Anda di halaman 1dari 21

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus Diabetikum

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ULKUS DIABETIKUM


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ulkus diabetikum, sesuai dengan namanya, adalah ulkus yang terjadi pada kaki
penderita diabetes dan merupakan komplikasi kronik yang diakibatkan oleh penyakit
diabetes itu sendiri. Diabetes Melitus (DM) memiliki berbagai macam komplikasi kronik
dan yang paling sering dijumpai adalah kaki diabetik (diabetic foot). Di Amerika Serikat,
penderita kaki diabetik mendekati angka 2 juta pasien dengan diabetes setiap tahunnya.2
Sekitar 15% penderita DM di kemudian hari akan mengalami ulkus pada kakinya.
Insiden ulkus diabetikum setiap tahunnya adalah 2% di antara semua pasien dengan
diabetes dan 5 7,5% di antara pasien diabetes dengan neuropati perifer. Meningkatnya
prevalensi diabetes di dunia menyebabkan peningkatan kasus amputasi kaki karena
komplikasi diabetes.
Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada
penyandang diabetes setiap tahunnya. Ini berarti, setiap 30 detik ada kasus amputasi kaki
karena diabetes di seluruh dunia. Sebanyak 85% amputasi pada ekstremitas bawah pada
pasien diabetes didahului oleh ulkus pada kaki. Oleh sebab itu, pencegahan dan
manajemen yang tepat dari lesi-lesi kaki merupakan hal yang terpenting. Ulserasi
disebabkan oleh interaksi beberapa faktor, tetapi terutama adalah neuropati.
B. Tujuan penulisan
1) Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dalam melakukan asuhan keperawatan Ulkus
Diabetikum.
2) Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran asuhan keperawatan
meliputi:
a. Pengkajian pada klien dengan Ulkus Diabetikum.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan ulkus diabetikum.
c. Membuat rencana keparawatan pada klien dengan ulkus diabetikum. Mampu
melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan ulkus diabetikum.
d. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan ulkus
diabetikum

e. . Menyebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam asuhan keperawatan


pada klien dengan ulkus diabetikum.
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam makalah ini adalah metode deskriptif yaitu
menggambarkan secara langsung melalui pendekatan proses keperawatan dengan cara
teknik pengumpulan data seperti wawancara, pemeriksaan fisik, kolaborasi dengan tim
kesehatan yang lain serta data dari catatan medik klien.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1.

Pengertian

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu
gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus

Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius
akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram.
Terbentang

pada

vertebrata

lumbalis

dan

di

belakang

lambung.

Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan
yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk
usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
1) Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.
2) Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersamasama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau langerhans
manusia mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
a. Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin
like activity
b. Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80%, membuat insulin
c. Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat

pelepasan

insulin

dan

glukagon

(Tambayong, 2001).
b. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,
adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin
dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai
glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica,

setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar
glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai
glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar
glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi
hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glukagon sangat penting
pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan
merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase.
Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun
maka glukoneogenesis akan lebih aktif.
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan
oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara
lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja insulin
yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu
glukosa darah masuk kedalam sel.
1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu
mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.
c. Anatomi kulit Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16
% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 1,9
meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari
letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium
minus dan kulit bagian medikal lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada
telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
1) Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, langerhans
dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh,
paling tebal terletak pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis

hanya

sekitar

dari

seluruh

ketebalan

kulit.

Fungsi Epidermis : proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan


sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi ( melanosit) dan
pengenalan allergen ( sel langerhans ).
2) Dermis
Merupakan bagian yang paling penting dikulit yang sering dianggap
sebagai True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis
dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi,
yang

paling

tebal

pada

telapak

kaki

sekitar

mm.

Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu :


a) Lapisan papiler : tipis mengandung jaringan ikat jarang.
b) Lapisan retikuler : tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Fungsi dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai
nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.
3) Subkutis
Merupakan lapisan dibawah dermis atau hypodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi

menunjang

suplai

darah

ke

dermis

untuk

regenerasi.

Fungsi Subkutis / hypodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,


cadangan kalori control bentuk tubuh dan mechanical shock absorver.
4) Vaskularisasi kulit
Arteri yang member nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis selain itu antara dermis dan jaringan
subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla
dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena.
d. Fisiologi kulit. Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,
sebagaibarier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan
metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit,
trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen.

Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang
raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung
jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses
keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa
bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah
kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian
tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara
mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada
temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian
akan mempertahankan panas. Luka dapat terjadi pada trauma, pembedahan,
neuropatik, vaskuler, penekanan dan keganasan Luka diklasifikasikan dalam 2
bagian :
a) Luka akut : merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat
penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi
komplikasi.
b) Luka kronik : luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali
(rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita.
3. Penyebab
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor
endogen dan ekstrogen.
a. Faktor endogen
1) Genetik, metabolik.
2) Angiopati diabetik.
3) Neuropati diabetik.
b. Faktor ekstrogen
1) Trauma.
2) Infeksi.
3) Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau

menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan
ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada
jarak tertentu.
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan
nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar
sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus
Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan
infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).
4. Patofisiologi
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis
dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.
Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin
dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah
kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya
trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi
resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang
inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun
yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya,
(Anonim 2009).
5. Manifestasi Klinik

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun


nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya
teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan
pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
1) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
2) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
3) Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
4) Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti claw,callus .
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah
a. Pemeriksaan fisik
1)

Inspeksi

Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun, sehingga


kulit kaki kering, pecah, rabut kaki / jari (-), kalus, claw toe
Ulkus tergantung saat ditemukan ( 0 5 )
2) Palpasi
a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
b) Klusi arteri dingin,pulsasi ( )
c) Ulkus :kalus tebal dank eras.

b. Pemeriksaan fisik
1) Penting pada neuropati untuk cegah ulkus
2) Nilon monofilament 10 G
3) Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa
4) Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%), sensitifitas
(83%).

c. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial index
(ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis dengan tekanan
sistolik lengan.
d. Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis
e. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
7. Penatalaksanaan Medik
a. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan
Diabetes Mellitus meliputi:
1) Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
a) Pemicu sekresi insulin.
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
c) Penghambat glukoneogenesis.
d) Penghambat glukosidase alfa.

e) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
5) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan

respon

kadar

glukosa

darah.

b. Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara
lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan
ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan
larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.
Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap
kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan
terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar
glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari
terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus
Diabetik:
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa
darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
2. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan
pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
c. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
d. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri.
e. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya

anemia

dan

hipoalbuminemia

akan

berpengaruh

dalam

proses

penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin


diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren
diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula
darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi
dapat

membantu

mengontrol

gula

darah.

Sebaliknya

penderita

dengan

hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol


gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
f. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan
sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki
harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan
karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi
trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat
luka.
g. Tindakan Bedah
h. Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan
atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2) Derajat I V : pengelolaan medik dan bedah minor.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus

bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh


fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak

berjalan,

Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma


b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki,

kram

otot

IM

akut

Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung


c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
d. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
e. Neurosensori
Gejala

Pusing,

sakit

kepala,

gangguan

Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang


f. Nyeri / kenyamanan
Gejala
:
Nyeri
tekan

penglihan

abdomen

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi


g. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn
h. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
i. Penyuluhan
/

pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, hipertensi


2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori mnurut (Carpenito, Lyna juall.
2000).
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan
d. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.

e. Ganguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake makanan yang kurang.
f. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya
kadar gula darah.
g. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
h. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3. Fokus Intrvensi dan Rasional
a. Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke
daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
1) Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2) Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosi.
3) Kulit sekitar luka teraba hangat.
4) Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
5) Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
3) Ajarkan
tentang

modifikasi

faktor-faktor

resiko

berupa

Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan


merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan

gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan


pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b. Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
1) Berkurangnya oedema sekitar luka.
2) Pus dan jaringan berkurang
3) Adanya jaringan granulasi.
4) Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan
Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan
akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya
2) Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati
Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi
luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul,
sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan,

pemeriksaan

kadar

gula

darah

untuk

mengetahui

perkembangan penyakit.
c. Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
1) Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
2) Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri.
3) Elspresi wajah klien rileks
4) Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 37,5 0C,
N: 60 80 x /menit, T : 120/80mmHg, RR : 18 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.

Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.


2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3) Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat
rasa nyeri.
4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan
pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6) Lakukan massage saat rawat luka.
Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.
7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
8) Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
d. Diagnosa no. 4
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal
Kriteria Hasil :
1) Pergerakan paien bertambah luas
2) Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk,
berdiri, berjalan ).
3) Rasa nyeri berkurang.
4) Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
Rencana tindakan :
1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesuai
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.

5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
e. Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Berat badan dan tinggi badan ideal.
2) Pasien mematuhi dietnya.
3) Kadar gula darah dalam batas normal.
4) Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia
Rencana Tindakan :
1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4) Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun, pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
f. Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar
gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
1) Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C )

3) Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.


Rencana tindakan :
1) Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi
dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri
selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk
mencegah infeksi kuman.
3) Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan
daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan
sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan akan
lebih cepat.
g. Diagnosa no. 7
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil:
1) Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2) Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan
yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan
gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat
perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
2) Kaji latar belakang pendidikan pasien.

Rasional

Agar

perawat

dapat

memberikan

penjelasan

dengan

menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai


tingkat pendidikan pasien.
3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada
pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga
tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4) Jelasakan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan
libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secara langsung dalam
tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya
berkurang.
5) Gunakan gambar-gambar

dalam

memberikan

penjelasan

jika

ada/memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang
telah diberikan.
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis.
4. Evaluasi
Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi
yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. Evaluasi merupakan tahap
terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil
yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan
dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh
mana tujuan tercapai:
a) Berhasil prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
b) Tercapai sebagian pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.

c) Belum tercapai pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan

sesuai

dengan

pernyataan

tujuan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulkus Diabetikum adalah Ulkus diabetik merupakan komplikasi kronik
dari diabetes melitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya ulkus diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah.(Zaidah, 2005).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ulkus diabetikum adalah faktor endogen
(genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati diabetik) dan faktor estrogren (trauma,
infeksi, obat). Ada dua teori tentang patofisiologi ulkus diabetikum, yaitu teori sorbitol
(penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu, dapat mentransport glukosa
tanpa insulin) dan teori glikosilasi (glikosilasi pada semua protein, terutama yang
mengandung senyawa lisin). Manifestasi klinik untuk ulkus diabetikum adalah 1. secara

akut : pain (nyeri), paleness (kepucatan), paresthesia (kesemutan), pulselessness (denyut


nadi hilang), paralysis (lumpuh) 2. sumbatan kronik : stadium I (asimptomatis atau
gejala tidak khas (kesemutan)), stadium II (terjadi klaudikasio intermiten), stadium III
(timbul nyeri saat istitrahat), stadium IV (terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia
(ulkus)) 3. menurut berat ringannya : derajat 0 (tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh
dengan kemungkinan disertai dengan kelainan bentuk kaki claw,callus), derajat I
(ulkus superficial terbatas pada kulit), derajat II (ulkus dalam, menembus tendon atau
tulang), derajat III (abses dalam dengan atau tanpa osteomilitas), derajat IV (ulkus pada
jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitas), derajat V (ulkus pada seluruh kaki
atau sebagian tungkai).
Pemeriksaan dignostik yang dapat dilakukan pada ulkus diabetikum yaitu
pemeriksaan fisik (inspeksi dan palpasi), pemeriksaan sensorik, pemeriksaan vaskuler,
pemeriksaan radiologis (subkutan, benda asing, osteomielisis), pemerisaan lab
(darah,urin,kultur pus). Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada ulkus
diabetikum yaitu 1. pengendalian DM (langkah awal penanganan pasien ulkus
diabetikum adalah dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes
secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan ulkus diabetikum juga menderita
malnutrisi, penyakit ginjal kronis dan infeksi kronis) 2. strategi pencegahan (edukasi
kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki serta pengunaan alas kaki yang dapat
melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh menggunakan sepatu hanya saja
sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak. Perawatan kuku yang
dianjurkan pada penderita resiko tinggi adalah kuku harus dipotong secara tranversal
untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak jaringan sekitar), 3.
penanganan ulkus diabetikum : tingkat 0 ( penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi
kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan cara pencegahan), tingkat I (memerlukan
debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksi usus, perawatan lokal luka dan
pengurangan beban), tingkat II (memerlukan debrimen antibiotik yang sesuai dengan
hasil kultur, perawatan luka dan pengurangan beban yang lebih berarti), tingkat III
(memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi
yang lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur), tingkat

IV (pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh
kaki).
B. Saran
1. Untuk klien diharapkan mengontrol gula darah dan control ke dokter atau rumah sakit
setiap bulan dengan teratur, melakukan perawatan luka, memperhatikan pola makan,
olahraga dan minum obat dengan teratur.
2. Untuk perawat ruangan agar masalah yang teratasi sebagian dapat melanjutkan
intervensi keperawatan selanjut nya, sehingga klien sembuh guna mencapai
keberhasilan perawatan dan pengobatan.
3. Untuk institusi pendidikan diharapkan dapat melengkapi atau menambah buku-buku
yang berkaitan dengan penentuan kriteria hasil, waktu dan tujuan sehingga mahasiswa
memperoleh kemudahan dalam penyusunan makalah ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC
Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC
Nurlatifah, Gita (2010). Makalah Ilmiah: Asuhan Keperawatan pada klien dengan Diabetes
Mellitus. Jakarta: tidak dipublikasikan

Anda mungkin juga menyukai