Anda di halaman 1dari 14

PERIODONTITIS DAN HUBUNGAN

SISTEMIK-ORAL : DIABETES
Alison Glascoe, DDS, MS; Ronald Brown, DDS, MS; Grace Robinson,
DDS; and Kassahun Hailu, DDS
PENULIS
Alison Glascoe, DDS, MS, adalah seorang profesor di department of preventive
services Howard University College of Dentistry di Washington, D.C.Conflict of
Interest Disclosure: None reported.
Ronald Brown, DDS, MS, adalah seorang profesor di department of clinical
dentistry Howard UniversityCollege of Dentistry di Washington, D.C. Ia juga
seorang profesor klinis di departmentof otolaryngology Georgetown University
Medical Center di Washington, D.C.Conflict of Interest Disclosure: None reported.
Grace Robinson, DDS, adalah asisten profesor di department of restorative
dentistry Howard University College of Dentistry di Washington, D.C.Conflict of
Interest Disclosure: None reported.
Kassahun Hailu, DDS, adalah asisten professor di department of restorative
dentistry Howard University College of Dentistry di Washington, D.C.Conflict of
Interest Disclosure: None reported.
ABSTRAK Rongga mulut merupakan bagian dari tubuh. Kesehatan rongga mulut
dapat mempengaruhi kesehatan seluruh tubuh. Hubungan ini timbal balik; seperti
kesehatan dari individu juga akan mempengaruhi kesehatan rongga mulut dari
individu tersebut. Penyakit periodontitis adalah penyakit peradangan kronis
umum yang mempengaruhi struktur pendukung gigi. Telah diusulkan bahwa
penyakit periodontal merupakan faktor risiko untuk penyakit sistemik seperti
diabetes.

Tubuh menusia adalah struktur yang kompleks yang terdiri


dari banyak bagian dan proses biologis dimana bila berinteraksi
akan mempengaruhi satu sama lain. Rongga mulut adalah bagian
dari tubuh manusia dan merupakan jendela untuk kesehatan
tubuh.1 Maka, kesehatan mulut terkait erat dengan kesehatan
sistemik umum. Kesehatan didefinisikan tidak hanya sebagai ada
tidaknya penyakit atau kelemahan, tetapi sebagai kondisi dimana
sehat fisik, mental dan sosial.2 Ketika rongga mulut tidak sehat,
tubuh tidak sehat. Pada tahun 1900, dr William Hunter pertama kali
memperkenalkan suatu konsep sepsis oral untuk literatur medis
dalam sebuah makalah berjudul, Oral Sepsis as a Cause of
Disease.3 Dr. Hunter menulis mengenai asosiasi infeksi oral dan
penyakit sistemik.
Pemeriksaan menyeluruh dari rongga mulut tidak hanya bisa
mendeteksi penyakit mulut, lesi, dan kelainan tetapi juga dapat
mendeteksi penyakit atau kelainan sistemik, kekurangan gizi,
gangguan sistem kekebalan tubuh, dan kanker. 4 Pada tahun 1996,
Offenbacher menciptakan istilah Periodontal medicine.5 Ini adalah
cabang dari periodontologi yang berfokus pada hubungan yang kuat
antara kesehatan atau penyakit periodontal dan kesehatan atau
penyakit sistemik. Selanjutnya, Miller, periodontist lainnya,
memprakarsai Americal Academy of Oral Medicine pada tahun 1945
dan kemudian American Board of Oral Medicine pada tahun 1956.6

Penyakit periodontal adalah salah satu dari penyakit infeksi


kronik yang paling umum terjadi pada manusia.7 Infeksi ini dapat
disebabkan oleh plak gigi atau plak biofilm. Plak gigi atau plak
biofilm adalah struktur yang terorganisir dan heterogen yang terdiri
dari mikroba patogen, yang merupakan agen etiologi utama untuk
penyakit periodontal. Diperkirakan prevalensi penyakit periodontal
pada orang dewasa di Amerika Serikat (usia 20 64) adalah 8,5%
dan 17,2% pada manula di atas usia 65.8
Faktor penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroba
patogen yang disebut plak bakteri; masalah yang kedua adalah
resistansi dari host. Ada dua bentuk utama dari penyakit
periodonatal: gingivitis dan periodontitis. Keduanya adalah hasil dari
proses patologis inflamasi periodontal. Faktor penyebab utama
adalah mikroba patogen; masalah sekunder adalah resistensi dari
host. Yang paling umum adalah penyakit ginggiva yang disebabkan
oleh plak yang disebut dengan ginggivitis, yang merupakan bentuk
periodontitis yang reversibel. 9 Periodontitis adalah proses inflamasi
kronis yang merusak, yang dapat menyebabkan atropi atau
kehilangan tulang dan jaringan ikat yang ada di sekitar gigi.9
Diyakini bahwa ada lebih dari 500 spesies mikroba merupakan
etiologi primer dari agen penyakit periodontal. 10 Meskipun adanya
potensi berbagai patogen untuk berhubungan dengan penyakit
periodontal, ada sejumlah kecil patogen yang paling sering dikaitkan
dengan penyakit periodontal yang aktif. Socransky dkk, membagi
patogen ke dalam dua kelompok utama mikroorganisme dan
membagi mereka pada kompleks merah dan oranye. 11 kompleks
merah meliputi bakteri gram negatif anaerob: Porphyromonas
gingivalis, Tannerella denticola dan Tannerella forsythia. Patogen
kompleks oranye meliputi Fusobacterium nucleatum, Prevotella
intermedia, Prevotella nigrescens, Peptostreptococcus micros,
Campylobacter rectus, Centruroides gracilis, Campylobacter
showae, Eubacterium nodatum dan Streptococcus constellatus.
Mikroba patogen lainnya yang sangat berhubungan dengan
penyakit periodontal yaitu Aggregatibacter actinomycetemcomitans
dan Eikenella corrodens.
Pada penyakit ini, patogen periodontal putatif berada di dan
berkolonisasi di jaringan ginggiva yang menyelubungi gigi,
membentuk ceruk yang disebut dengan periodontal pocket. Plak
biofilm periodontal mengakses ke sirkulasi ginggiva melalui ulserasi
dari periodontal pocket adalah jalur untuk penyebaran biofilm
kedalam sirkulasi sistemik. Aktivasi mediator inflamasi, karena plak
biofilm, akan menghasilkan produksi mediator inflamasi sitokin,
seperti interleukin-1 (IL-1), IL-6 dan tumor necrosis factor-alpha
(TNF-).12 Mediator ini, yang secara alami memiliki efek terhadap
sistemik, dapat menjelaskan bahwa penyakit periodontal dapat
mempengaruhi kesehatan umum seseorang.
Penyakit periodontal diperkirakan adalah faktor risiko dari
berbagai penyakit autoimun sistemik dan kondisi seperti diabetes,
rheumatoid arthritis, sindrom Sjogren, ankylosing spondylitis dan

inflammatory bowel disease. Penyakit autoimun dideskripsikan


sebagai respon imun abnormal tubuh terhadap substansi atau
jaringan yang secara normal berada di dalam tubuh. 13 Pada banyak
situasi, produk dari sistem imun dapat menyebabkan kerusakan
pada tubuh. Ini dapat terjadi pada organ-organ tertentu atau
melibatkan jaringan tertentu yang ditemukan dalam berbagai lokasi
anatomis.13
Kondisi
autoimun
tidak
dapat
disembuhkan
sebagaimana karakteristik dari keadaan patologis adalah sel T
dengan self-antigens terhadap jenis sel tertentu. Namun, banyak
kondisi autoimun dapat berhasil dikelola dengan pengobatan dan
strategi terapeutik14 Penelitian telah menunjukkan bahwa cukup
sering seseorang didiagnosis dengan satu gangguan autoimun dan
kemudian didiagnosis dengan gangguan atau penyakit tambahan.15
Diabetes Mellitus adalah kumpulan penyakit metabolic dimana
terjadi kenaikan kadar gula darah dalam waktu yang lama.

16

Onset

dari diabetes didahului oleh peradangan, yang menyebabkan


disfungsi sel beta pancreas dan sering kali mengakibatkan kematian
sel.

17

Diabetes dihubungkan dengan perubahan dari metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein akibat defek sekresi insulin oleh


pancreas, sel beta dalam tubuh tidak berespon secara tepat
terhadap pengeluaran insulin
keduanya.

16

yang diproduksi pancreas ataupun

Penyakit dengan jangka waktu yang lama dapat

menghasilkan kerusakan, disfungsi atau kegagalan dari beberapa


organ.

16

Diabetes berada pada urutan ketujuh sebagai penyebab

kematian di USA.

18

Diabetes adalah penyakit kronik yang belum

diketahui obatnya. Tujuan dari pengobatan pasien diabetes adalah


menjaga kadar gula darah (HbA1c) maksimal 6,5%. 19 Kadar HbA1c
yang tinggi dihubungkan dengan rendahnya kontrol terhadap gula
darah.
Ada tiga tipe utama dari diabetes; tipe 1, tipe 2, dan diabetes
gestasional. Diabetes tipe satu atau Juvenile diabetes atau Insulin
dependent

diabetes

(IDDM),

merupakan

penyakit

autoimun.

Diabetes tipe 1 diakibatkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk


memproduksi cukup insulin akibat sistem imun menyerang dan
menghancurkan sel beta pancreas, sel yang memproduksi insulin.
Seiring

waktu,

timbulah

hiperglikemia

kronik.

Masih

21

banyak

pertanyaan mengenai penyebab dari diabetes tipe 1. Diabetes tipe

2, sebelumnya dikenal sebagai non-insulin dependent diabetes


mellitus (NIDDM), dimulai dari resistensi insulin dari beberapa sel
tubuh terutama sel otot, lemak, dan hepatosit yang tidak berespon
secara adekuat pada insulin.

21,22

Akibatnya glukosa tertimbun pada

pembuluh darah dan tidak diserap oleh sel-sel tersebut. Seiring


dengan peningkatan kebutuhan tubuh akan insulin meningkat,
pankreas perlahan kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin. Faktor risiko dari diabetes tipe 2 termasuk kegemukan, usia,
riwayat keluarga mengenai DM sebelumnya, kurangnya aktivitas
fisik, sindrom metabolik, dan etnis.

21

Obesitas sering dikaitkan

dengan diabetes dimana obesitas berkontribusi terhadap resistensi


insulin

karena

peningkatan

kadar

asam

lemak

bebas

pada

pembuluh darah dari adiposit. Asam lemak bebas ini menghambat


penyerapan glukosa, sintesis glikogen dan glikolisis.

23

Sering kali

massa sel beta pankreas pada pasien obese berkurang akibat


apoptosis sehingga terjadi penurunan produksi insulin. Diabetes tipe
2 merupakan diabetes yang paling umum.

23

Diabetes tipe 2 lebih

sering terjadi pada etnis-etnis tertentu seperti afrika-amerika,


hispanik, suku indian dan penduduk-penduduk kepulauan pasifik.

21

Diabetes gestasional terjadi pada ibu hamil dengan tanpa riwayat


diabetes sebelum hamil. 21
Pada 2012, diperkirakan 29,1 juta penduduk amerika atau
9,3% populasi berusia lebih dari 20 tahun memiliki diabetes, hal ini
meningkat dari 25,8 juta penduduk atau 8,3% pada tahun 2010.
Dari 29,1 juta orang tersebut, 21 juta terdiagnosa sedangkan
sisanya tidak. 18 Banyak pasien yang diagnose mengidap DM tipe 2
berurusan dengan komplikasi jangka panjang dari penyakit ini.
Biasanya

komplikasi

didiagnosis,

namun

ini

timbul

bagi

yang

setelah
tidak

10-20

tahun

terdiagnosa,

setelah

komplikasi-

komplikasi ini dapat menjadi tanda awal dari penyakit. Komplikasi


yang paling sering timbul adalah kerusakan pada dinding pembuluh
darah besar (makrovasluker) dan kecll (mikrovaskuler). Penyakit
makrovaskuler meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit

kardiovaskuler, stroke, dan penyakit vaskuler perifer. 24 Diperkirakan


75% kematian dari diabetes akibat penyakit jantung koroner.

25

Orang dengan diabetes memiliki risiko 2 sampai 4 kali lebih tinggi


mengalami penyakit jantung atau stroke dibanding yang tidak. 21
Kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovasluker) mimilii
komplikasi pada kerusakan mata, ginjal dan saraf. 16 Pembuluh darah
pada mata dapat rusak akibat diabetes yang sering disebut
16

retinopati diabetes.

Hal ini berujung pada kasus kebutaan baru

pada orang berusia 20-74 tahun. 21 Kerusakan pada pembuluh darah


ginjal akibat diabetes disebut nefropati diabetic.

16

Diabetes adalah

penyebab utama gagal ginjal dan tercatat 44% kasus gagal ginjal
baru pada 2011 akibat diabetes.

18

Sering kali komplikasi ini

berujung pada dialisis atau cangkok ginjal dan dapat berujung pada
kematian. 21 Kerusakan pada saraf akibat diabetes disebut neuropati
diabetik.

16

Komplikasi ini adalah komplikasi paling umum dari

diabetes dan berasosiasi dengan kesemutan, rasa baal, sakit,


pengecilan massa otot, dan kelemahan. 16 Neuropati diabetik sering
berujung pada amputasi.

16

Diabetes juga berhubungan dengan

kelainan fungsi kognitif. Orang dengan diabetes memiliki resiko 1,21,5 kali lebih besar mengalami gangguan kognitif dibanding yang
tidak. 26
Dengan potensi komplikasi yang banyak serta komorbitkomorbites

yang

dapat

timbul

dari

diabetes,

mudah

untuk

membayangkan beban ekonomi yang timbul yang berhubungan


dengan

penyakit

ini.

Pada

tahun

2012,

diperkirakan

biaya

pengobatan untuk diabetes mellitus sebesar 235 juta dolar USA,


termasuk 176 juta dolar untuk biaya pengobatan langsung dan 69
juta dolar akibat produktivitas yang berkurang. 18
Beberapa kelainan dan penyakit oral dihubungkan dengan
diabetes mellitus. Mereka termasuk karies gigi, disfungsi dari sistem
saliva (contohnya xerostomia), penyakit mukosa oral (contohnya
lichen

planus

dan

stomatitis

apthous

rekuren),

infeksi

oral

(contohnya candidiasis), gangguan pengecapan dan gangguan

neurosensori lainnya seperti glossodynia dan penyakit periondontal.


27

Penyakit periodontal tercatat sebagai komplikasi terbanyak

keenam dari diabetes mellitus.

28

Terdapat peningkatan resiko 3x

lebih tinggi pada penderita diabetes mellitus untuk mengalami


periodontitis.

29

Peningkatan resiko ini dihubungkan dengan kadar

HbA1c. Inflamasi kronik pada penyakit periodontal mempengaruhi


kadar HbA1C dan resistensi insulin pada diabetes tipe 2. Orang
dengan kadar HbA1c lebih dari 9% memilih kemungkinan lebih
tinggi menderita periodontitis berat dibanding orang tanpa DM
walaupun ras, umur, riwayat merokok, jenis kelaminnya sama. 30 Hal
ini masuk akal karena inflamasi kronik pada periondontal sebagai
dampak tidak terkontrolnya HbA1C.

17

Periodontitis dapat menyebabkan peningkatan resiko


komplikasi pada penderita diabetes. 17 Penelitian menunjukkan
adanya hubungan langsung antara periodontitis dan komplikasi
diabetes tipe 2. Periodontitis sedang-berat meningkatkan resiko
terjadinya mikroalbuminuria, penyakit ginjal, kalsifikasi dari plak
aterosklerotik, penebalan dari pembuluh karotid dan kematian
dengan penyebab kardiorenal. 17 Penelitian menemukan bahwa
penderita diabetes dengan periodontitis memiliki resiko penyakit
kardiovaskular, penyakit serebrovaskular dan gangguan pembuluh
perifer yang lebih besar dibanding penderita diabetes yang tidak
menderita penyakit periodontal.

31

Periodontitis berat juga

meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung iskemik sebesar


2,3 kali dibanding periodontitis sedang-ringan. 32
Inflamasi adalah kunci utama yang menghubungkan penyakit
periodontal dan diabetes. Diabetes tipe 2 merupakan manifestasi
dari reaksi inang yang berlebihan terhadap sitokin fase akut yang
terinduksi oleh mikroflora periodontal. 33 Pada diabetes tipe 1 dan
tipe 2, terjadi peningkatan sitokin inflamasi. 34 Diabetes tipe 1 dan
tipe 2 memiliki hubungan dengan peningkatan level penanda
inflamasi sistemik. 34 IL-6 dan TNF- adalah mediator utama yang
berhubungan dengan peningkatan protein fase akut seperti protein

C-reaktif. 34 Peningkatan kadar protein C-reaktif menandakan


resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular. 35 IL-6 sangat
berkontribusi terhadap tingkat keparahan periodontitis. 36 Diabetes
meningkatkan inflamasi pada jaringan periodontal khususnya pada
diabetes tipe 1 terjadi peningkatan PGE2 dan IL-1 bila pasien
menderita gingivitis atau periodontitis. 37 Periodontitis berat dan
diabetes menyebabkan penurunan fungsi neutrofil khususnya
aktivitas PMN dan kerusakan kemotaxis dan fagositosis sehingga
bakteri dapat bertahan di kantung gusi dan menghancurkan ikatan
periodontal. 38,39
Respon inflamasi yang diperpanjang sebagai respon tubuh
terhadap Porphyrmonas gingivalis menyebabkan peningkatan
produksi IL-6 dan TNF- pada penderita diabetes dibanding yang
tidak menderita diabetes. 39,40 Mekanisme pertahanan inang
terganggu dan menyebabkan peningkatan pada mediator-mediator
inflamasi sehingga terjadi inflamasi periodontal dan peningkatan
resistensi serta turunnya kontrol metabolis glikemik. 39,41,42
Peningkatan kesehatan periodontal menunjukkan penurunan level
dari mediator-mediator inflamasi seperti IL-6, TNF- dan Protein Creaktif.

43,44

Sebaliknya, peningkatan apoptosis pada periodontitis

sebagai komplikasi dari diabetes dapat mengganggu penyembuhan


luka.

27,45

Penilaian kesuksesan tatalaksana pada diabetes diverifikasi


dengan penurunan kadar HbA1C. Pada diabetes tipe 2, pengobatan
periodontal yang tepat dapat mengurangi inflamasi sehingga kadar
HbA1C akan menurun dalam 3 bulan. 46 Pengobatan termasuk
pemebersihan mekanis pada gigi dan menjaga KU mulut. 17 Telah
dibuktikan bahwa pengobatan periodontal pada diabetes dengan
menggunakan antibiotik lokal tanpa operasi, dapat menurunkan
level TNF- . 44,47 Penelitian Iwamoto mengemukakan bahwa redusi
kadar TNF- juga menyebabkan penurunan kadar HbA1C. 44
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengobatan periodontal yang
ditujukan untuk mengurangi inflamasi periodontal dapat

mengembalikan sensitivita insulin dan meningkatkan kontrol


glikemik. 23,41,48
Efek tatalaksana periodontal pada pasien diabetes tipe 1
belum dapat dibuktikan secara klinis. Penelitian menunjukkan tidak
ada perubahan pada level HbA1C setelah pengobatan periodontal.
49,50

Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan karena perbedaan

etiologi pada diabetes 1 dan 2. 51


Kesimpulan: Banyak penelitian yang telah membuktikan
bahwa penyakit periodontal memiliki hubungan dengan penyakit
diabetes. Terdapat penjelasan mekanisme biologis yang menunjang
bahwa penyakit periodontal memberi kontribusi pada diabetes dan
diabetes mengagravasi penyakit periodontal. Penelitan-penelitian di
masa depan mungkin dapat menjelaskan efek tatalaksana penyakit
periodontal terhadap kesuksesan terapi untuk diabetes.
Fakta terkini mendukung pentingnya terapi untuk penyakit
periodontal dengan mengurangi inflamasi periodontal dan
meningkatkan upaya pencegahan penyakit periodontal khususnya
pada penderita diabetes tipe 2. Jadi, pengobatan periodontal
memiliki manfaat pada populasi manapun terutama populasi
dengan resiko tinggi untuk diabetes mellitus tipe 2. Pencegahan,
pada populasi manapun dalah cara terbaik untuk mengurangi
resiko terjadinya penyakit periodontal. Meskipun, hubungan
penyakit periodontal dan diabetes masih belum dapat dipastikan
dengan jelas, sangat penting bagi dokter gigi untuk mengedukasi
pasien terhadap kemungkinan manfaat pengobatan periodontal
terhadap kesehatan pasien diabetes.
REFERENSI
1. Bansal M, Rastogi S, Vineeth NS. Infl uence of periodontal disease
on systemic disease: Inversion of a paradigm: A review. J Med
Life 2013. 6(2): pp. 126-30.
2. World Health Organization. WHO defi nition of health. 1948.

3. Hunter W. Oral Sepsis as a Cause of Disease. Br Med J 1900.


2(2065): pp. 215-6.
4. Dreizen S. Oral indications of the defi ciency states. Postgrad Med
1971. 49(1): pp. 97-102.
5. Williams RC, Off enbacher S. Periodontal medicine: The
emergence of a new branch of periodontology. Periodontol
2000, 2000. 23: pp. 9-12.
6. Terezhalmy GT. Proceedings of the American Academy of Oral
Medicine. The medical history. Special Committee for Clinical
Investigation report no. 1. J Oral Med 1982. 37(4): pp. 1413.
7. Loesche WJ, Grossman NS. Periodontal disease as a specific,
albeit chronic, infection: Diagnosis and treatment. Clin
Microbiol Rev 2001. 14(4): pp. 727-52, table of contents.
8. National Institute of Dental and Craniofacial Research. Periodontal
Disease in Adults (age 20-64) (seniors over 65). 2014.
9. Lawrence B, Glascoe A, McIntosh C, Brown A. Periodontal Disease
and Systemic Health for Medical Students. 2013.
10. Brogden KA, Guthmiller JM, eds. Chapter 8: Periodontal Diseases
in Polymicrobial Diseases. ASM Press Herndon, Va., 2002.
11. Socransky SS, Haff ajee AD, Cugini MA, Smith C, Kent Jr. RL.
Microbial complexes in subgingival plaque. J Clin Periodontol
1998. 25(2): pp. 134-44.
12. Kim J, Amar S. Periodontal disease and systemic conditions: A
bidirectional relationship. Odontology 2006. 94(1): pp. 10-21.
13. Cotsapas C, Hafl er DA. Immune-mediated disease genetics: The
shared basis of pathogenesis. Trends Immunol 2013. 34(1):
pp. 22-6.
14. Esmaili N, Chams-Davatchi C, Valikhani M, Daneshpazhooh, Toosi
S, et al. Assessment of the therapeutic benefi t of oral
prednisolone and common adjuvant therapy in stage II of
randomized controlled trial study for management of
pemphigus vulgaris. Arch Iran Med 2014;17:626-8.

15. Cheng MH, Anderson MS. Insights into type 1 diabetes from the
autoimmune polyendocrine syndromes. Curr Opin Endocrinol
Diabetes Obes 2013. 20(4): pp. 271-8.
16. World Health Organization. Diabetes Progamme: About Diabetes.
2014.
17. Chapple IL, Genco R. Diabetes and periodontal diseases:
Consensus report of the Joint EFP/AAP Workshop on
Periodontitis and Systemic Diseases. J Clin Periodontol 2013.
40 suppl. 14: pp. S106-12.
18. American Diabetes Association: Statistics About Diabetes.
National Diabetes Statistics Report. 2014.
19. National Institute for Health and Care Excellence. Clinical
Guideline 66: Type 2 Diabetes. 2008.
20. Gjymishka A, Coman RM, Brusko TM, Glover SC. Infl uence of
host immunoregulatory genes, ER stress and gut microbiota
on the shared pathogenesis of infl amatory bowel disease and
type 1 diabetes. Immunotherapy 2013. 5(12): pp. 1357-66.
21. Centers for Disease Control and Prevention. National Diabetes
Fact Sheet. Diabetes Public Health Resource, 2011.
22. National Diabetes Information Clearinghouse (NDIC): Service of
National Institutes of Diabetes and Kidney Diseases, National
Institutes of Health, U.S. Department of Health and Human
Services, Insulin Resistance and Prediabetes.
23. Santos Tunes R, Foss-Freitas MC, Nogueira-Filho Gda R. Impact of
periodontitis on the diabetes-related infl ammatory status. J
Can Dent Assoc 2010. 76: p. a35.
24. Sarwar N, Gao P, Seshasai SR, Gobin R, Kaptoge S, Di
Angelantonio E, et al. Diabetes mellitus, fasting blood glucose
concentration and risk of vascular disease: A collaborative
meta-analysis of 102 prospective studies. Lancet 2010.
375(9733): pp. 2215-22.
25. OGara PT, Kushner FG, Ascheim DD, Casey Jr. DE, Chung MK, de
Lemos JA, et al. 2013 ACCF/AHA guideline for the management

of ST-elevation myocardial infarction: A report of the American


College of Cardiology Foundation/ American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines. Circulation 2013. 127(4):
pp. e362-425.
26. Cukierman T, Gerstein HC, Williamson JD. Cognitive decline and
dementia in diabetes systematic overview of prospective
observational studies. Diabetologia 2005. 48(12): pp. 2460-9.
27. Lamster IB, Lalla E, Borgnakke WS, Taylor GW. The relationship
between oral health and diabetes mellitus. J Am Dent Assoc
2008. 139 suppl. pp. 19S-24S.
28. Loe H. Periodontal disease. The sixth complication of diabetes
mellitus. Diabetes Care 1993. 16(1): pp. 329-34.
29. Mealey BL, Ocampo GL. Diabetes mellitus and periodontal
disease. Periodontol 2000 2007. 44: pp. 127-53.
30. Tsai C, Hayes C, Taylor GW. Glycemic control of type 2 diabetes
and severe periodontal disease in the U.S. adult population.
Community Dent Oral Epidemiol 2002. 30(3): pp. 182-92.
31. Thorstensson H, Kuylenstierna J, Hugoson A. Medical status and
complications in relation to periodontal disease experience in
insulin-dependent diabetics. J Clin Periodontol 1996. 23: pp.
194-202.
32. Saremi A, Nelson RG, Tulloch-Reid M, Hanson RL, Sievers ML,
Taylor GW, et al. Periodontal disease and mortality in type 2
diabetes. Diabetes Care 2005. 28: pp.
27-32.
33. Pickup JC. Infl ammation and activated innate immunity in the
pathogenesis of type 2 diabetes. Diabetes Care 2004. 27(3):
pp. 813-23.
34. Dandona P, Aljada A, Bandyopadhyay A. Infl ammation: The link
between insulin resistance, obesity and diabetes. Trends
Immunol 2004. 25(1): pp. 4-7.
35. Schmidt MI, Duncan BB, Sharrett AR, Lindberg G, Savage PJ, Off
enbacher S, et al. Markers of infl ammation and prediction of

diabetes mellitus in adults (Atherosclerosis Risk in


Communities study): A cohort study. Lancet 1999. 353(9165):
pp. 1649-52.
36. Rotter V, Nagaev I, Smith U. Interleukin-6 (IL-6) induces insulin
resistance in 3T3-L1 adipocytes and is, like IL-8 and tumor
necrosis factor-alpha, overexpressed in human fat cells from
insulin-resistant subjects. J Biol Chem 2003. 278(46): pp.
45777-84.
37. Salvi GE, Yalda B, Collins JG, Jones BH, Smith FW, Arnold RR, et
al. Infl ammatory mediator response as a potential risk marker
for periodontal diseases in insulindependent diabetes mellitus
patients. J Periodontol 1997. 68(2): pp. 127-35.
38. Manouchehr-Pour M, Spagnuolo PJ, Rodman HM, Bissada NF.
Impaired neutrophil chemotaxis in diabetic patients with
severe periodontitis. J Dent Res 1981. 60(3): pp. 729-30.
39. Stanko P, Izakovicova Holla L. Bidirectional association between
diabetes mellitus and infl ammatory periodontal disease. A
review. Biomed Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech
Repub 2014. 158(1): pp. 35-8.
40. Naguib G, Al-Mashat H, Desta T, Graves DT. Diabetes prolongs
the infl ammatory response to a bacterial stimulusthrough
cytokine dysregulation. J Invest Dermatol 2004.123(1): pp. 8792.
41. Mealey, BL, Oates TW. Diabetes mellitus and periodontal
diseases. J Periodontol 2006. 77(8): pp. 1289-303.
42. Loos BG. Systemic markers of infl ammation in periodontitis. J
Periodontol 2005. 76(11 Suppl): pp. 2106-15.
43. DAiuto F, Parkar M, Andreou G, Suvan J, Brett PM, Ready D, et
al. Periodontitis and systemic infl ammation: Control of the
local infection is associated with a reduction in serum infl
ammatory markers. J Dent Res 2004. 83(2): pp. 156-60.
44. Iwamoto Y, Nishimura F, Nakagawa M, Sugimoto H, Shikata K,
Makino H, et al. The eff ect of antimicrobial periodontal

treatment on circulating tumor necrosis factoralpha and


glycated hemoglobin level in patients with type 2 diabetes. J
Periodontol 2001. 72(6): pp. 774-8.
45. Tunali M, Ataoglu T, Celik I. Apoptosis: An underlying factor for
accelerated periodontal disease associated with diabetes in
rats. Clin Oral Investig 2014. 18(7): pp. 1825-33.
46. Engebretson S, Kocher T. Evidence that periodontal treatment
improves diabetes outcomes: A systematic review and metaanalysis. J Periodontol 2013. 84(4 suppl.): pp. S153-69.
47. Nishimura F, Iwamoto Y, Mineshiba J, Shimizu A, Soga Y,
Murayama Y. Periodontal disease and diabetes mellitus: The
role of tumor necrosis factor-alpha in a two-way relationship. J
Periodontol 2003. 74(1): pp. 97-102.
48. Mealey BL, Rose LF. Diabetes mellitus and infl ammatory
periodontal diseases. Curr Opin Endocrinol Diabetes Obes
2008. 15(2): pp. 135-41.
49. Llambes F, Silvestre FJ, Hernndez-Mijares A, Guiha R, Caff esse
R. The eff ect of periodontal treatment on metabolic control of
type 1 diabetes mellitus. Clin Oral Investig 2008.12(4): pp.
337-43.
50. Arheiam A, Omar S. Dental caries experience and periodontal
treatment needs of 10- to 15-year-old children with type 1
diabetes mellitus. Int Dent J 2014. 64(3): pp. 150-4.
51. Bascones-Martinez A, Matesanz-Perez P, Escribano- Bermejo M,
Gonzlez-Moles M, Bascones-Ilundain J, Meurman JH.
Periodontal disease and diabetes review of the literature.
Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2011. 16(6): pp. e722-9.

Anda mungkin juga menyukai