Anda di halaman 1dari 10

STRATIGRAFI

A. Pengertian Stratigrafi
Stratigrafi adalah susunan lapisan sedimen dari waktu ke waktu. Perlapisan batuan
sedimen mengandung makna penting dalam menentukan umur relatif batuan dan lingkungan
pengendapan dalam hubungan ruang dan waktu. Jadi, lapisan-lapisan batuan sedimen
mengandung catatan kejadian penting pada masa silam seperti iklim, jenis organisme yang
hidup, lingkungan tempat terbentuknya batuan tersebut, kapan batuan tersebut terbentuk dan
sebagainya. Oleh karena itu, stratigrafi digunakan sebagai studi mengenai sejarah, komposisi dan
umur relatif serta distribusi pelapisan tanah dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk
menjelaskan sejarah bumi.

B. Prinsip-prinsip Stratigrafi
Steno mengemukakan tiga prinsip stratigrafi yaitu prinsip kemendataran awal,
superposisi, dan kesinambungan menyamping.
a. Prinsip Kemendataran Awal (The law of original horizontality)
Menjelaskan bahwa proses pengendapan bahan sedimen pada awalnya mendatar, kecuali
sedimen kasar di lingkungan pengendapan non marin sering membentuk sudut 300 menurut sudut
hentinya (angle of repose), misalnya pada kipas aluvial, endapan rombakan batuan (talus scree),
endapan vulkanik di lereng gunung api.
b. Prinsip Superposisi (The law of superposisi)
Menjelaskan bahwa dalam suatu pengendapan yang berlapis-lapis, lapisan bawah yang
diendapkan lebih awal dan berumur lebih tua daripada lapisan-lapisan di atasnya. Prinsip ini
hanya berlaku apabila lapisan-lapisan tersebut belum mengalami gangguan misalnya mengalami
pelipatan rebah.
c.

Prinsip Kesinambungan Menyamping (The law of lateral continuety)


Menjelaskan bahwa perlapisan batuan sedimen menerus melintasi ledok pengendapan, tidak
diendapkan di satu tempat saja secara vertikal. Oleh karena itu, dalam suatu lingkungan
pengendapan, suatu lapisan masih dapat diketemukan lanjutannya ke samping.

Ciri batuan sedimen adalah berlapis-lapis, pipih berbentuk lempengan. Penyebab


perlapisan kadang-kadang mudah ditafsirkan namun ada pula yang sulit diketahui penyebabnya.
Pada batuan sedimen klastik, penyebab perlapisan batuan adalah :
1. Perubahan iklim, yang berpengaruh pada banyak sedikitnya bahan sedimen yang diendapkan.
2. Perubahan tinggi muka laut(transgresi dan regresi laut),berpengaruh pada perbedaan ketinggian
antara daerah asal sedimen dengan lingkungan pengendapan.
3. Pengangkatan daerah asal sedimen, berpengaruh pada besar kecilnya erosi, daya angkut sungai,
dan sifat batuan yang diendapkan.
4. Pengaruh kimia, misalnya garam-garaman menyebabkan terjadinya pengendapan secara
kimiawi.
5. Perlapisan karena organisme, misalnya pada kurun waktu tertentu lingkungan memungkinkan
hidupnya organisme diatomeae maka terbentuklah lapisan yang berbeda.

C. Satuan-satuan Stratigrafi
Lapisan batuan sedimen juga perlu diberi nama supaya mudah dibedakan dengan lapisan
batuan lain. Satuan perlapisan batuan terkecil yang masih dapat diamati di lapangan disebut
lapisan (laminae). Lapisan-lapisan yang mempunyai kesamaan tertentu misalnya kesamaan
litologi digabung dan disebut formasi (formation). Suatu formasi dapat pula dibagi ke dalam
anak bagian, misalnya formasi tersebut terdiri dari lapisan yang berganti-ganti antara batupasir
lempeng - batupasir lempung maka batupasir dan lempung disebut anggota (member).
Beberapa formasi yang mempunyai persamaan sifat-sifat tertentu digabungkan menjadi
kelompok (group), misalnya beberapa formasi batuan endapan vulkanik disebut kelompok
vulkanik.
Kelompok, formasi, anggota, biasanya diberi nama menurut tempat diberikan singkapan
terbaik atau berdasarkan tempat pertama kali diketemukan. Contoh: Formasi Tellisa di Sumatera
Selatan, terutama terdiri dari lapisan-lapisan lempung dan napal, diberi nama sesuai nama anak
sungai Tellisa (di Jambi) tempat diketemukannya singkapan yang bagus. Di beberapa tempat
dalam Formasi Tellisa ini terdapat batu gamping yang menggantikan senagian lempung. Batu
gamping tersebut diberi nama Member Baturaja sesuai dengan nama tempat di mana pertama
kali diketemukan. Jadi pemberian nama sangat subyektif, namun kalau sudah diberi nama oleh
peneliti terdahulu maka hendaknya jangan membuat nama baru lagi. Perhatikan contoh stratigrafi
di daerah Karawang Selatan, Jawa Barat pada gambar 1.0

Gambar 1.0 contoh stratigrafi di daerah Karawang Selatan, Jawa Barat

D. Ketidakselarasan dalam Stratigrafi


Lyell dan ahli geologilainnya pada abad ke 19 berspekulasi bahwa memungkinkan untuk
menentukan umur mutlak batuan dengan menggunakan catatan stratigrafi. Dia mengatakan bila
seseorang mengukur tingkat sedimentasidi laut, dan mengukur tebal seluruh sedimen, maka
mungkin untuk menghitung berapa lama terjadinya lapisan batuan sedimen tersebut. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan benar dengan mengasumsikan bahwa;
a. Tingkat sedimentasi konstan selama terjadi sedimentasi
b. Diasumsikan bahwa seluruh lapisan conform, yang berati diendapkan lapisan demi lapisan tanpa
interupsi/gangguan. Jika ada gap/ada yang hilang dalam catatan geologi karena tererosi atau

tidak ada pengendapan maka waktu yang didapatkan dari perhitungan akan mengalami
kesalahan.
Asumsi pertama salah karena dari pengamatan sehari-hari pada masa sekarang berbeda
tingkat sedimentasi dari tempat satu ke tempat yang lainnya dan dari waktu ke waktu. Asumsi
kedua juga salah karena sedimen dapat hilang secara periodik oleh perubahan lingkungan seperti
perubahan tinggi permukaan laut dan aktivitas tektonik yang memimpin ke terjadinya erosi dan
tidak terjadi pengendapan.
Unkonforminitas adalah tidak adanya kesinambungan dalam urutan sedimentasi. Hal itu
terjadi karena perubahan kondisi lingkungan yang menyebabkan tidak terjadinya pengendapan
pada waktu tertentu. Ada tiga jenis unkonforminitas yang dijumpai dalam batuan sedimen, yaitu
angular unconformity, diskonformity, nonconformity.
a.

Angular unconformity, berkaitan dengan lapisan yang lebih tua mengalami deformasi
kemudian tererosi sebelum lapisan lebih muda diendapkan diatasnya.

b.

Disconformity, yaitu unkonforminitas yang permukaan lapisan tidak teratur diantara lapisan
mendatar yang disebabkan oleh berhentinya sedimentasi danterjadi erosi, tetapi tidak ada
pemiringan lapisan. Diskonforminitas mudah dikenali karena lapisan diatas dan dibawahnya
mendatar.

c.

Noncomforminity, dimana lapisan sedimen terletak diatas bakuan bekuatau batuan metamorf.

E. Waktu Geologi
Waktu adalah periode selama suatu proses berlangsung, terjadi serangkaian kejadian yang
tidak dapat diubah lagi. Waktu sangat penting dalam kehidupan manusia, demikian juga dalam
ilmu pengetahuan, termasuk dalam bidang Geologi. Karena itu para ahli Geologi berusaha
menciptakan skala waktu geologi untuk mengungkapkan kejadian-kejadian geologis seperti
kapan terbentuknya bumi, kapan batuan tertentu terbentuk, kapan suatu daerah mengalami
pelipatan, dan sebagainya.
Orang Mesir kuno mengamati dengan seksama perjalanan semu matahari lalu
dihubungkan dengan zodiak, dan kemudian menetapkan bahwa lamanya perjalanan matahari
sampai ke kedudukan semula adalah 1 tahun. Kemudian tahun 1964 ahli-ahli ilmu pengetahuan
alam berusaha mendapatkan alat ukur yang lebih akurat dengan menggunakan derajat getaran
atom cesium 133. Jam cesium yang tingkat kesalahannya kecil yaitu <1detik/1.000tahun,

sekarang digunakan meluas di seluruh dunia dan orang meninggalkan pengukuran waktu
berdasarkan teori relativitas dari Einstein.
Bumi kita selalu mengalami perubahan sebagai akibat dari proses-proses yang dialami.
Periode suatu proses berlangsung atau perubahan-perubahan/kejadian-kejadian yang dialami
bumi perlu diketahui karena mempunyai nilai positif bagi ilmu pengetahuan, khususnya bagi
penggunaan praktis dalam ilmu pengetahuan, khususnya bagi penggunaan praktis dalam ilmu
geologi itu sendiri. Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa teori evolusi kehidupan yang
mendasari ilmu Biologi tidak membawa arti sepenuhnya bila tidak dihubungkan dengan waktu
geologi, kapan spesies tertentu hidup di dunia ini dan seterusnya. Eksplorasi mineral bahan
galian yang terkandung di dalam bumi akan mengalami kesulitan jika kejadian-kejadian geologis
yang menghasilkan deposit tersebut tidak dapat direkonstruksikan.
Sadar akan pentingnya waktu, maka ahli geologi berusaha dengan segala kemampuan
menafsirkan dan menghitung umur bumi, umur unit-unit batuan, dan semua kejadian-kejadian
yang berhubungan dengan bumi. Adapun bidang geologi yang berhubungan erat dengan
penentuan umur geologi terutama 3 sub spesialisasi geologi yaitu Palaentologi yang
mempelajari fosil-fosil dalam rangka mengungkap kehidupan masa silam, Stratigrafi yang
mempelajari lapisan-lapisan batuan sedimen, dan Geokronologi suatu sub spesialisasi gabungan
antara geokimia dan geofisika yang bekerja menentukan umur absolut berdasarkan mineral yang
terkandung dalam batuan. Akhirnya dikenal 2 macam ukuran waktu geologi yaitu umur absolut
dan umur relatif.
Pada tahun 1654 Uskup Agung James Ussher mengambil kesimpulan sebagai hasil
analisis skriptualnya bahwa bumi diciptakan pada tahun 4004 SM. Beberapa tahun kemudian,
DR. John Lightfood dari sekolah teologia Cambridge, Inggris, merasa dapat menunjukkan
lebih tepat lagi kapan bumi diciptakan oleh sang pecipta, seperti tulisannya berikut ini: Heaven
and Earth, center and circumference, were made in the same instance of time, and clouds full
of water, and man was created by Trinity on the 26th of October 4004 BC at 9 oclock in the
morning . Benarkah bumi baru berumur sekitar 6000 tahun? Bagaimana pandangan para ahli
ilmu pengetahuan terhadap pendapat kedua teolog tersebut, dapat diikuti uraian berikut ini.
1. Pengukuran Relatif
Umur relatif berarti dalam mengungkap umur belum dinyatakan secara tegas dengan
skala waktu melainkan hanya membandingkan mana yang lebih tua dan mana yang lebih muda.
Misalnya kita mengamati 2 lapisan batuan sedimen A dan B, maka dengan menggunakan umur

relatif kita cukup mengatakan lapisan batuan sedimen A lebih tua daripada lapisan batuan
sedimen B atau sebaliknya, atau terbentuk pada waktu yang sama (seumur).
Beberapa metode pengukuran umur relatif antara lain:
1.) Metode Superposisi
Digunakan untuk menentukan umur relatif batuan sedimen yang belum mengalami
gangguan (misalnya mengalami pelipatan). Prinsipnya adalah lapisan batuan sedimen yang
terletak paling atas umurnya lebih muda daripada lapisan dibawahnya. Hal ini mudah dipahami
karena proses pengendapan dimulai dari bawah.
2.) Metode Intertonguing
Artinya batuan yang saling memasuki?menembus satu sama lain. Digunakan pada batuan
sedimen yang struktur pelapisannya saling memasuki satu sama lain. Kalau menemukan batuan
semacam itu maka dapat ditafsirkan umur kedua lapisan batuan tersebut sama.
3.) Metode Intrusi
Digunakan pada batuan intrusi. Pada peristiwa adanya batuan intrusi (magma membeku
dalam batuan sedimen) maka dapat ditafsirkan bahwa batuan intrusi umurnya lebih muda
daripada batuan sedimen yang dimasuki.
4.) Metode Metamorfosis
Digunakan pada batuan malihan. Apabila kita menemukan batuan malihan maka
penafsirannya adalah batuan malihan tersebut lebih muda daripada batuan induknya (batuan
darimana dia berasal). Misalnya kita menemukan batuan pualam (marmer) kapur maka dapat
ditafsirkan bahwa batu pualam lebih muda umurnya daripada batu kapur karena marmer berasal
dari batu kapur yang mengalami metamorfosis.
5.) Metode Deformasi
Digunakan pada proses perubahan formasi batuan akibat adanya proses geologi seperti
patahan atau pelipatan. Dalam keadaan demikian dapat ditafsirkan bahwa batuan yang
mengalami patahan atau pelipatan tersebut umurnya lebih tua daripada peristiwa patahan atau
pelipatan. Jadi sudah ada lapisan batuan baru terjadi proses pematahan atau pelipatan.
6.) Metode Fauna
Dapat diartikan pergantian alam binatang. Setiap lapisan sedimen biasanya mengandung
fosil dengan karakteristik sendiri-sendiri menurut tempat dan waktu organisme itu hidup. Ciriciri/karakteristik fosil dalam setiap lapisan sedimen dikenal dengan sebutan facies plaentologi.

Dengan bantuan fosil yang terkandung dalam batuan, dapat menunjukkan kepada kita umur dari
masing-masing lapisan batuan. Kalau diketemukan di daerah yang sama atau berdekatan (local
area) dan belum mengalami gangguan, maka penentuan umur lapisan batuandan sekaligus umur
fosil yang ada di dalamnya dapat dilakukan dengan menggunakan metode superposisi. Untuk
daerah yang berjauhan tetapi menunjukkan ciri-ciri yang sama dapat dilakukan penasabahan atau
korelasi untuk menentukan umur lapisan batuan. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian dalam
bidang biologi bahwa spesies-spesies tertentu hanya hidup dalam suatu kurun waktu
tertentudalam perkembangan sejarah bumi, kemudian menghilang digantikan oleh spesies
berikutnya setelah melewati interval kurun waktu tertentu. Dalam hal ini sumbangan dari
palaentologi sangat besar peranannya untuk menentukan umur relatif batuan.
Demikianlah secara singkat cara penentuan umur relatif batuan, nampaknya sangat
sederhana namun dalam pelaksanaannya di lapangan membutuhkan pengetahuan yang luas
dalam bidang geologi dan beberapa ilmu lain sebagai ilmu bantu, serta pengalaman dan
ketekunan.
2. Pengukuran Umur Mutlak
Istilah mutlak menunjukkan bahwa para ahli telah melangkah lebih maju lagi dengan
menggunakan skala waktu yang kita kenal sehari-hari seperti tahun dalam menyatakan umur
suatu lapisan batuan. Misalnya dikatakan lapisan A berumur 50 juta tahun, bumi terbentuk 4,5
milyar tahun yang lalu dan sebagainya.
Di sini akan ditekankan bahwa kata mutlak tidak dapat ditafsirkan sama bila kita
menghitung umur kita yang sudah tercatat dengan teliti kapan kita lahir. Kejadian-kejadian yang
dialami bumi sepanjang sejarahnya, sulit sekali diketahui secara pasti, karena jauh sebelum ada
manusia bumi sudah ada. Memang lapisan-lapisan batuan sedimen merupakan lembaranlembaran catatan yang berisi keterangan sebagai petunjuk kapan suatu proses geologi terjadi,
namun tentu saja sangat sulit mentransfernya kedalam skala waktu yang kita pakai sehari-hari.
Oleh karena itu penentuan umur bumi dengan menggunakan metode paling baik yang dimiliki
sekarang, standar kesalahannya ada yang sampai 200.000 tahun.
Hal ini akan mudah dipahami kalau kita menyadari bahwa pengukuran yang kita lakukan
sehari-hari dengan ketelitian maksimal pasti mengalami kesalahan. Salah satu contoh sederhana
adalah pengukuran jarak 1 cm di atas kertas dengan menggunakan penggaris dan pensil, minimal

akan mengalami kesalahan dalam hal: ketidak tepatan mata kita memandang tegak lurus dari atas
akan menghasilkan penentuan titik pada kertas tidak tepat lagi, kesalahan karena tebal garis pada
penggaris dan kesalahan karena tebal titik yang dibuat di atas kertas. Semakin tebal garis
petunjuk pada penggaris dan titik yang dibuat di atas kertas, semakin besar pula keselarasan yang
dibuat. Oleh karena itu, kesalahan ratusan tahun dalam menakssir umur bumi yang sudah
miliaran tahun adalah hal yang wajar, walaupun tentunya diharapkan kesalahan tersebut semakin
kecil.
Sejalan dengan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan, maka sejak tahun
1950an para ahli berhasil melakukan pengukuran-pengukuran yang lebih reliabel dan dinyatakan
dengan skala waktu yang kita gunakan sehari-hari. Tetapi tidak berarti bahwa pengukuran umur
relatif sudah ditinggalkan sama sekali, karena dalam hal-hal tertentu justru diperlukan umur
relatif saja tanpa harus mencari tahu umur mutlaknya. Dengan demikian maka dalam geologi
keduanya berjalan seiring, saling melengkapi, bahkan tidak jarang metode pengukuran umur
relatif dibutuhkan misalnya dalam penasabahan.
Seperti halnya penentuan umur relatif, ada beberapa metode yang dikembangkan selaras
dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Mula-mula para ahli menentukan umur mutlak secara kasar
dan terlalu teoritis dengan mendasarkan pada intensitas proses-proses geologi. Dengan
pendekatan yang demikian diasumsikan bahwa proses-proses geologis yang diamati sekarang ini
juga berlaku pada masa silam. (Prinsip Uniformitas dari Charles Lyell, yang dipengaruhi
oleh pandangan James Hutton: The present is the key to tthe past). Bahkan lebih jauh lagi,
intensitasproses dianggap sama dari waktu. Dengan demikian hasilnya sangat kasar, namun
cukup menunjukkan bahwa umur bumi sudah berjuta-juta tahun.
Selanjutnya para ahli memanfaatkan penemuan-penemuan baru khususnya mengenai
unsur radioaktif yang pertama kali diketemukan oleh ahli Fisika-Kimia dan Perancis, Henry
Beequerel tahun 1896, kemudian diketahui bahwa Rontgen juga telah menemukan bahwa
unsur-unsur tertentu mengeluarkan sinar-X yang berdaya tembus sangat kuat. Berikutnya
pasangan suami istri Pierre dan Merrie Curie, menemukan adanya unsur radioaktif lain yang
disebut radium.
Perkembangan pengetahuan mengenai unsur badioaktif ini sangat membantu para ahli
geologi dalam menentukan unsur mutlak bumi/batuan, karena di dalam bumi tersimpan berbagai
unsur radioaktif tersebut dapat diketahui dari sebuah alat yang dikenal dengan nama Geiger

Counter, yang akan menimbulkan suara bila ada unsur radioaktif yang memancarkan radiasinya.
Besar kecilnya radiasi ditentukan oleh banyaknya pukulan perdetik.
Uraian metode pengukuran umur mutlak secara singkat akan dibicarakan mulai dari yang
paling sederhana.
1). Metode Pendinginan Bumi, digunakan untuk mengukur umur bumi dengan

menghitung

pendinginan bumi. Para ahli menaksir suhu bumi mula-mula, tingkat pendinginan, dan suhu
bumi sekarang. Tahun 1899 Lord Kelvin mencoba menghitung umur bumi dengan metode ini
dan sampai pada kesimpulan bahwa bumi mulai memadat 20-40 juta tahun yang lalu. Pendapat
Lord Kelvin tersebut ditentang ahli lain dengan alasan:
(a). ahli astronomi dewasa ini beranggapan bahwa bumi terbentuk dari akumulasi materi antar
bintang yang sifatnya dingin
(b). ahli lain mengatakan bahwa gambaran umur bumi yang dikemukakan oleh Lord Kelvin
hanya umur minimum saja, karena ada pemanasan dari unsur-unsur radioaktif yang ada di dalam
bumi.
2). Metode Kadar Garam Air Laut, digunakan untuk mengukur unsur laut. Dasarnya adalah
sungai ke laut. Dengan menghitung kadar garam laut sekarang, berapa tambahannya setiap tahun
maka dapat dihitung sudah berapa lama proses berlangsungsampai ke keadaan sekarang tahun
1998 Joly menghitung unsur laut dan sampai pada kesimpulan bahwa umur laut sekitar 15 x 10 15
kg : 15,1 x 107 kg/tahun =99 juta tahun. Kelemahan metode ini adalah: (a). ada sumbar garam
lain yang masuk kedalam laut, tidak hanya dari daratan yang terbawa air sungai (misalnya garam
yang terbantuk hasil reaksi kimia di dalam laut, letusan gunungapi di dasar laut dan sebagainya;
(b) besarnya tambahan garam laut ke dalam setiap tahun tidak sama, nampaknya masa-masa
sekarang maningkat karena industri bertambah banyak; ada garam-garaman yang hilang dari laut
karena diambil manusia, tertiup angin ke udara dan sebagainya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa umur laut yang dikemukakan Joly terlalu sedikit.
3) Metode Tingkat Sedimen, digunakan untuk mengukur umur batuan sedimen yang belum
mengalamigangguan seperti pelipatan dan patahan. Dengan metode ini tebal lapisan sampai ke
lapisan yang ingin diukur umurnya dihitung, demikian pula tingkat sedimentasi setiap tahun
dihitung, maka umur lapisan dapat dihitung, maka umur lapisan dapat dihitung. Misalnya tebal
lapisan endapan = 10.000 meter, sedang pengukuran tiap tahun menunjukkan bahwa setiap tahun

tebal endapan bertambah 0,5 mm, maka lapisan terbawah berumur 10.000 m: 0,5 mm = 20 juta
tahun.
4) Metode Tingkat Erosi, prinsipnya sama dengan metode tingkat sedimentasi, yaitu tebal
lapisan yang tererosi diukur demikian juga tingkat erosi setiap tahun diukur. Metode ini pernah
digunakan menghitung proses erosi mundur di air terjun Niagara, dan diketahui bahwa proses
erosi telah berlangsung sejak 24.000 tahun.
5) Metode Lingkaran Pertumbuhan (Growth Rings), digunakan mengukur umur batuan
sedimen, pada pohon-pohon tertentu akan terlihat dengan jelas lingkaran pertumbuhan setiap
tahun, di mana pada musim pertumbuhan akan terbentuk lingkaran tetapi pada masa istirahat
tidak akan terbentuk lingkaran pertumbuhan. Lingkaran tersebut merupakan catatan penting yang
menjadi petunjuk umur pohon tersebut. Apabila kita mengumpulkan fosil tumbuhan seperti itu
dari setiap lapisan sedimen kemudian mengurutkannya sesuai dengan prinsip superposisi maka
akan diketemukan umur mutlak lapisan batuan.
(dikutip dari modul pembelajaran Geologi Umum Universitas Negeri Malang, JP. Buranda)

Anda mungkin juga menyukai