Golongan Transaksi
Akun
Fungsi Bisnis
Perolehan
Pengeluaran Kas
Persediaan
Properti Pabrik
dan Peralatan
Beban dibayar di
muka
Hutang usaha
Beban
manufaktur
Beban penjualan
Beban
administrasi
Pemrosesan order
pembelian
Permintaan pembelian
Order Pembelian
Kas di bank
Hutang usaha
Potongan
pembelian
Pemrosesan dan
pencatatan
pengeluaran kas
Laporan penerimaan
Jurnal perolehan
Laporan ikhtisar perolehan
Faktur dari pemasok
Nota debit
Surat bukti/bon
Berkas induk hutang usaha
Neraca saldo hutang usaha
Rekening pemasok
Cek
Jurnal pengeluaran kas
Laporan penerimaan barang (receiving report); adalah dokumen yang dibuat pada saat
barang berwujud diterima yang menunjukkan deskripsi tentang barang, jumlah yang diterima,
tanggal penerimaan, dan data lain yang relevan. Penerimaan barang dan jasa dalam kegiatan
operasi normal perusahaan menunjukkan tanggal saat mana biasanya klien mengakui adanya
kewajiban karena perolehan tersebut.
Pengendalian Intern; kebanyakan perusahaan mempunyai bagian penerimaan barang yang
bertugas membuat laporan penerimaan sebagai bahan bukti bahwa barang sudah diterima dan
diperiksa. Biasanya sebuah rangkapan dikirim ke bagian gudang dan rangkapan lain diberikan ke
bagian hutang usaha untuk informasi yang mereka perlukan. Untuk mencegah terjadinya
pencurian dan penyalahgunaan, penting bahwa barang tersebut diawasi secara fisik sejak saat
penerimaan sampai penggunaannya. Pegawai di bagian penerimaan harus independen dari
bagian gudang dan akuntansi. Akhirnya, catatan akuntansi seharusnya memindahkan tanggung
jawab barang tersebut dari bagian penerimaan ke gudang dan selanjutnya duri gudang ke pabrik.
Pengakuan Kewajiban
Pengakuan kewajiban yang memadai untuk setiap penerimaan barang dan jasa
mengharuskan pencatatan yang akurat dan tepat.
Jurnal perolehan (acquisition journall); adalah jurnal untuk mencatat transaksi perolehan.
Jurnal perolehan yang rinci meliputi maaing-masing transaksi perolehan. Biasanya mencakup
beberapa klasifikasi untuk kebanyakan jenis perolehan yang signifikan, seperti pembelian
persediaan; perbaikan dan pemeliharaan, perlengkapan, ayat pembukuan ke hutang usaha, dan
aneka debet dan kredit.
Laporan ikhtisar perolehan (.summary acquisition report); adalah dokumen yang dihasilkan
komputer yang mengikhtisarkan perolehan untuk satu periode. Laporan ini biasanya berisi
informasi yang dianalisis berdasarkan komponen kunci seperti klasilikasi akun, jenis persediaan,
dan divisi.
Faktur pemasok (vendor invoice); adalah dokumen yang menunjukkan hal-hal seperti
deskripsi dan jumlah barang dan jasa yang diterima, harga termasuk ongkos angkut, syarat
potongan tunai, dan tanggal penerimaan kas.
Nota debet (debet note) adalah dokumen yang menunjukkan pengurangan jumlah yang
menjadi hak pemasok karena pengembalian barang atau pengurangan harga.
Voucher; adalah dokumen yang seringkali digunakan oleh berbagai organisasi sebagai
sarana formal pencatatan dan pengendalian perolehan. Voucher berisi nama vendor, jumlah
kewajiban dan tanggal pembayaran. Voucher meliputi lembar sampul atau map yang diisi
dokumen atau paket dokumen yang relevan seperti
order
pengepakan, laporan penerimaan barang, dan faktur pemasok. Setelah pembayaran, rangkapan
cek ditambahkan ke paket voucher. Voucher merupakan alat pengendalian perusahaan sebagai
otorisasi atas pencatatan dan pembayaran kewajiban
Berkas induk hutang usaha (account payable master file); adalah berkas untuk mencatat
perolehan individual, pengeluaran kas, dan retur dan pengurangan harga perolehan untuk
masing-masing pemasok. Total dari saldo akun individual dalam berkas induk sama dengan total
saldo hutang usaha dalam buku besar.
Neraca saldo hutang usaha (account payable trial balance); adalah daftar yang menjadi
jumlah hak masing-masing pemasok pada satu titik waktu tertentu. Neraca saldo ini disiapkan
langsung dari berkas induk hutang usaha.
Laporan pemasok (vendor statement); adalah laporan yang disiapkan setiap bulan oleh
pemasok yang menunjukkan saldo awal, perolehan, retur dan pengurangan harga, pembayaran
kepada pemasok, dan saldo akhir.
Pengendalian intern Dalam beberapa perusahaan, pencatatan kewajiban akibat perolehan
dibuat berdasarkan penerimaan barang dan jasa, dan di perusahaan lain, kewajiban ditangguhkan
sampai faktur pemasok diterima. Dalam kedua kondisi, bagian hutang usaha umumnya
bertanggung jawab memverifikasi kepatutan setiap perolehan. Ini dilakukan dengan
membandingkan rincian dalam order pembelian, laporan penerimaan barang dan faktur pemasok
untuk menentukan apakah deskripsi, harga, jumlah, syarat pembayaran, dan ongkos angkut
dalam faktur pemasok benar. Pengendalian yang penting dalam bagian hutang usaha dan PDE
adalah persyaratan bahwa pegawai yang mencatat perolehan tidak mempunyai akses pada kas,
efek-efek, dan aktiva lainnya. Dokumen dan catatan yang memadai, prosedur penanganan
catatan yang memadai, dan adanya pengecekan yang independen atas pelaksanaan juga
merupakan unsur pengendalian yang perlu dalam fungsi hutang usaha.
Pemrosesan Dan Pencatatan Kas
Bagi kebanyakan perusahaan, pembayaran dilakukan dengan cek yang disiapkan komputer
dari informasi yang ada dalam berkas transaksi perolehan, pada saat barang dan jasa diterima.
Cek, biasanya disiapkan dalam bentuk rangkap, dengan cek asli dikirim ke penerima, satu
rangkapan di arsip bersama faktur pemasok dan dokumen pendukung lain, dan rangkapan
lainnya diarsip secara abjad berdasarkan penerima.
Cek (check); adalah alat pembayaran untuk setiap perolehan saat pembayaran jatuh tempo.
Setelah cek ditandatangani oleh orang yang berwenang, maka cek sudah merupakan suatu aktiva.
Kalau sudah diuangkan oleh penjual dan dikliring oleh bank pihak klien, maka cek itu disebut
cek yang sudah dibatalkan.
Jurnal pengeluaran kas (cash disbursements journal); adalah jurnal untuk
mencatat
transaksi pengeluaran kas. Rincian dari jurnal dibukukan ke berkas induk hutang usaha dan total
jurnal dibukukan ke buku besar.
Pengendalian intern Pengendalian terpenting dalam fungsi pengeluaran kas meliputi
penandatanganan setiap cek oleh orang dengan otorisasi yang memadai, pemisahan tanggung
jawab antara penandatangan cek dengan pelaksanan fungsi hutang usaha, dan adanya
pemeriksaan yang cermat atas dokumen pendukung oleh penandatangan cek pada saat cek
ditandatangani.
Cek seharusnya prenumbered dan dicetak di atas kertas khusus sehingga sulit mengganti
nama penerima atau jumlahnya. Kehati-hatian harus diambil untuk menyediakan pengawasan
fisik atas cek yang belum diisi, dibatalkan dan yang sudah ditandatangani. Juga sangat penting
untuk mempunyai metode pembatalan setiap dokumen pendukung untuk mencegah penggunaan
ulang dokumen tersebut sebagai pendukung terhadap cek lain di kemudian hari. Cara yang biasa
dipakai adalah dengan membubuhi nomor cek pada setiap dokumen pendukungnya.
C.
Metodologi
Golongan Transaksi
Pengujian atas pengendalian dan pengujian substantif atas-transaksi untuk siklus perolehan
dan pembayaran dibagi dalam dua area besar: pengujian atas perolehan (test of acquisition) dan
pengujian atas pembayaran (test of paymet). Pengujian atas perolehan berkenaan dengan fungsi
pemrosesan order pembelian, penerimaan barang dan jasa, dan pengakuan kewajiban. Pengujian
atas pembayaran berkenaan dengan fungsi keempat, pemrosesan dan pencatatan pengeluaran kas.
Verifikasi Perolehan
Auditor menggunakan informasi yang diperoleh dari pemahaman struktur pengendalian
intern untuk menaksir risiko pengendalian.
a.
kerangka acuan untuk semua golongan transaksi penjualan : tujuan audit yang terkait dengan
transaksi pembelian dan pengeluaran kas (pengujian asersi manajemen) :
1) Existence and occurrence; pembelian yang tercatat benar-benar menggambarkan barang,
aset produktif dan jasa yang diterima klien selama perode akuntansi yang bersangkutan;
pengeluaran kas yang tercatat merepresentasikan jumlah kas yang dibayarkan selama
periode akuntansi yang bersangkutan.
2) Completeness; semua pembelian dan pengeluaran kas yang terjadi dalam periode
akuntansi telah dicatat.
3) Rights and obligations; barang dan aset produktif yang terjadi akibat dari transaksi
pembelian merupakan hak dari perusahaan yang merupakan hasil dari transaksi dalam
siklus perolehan dan pembayaran; hutang yang terjadi akibat transaksi pembelian
merupakan kewajiban perusahaan..
4) Valuations or allocation; semua transaksi pembelian dan pengeluaran kas telah dijurnal,
dikhtisarkan dan diposting dengan benar.
5) Presentation and disclosure; rincian pembelian dan pengeluaran mendukung penyajian
b.
c.
pada voucher.
4) Dokumen yang prenumbered
5) Pengiriman rekening bulanan
6) Prosedur verifikasi intern
7) Bagan akun yang memadai
Merancang pengujian atas pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi pembelian
dan pengeluaran kas untuk memenuhi tujuan audit yang terdiri dari : prosedur audit,
besarnya sample, pos/unsur yang dipilih dan saat pelaksanaan.
1) Pengujian atas pengendalian; dilakukan terhadap pengendalian intern kunci. Contoh :
pengendalian intern kunci : dokumen dan catatan yang memadai, seperti keberadaan
permintaan pembelian, order pembelian, laporan penerimaan barang dan faktur
pembelian yang dilampirkan pada voucher : periksa dokumen dalam voucher untuk
keberadaannya. Untuk pengujian adanya otorisasi yang memadai, periksa indikasi
persetujuan/otorisasi dalam dokumen pembelian dan pengeluaran kas.
2) Pengujian substantif atas transaksi pembelian; pengujian substantif dilakukan sesuai
dengan tujuan audit yang telah ditetapkan : EO, RO, C, VA dan PD
Hutang Usaha
Hutang usaha adalah kewajiban yang belum dibayarkan untuk barang dan jasa yang diterima
dalam kegiatan usaha normal perusahaan. Jadi akun hutang usaha mencakup kewajiban karena
perolehan bahan baku, peralatan, prasarana, perbaikan, dan banyak lagi jenis barang dan jasa
yang tealh diterima sebelum akhir tahun. Kebanyakan hutang usaha dapat ditunjukkan dengan
keberadaan faktur pemasok. Hutang usaha juga harus dibedakan dari kewajiban yang dibebani
bunga. Kalau dalam suatu kewajiban terkandung pembayaran bunga, maka harus dicatat dengan
semestinya, sebagai wesel bayar, hutang kontrak, hutang obligasi, atau hipotik.
Pengendalian Intern
Dampak pengendalian intern klien terhadap pengujian hutang usaha dapat diilustrasikan
dengan dua contoh. Pertama, anggaplah bahwa klien mempunyai struktur pengendalian intern
yang sangat efektif atas pencatatan dan pembayaran untuk perolehan. Penerimaan barang segera
didokumentasikan dengan laporan penerimaan barang yang prenumbered, setiap voucher yang
prenumbered disiapkan dengan segera dan efisien dan
dicatat
perolehan dan berkas induk hutang usaha. Setiap pembayaran dilakukan juga dengan segera
sesudah jatuh tempo, dan pengeluaran segera dicatat ke dalam berkas transaksi pengeluaran kas
dan berkas induk hutang usaha. Setiap bulan, saldo hutang individual atau berkas induk hutang
usaha direkonsiliasi dengan rekening pemasok, dan totalnya dibandingkan dengan buku besar
oleh orang yang
membutuhkan sedikit upaya audit setelah auditor menyimpulkan bahwa struktur pengendalian
intern berjalan dengan efektif.
Dalam contah kedua, anggaplah laporan penerimaan barang tidak digunakan, klien menunda
pencatatan perolehan sampai pengeluaran kas dilakukan, dan karena lemahnya posisi kas,
tagihan seringkali baru dibayarkan beberapa bulan setelah tanggal jatuh temponya. Kalau auditor
menghadapi situasi seperti ini, besar kemungkinan terjadi kurang saji hutang usaha; sehingga,
dalam situasi tersebut diperlukan pengujian terinci atas saldo hutang yang ekstensif untuk
menentukan apakah hutang usaha disajikan secara memadai pada tanggal neraca.
Penting juga bagi auditor untuk membuat rekonsiliasi bulanan antara rekening pemasok
dengan kewajiban yang tetah dicatat dan antara berkas induk hutang usaha dan buku besarnya.
Rekonsiliasi ini harus dilakukan oleh orang yang independen.
Prosedur Analltis
Salah satu prosedur analitis yang penting untuk menemukan salah saji hutang usaha adalah
membandingkan
total
beban
tahun berjalan
dengan tahun
lalu.
Misalkan, dengan
membandingkan beban prasarana dengan tahun lalu, auditor dapat menentukan bahwa tagihan
prasarana terakhir untuk tahun berjalan belum dicatat. Membandingkan beban ke tahun lalu
merupakan prosedur analitis yang efektif untuk hutang usaha karena beban-beban relatif stabil
dari tahun ke tahun.
Tujuan Audit Untuk Pengujian Terinci Atas Saldo
Tujuan menyeluruh dalam audit atas hutang usaha adalah menentukan apakah hutang usaha
disajikan secara wajar dan diungkapkan dengan memadai.Auditor harus mengetahui perbedaan
penekanan antara audit atas kewajiban dan audit atas aktiva. Kalau aktiva diverifikasi, perhatian
dipusatkan untuk memastikan bahwa saldo yang terdapat dalam akun-akun neraca tidak lebih
saji. Keabsahan aktiva yang dicatat selalu dipertanyakan dan diverifikasi melalui konfirmasi,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan dokumen pendukung. Auditor seharusanya tidak boleh
mengabaikan kemungkinan bahwa aktiva kurang saji, tetapi kenyataannya auditor jauh lebih
menaruh perhatian
sebaliknya diambil dalam memverifikasi saldo kewajiban; yaitu bahwa, perhatian utama adalah
pada menemukan kewajiban yang kurang saji atau dihilangkan.
Hubungan antara pisah batas dengan pengamatan fisik persediaan; dalam menentukan
apakah pisah batas hutang usaha sudah benar, adalah penting bahwa pengujian pisah batas ini
dikoordinasikan dengan pengamatan fisik persediaan. Sebagai contoh, andaikan bahwa suatu
perolehan persediaan seharga Rp 80 juta telah diterima pada tanggal 31 Desember siang hari,
setelah penghitungan fisik persediaan selesai dilakukan. Kalau perolehan tersebut dimasukkan
ke dalam hutang usaha dan pembelian, tetapi tidak dimasukkan ke dalam persediaan, akibatnya
adalah kurang saji laba bersih sebesar Rp 80
dikeluarkan dari persediaan dan hutang usaha, maka akan ada kekeliruan dalam neraca, tetapi
perhitungan laba rugi akan tetap benar. Satu-satunya jalan yang akan ditempuh oleh auditor
untuk mengetahui jenis kekeliruan yang telah terjadi adalah dengan mengkoordinasikan
pengujian pisah batas dengan pengamatan persediaan.
D. Metodologi Perancangan Pengujian Rinci Saldo
Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian atas rincian saldo utang usaha
merupakan metodologi yang sama dengan yang digunakan pada piutang usaha. Metodologi
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pertama
Mengidentifikasi resiko bisnis klien yang mempengaruhi utang usaha.
2. Tahap Kedua
Menetapkan salah saji yang dapat ditolerir dan menilai resiko bawaan untuk siklus
penggajian dan kepegawaian.
3. Tahap Ketiga
Menilai resiko pengendalian untuk siklus penggajian dan kepegawaiaan.
4. Tahap Keempat
Merancang dan melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas
transaksiuntuk siklus akuisisi dan pembayaran.
5. Tahap Kelima
Merancang dan melaksanakan prosedur analitis untuk utang usaha.
6. Tahap Keenam
Merancang pengujian atas rincian saldo utang usaha untuk memenuhi tujuan audit
yang berkaitan dengan saldo. Meliputi prosedur audit, ukuran sampel, item yang
akan dipilih, penetapan waktu.
Dalam pengujian terinci atas saldo tahapan-tahapan diatas dapat dilaksanakan
berbarengan dengan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi penggajian
dan kepegawaian.
referensi
Auditing 2 (Pengauditan). Al Haryono Yusuf. Yogyakarta: STIE YKPN