BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1.
Pengertian
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu
gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius
akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram.
Terbentang
pada
vertebrata
lumbalis
dan
di
belakang
lambung.
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan
yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk
usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
1) Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.
2) Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersamasama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau langerhans
manusia mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
a. Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin
like activity
b. Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80%, membuat insulin
c. Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat
pelepasan
insulin
dan
glukagon
(Tambayong, 2001).
b. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,
adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin
dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai
glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica,
setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar
glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai
glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar
glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi
hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glukagon sangat penting
pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan
merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase.
Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun
maka glukoneogenesis akan lebih aktif.
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan
oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara
lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja insulin
yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu
glukosa darah masuk kedalam sel.
1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu
mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.
c. Anatomi kulit Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16
% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 1,9
meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari
letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium
minus dan kulit bagian medikal lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada
telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
1) Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, langerhans
dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh,
paling tebal terletak pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis
hanya
sekitar
dari
seluruh
ketebalan
kulit.
paling
tebal
pada
telapak
kaki
sekitar
mm.
menunjang
suplai
darah
ke
dermis
untuk
regenerasi.
Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang
raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung
jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses
keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa
bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah
kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian
tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara
mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada
temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian
akan mempertahankan panas. Luka dapat terjadi pada trauma, pembedahan,
neuropatik, vaskuler, penekanan dan keganasan Luka diklasifikasikan dalam 2
bagian :
a) Luka akut : merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat
penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi
komplikasi.
b) Luka kronik : luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali
(rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita.
3. Penyebab
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor
endogen dan ekstrogen.
a. Faktor endogen
1) Genetik, metabolik.
2) Angiopati diabetik.
3) Neuropati diabetik.
b. Faktor ekstrogen
1) Trauma.
2) Infeksi.
3) Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan
ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada
jarak tertentu.
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan
nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar
sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus
Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan
infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).
4. Patofisiologi
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis
dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.
Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin
dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah
kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya
trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi
resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang
inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun
yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya,
(Anonim 2009).
5. Manifestasi Klinik
Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti claw,callus .
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah
a. Pemeriksaan fisik
1)
Inspeksi
b. Pemeriksaan fisik
1) Penting pada neuropati untuk cegah ulkus
2) Nilon monofilament 10 G
3) Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa
4) Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%), sensitifitas
(83%).
c. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial index
(ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis dengan tekanan
sistolik lengan.
d. Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis
e. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
7. Penatalaksanaan Medik
a. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan
Diabetes Mellitus meliputi:
1) Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
a) Pemicu sekresi insulin.
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
c) Penghambat glukoneogenesis.
d) Penghambat glukosidase alfa.
e) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
5) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan
respon
kadar
glukosa
darah.
b. Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara
lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan
ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan
larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.
Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap
kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan
terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar
glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari
terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus
Diabetik:
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa
darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
2. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan
pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
c. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
d. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri.
e. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya
anemia
dan
hipoalbuminemia
akan
berpengaruh
dalam
proses
membantu
mengontrol
gula
darah.
Sebaliknya
penderita
dengan
berjalan,
kram
otot
IM
akut
Pusing,
sakit
kepala,
gangguan
penglihan
abdomen
pembelajaran
modifikasi
faktor-faktor
resiko
berupa
pemeriksaan
kadar
gula
darah
untuk
mengetahui
perkembangan penyakit.
c. Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
1) Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
2) Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri.
3) Elspresi wajah klien rileks
4) Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 37,5 0C,
N: 60 80 x /menit, T : 120/80mmHg, RR : 18 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
e. Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Berat badan dan tinggi badan ideal.
2) Pasien mematuhi dietnya.
3) Kadar gula darah dalam batas normal.
4) Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia
Rencana Tindakan :
1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4) Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun, pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
f. Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar
gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
1) Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C )
Rasional
Agar
perawat
dapat
memberikan
penjelasan
dengan
dalam
memberikan
penjelasan
jika
ada/memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang
telah diberikan.
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis.
4. Evaluasi
Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi
yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. Evaluasi merupakan tahap
terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil
yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan
dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh
mana tujuan tercapai:
a) Berhasil prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
b) Tercapai sebagian pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
c) Belum tercapai pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan
sesuai
dengan
pernyataan
tujuan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulkus Diabetikum adalah Ulkus diabetik merupakan komplikasi kronik
dari diabetes melitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya ulkus diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah.(Zaidah, 2005).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ulkus diabetikum adalah faktor endogen
(genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati diabetik) dan faktor estrogren (trauma,
infeksi, obat). Ada dua teori tentang patofisiologi ulkus diabetikum, yaitu teori sorbitol
(penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu, dapat mentransport glukosa
tanpa insulin) dan teori glikosilasi (glikosilasi pada semua protein, terutama yang
mengandung senyawa lisin). Manifestasi klinik untuk ulkus diabetikum adalah 1. secara
IV (pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh
kaki).
B. Saran
1. Untuk klien diharapkan mengontrol gula darah dan control ke dokter atau rumah sakit
setiap bulan dengan teratur, melakukan perawatan luka, memperhatikan pola makan,
olahraga dan minum obat dengan teratur.
2. Untuk perawat ruangan agar masalah yang teratasi sebagian dapat melanjutkan
intervensi keperawatan selanjut nya, sehingga klien sembuh guna mencapai
keberhasilan perawatan dan pengobatan.
3. Untuk institusi pendidikan diharapkan dapat melengkapi atau menambah buku-buku
yang berkaitan dengan penentuan kriteria hasil, waktu dan tujuan sehingga mahasiswa
memperoleh kemudahan dalam penyusunan makalah ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC
Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC
Nurlatifah, Gita (2010). Makalah Ilmiah: Asuhan Keperawatan pada klien dengan Diabetes
Mellitus. Jakarta: tidak dipublikasikan