Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
Organ penglihatan manusia terdiri atas banyak elemen yang saling bersinergi untuk
menjalankan fungsinya dengan baik. Salah satu organ yang berperan penting dalam
melaksanakan fisiologis dari penglihatan ini adalah suatu lapisan vaskular pada mata yang
dilindungi oleh kornea dan sklera disebut uvea 1,2.
Uvea terdiri atas 3 struktur; iris, badan siliar, dan koroid. Iris merupakan bagian yang
paling depan dari lapisan uvea. Iris disusun oleh jaringan ikat longgar yang mengandung
pigmen dan kaya akan pembuluh darah. Korpus siliaris (badan siliaris) adalah struktur
melingkar yang menonjol ke dalam mata terletak di antara ora serata dan limbus. Struktur ini
merupakan perluasan lapisan khoroid ke arah depan. Khoroid adalah segmen posterior uvea,
di antara retina dan sklera. Khoroid merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh
darah dan sel-sel pigmen sehingga tampak berwarna hitam 3.
Uveitis didefinisikan sebagai proses inflamasi pada salah satu atau semua bagian dari
uvea (iris, badan siliar/korpus siliar, dan koroid). Uvea merupakan lapisan vaskular mata
yang tersusun atas banyak pembuluh darah yang dapat memberikan nutrisi kepada mata.
Adanya peradangan pada area ini dapat mempengaruhi elemen mata yang lain seperti kornea,
retina, sklera, dan beberapa elemen mata penting lainnya. Sehingga kadang gejala yang
dikeluhkan pasien mirip dengan penyakit mata yang lain. Adapun gejala yang sering
dikeluhkan pasien uveitis secara umum yaitu mata merah (hiperemis konjungtiva), mata
nyeri, fotofobia, pandangan mata menurun dan kabur, dan epifora 1,2,3.
Peradangan uvea (uveitis) dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa parameter. Adapun
parameter yang digunakan antara lain: demografi; lokasi dari tempat peradangan; durasi,
onset, dan perjalanan penyakit; karakter dari peradangan yang terjadi; dan penyebab dari
inflamasi. Klasifikasi dan standarisasi dari uveitis sangat penting dilakukan untuk diagnosis
dan penanganan penyakit. Sehingga penanganan yang cost-efective dapat terlaksana 4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Uveitis menunjukan suatu peradangan pada iris, corpus ciliare, atau koroid 5. Uvea
merupakan lapisan vaskular mata yang tersusun atas banyak pembuluh darah yang
memberikan nutrisi kepada mata dan karena membatasi bagian mata yang lain, maka
inflamasi lapisan ini dapat mengancam penglihatan.
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI UVEA
Mata sebagai organ penglihatan manusia, yang tersususun atas elemen-elemen
yang memiliki struktur berbeda-beda. Struktur yang dimiliki oleh masing-masing
elemen menunjang fungsi dan elemen tersebut dalam fisiologi penglihatan manusia.
Salah satu elemen mata manusia adalah uvea yaitu suatu lapisan vaskular tengah mata
yang membungkus bola mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.
Pupillae). Kedua otot ini akan mengubah diameter pupil. Otot dilatator pupil yang
dipersarafi oleh persarafan simpatis akan melebarkan pupil, sementara otot sfingter
pupil yang dipersarafi otot parasimpatis (N.III) akan memperkecil diameter pupil 6.
Pasokan darah ke iris adalah dari circulus major iris. Jumlah sel-sel melanosit
yang terdapat pada epitel dan stroma iris akan mempengaruhi warna mata. Bila
jumlah melanosit banyak mata tampak hitam, sebaliknya bila melanosit sedikit mata
tampak berwarna biru 3.
b. Corpus Ciliare
Corpus ciliare yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang
membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (selitar 6mm).
3
Corpus ciliare terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm)
dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Processus ciliare berasal dari pars
plicata.Dari prosessus siliaris muncul benang-benang fibrillin yang akan berinsersi
pada kapsula lensa yang dikenal sebagai zonula zinii 3.
Korpus siliaris dilapisi oleh 2 lapis epitel kuboid. Lapisan luar kaya akan
pigmen dan merupakan lanjutan lapisan epitel pigmen retina. Lapisan dalam yang
tidak berpigmen merupakan lanjutan lapisan reseptor retina, tetapi tidak sensitif
terhadap cahaya. Sel-sel di lapisan ini akan berfungsi sebagai pembentuk humor
aqueaeus (mengeluarkan cairan filtrasi plasma yang rendah protein ke dalam bilik
mata belakang (kamera okuli posterior) 2.
Humor aqueaeus mengalir dari bilik mata belakang (kamera okuli posterior)
ke bilik mata depan (kamera okuli anterior) melewati celah pupil (celah di antara
iris dan lensa), lalu masuk ke dalam jaringan trabekula di dekat limbus dan akhirnya
masuk ke dalam kanal Schlemm. Dari kanal Schlemm humor aqueaeus masuk ke
pleksus sklera dan akhirnya bermuara ke sistem vena 2.
Korpus siliar mengandung 3 berkas otot polos yang dikenal sebagai muskulus
siliaris. Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan
radial. Fungsi serat-serat sirkulaer adalah untuk mengerutkan dan relaksasi seratserat zonula, yang berorigo di lembah-lembah di antara processus siliaris. Otot ini
mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai
fokus baik untuk obyek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan
pandang Serat-serat longitudinal muskulus siliaris menyisip ke dalam anyamananyaman trabekula untuk mempengaruhi besar pori-porinya 2,6.
c. Koroid
Koroid adalah segmen posterior dari uvea, diantara retina dan sklera. Koroid
merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh darah dan sel-sel pigmen
sehingga tampak berwarna hitam. Lapisan ini tersusun dari jaringan penyambung
jarang yang mengandung serat-serat kolagen dan elastin, sel-sel fibroblas, pembuluh
darah dan melanosit.
Koroid terdiri atas 4 lapisan yaitu 2 :
1. Epikhoroid merupakan lapisan khoroid terluar tersusun dari serat-serat kolagen
dan elastin.
2. Lapisan pembuluh merupakan lapisan yang paling tebal tersusun dari pembuluh
darah dan melanosit.
3. Lapisan koriokapiler, merupakan lapisan yang terdiri atas pleksus kapiler,
jaring-jaring halus serat elastin dan kolagen, fibroblas dan melanosit. Kapilerkapiler ini berasal dari arteri khoroidalis. Pleksus ini mensuplai nutrisi untuk
bagian luar retina.
4. Lamina elastika, merupakan lapisan khoroid yang berbatasan dengan epitel
pigmen retina. Lapisan ini tersusun dari jarring-jaring elastik padat dan suatu
lapisan dalam lamina basal yang homogen.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia belum ada data yang akurat mengenai jumlah kasus uveitis . Di
Amerika Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang dari
100.000 penduduk per tahun. Insidensinya meningkat pada usia 20-50 tahun dan paling
banyak pada usia sekitar 30-an 7,8.
Menurut AOA (American Optometric Association ) berdasarkan etiologinya ada
beberapa faktor resiko yang menyertai kejadian uveitis anterior antara lain, penderita
toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan hewan perantara toxoplasma. Beberapa
penyakit menular seksual juga meningkatkan angka kejadian uveitis anterior seperti
sifilis, HIV, dan sindroma Reiter 7.
2.4 ETIOLOGI 9
Penyebab radang intra okuler (uveitis):
1. Berdasarkan spesifitas penyebab:
a. Penyebab spesifik (infeksi) : virus, bakteri, fungi, parasit
b. Penyebab non spesifik atau reaksi hipersensitivitas
Disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen yang
masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibody dengan
predileksi pada traktus uvea.
2. Berdasarkan masuknya infeksi/asalnya:
a. Endogen: trauma, operasi, iatrogenik
b. Eksogen: reaksi infeksi ditempat lain organ tubuh dan reaksi autoimun.
2.5 KLASIFIKASI 9
1. Klasifikasi Anatomi
Autoimun:
Artritis rheumatoid juvenilis
Spondilitis ankilosa
Sindrom reiter
Kolitis ulserativa
- Uveitis terinduksi-lensa
- Sarkoidosis
- Penyakit chron
- Psoriasis
Infeksi:
6
Sifilis
Tuberkulosis
Lepra (morbus Hensen)
Herpes Zoster
- Herpes simpleks
- Onkoserkiasis
- Adenovirus
Keganasan:
Sindrom masquerade
Retinoblastoma
Leukemia
- Limfoma
- Melanoma maligna
Lain-lain:
Idiopatik
Fuchs
Uveitis traumatika
Ablatio retina
- Iridosiklitis heterokromik
- Gout
- Krisis galukomatosiklitik
Gambaran klinis dari uveitis anterior antara lain: fotofobia, epifora, gatal
yang dalam dan tumpul pada daerah sekitar orbit mata dan sekitarnya. Gejala
akan memburuk apabila terpapar cahaya sehingga pasien sering datang ke
pasien dengan mengenakan kacamata. Epifora yang terjadi dihubungkan dengan
peningkatan stimulasi neuron dari kelenjar airmata, dan tidak ada hubungannya
dengan sensasi benda asing yang dirasakan.
Tajam penglihatan tidak selalu menurun drastis (20/40 atau kadang masih
lebih baik, walaupun pasien melaporkan pandangannya berkabut). Daya
akomodasi menjadi lebih sulit dan tidak nyaman. Inspeksi difokuskan pada
kongesti palpebra ringan hingga sedang dan menyebabkan pseudoptosis.
Kadang dapat ditemukan injeksi perilimbus dari konjungtiva dan sklera,
walaupun konjungtiva palpebra normal. Kornea dapat terlihat edem pada
pemeriksaan slitlamp. Pada beberapa kondisi yang lebih parah, dapat ditemukan
deposit endotel berwarna coklat keabu-abuan yang disebut keratic precipitates
(KP).
Tanda patagonomis dari uveitis anterior adalah ditemukannya sel leukosit
(hipopion); dan flare (protein bebas yang lepas dari iris dan badan siliar yang
meradang; dan dapat ditemukan pada kamera okuli anterior sehingga kamera
okuli anterior tampat kotor dan berkabut). Iris dapat mengalami perlengketan
dengan kapsul lensa (sinekia posterior) atau kadang dapat terjadi perlengketan
dengan kornea perifer (sinekia anterior). Sebagai tambahan kadang terlihat
nodul granulomatosa pada stroma iris.
b. Uveitis Intermediate
7
resiko
timbulnya
katarak.
Untungnya
pasien-pasien
ini
korioretinitis
(bila
peradangan
koroidnya
lebih
menonjol),
b.
c.
d.
a.
-
Autoimun:
Penyakit Behcet
Sindrom vogt-koyanagi-Harada
Poliarteritis nodosa
b.
-
Keganasan:
Sarkoma sel reticulum
Melanoma maligna
- Oftalmia simpleks
- Vaskulitis retina
- Leukemia
- Lesi metastatic
c.
-
- Retinopati
- Epiteliopati pigmen
pernah menimbulkan sel-sel vitreus. Jenis dan distribusi kekeruhan vitreus harus
dijelaskan. Lesi radang di segmen posterior umumnya berawal tenang, namun
ada yang disertai kekeruhan vitreus dan kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.
Penyakit demikian biasanya disertai uveitis anterior, yang pada gilirannya
kadang-kadang diikuti sebentuk glaukoma sekunder.
Uveitis posterior pada pasien 3 tahun dapat disebabkan oleh sindrom
samaran, seperti retinoblastoma atau leukemia. Penyebab infeksi uveitis
posterior
pada
kelompok
umur
ini
adalah
infeksi
sitomegalovirus,
toksokariasis,
toksoplasmosis,
uveitis
intermediate,
infeksi
ditemukan, dan diagnosis etiologik pasti jarang ditegakkan. Kemungkinankemungkinan seringkali dapat dipersempit oleh pemeriksaan klinik dan
laboratorium. Uveitis granulomatosa dapat mengenai sembarang bagian traktus
uvealis namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular selsel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada
permukaan permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel
epiteloid.
Diagnosis
spesifik
dapat
ditegakkan
dengan
pemeriksaan
granulomatosa. Pupil sering mengecil dan menjadi tidak teratur karena terbentuk
sinekia posterior. KP mutton fat besar-besar terlihat di permukaan posterior
kornea dengan slitlamp. Tampak kemerahan (flare) dan sel-sel di kamera
anterior, dan nodul yang terdiri atas kelompok sel-sel putih tampak di tepian
pupil iris (nodul koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul
serupa diseluruh stroma iris disebut nodul busacca.
Tabel 2.1 Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non granulomatosa 5
Non Granulomatosa
Granulomatosa
Onset
Akut
Tersembunyi
Nyeri
Nyata
Fotofobia
Nyata
Ringan
Penglihatan kabur
Sedang
Nyata
Merah sirkumkorneal
Nyata
Ringan
Keratic precipitates
Putih halus
Pupil
Sinekia posterior
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Noduli iris
Tidak ada
Kadang-kadang
Lokasi
Uvea anterior
12
difus
Perjalanan penyakit
Akut
Kronik
Kekambuhan
Sering
Kadang-kadang
13
Sel-sel radang, fibrin dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris
dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris
dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada
bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel
radang, disebut oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh selsel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata
depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris
ke depan yang tampak sebagai iris bomban. Selanjutnya tekanan dalam bola mata
semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada uveitis anterior juga
terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi
katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas dapat menimpulkan
endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur didalamnya
dengan abses didalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata
termaksuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).
Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi akuos humor
yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat hipofungsi badan siliar.
Secara garis besar, patofisiologi dan komplikasi dari uveitis anterior daapat
digambarkan sebagai berikut:
dilatasi pembuluh darah kecil: hiperemi siliar (perocorneal injection)
iris edema, reflek pupil menurun sampai dengan hilang, pupil miosis
BMD keruh, migrasi sel-sel radang dan fibrin ke BMD ( flare +, sel +)
Sel radang mengendap di bagian bawah BMD hipopion (bila proses akut)
15
Sel-sel radang, fibrin, fibroblas menutup pupil
(seklusio pupil / oklusio pupil)
b. Gejala objektif
Pemeriksaan silakukan dengan lempu celah/slit lamp, oftalmoskop direk dan
indirek, bila diperlukan angiografi fluoresin atau ultrasonografi
- Hiperemi
Gambaran hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, injeksi perikorneal
berwarna ungu merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat
hiperemi dapat meluas sampai pembuluh darah konjungtiva. Selain dari
16
depan dengan reflek aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar.
Perubahan kornea
Keratik presipitat terjadi karena peradangan sel radang dalam bilik mata
depan pada endotel kornea akhibat aliran konveksi aquos humor, gaya berat
Nodul Busaca
Merupakan agregasi sel yang terjadi pada stroma iris, terlihat sebagai
benjolan putih pada permukaan depan iris. Juga dapat ditemui bentuk
kelompok dalam liang setelah mengalami organisasi dan hialinisasi.
iris
merupakan
kelainan
spesifik
pada
peradangan
atrofi jaringan.
Oklusi iris
Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusi dengan membran radang
pada pinggir pupil.
17
Atrofi iris
Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang.
Atrophi iris dapat difus, bintik atau sektoral.
Apabila
proses
peradangan
berlanjut
akan
didapatkan
retinokoroiditis, hal yang sama terjadi pada koroiditis yang akan berkembang
menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi lesi yang kabur,
terlihat tiga demensional dan dapat di sertai perdarahan disekitarnya, dilatasi
vaskular atau sheathing pembuluh darah.
Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas, seringkali berpigmen rata atau
datar dan disertai hilang atau mengkerutnya jaringan retina dan atau koroid.
Pada lesi yang lebih lama didapatkan parut retina atau koroid tanpa bisa
dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu terkena.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG 12
Penderita uveitis anterior akut yang memberikan respon baik dengan pengobatan non
spesifik, umumnya tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita yang
tidak memberikan respon pengobatan non spesifik akan dilakukan pemeriksaan skin test
untuk pemeriksaan tuberkulosis dan toxoplasmosis.
Pada kasus yang rekurens (berulang) berat, bilateral atau granulomatous dilakukan:
- Tes untuk sifilis
- Foto rontgent untuk mencari kemungkinan tbc/sarkoidosis
- Pada kasus artritis, psoriasis, uretritis, radang yang konsisten, dan gangguan
pencernaan dilakukan pemeriksaan HLA-B27 untuk mencari penyebab autoimun
18
Uveitis
Konjungtivitis
Glaukoma
Keratitis
Nyeri
Akut
Moderate,
Akut
Negatif
Akut
Sangat
Keratokonjungtivitis
Sedikit sakit
sakit rasa
Sekret
Visus
tertekan
Negatif
Mundur
sakit
Positif
Normal
Negatif
Sangat
Negatif, sedikit
Mundur
Perikornea
Hiperemi
Perikorne
Konjungtiva
mundur
Perikornea
Kornea
a
Biasanya
Jernih
Keruh
Keruh
Pupil
Refleks
jernih
Miosis
Lambat
Normal
Normal
Midriasis
Negatif
Normal/kecil
Kuat
pupil
TIO
Normal
Normal
Tinggi
Normal
2.10 PENATALAKSANAAN
Prinsip dan tujuan pengobatan uveitis antara lain 8,12 :
Pengembalian atau memperbaiki fungsi penglihatan.
Menekan peradangan,
Mengeliminir agen penyebab,
Menghindari efek samping obat yang merugikan pada mata dan organ tubuh di luar
mata.
Apabila sudah terlambat pengobatan dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan
seperti semula, pengobatan tetap diberikan untuk mencegah memperburuknya penyakit
dan terjadinya komplukasi yang diharapkan. Adapun terapi uveitis sebagai berikut:
a. Terapi non spesifik:
- Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobia, terutama akhibat
-
pemberian midriatikum.
Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri berkurang sekaligus
meningkatkan aliran darah sehingga reabsorbsi sel-sel dapat lebih cepat
Midriatikum/Siklopegik
19
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan siliar
relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan.
Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya
sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada. Midriatikum yang
hidrokortisone 0,3 cc
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik prednison oral mulai 80
mg/hari sampai tanda radang berkurang, lalu turunkan 5 mg tiap hari
Anak
Prenisone 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali
Pada pemberian kortikosteroid, perlu di waspadai komplikasi-komplikasi
yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal
selama lebih dari dua minggu dan komplikasi penggunaan sistemik.
b. Terapi spesifik:
Terapi yang spesifik dapat diberikan bila penyebab pasti dari uveitis anterior
telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang
sering diberikan berupa antibiotik, yaitu:
Dewasa
Lokal: tetes mata, kadang dikombinasi dengan preparat steroid
Subkonjungtiva, kadang-kadang dikombinasi dengan steroid
Peroral : Chloramphenicol sehari 3 kali 2 kapsul
Anak
Choramphenicol 25 mg/kgbb, sehari 3-4 kali.
c. Terapi komplikasi:
- Sinekia posterior dan anterior
Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan anterior, perlu
-
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang tetapi TIO masih tetap
tinggi:
a. Sudut tertutup: iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah
terjadi perlengketan iris dengan trabekula
2.11 KOMPLIKASI 9
Komplikasi dapat terjadi karena radang dan pengobatan:
1. Komplikasi karena radang
a. Katarak komplikata
b. Glaukoma sekunder
c. Sinekia posterior dan posterior
d. Iris atrophi, neovaskularisasi pada iris terutama pada keadaan kronik
e. Band keratopaty
Biasa terjadi sebagai komplikasi uveitis pada kasus berulang dan cukup lama.
f. Seklusio dan oklusio pupil
g. Endoftalmitis
h. Panoftalmitis
2. Komplikasi karena pengobatan
Pengobatan uveitis dengan pemberian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama
dapat menyebabkan timbulnya katarak maupun glaukoma, dan pemberian sistemik
juga dapat menyebabkan full moon face, hypertensi, reaksi pada kulit, dan
osteoforosis, dll.
2.12 PROGNOSIS 5
Perjalanan penyakit dan prognosis uveitis tergantung pada banyak hal, seperti
derajad keparahan, lokasi, dan penyebab peradangan. Secara umum, peradangan berat
perlu waktu lebih lama untuk sembuh serta lebih sering menyebabkan kerusakan intra
okular dan kehilangan penglihatan dibandingkan peradangan ringan atau sedang.
21
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. Y
Umur
: 49 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia
Pekerjaan
: Swasta
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Status
: Menikah
Alamat
: Sidoarjo
Tanggal pemeriksaan : 8 April 2015
B. ANAMNESIS
Keluhan utama
Mata kanan merah
22
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Sidoarjo dengan keluhan mata kanan merah sejak
10 hari ini, disertai penglihatan kabur mendadak, nerocoh (+), silau (+), nyeri apabila
ditekan dan digerakkan, mlobok (-), nganjel (-), ngeres (-). Pasien sebelumnya sudah
berobat dipuskesmas tapi pasien tidak membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu
:
- Sebelumya pasien tidak pernah sakit seperti ini
- Riwayat trauma mata (-)
- Riwayat gigi berlubang (+)
- Hipertensi (+) sejak 10 tahun yang lalu
- DM di sangkal
Riwayat Pengobatan
:
Obat tetes Xitrol,tablet Asam mefenamat dan Amoxicillin
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang sakit seperti ini
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
- Keadaan Umum
- Kesadaran
- Tekanan Darah
- Nadi
- Suhu
: Baik
: Composmentis
: 140/90 mmhg
: 88 x/menit
: tidak dilakukan
2. Status Lokalis
OD
Visus
Palpebra
Superior et Inferior
Konjungtiva
Tarsus Superior et Inferior
Konjungtiva Bulbi
Sklera
Kornea
5/8,5
Edema (+)
Ekimosisi (-)
Hiperemi (-)
Hipertrofi papil dan folikel
(-)
Edema (-)
Sekret (-)
CVI (-)
PCVI (+)
Pterigium (-)
Pinguecula (-)
Hiperemi (-)
Erosi (-)
Keruh (-)
Infiltrat (-)
23
OS
5/5,5
Edema (-)
Ekimosisi (-)
Hiperemi (-)
Hipertrofi papil dan folikel
(-)
Edema (-)
Sekret (-)
CVI (-)
PCVI (-)
Pterigium (-)
Pinguecula (-)
Hiperemi (-)
Erosi (-)
Keruh (-)
Infiltrat (-)
Lensa
TIO
Fluoresin test
Ulkus (-)
KP (-)
Flare (+)
Hipopion (-)
Edema (-)
Reflek pupil (lambat), pupil
menyempit, bentuk tidak
beraturan.
Sinekia posterior (+)
Katarak (-)
5/5,5 (17,3 mmHg)
Tidak dilakukan
Ulkus (-)
KP (-)
Flare (-)
Hipopion (-)
Edema (-)
Reflek pupil (+)
Sinekia posterior (-)
Katarak (-)
4/5,5 (14,6 mmHg)
Tidak dilakukan
D. RESUME
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Sidoarjo denagn keluhan mata kanan merah sejak
10 hari ini, disertai penglihatan kabur mendadak, nerocoh (+), silau (+), nyeri apabila
ditekan dan digerakkan
E. DIAGNOSIS
Okulo Dektra Uveitis Anterior Akut + Sinekia Posterior
F. PENATALAKSANAAN
- Atropin 1% , 2 tetes OD di poli Mata
- Injeksi Dexamethasone (SC)
- Xitrol ed 4xgtt 1 OD
- Metil prednison 3x16 mg (PC)
- Rawat gigi
G. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Sidoarjo denagn keluhan mata kanan merah sejak
10 hari ini, disertai penglihatan kabur mendadak, nerocoh (+), silau (+), nyeri apabila
ditekan dan digerakkan
Keluhan mata merah, nerocoh, silau juga nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila
melihat cahaya dan penekanan saraf siliar bila melihat dekat, lakrimasi disebabkan oleh iritasi
saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan dengan fotofobia. Pasien juga mengatakan
penglihatan kabur, derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan hingga sedang, berat atau
hilang timbul, tergantung penyebab seperti pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan
akuos dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin.
Pada pemeriksaan fisik oftalmologi didapatkan penurunan visus yaitu 5/8,5. Pada
pasien ini dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp post midriasil okular dextra ditemukan
adanya flare, dan sinekia posterior akibat melekatnya iris dengan lensa. Tidak ditemukan
adanya keratic precipitate dan hipopion
Didapatkan juga pupil yang mengecil dan reflek cahaya yang lambat disebabkan karena
edema dan pembengkakkan stroma oleh iritasi akhibat peradangan langsung pada sfingter
pupil.
Maka patagonomis dari uveitis anterior yaitu mata merah pada gejala dini akibat dilatasi
pembuluh darah mengakibatkan hiperemi yang meluas ke percorneal, ditemukannya flare
akibat meningkatnya permeabilitas pembuluh darah yang akan menyebabkan yang adanya
25
eksudasi kedalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein di dalam
akuos humour. Akibat adanya sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas akan melekatkan iris pada
kapsul lensa bagian anterior (sinekia posterior), karena perjalanan penyakit baru pertama kali
dan berlangsung 10 hari maka merupakan proses akut.
Penatalaksanaan uveitis anterior tergantung keparahannya dan bagian organ yang
terkena. Pengobatan topikal maupun oral bertujuan mengurangi peradangan. Tujuan dari
pengobatan untuk pengembalian atau memperbaiki fungsi penglihatan, menekan peradangan,
mengeliminir agen penyebab, menghindari efek samping obat yang merugikan pada mata dan
organ tubuh di luar mata. Terapi medika mentosa yang diberikan adalah anti inflamasi steroid
yaitu dexamethasone inj dan xytrol topikal. Penggunaan steroid harus hati-hati karena
mempunyai efek samping yang serius. Selain mengatasi radang, terapi medikamentosa yang
dapat diberikan yaitu midriatikum tetes mata atropine 1% untuk mengurangi nyeri dan
menghilangkan sinekia posterior yang terjadi. Prognosis kasus uveitis anterior ini dubia at
bonam.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. (2005). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
2. Vaughan, Daniel. G., Asbury, Taylor., Riordan-Eva, Paul. (2000). Oftalmologi Umum.
Edisi 14. Widya Medika: Jakarta
3. Jusuf, Ahmad. Aulia. (2003).
Diakses
tanggal
Maret
2010,
dari
www.staff.ui.ac.id/internal/132015140/material/SISTEMPENGLIHATAN.doc
4. Farooqui, Saadia. Zohra.. Foster, C. Stephen.. Sheppard.. (2008). Uveitis, Classification.
Diakses tanggal 3 Maret 2010, dari www.emedicine.medscape.com
5. Vaughan, Asbury. 2009. Oftalmologi Umum. Edisi 17. ECG. Jakarta
6. Guyton, Arthur. C., Hall, John. E.. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC:
Jakarta.
7. American Optometric Association, 2004, Anterior Uveitis, dalam Optometric Clinical
Practice Guideline, American Optometric Association, St. Louis
8. Sjamsoe, S., 1993, Penatalaksanaan Uveitis, dalam Cermin Dunia Kedokteran no 87.
sept 1993, Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta: 55-58
9. Wisnujono Soewono, 1992-1993. Diktat Kuliah: Ilmu Penyakit Mata. Jilid 2. Sie Bursa
Senat Mahasiswa. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
10. Wijana, N., 1993, Uvea, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta: 126-153
11. Radjamin RK Tamin. 1984. Ilmu Penyakit Mata. Surabaya : Penerbid Airlangga
Univercity Surabaya
12. Soewono, Wisnujono. Eddyanto. 2006. Pedoman Diagnosis dan terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Mata, edisi III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo, Surabya : 156-159
13. Ilyas, Sidarta. 1998. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi III. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : 94-97
27