muman". Menurut Ibnu Qoyim orang melafalkan niat tidak memiliki
argument yang kuat karena tidak ada hadis yang menjelaskan mengenai hal
tersebut baik hadist hasan maupun dha'if. Pendapat ini di perkuat dengan tidak
danya para tabi'in dan imam madzhab empat yang menganjurkan mengenai hal
tersebut.
Akan tetapi menurut Sayid Muhammad dalam bukunya madarikhul
Ahkam tentang mabhatsu al-niyya awwalu as-shalati".(pembahasan tentang niat
sebagai perbuatan pertama dalam shalat)menerangkan bahwa kesimpulan di
tarik dari dalil-dalil syara tujuan di ucpakannya niat yakni untuk memudahkan
seseorang melakukan amalan tertentu dengan tujuan melaksanakan perintah
Allah SWT. Keterangan yang memperkuat hal ini adalah tidak adanya penjelasan
yang spesifik mengenai ibadah itu sendiri dan di dalam hadispun demikian.
B).Takbiratul Ihram
Seseorang yang melakukan shalat tanpa takbiratul ihrom ia shalatnya
tidak akan sempurna, adapun lafal takbirotul ihram

menurutImamiyah,maliki,dan Hambali yakni Allahu Akbar dan tidak boleh di


ganti. Akan tetapi menurut Mazhab syafi'i boleh menggantinya dengan
menambaih alif lam di lafal akbarnya yakni "Allau Al-Akbar". MenurutMazhab
Hanafi boleh menggantinya asalkan memilki arti yang sma seperti "Allahu AlAjall" dan "Allah Al-A'dzam".
Semua Ulama Madzhab sepakat selain Imam Hanafi bahwa mengucpakan
takbiratul ihram itu harus memakai bahasa arab meskipun orang ajam (selain
arab). Adapun menurut iamam Hanafi boleh dengan bahasa apa saja.

C).Berdiri
Semua Ulama Madzhab sepakat, bahwa sala satu rukun shalat itu berdiri
dari takbirotul ihram sampai ruku, apabila tidak mampu berdiri maka shalat
smabil duduk kemudian apabila tidak mampu duduk maka ia shalat smabil
miring kekanan seperti orang yang di kubur di liang lahat. Hal ini di sepakati
oleh seluruh Ulama Madzhab keculai Mazhab Hanafi.Mazhab
Hanafi berpendpat siapa yang tidak duduk maka ia harus shalat terlentang dan
menghadap kiblat dan kakinya yang mengisyaratkan baik dalam ruku maupun
sujud.
D).Membaca Surat Al-Fatihah
Hukum membaca surat Al-fatihah Ulama Mazhab berbeda pendapat.
Mazhab Hanafi : membaca Al-fatihah di dalam shlat itu tidak wajib, pendapat
ini didasarkan pada ayat al-quran surat muzammil ayat 20: " bacalah apa yang
mudah bagimu dari Al-qur'an". Membaca surat juga hanya wajib ketika dua
rokaat awal saja dan menurut Mazhab Hanafi membaca basmallah tidak
termasuk bagian dari surat dan boleh meningalkannnya
Mazhab Syafi'i : membaca Al-fatihah hukumnya wajib di tiap-tiap rakaat dan
membaca basmallah juga demikian karena basmallah bagian dari Al-fatihah, hal
ini di lakuakn baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Membaca surat
hendaknya di baca keras ketika shalat subuh dan di sunnahkan membaca qunut
dan membaca keras ketika dua rokaat solat maghrib dan Isya.

Mazhab Maliki : membaca Al-fatihah hukumnya wajib di tiap-tiap rokaat dan


membaca basmallah hukumnya lebih baik di tinggalkan karena basmallah tidak
bagian dari surat. Ketika shalat subuh di sunahkan membaca qunut.
Mazhab Hambali : membaca Al-Fatihah hukumnya wajib di tiap-tiap rokaat dan
membaca basmallah hukumnya juga wajib akan tetapi membacanya harus
dengan pelan-pelan. Qunut hanya di baca pada shalat witir.
Mazhab Imamiyah: membaca Al-Fatihah wajib di dua rakaat tiap-tiap shalat,
dan boleh membacanya di rakaat yang lainnya. Basmallah wajib di baca karena
basmallah bagian dari surat. Imamiyah berpendapat membaca Amien adalah
haram dan shalatnya batal, baik ketika shalat sendiri maupun berjama'ah.
Namun Empat mazhab menyatakan sunah membaca amien, hal ini di dasarkan
pada hadis nabi, dai Abu hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Kalau ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi 'alaihim waladzallin, maka kalian
harus mengucapkan amien"
D).Ruku dan Itidal
Semua Ulama Mazhab sepakat bahwa ruku adalah wajib di lakukan
ketika shalat. Akan tetapi ulama madzhab berbeda pendapat mengenai
tu'maninah di dalam ruku yakni diam sebentar tidak bergerak.
Mazhab Hanafi : thuma'nianh dalam ruku tidak wajib yang wajib hanyalah
membungkukan badan dengan lurus sampai kedua telapak tangan orang
tersebut menyentuh lututnya. Imam Hanafi juga menyatakan bahwa I'tidal
hukumnya tidak wajib, boleh langsung sujud tapi hal tersebut hukumnya
makruh.adapun madzhab-madzhab yang lain menyatakan bahwa thuma'ninah
hukumnya wajib dan mengangkat kepala untuk beri'tidal itu hukumnya wajib
dan di sunahakn membaca tasmi'yaitu mengucpakan
Mazhab Syafi'I, Hanafi dan, Maliki : tidak wajib berdzikir ketika shalat hanya
di sunahkan saja mengucapkan:
Mazhab Imamiyah dan Hambali : membaca tasbih ketika ruku hukumnya
wajib. Adapun bacaanya menurut Imam Hambali :
Dan menurut Imamiyah :

E).Sujud
Semua Ulama Mazhab sepakat bahwa sujud wajib dilakukan dua kali tiap-tiap
rakaat. Akan tetapi ulama berbeda pendapat mengenai batasan muka yang
harus menyentuh ketempat sujud.
Mazhab Maliki,Syafi'i, dan Hanafi : yang wajib menempel hnaya dahi akan
tetapi yang lainnya hanya sunnah. Adapun menurut Mazhab
Imamiyah dan Hambali yang menempel yakni 7 anggota yaitu dahi, dua
telapak tangan, dua lutut dan ibu jari dua kaki dan Imam hambali
menambahkan hidung, sehingga berjunlah delapan.
F).Tahiyat
Tahiyyat di dalam shalat ada dua yakni tahiyat yang pertama tidak di akhiri
dengan salam dan tahiyat yang kedua di akhiri dengan salam. Menurut Mazhab
Imamiyah dan Hambalih : Tahiyyat pertama itu hukumnya wajib. ulama
madzhab yang lainnya: hanya sunnah, bukan wajib.
Sedangkan pada tahiyyah terakhir menurut Mazhab
Syafi'i,Imamiyahdan Hambali hukumnya wajib. Sedangkan menurut Mazhab
Maliki danHanafi hanya sunah, bukan wajib.
G).Mengucapkan Salam
Menurut Mazhab Syafi'i, Maliki dan Hambali: mengucapakan salam adalah
wajib
Menurut Mazhab Hanafi: tidak wajib, dan menurut Mazhab Imamiyahterbagi
dua ada yang mengatakan wajib dan ada yang mengatakan sunah.
Menurut Mazhab Hambali : wajib mengucapakan salam dua kali
sedangkan ulama mazhab yang lainnya cukup satu kali yang wajib.
H).Tertib
Di wajibkan seluruh rukun- rukun di dalam shalat di laksanakan dengan tertib
sesuai dengan urutannya.
I).Berturut-turut
Di wajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat dengan berturut-turut dan
langsung, antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Setelah takbirotul
ihram berarti membaca Al-Fatihah dst.

5. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat

A). Bercakap-cakap, sekurang-kurangnya terdiri dari dari dua huruf, walaupun


tidak mempunyai arti.
Madzhab Hanafi dan Hambali: tidak membedakan menganai batalnya shalat
karena berbicara ini baik di sengaja maupun tidak di sengaja keduanya tetap
membatalkan shalat.
Sedangkan Madzhab Imamiyah, Syafi'I dan Maliki mengatakan: Shalat tidak
batal di karenakan lupa, kalau hanya sedikit. Dan shalat seseorang tetap
terpelihara.
Ketika seseorang berdehem di dalam shalat,
menurut MadzhabIamamiyah dan Maliki hal tersebut tidak membatalkan
shalat meskipun tanpa makksud. Tetapi ualama mazhab yang lainya
menyatakan batal kalau tidak ada maksud, kalau ada maksud seperti
membaguskan makhrajul huruf maka di perbolehkan.
B). Setiap perbuatan yang menghapuskan bentuk shalat, maka hal ini
hukumnya membatalkan shalat, sekiranya bila di lihat oleh orang lain seperti
orang yang tidak shalat. Para ulama mazhab menyepakatinya.
C). Makan dan Minum
Ini telah di sepakati para ulama, akan tetapi ulama madzhab berbeda
pendapat menganai kadarnya.
Mazhab Imamiyah mengatakan : makan dan minum bisa membatalakan
shalat apabila hal tersebut menghilangkan bentuk shalat itu atau menghilankan
syarat atau rukun dalam shalat seperti berkesinambungan.Mazhab
Hanafi mengtakan: makan dan minum di dalam shalat membatalkan shalat
walaupun makanan tersebut hanya sebiji kismis dan yang diminum tersebut
seteguk air.
Menurut Mazhab syafi'i mengatakan: semua makanan dan minuman yang
masuk kedalam rongga perut itu membatalkan shalat jiaka seseoarng tersebut
melakukanya dengan sengaja dan tau keharamanya akan tetapi kalau tidak
tahu atau lupa maka hal tersebut tidak membatalkan shalat. Sedangkan
menurut Mazhab Hambali mengatakan : kalau makanan dan minumannya
banyak maka membatalkan shalat baik di sengaja maupun tidak akan tetapi
kalau sedikit dan tidak di sengaja tidak membatalkan shalat.
D). Sesuatu yang membatalkan wudhu dan menyebabkan mandi
Seluruh ulama mazhab sepakat bahwa hal tersebut membatalakan
shalat, kecuali Mazhab Hanafi mereka mengatakan: shalat batal jika jika

perkara tersebut datang sebelum selesai membaca tasahud akhir tetapi kalau
perkara tersebut datang sebelum salam (selesai membaca tasahud akhir) maka
hal tersebut tidak membatalkan shalat.
E). Tertawa terbahak-bahak
Seluruh ulama mazhab kecuali Mazhab Hanafi menyatakan batal.
Masing-masing ulama memilki pandangannya masing-masing menganai
batalnya shalat salah satu contoh yakni pendapat Mazhab Syafi'i danMazhab
Maliki adalah sebagai berikut.
1). Mazhab syafi'I
hal-hal yang membatalkan shalat adalah sbb:
1. karena hadas yang mewajibkan wudhu atau mandi
2. sengaja berbicara
3. menangis
4. merintih
5. banyak bergerak
6. ragu-ragu dalam niat
7. Bimbang dalam memutuskan shalat tapi terus melakukanya
8. menukar niat dalam shalat fardhu dengan fardhu yang lainnya
9. terbuak auratnya, sedangkan ia mampu menutupinya
10. telanjang, sedangkan ia memiliki pakaian untuk menutupinya
11. terkena najis
12. mengulang-ulang takbiratul ihram
13. meninggalkan rukun dengan di sengaja
14. mengikuti imam yang tidak patut diikuti karena kekufurannya atau sebab
yang lainnya.
15. menambah rukun dengan di sengaja
16. masuknya makanan ataupun minuman kedalam rongga mulut
17. berpaling dari kiblat dengan dadanya
18. mendahulukan rukun fili dari ayng lainnya.

6.Manfaat Shalat
Shalat merupakan kewajiban bagi setiap muslim karena hal ini di
syariatkan oleh Allah SWT. Shalat juga merupakan salah satu rukun Islam
terpenting di antara rukun-rukun islam yang lainnya, shalat menduduki urutan

kedua setelah dua kalimat sahadat dan urutan selanjutnya adalah zakat,puasa,
dan haji.
Shalat wajib yang kita lakukan lima kali sehari semalam, ternyata memilki
manfaat bagi kita sendiri. Allah SWT mendesain waktu shalat dengan nilai-nilai
edukatif dan estetik, hal ini terlihat ketika Allah SWT menyuruh kita untuk shalat
subuh, sesungguhnya di pagi hari pikiran kita masih jernih, dan di sini umat
muslim di tuntut untuk bisa bangun pagi supaya menjalankan aktifitas dengan
semangat.
Setelah shalat subuh, kita memiliki waktu yang cukup luang sehingga kita
bisa memanfaatkan waktu luang tersebut dengan mencari karunia Allah, hampir
belub begitu lelah datang waktu duhur, kita pun bergegas untuk melaksnakan
shalat dzuhur, berkumpul dimasjid, merpatkan barisan dengan tujuan
mengingat Allah dan meminta karunianya.
Kemudian setelah kembali melakukan aktifitas mencari karunia Allah
dengan selalu berdzikir kepadanya. Menghadapi pekerjaan dengan hati yang
tenang dan ikhlas. Setelah selesai beraktifitas kita pulang kerumah dengan
muka berseri-seri karena hatinya selalu terjaga. Tak lama kemudian datanglah
shalat ashar guna menyempurnakan ibadah siang, dan kita berdo'a kepada
Allah untuk selalu tetap dalam bimbingannya dan bersyukur atas karunia yang
telah Allah berikan kepada kita.
Kemudian seorang muslim memulai aktifitas malamnya dengan shalat maghrib
sebagai mana ia memulai aktifitas siangnya dengan dengan shalat subuh.
Kemudian setelah seorang muslim hendak tidur ia melaksanakan shalat
subuh.kemudian ia berdo'a supaya tetap iman dan islam sehingga ketika ia tidur
kemudian di panggil oleh Allah SWT dalam keadaan khusnulkhatimah.
Di dalam shalt terdapat nilai-nilai yang bisa kita ambil manfaatnya, karena di
dalam shalat tercakup ibadah puasa yakni kita tidak di perbolehkan melakuakan
sesuatu seperti yang di lakukan di luar shalat. Di dalam shalat juga ada
pelajaran zakat yakni kita tunduk dan patuh kepada Allah kemudian di dalam
shalat juga terdapt pelajaran haji yakni seluruh orang muslim yang shlat
menghadap kiblat (baetullah). Shlat menjadi kaum muslim bersaudara dan
saling mengasihi.

THAHARAH
A.

Pengertian Thaharah
Taharah menurut bahasa berasal dari kata ( Thohur), artinya bersuci

atau bersih.
Menurut istilah adalah bersuci dari hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil dan
bersuci dari najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang
terbawa di badan.
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain
Nabi SAW juga bersabda:



::










Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan
perhiasannya adalah salam.
Hukum

taharah

ialah

WAJIB

di

atas

tiap-tiap

mukallaf

lelaki

dan

perempuan. Dalam hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw,
menganjurkan agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.
Firman Allah Swt :


















()














Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai
orang-orang yang suci lagi bersih. (QS Al Baqarh:222)

Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.


( )
Artinya : Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.(HR.Muslim)
B.

Syarat wajib Thaharah


Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-

hal yang harus diperhatikan

sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum

melakukan perintah Allah SWT. Syarat wajib tersebut ialah :


1. Islam
2 Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci.
9. Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.

C.

Sarana Melakukan Thaharah

Firman Allah:



















Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu solat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan berjunub), terkecuali sekadar
berlalu sahaja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau dalam bermusafir atau
kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun.
(Surah Al-Nisa, 4:43)
1.

Macam-macam air
Air yang merupakan alat untuk bersuci. Namun air yang bisa di pakai untuk
bersuci adalah air yang suci dan mensucikan, diantaranya :

a.

Air hujan

b.

Air sumur

c.

Air laut

d.

Air sungai

e.

Air salju

f.

Air telaga

g.

Air embun
Berdasarkan firman Allah diatas dapat disimpulkan bahwa sarana yang dapat
digunakan untuk bersuci adalah sebagai berikut :

1.

Air dapat digunakan untuk mandi, wudu, dan membersihkan benda-benda


yang terkena najis. Sedangkan air untuk bersuci sendiri di bagi menjadi beberapa
jenis berdasarkan fungsinya. Pembagian air di tinjau dari segi hukumnya, air dibagi
menjadi lima yaitu :

a.

Air suci dan mensucikan


Adalah air yang dapat digunakan untuk bersuci, air mutlak (air sewajarnya),

air yang masih murni, baik menghilangkan hadas maupun najis, dan airnya tidak
berubah warna maupun zatnya dan tidak makruh. Misal air hujan, air sungai, air
sumur, air laut, air salju, air embun dan air sumber lain yang keluar dari mata air.

b.

Air suci tetapi tidak mensucikan


Air ini halal diminum, tetapi tidak dapat mensucikan hadas dan najis.

Yang termasuk air suci tetapi tidak mensucikan adalah


1.

Air yang berubah salah satu sifatnya, seperti: air teh, air kopi, air susu, dsb

2.

Air buah-buahan, seperti: air kelapa, perasan anggur dsb

c.

Air suci tetapi makhruh hukumnya


Yaitu air Musyammas (air yang dijemur di tempat logam yang bukan emas)

d.

Air mutanajis
Adalah air yang terkena najis. Apabila airnya kurang dari 2 kollah, terkena najis,

maka hukumnya menjadi najis. Akan tetapi jika airnya lebih dari 2 kollah, maka
hukumnya tidak najis dan bisa digunakan untuk bersuci selama tidak berubah
warna, bau, maupun rasanya.
1.

Tanah, boleh menyucikan jika tidak digunakan untuk sesuatu fardhu dan tidak
bercampur dengan sesuatu.

2.

Debu, dapat digunakan untuk tayamum sebagai pengganti wudu atau mandi.

3.

Batu bata, tisu atau benda atau benda yang dapat untuk menyerap bisa digunakan
untuk istinjak.

e.

Air suci dan mensucikan


Tetapi

haram

memakainya,

yaitu

air

yang

diperoleh

dari

ghasab

(mencuri/mengmabil tanpa ijin)


Keterangan :
Dua kullah = 216 Liter. Jika berbentuk bak, maka besarnya = 60cm x 60cm
x 60cm.
D.

Bentuk Thaharah
Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir

adalah taharah / suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air
mutlak (suci menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah
membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri,
penipu, sombong, ujub, dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk
yaitu : wudhu, tayamum, mandi wajib dan istinjak
Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara berarti
membasuh anggota badan tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak)
dengan tujuan menghilangkan hadas kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah
SWT dalam surat Al Maidah ayat 6.





























()













Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan solat,
maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan
basuhlah kakimu sampai mata kaki.(QS Al maidah :6)

Syarat Wudhu :
Wudhu seseorang dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut.

1.
2.
3.
4.
5.

Beragama Islam
Sudah mumayiz
Tidak berhadas besar dan kecil
memakai air suci lagi mensucikan
Tidak ada sesuatu yang menghalangi samp[ainya air ke anggota wudu,

seperti cat, getah dsb.

Rukun Wudhu :
Hal-hal yang wajib dikerjakan dalam wudu adalah sebagai berikut.
a)

Niat berwudu di dalam hati bersamaan ketika membasuh muka. Lafal niat:

Artinya: Saya berniat wudu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah
SWT.

b)

Membasuh seluruh muka

c)

Membasuh kedua tangan sampai siku

d)

Mengusap atau menyapu sebagian kepala.

e)

Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan

f)

Tertib (berurutan dari pertama sampai terakhir

Sunah Wudhu
Untuk menambah pahala dan menyempurnakan wudhu, perlu diperhatikan
hal-hal yang disunahkan dalam melakukan wudhu, antara lain sebagai berikut.
Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak berwudhu
Membaca taawuz dan basmalah
Berkumur-kumur bagi seseorang yang sedang tidak berpuasa
Membasuh dan membersihkan lubang hidung
Menyapu seluruh kepala
Membasuh sela-sela jari tangan dan kaki
Mendhulukan anggota wudhu yang kanan dari yang kiri.
Membasuh anggota wudhu tiga kali.
Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam
Membaca doa sesudah wudhu.
Doa sesudah wudhu.

.
.



Artinya : Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, yang
tida sekutu bagi-Nya, Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan
utusan-Nya. Ya Allah jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang
bertobat, dan jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bersuci.

Hal yang membatalkan wudhu.

Wudhu seseorang dikatakan batal apabila yang bersangkutan telah melakukan halhal seperti berikut.

1. Keluar sesuatu dari kubul (kemaluan tempat keluarnya air seni) atau dubur(anus),
baik berupa angin maupun cairan(kentut,kencing, tinja, darah, nanah, mazi, mani
dan sebagainya)

Firman Allah SWT dalam Al Quran Surah An Nisa:43.








Artinya : atau kembali dari tempat buang air .... (QS.An-Nisa :43)
2. Bersentuhaan kulit laki-laki dan perempuan tanpa pembatas.
Firman Allah SWT dalam Al Quran surah An Nisa :43.





Artinya : atau kamu telah menyentuh perempuan.
3.

Menyentuh kubul atau dubur dengan tapak tangan tanpa pembatas.


Sabda Nabi Muhammad SAW.
)



(
Artinya : Dari Umi Habibah ia berkata saya telah mendengar Rosulullah SAW
bersabda :Barang siapa menyentuh kemaluannya hendaklah berwudu.(HR Ibnu
Majjah dan disahkan oleh Ahmad)

4.

Tidur dengan nyenyak

5.

Hilang akal.

Mengusap sepatu saat wudhu


Mengusap dua sepatu dibolehkan bagi orang yang tidak menetap di kampung
dan bagi yang dalam perjalanan musafir.

Orang yang sedang melakukan perjalanan musafir yang kakinya memakai dua
sepatu, kalau hendak berwudhu, maka ia boleh menyapu sepatunya dengan air,
artinya tidak perlu sepatunya di lepas.
Syarat-syarat menyapu dua sepatu :
1.

Bahwa sepatu itu dipakai sesudah sempurna dicuci bersih.

2.

Sepatu itu menutup anggota kaki yang wajib dibasuh, yaitu menutupi tumit dan
dua mata kaki.
Mengusap dua sepatu (mashul khuffain) termasuk juga salah satu keringanan
dalam islam.

3.

Sepatu itu dapat dibawa berjalan lama.

4.

Jangan ada di dalam sepatu itu najis atau kotoran.


Menyapu dua sepatu hanya boleh untuk berwudhu, tetapi tidak boleh untuk mandi
atau menghilangkan najis.
Menyapu dua sepatu tidak boleh bila salah satu syarat tidak cukup. Misalnya salah
satu dua sepatu itu robek, atau salah kakinya tidak dapat menggunakan sepatu
karena luka.
Keringanan ini diberikan bagi musafir selama tiga hari tiga malam. Sedang yang
bermukim, hanya dibolehkan menyapu sepatunya untuk sehari semalam saja.

Tayamum
Tayamum secara bahasa adalah berwudu dengan debu,(pasir, tanah) yang
suci karena tidak ada air atau adanya halangan memakai air.
Tayamum menurut istilah adalah menyapakan tanah atau debu yang suci ke muka
dan kedua tangan sampai siku dengan memenuhi syarat da rukunnya sebagai

pengganti dari wudu atau mandi wajib karena tidak adanya air atau dilarang
menggunakan air disebabkan sakit.
Firman Allah SWT dalam surat An Nisa ayat 43.

()













Artinya : Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat
air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu
dan tanganmu sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS An
Nisa:43)
Tayammum merupakan pengganti dari berwudu. Apabila seseorang telah
melaksanakan salat dengan tayamum kemudian dia menemukan air, maka tidak
wajib mengulang sekalipun waktu salat masih ada.
Adapun syarat dan rukun, sunah serta hal-hal yang terkait dengan tayamum
adalah sebagai berikut.

Syarat Tayamum
Syarat tayamum adalah sebagai berikut :
a.

Ada sebab yang membolehkan mengganti wudu atau mandi wajib dengan

tayamum.
b.

Sudah masuk waktu salat

c.

Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukan

d.

Menghilangkan najis yang melekat di tubuh

e.

Menggunakan tanah atau debu yang suci.

Rukun Tayamum
a.
b.

Niat
Mengusap debu ke muka

c.

Mengusap debu ke dua tangan sampai siku

d.

Tertib

Sunah Tayamum

Dalam melaksanakan tayamum, seseorang hendaknya memperhatikan sunahsunah tayamum sebagai berikut.

Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak bertayamum

Membaca taawuz dan basmalah

Menepiskan debu yang ada di telapak tangan

Merenggangkan jari-jari tangan

Menghadap kiblat
Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari yang kiri

Membaca doa (seperti doa sesudah wudu)


Hal yang membatalkan Tayamum
Tayamum seseorang menjadi batal karena sebab berikut :
a.

Semua yang membatalkan wudu juga membatalkan tayamum

b.

Keadaan seseorang melihat air yang suci yang mensucikan (sebelum salat)

c.

Murtad (keluar dari agama Islam)

Praktik Tayamum
Ada beberapa hal yang perlu kamu ketahui dalam melakukan tayamum. Hal
tersebut perlu diperhatikan karena suatu saat kamu pasti akan melakukannya,
seperti ketika kamu dalam perjalanan, berada di daerah yang tidak ada air, atau
sedang sakit yang tidak memperbolehkan terkena air.

Carilah tempat yang mengandung debu/tanah yang suci.


Letakkan atau tempelkan kedua tangan pada tempat yang berdebu tersebut
disertai niat dalam
Hati
Lafal niat tayamum.


Artinya : Aku niat bertayamum untuk dapat mengerjakan salat fardu karena Allah
Taala.
Mengusap kedua tangan sampai siku hingga merata dengan mendahulukan tangan
kanan. Usahakan mencari debu pada tempat yang berbeda.
Membaca doa sesudah tayamum, seperti doa sesudah wudu.
Mandi Wajib
Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi
wajib adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki dengan disertai niat mandi wajib di dalam hati.
Firman Allah Swt :
()



Artinya : .......dan jika kamu junub maka mandilah. (QS Al Maidah)

PUASA WAJIB DAN SUNNAH


A. PENGERTIAN
Kata shiyam atau puasa berasal dari kata shama-yashumu-shiyaman dengan
pengertian menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seksual sejak terbit
fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat ikhlas karena Allah semata.
Dalam kitab minhajul muslim terjemahan oleh Syeikh Abu Bakr Jabir al Jazairi hal
413 disebutkan bahwa Puasa menurut bahasa ialah menahan. Sedang puasa
menurut syariat ialah menahan dengan niat ibadah dari makanan dan minuman,
hubungan suami istri, dan semua yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar
hingga terbenam matahari.
B. MACAM-MACAM PUASA
1. Puasa Wajib
a. Puasa Ramadhan dan hukum melaksanakannya
Puasa dibulan Ramadhan adalah salah satu dari rukun islam yang lima. Maka
hukumnya Fardhu Ain, yakni setiap muslim yang memenuhi syarat wajib
melaksanakan puasa. Hal ini didasarkan pada firman Allah :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Q.S al
Baqarah:183).
Dan Sabda nabi Muhammad SAW yang artinya ;
Dan dirikanlah Islam itu atas lima perkara : persaksian bahwa tidak ada Tuhan
yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan
Allah, mendirikan Shalat, membayar Zakat, mengerjakan haji ke Baitullah dan Puasa
di bulan Ramadhan (HR. Bukhari Muslim).
Namun Allah membebankan kewajiban tersebut kepada orang yang telah
memenuhi syarat saja. Adapun orang yang di pandang memenuhi syarat
berdasarkan syariat islam adalah sebagai berikut :

a. Beriman/Islam (muslim-Mukmin)
b. Berakal sehat
c. Dewasa
d. Suci (dari haid dan Nifas)
e. Sanggup melakukan puasa
1) Cara-cara puasa wajib
a. Menentukan Awal dan Akhir Puasa.
Untuk menentukan awal dan akhir puasa ramadhan dapat dilakukan dengan caracara
Pertama, Ruyah, yaitu melihat dengan mata kepala atau menggunakan alat
tertentu terhadap wujudnya hilal (bulan tsabit) awal bulan.
Kedua, Hisab, yaitu menghitung posisi hilal dengan bantuan ilmu Falak/ Hisab
/Astronomi.
b. Niat pada malam harinya.
Hakikat niat adalah kesengajaan yang bergetar dalam hati untuk melakukan
sesuatu. Jadi bukan lafaz yang di ucapkan. Bahkan malafazkan niat adalah termasuk
perbuatan ghairu masyru (tidak dituntunkan), yang harus ditinggalkan. Makan
hendaklah niat puasa ramadhan sebelum terbit fajar. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya : Barang siapa sebelum fajar tidak menetapkan (niat) hendak puasa maka
tidak sah baginya puasanya (Riwayat Lima Ahli Hadits).
c. Makan sahur.
Disunnahkan pula dalam melakukan puasa ini makan sahur, yaitu makan pada
waktu sesudah lewat tengah malam dan disunnahkan untuk mengakhirkan sahur
ini.
d. Meninggalkan Segala Yang Membatalkan Puasa.
Selama meninggalkan puasa yaitu ddari terbit fajar sampai matahari terbenam
taanlah diri anda untuk tidak makan untuk tidak makan, minum dan berhubungan
badan suami istri hingga terbenam matahari.
e. Segera Berbuka ketika Maghrib.

Dan setelah matahari terbenam (Maghrib) bersegeralah berbuka berbuka. Sesuai


dengan hadits nabi yang artinya : orang yang paling aku cintai diantara umatumatku ialah orang yang segera berbuka (HR. Imam Turmuzi).
2) Orang-orang Yang Tidak Puasa dan Ketentuan-ketentuan Baginya:
a. Perempuan yang sedang dating bulan (haid) atau sedang nifas.
Aisyah berkata: saya haid dimassa rasulullah, maka kami disuruh mengqadha dan
tidak disuruh mengqadah shalat(HR. Bukhari & Muslim)
b. Orang yang sedang sakit atau sedang dalam perjalanan(pepergian jauh).
Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. (Al-Baqarah-184).
c. Orang yang sedang dalam keadaan terpaksa.
dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. (Al-Baqarah184).
3) Yang Membatalkan Puasa.
Ada dua macam hal-hal yang membatalkan puasa seseorang, yaitu : pertama yang
membatalkan puasa dan berakibat untuk mengqadha dihari yang lain sebanyak
yang ditinggalkan, dalam hal ini dikarnakan makan, minum, datang bulan (haid),
atau nifas. Dan yang kedua yang berakibat selain megqada juga harus atau wajib
membayar khafarat, hal ini disebabkan karena melakukan seksual suami istri
disiang hari dibulan ramadhan.
Membayar kafarat ialah menunaikan salah salah satu dari tiga pilihan berdasarkan
urutan prioritas sebagai berikut:
1. Membebaskan seorang budak
2. Puasa dua bulan berturut-turut
3. Memberi makan kepada 60 orang miskin sebanyak satu mud (setengh kilogram)
setiap orangnya.
b. Puasa Nazar
Puasa ini dilakukan untuk memenuhi janji kepada Allah yang telah diucapkanya.

Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah,
Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini. (Q.S
Maryam : 26)
c. Puasa Qadha
Puasa ini dilakukan apabila ada seseorang sedang melakukan puasa Ramadhan
kemudian melakukan hal-hal yang membatalkannya, maka ia wajib menggantinya
pada hari lain.
d. Puasa Kifarat (Tebusan)
Puasa yang wajib dilaksanakan oleh seseorang sebagai tebusan, Karena melanggar
suatu atuaran. Diantara contohnya yaitu: orang yang sengaja membatalkan puasa
dibulan Ramadhan dengan sengaja mengqadakan hubungan seksual dengan
istrinya. Puasa ini adalah sebagai pengganti karena ttidak mampu memerdekakan
budak.
e. Puasa ganti Rugi
Puasa yang harus dilakukan oleh seseorang yang tidak mampu melakukan suatu
perbuatan. Misalnya dalam hal orang berhaji, yang karena suatu alasaan sehingga
tidak dapat menjalaknan smua rukun ikhram, ia diharuskan puasa 3 hari sbagai
pengganti sedekah dan qurban menyeembelih binatang.(QS. Al-Baqarah:196)
2. Puasa Sunnat.
Adapun macam-macam puasa sunnah beserta keutamaannya masing-masing yaitu:
a. Puasa enam hari di bulan Syawal, baik dilakukan secara berturutan ataupun
tidak. Keutamaan puasa romadhon yang diiringi puasa Syawal ialah seperti orang
yang berpuasa selama setahun (HR. Muslim).
b. Puasa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, yang dimaksud adalah puasa di
sembilan hari yang pertama dari bulan ini, tidak termasuk hari yang ke-10. Karena
hari ke-10 adlah hari raya kurban dan diharomkan untuk berpuasa.
c. Puasa hari Arofah, yaitu puasa pada hari ke-9 bulan Dzuhijjah. Keutamaan: akan
dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang
(HR. Muslim). Yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah khusus untuk dosadosa kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan jalan bertaubat.
d. Puasa Muharrom, yaitu puasa pada bulan Muharrom terutama pada hari Assyuro.
Keutamaannya adalah bahwa puasa di bulan ini adalah puasa yang paling utama
setelah puasa bulan Romadhon (HR. Bukhori)

e. Puasa Assyuro. Hari Assyuro adalah hari ke-10 dari bulan Muharrom. Nabi
sholallohu alaihi wasssalam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari
Assyuro ini dan mengiringinya dengan puasa 1 hari sebelum atau sesudahnhya. Hal
ini bertujuan untuk menyelisihi umat Yahudi dan Nasrani yang hanya berpuasa pada
hari ke-10. Keutamaan: akan dihapus dosa-dosa (kecil) di tahun sebelumnya (HR.
Muslim).
f. Puasa Syaban. Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Syaban.
Keutamaan: bulan ini adalah bulan di mana semua amal diangkat kepada Robb
semesta alam (HR. An-Nasai & Abu Daud, hasan).
g. Puasa pada bulan Harom (bulan yang dihormati) yaitu bulan Dzulqadah,
Dzulhijjah, Muharrom, dan Rojab. Dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah
pada bulan-bulan tersebut termasuk ibadah puasa.
h. Puasa Senin dan Kamis. Namun tidak ada kewajiban mengiringi puasa hari Senin
dengan puasa hari Kamis atau sebaliknya. Keduanya merupakan hari di mana amalamal hamba diangkat dan diperlihatkan kepada Alloh.
i. Puasa tiga hari setiap bulan. Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari
putih (Ayyaamul Bidh) yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan. Sehingga tidaklah
benar anggapan sebagian orang yang menganggap bahwa puasa pada harai putih
adalah puasa dengan hanya memakan nasi putih, telur putih, air putih, dsb.
j. Puasa Dawud, yaitu puasa sehari dan tidak puasa sehari. Keutamaannya adalah
karena puasa ini adalah puasa yang paling disukai oleh Alloh (HR. Bukhori-Muslim).
C. HIKMAH PUASA
Adapun diantara hikmah puasa yaitu :
1. Untuk melatih disiplin spiritual (rohani),
2. Puasa menjadi dasar disiplin moral,
3. Nilai social ibadah puasa, dan
4. Sehat jasmani.

TAJHIZ AL-MAYIT.
Seorang muslim yang sudah meninggal harus diurus jenazahnya secara
terhormat. Merawat jenazah Hukumnya fardlu kifayah. Dan Yang terkenai hukum
wajib pertama kali adalah orang yang pertama kali melihat jenazah tersebut. Ada
beberapa hal yang perlu dilakukan bagi orang yang telah meninggal dunia, yaitu :
A. Hendaklah segera dipejamkan matanya, ditutup mulutnya, kemudian dilipatkan
kedua tangannya di atas badanya dan kedua kakinya diluruskan.
B. Hendaknya ditutup seluruh tubuhnya dengan kain dan jangan sampai terbuka
auratnya.
C. Memberitakan kepada sanak famili jenazah dan bagi orang yang mengetahuinya
hendaknya segera bertaziah di rumah duka.
Kewajiban Terhadap Jenazah
Kewajiban pengurusan jenazah bagi orang yang masih hidup adalah memandikan,
menggafankan, menyolatkan dan menguburkan. Kewajiban-kewajiban ini termasuk
fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam yang jika telah
dilaksanakan oleh sebagian mereka dianggap mencukupi. Tetapi jika diantara umat
Islam tidak ada yang melaksanakan maka umat Islam seluruh daerah itu berdosa
semua.
A. Memandikan Jenazah

Syarat-Syarat Jenazah Yang Harus Dimandikan


1. Jenazah itu mulim atau muslimah.
2. Badan atau anggota badannya masih ada walaupun hanya sebagain yang
tinggal.
3. Jenazah itu bukan mati syahid (mati dalam perang membela Islam).
Rasulullah SAW bersabda : Dari Jabir ra, sesungguhnya Nabi SAW telah
memerintahkan sehubungan orang-prang yang gugur dalam perang uhud supaya
mereka dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak pula
dishalatkan. (HR. Al-Bukhari).
B. Cara Memandikan Jenazah
1. Jenazah ditempatkan di tempat yang terlindung dari panas matahari, hujan atau
pandangan orang banyak. Jenazah diletakkan pada tempat yang lebih tinggi seperti
dipan/balai. Tidak dipangku seperti dalam kebanyakan daerah yang berlaku.
2. Jenazah diberi pakaian basahan misalnya sarung supaya auratnya tertutup.
Yang memandikan hendaknya memakai sarung tangan.
3. Air untuk memandikan jenazah disunnahkan diberi daun bidara atau sesuatu
yang dapat menghilangkan daki seperti sabun atau yang lain. Sebagian dari air ada
yang dicampur dengan kapur barus untuk digunakan sebagai siraman terakhir.
4. Jenazah yang akan dimandikan dibersihkan terlebih dahulu dari najis yang
melekat pada anggota badannya.
5. Kotoran yang mungkin ada di dalam perut jenazah dikeluarkan dengan cara
menekan perutnya secara berhati-hati kemudian disucikan dengan air. Kotoran yang
ada pada kuku jari-jari tangan dan kaki termasuk kotoran yang ada di mulut atau
gigi juga dibersihkan.
6. Menyiramkan air ke seluruh tubuh jenazah sampai merata dari kepala hingga ke
ujung kaki dengan cara membaringkan jenazah ke kiri ketika membasuh anggota
yang kanan dan membaringkan badannya ke kanan ketika membasuh anggota
badannya yang kiri.
Serangkaian kegiatan ini dihitung satu kali basuhan dalam memandikan jenazah.
Sedangkan untuk memandikan jenazah disunnahkan 3 kali atau 5 kali. Basuhan
terakhir dengan menggunakan air yang dicampur dengan kapur barus. Dalam
memandikan jenazah disunnahkan mendahulukan anggota wudhu dan anggota

badan sebelah kanan.


Rasulullah SAW bersabda : Dari Ummi Athiyah ra, Nabi SAW telah masuk kepada
kami ketika kami memandikan putri beliau kemudian bersabda : Mandikanlah ia
tiga kali atau lima kali atau lebih jika kamu pandang baik lebih dari itu dengan air
dan daun bidara, dan basuhlah yang terakhir dicampur dengan kapur barus. (HR.
Al-Bbukhari dan Muslim). Pada riwayat lain : Mulailah dengan bagian badannya
yang kanan dan anggota wudhu dari jenazah tersebut.
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda mengenai orang yang
mati terjatuh dari kendaraannya yaitu : Mandikanlah ia dengan air dan daun
bidara. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Orang Yang Berhak Memandikan Jenazah
Jika jenazah itu laki-laki, maka yang memandikannya harus orang laki-laki, kecuali
istri dan mahramnya. Demikian juga jika jenazah itu wanita, maka yang
memandikannya harus wanita, kecuali suami dan mahramnya. Jika suami dan
mahramnya semuanya ada, maka suami lebih berhak memandikan istrinya,
demikian juga jika istri dan mahramnya semuanya ada, maka istri lebih berhak
memandikan suaminya.
Jika yang meninggal seorang laki-laki dan di tempat itu tidak ada orang lak-laki, istri
maupun mahramnya, maka jenazah itu cukup ditayamumkan saja, tidak
dimakndikan oleh wanita lain. Demikian juga bila yang meninggal seorang wanita
dan di tempat itu tidak ada suami atau mahramhya, maka jenzah cukup
ditayamumkan saja. Jika jenazah itu masih anak-anak, baik laki-laki atau wanita,
maka yang memandikannya boleh dari kaum laki-laki atau wanita.

C. Mengkafani Jenazah
Yang dimaksud mengafani jenazah adalah membungkus jenazah dengan kain. Kain
kafan dibeli dari harta peninggalan mayat. Jika mayat tidak meninggalkan harta,
maka kain kafan menjadi tanggungan orang yang menanggung nafkahnya ketika ia
masih hidup. Jika yang menanggung nafkahnya juga tidak ada, maka kain kafan
menjadi tanggungan kaum muslimin yang mampu.
Kain untuk mengkafani jenazah paling sedikit satu lembar yang dapat menutupi
seluruh tubuh mayat baik laki-laki maupun perempuan. Bagi yang mampu
disunnahkan untu mayat laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain tanpa baju dan
sorban, sedangkan untuk mayat wanita disunnahkan lima lapis kain masing-masing

untuk kain panjang (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung atau semacam cadar
dan sehelai kain yang menutupi seluruh tubuhnya.
Kain kafan diutamakan yang berwarna putih, tetapi jika tidak ada, warna apapun
diperbolehkan dan diberi kapur barus dan harum-haruman.
Dari Aisyah ra, Rasulullah SAW telah dikafani dengan tiga lapis kain yang putih
bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada di dalamnya baju maupun sorban. (HR. AlBukhari dan Muslim).
Dari Laila binti Qanif ra, ia berkata : Saya adalah seorang yang ikut memandikan
Ummu Kultsum binti Rasulullah SAW ketika wafatnya. Yang mula-mula diberikan
oleh Rasulullah pada kamu adalah kain basahan, kemudian baju, kemudian tutup
kepala, kemudian kerudung (semacam cadar) dan sesudah itu dimasukkan dalam
kain yang lain (yang menutupi sekalian tubuhnya). (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Rasulullah SAW bersabda : Pakailah kain kamu yang putih, karena sesungguhnya
sebaik-baik kain adalah kain yang putih dan kafanilah oleh kamu dengan kain yang
putih itu. (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
D. Menguburkan Jenazah
Jenazah dikuburkan setelah dishalatkan. Menguburkan jenazah ini hendaknya
disegerakan karena sesuai dengan sabda Nabi SAW : Dari Abu Hurairah ra,
Rasulullah SAW bersabda : Segeralah membawa jenazah, karena jika ia orang yang
shaleh maka kamu menyegerakannya kepada kebaikan, dan jika ia bukan orang
shaleh maka supaya kejahatan itu terbuang dari tanggunganmu. (HR. Jamaah).
Jenazah hendaknya dipikul oleh empat orang dan diantarkan oleh keluarga dan
teman-temannya sampai ke pemakaman. Dari Ibnu Masud ra, ia berkata : Siapa
yang menghantarkan jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru
keranda, karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan sunnah (peraturan
Nabi SAW). (HR. Ibnu Majah).

Langkah-Langkah Pemakaman Jenazah

1. Mula-mula digali liang kubur sepanjang badan jenazah dengan lebar satu meter
dan dalam lebih kurang dua meter. Di dasar lubang dibuat liang lahat miring ke
kiblat kira-kira muat mayat, atau jika tanahnya mudah runtuh dapat digali liang
tengah. Dengan demikian binatang buas tidak dapat membongkarnya atau jika

mayat membusuk tidak tercium baunya. Dari Amir bin Saad ia berkata :
Buatkanlah untuk saya lubang lahat dan pasanglah di atasku batu bata
sebagaimana dibuat untuk kubur Rasulullah SAW. (HR. Ahmad dan Muslim).
2. Jenazah yang telah sampai di kubur dimasukkan ke dalam liang lahat itu dengan
miring ke kanan dan menghadap kiblat. Pada saat meletakkan jenazah hendaklah
dibacakan lafazh : Bismillah wa alaa millati rasulillaah (Dengan nama Allah dan
atas agama Rasulullah SAW). (HR. At-Turmudzi dan Abu Dawud).
3. Semua tali pengikat kain kafan dilepas, pipi kanan dan ujung kaki diletakkan pada
tanah. Setelah itu liang lahat atau liang tengah ditutup dengan papan atau kayu
atau bambu, kemudian di atasnya ditimbun dengan tanah sampai galian lubang
rata, dan ditinggikan dari tanah biasa. Di atas arah kepala diberi tanda batu nisan.
Sesungguhnya Nabi SAW telah meninggikan kubur putra beliau Ibrahim kira-kira
sejengkal. (HR. Al-Baihaqi).
4. Meletakkan pelepah yang masih basah sesuai dengan hadits dari Ibnu Abbas
atau meletakkan kerikil di atas kubur dan menyiramnya dengan air. Dari Jafar bin
Muhammad, dari bapaknya, sesungguhnya Nabi SAW telah menaruh batu-batu kecil
di atas kubur putra beliau Ibrahim. (HR. Asy-Syafii).
5. Mendoakan dan memohonkan ampunan untuk mayit. Dari Utsman ra, adalah
Nabi SAW apabila telah selesai menguburkan mayat, beliau berdiri di atasnya dan
bersabda : Mohonkanlah ampnan untuk saudaramu dan mintalah untuknya supaya
diberi ketabahan karena sesungguhnya ia sekarang sedang ditanya. (HR. Abu
Dawud dan disahkan oleh Al-Hakim).
Hal-Hal Yang Bersangkutan Dengan Harta Mayit
Harta peninggalan mayit haruslah ditasharufkan sesuai dengan urutan prioritas
berikut ini :
a) Pembiayaan penyelenggaraan jenazah.
b) Penyelesain hutang-hutang.
c) Pelaksanaan wasiat.
d) Pembagian harta waris kepada ahli waris.
Pembiayaan Penyelenggaraan Jenazah.
Bagi jenazah yang meninggalan harta peninggalan, maka prioritas utama
penggunaannya adalah untuk keperluan pembiayaan jenazah berupa :
A. Pembelian kain kafan, sabun, minyak wangi, kapur barus, dan lain-lain.
B. Pembelian papan, penggalian kubur dan biaya penguburan lainnya.

Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya, jika terjadi musibah


kematian, hendaknya di rumah itu tidak menyelenggarakan makan-makan, atau
mengambil harta peninggalan untuk menjamu orang-orang yang datang bertaziah.
Bahkan Nabi SAW menganjurkan kepada orang-orang yang datang bertaziah
membawa makanan untuk keluarga yang terkena musibah.
Rasululloh bersabda : Dari Ubadillah bin Jafar ra, ia berkata : Ketika databng berita
meninggalnya Jafar karena terbunuh, Nabi SAW bersabda : Buatkanlah makanan
untuk keluarga Jafar karena sesungguhnya mereka sedang menderita kesusahan
(kekalutan fikiran). (HR. Lima ahli hadits kecuali An-Nasai).
Penyelesaian Hutang
Setelah harta peninggalan diambil untuk biaya pengurusan jenazah, maka harta
peninggalan lainnya untuk melunasi hutang-hutang, yaitu :
A. Hutang kepada Allah berupa kemungkinan ada nadzar yang belum dilaksanakan,
zakat baik zakat firah maupun zakat harta, ibadah haji yang belum ditunaikan
padahal ia telah mampu dan lain-lain. Rasulullah SAW bersabda : Hutang kepada
Allah itu lebih berhak untuk dibayar. (HR. Ibnu Abbas).
B. Hutang kepada sesama manusia harus segera diselesaikan supaya mayat segera
terbebas dari hutang yang belum dibayar. Dalam hal ini ahli waris si mayat harus
berusaha menanyakan kepada sanak famili dan teman-temannya jika di antara
mereka ada yang dihutangi oleh almarhum/almarhumah semasa masih hidup.
Rasululloh bersabda : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW telah bersabda : Diri
seorang mumin itu bergantung (tidak sampai ke hadirat Allah SWT) karena
hutangnya, sehiungga dibayar terlebih dahulu hutangnya itu (oleh sanak familinya
yang masih hidup). (HR. Ahmad dan At-Turmudzi).
Apabila mayat tidak mempunyai harta untuk melunasi hutangnya atau harta
penninggalannya tidak mencukupinya, maka hutang mayat menjadi tanggungan
ahli warisnya.
Rasululloh bersabda : Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda : Hutang itu ada
dua macam, maka siapa yang meninggal dunia dan ia berniat untuk melunasinya
maka saya walinya (yang akan mengurusnya), dan siapa yang meninggal dan tidak
ada niat untuk melunasinya maka yang demikian itu pembayarannya akan diambil
dari kebaikannya, karena pada hari ini tidak ada emas dan tidak ada perak. (HR. AtThabrani).

Pelaksanaan Wasiat.
Jika mayat meninggalkan wasiat dan harta peninggalan masih ada, maka harus
dipenuhi. Wasiat yang harus dipenuhi ialah yang tidak melebihi sepertiga harta
peninggalannya. Alloh berfirman : Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar utangnya. (QS. An-Nisaa : 11). Dalam hadits disebutkan : Dari
Ibnu Abbas ra, ia berkata : Alangkah baiknya jika manusia mengurangi wasiatnya
dari sepertiga menjadi seperempat, karena Rasulullah SAW bersabda : Wasiat itu
sepertiga, sedang sepertiga itu sudah banyak. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Pembagian Harta Waris Kepada Ahli Waris.
Pembagian harta waris dilakukan setelah dikeluarkan biaya pengurusan jenazah,
penyelesaian hutang dan wasiat. Pembagian harta waris haruslah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan ilmu faraidh. Rasululloh bersabda : Dari Ibnu Abbas ra, ia
berkata : Rasulullah SAW bersabda : Berikanlah bagian-bagian warisan itu kepada
ahlinya, maka kelebihannya diberikan kepada orang yang lebih utama (dekat), yaitu
orang laki-laki yang paling dekat dengan yang meninggal. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
Anak-anak yang ditinggal mati orang tuanya harus dipelihara oleh keluarga yang
dekat, dicukupi kebutuhannya, diperhatikan pendidikannya dan jangan sampai
terlantar. Mereka yang tidak mempunyai saudara maka yang berkewajiban
mengurusnya adalah kaum muslimin yang mampu. Mengurus anak yatim ini
hukumnya fardhu kifayah.
Alloh berfirman : Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah:
Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik. (QS. Al-Baqarah : 220).
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik
anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. Al-Maaun
: 1-3).

Anda mungkin juga menyukai