Trichomonas vaginalis
Nuramalina binti Reman
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jl.Arjuna Utara No. 6
Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax: (021) 563-1731
e-mail: nuramalinareman.2013fk501@civitas.ukrida.ac.id
PENDAHULUAN
Infeksi menular seksual (IMS) merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih
menjadi masalah penting dalam kesehatan masyarakat. Data dari seluruh dunia
melaporkan, IMS yang paling populer adalah trikomoniasis, chlamydia genital, human
papiloma virus, gonore, dan herpes genital.1 Prevalensi IMS pada wanita di negara
berkembang jauh lebih tinggi daripada di negara maju. Dilaporkan di Indonesia,
prevalensi IMS yang secara tidak sengaja ditemukan pada pemeriksaan Pap Smear
terhadap 6666 wanita usia 25-45 tahun dari 6 klinik di Jakarta mencapai 29%. Adapun
penelitian lain di sebuah klinik di Bali pada tahun 1987-1988 menemukan bahwa dari 695
wanita yang mengalami abortus, 53% diketahui menderita infeksi saluran reproduksi dan
IMS. Diantara penyebab IMS tersebut adalah protozoa Trichomonas vaginalis.1
Tingginya prevalensi infeksi T vaginalis di seluruh dunia dan frekuensi koinfeksi
dengan IMS lain membuat trikomoniasis masalah kesehatan masyarakat yang
menggusarkan. Bahkan, penelitian telah menunjukkan bahwa infeksi dengan T vaginalis
meningkatkan risiko penularan HIV pada laki-laki dan perempuan.2 Trichomoniasis juga
terkait dengan hasil yang merugikan kehamilan , infertilitas , infeksi pasca operasi , dan
neoplasia serviks.
Manusia adalah satu-satunya tuan rumah yang diketahui dari T vaginalis . Penularan
terjadi terutama melalui hubungan seksual.1 Organisme ini paling sering diisolasi dari
cairan vagina pada wanita dan sekresi uretra pada pria . Belum diisolasi dari situs lisan ,
dan prevalensi dubur tampaknya rendah pada laki-laki yang berhubungan seks dengan
umur,
tempat/tanggal
lahir,
jenis
kelamin,
agama,
alamat,
Penampakan umum
Compos Mentis
:
pasien:
TTV
Mata
Pemeriksaan fisik juga dilakukan mulai dari bagian kepala dan berakhir
pada anggota gerak yaitu kaki untuk mendeteksi apakah ada kelainan pada
pasien. Pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi. Pada pasien
ini, dilakukan pemeriksaan ginekologis dan didapatkan:
Inspeksi genitalia luar :
luka
Inspekulo
encer dan
bintik-bintik
Permukaan serviks
licin
dan
ostium
uteri
eksternum tertutup
Pemeriksaan bimanual:
teraba
Trikomoniasis sering kali tidak terdiagnosis. Baik wanita dan pria, penyedia
pelayanan kesehatan harus melakukan pemeriksaan fisik dan uji laboratorium untuk
mendiagnosis trikomoniasis, antara lain sebagai berikut:
a. Wet Mount
Wet mount adalah metode yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis
trikomoniasis. Metode ini menujukkan sensitivitas sebesar 60%.2 Untuk metode ini,
spesimen ditempatkan dalam medium kultur selama 2-7 hari sebelum diperiksa. Jika
trichomonads hadir dalam spesimen asli, mereka akan berkembang biak dan lebih
mudah untuk dideteksi. Hal ini baik sangat sensitif dan sangat spesifik. Pada pasien
ditemukan parasit berflagel.
b. Kalium Hidroksida (KOH) "Test Whiff"
Uji ini adalah teknik dasar yang dapat digunakan sebagai bagian dari diagnosis
klinis. Pengujian dilakukan dengan mencampurkan usapan cairan vagina dengan
larutan kalium hidroksida 10%, kemudian menciumnya. Bau amina (amis) yang kuat
bisa menjadi indikasi trikomoniasis atau vaginosis bakteri.2 Pada pasien, test ini
didapatkan negative.
c. Test pH vagina
Bakterial Vaginosis (BV) paling sering dijumpai sebagai penyebab infeksi vagina
pada wanita pada masa produktif. Semula disebut sebagai vaginitis nonspesifik, suatu
gambaran keadaan yang merupakan pengecualian dari vaginitis yang sudah jelas
etiologinya.3 Namun saat ini para ahli menyatakan kuman Gardnerella vaginalis yang
dianggap sebagai penyebab vaginitis nonspesifik. Hal yang khas pada vaginitis
nonspesifik ialah dijumpainya perubahan flora vagina.
Infeksi BV dinyatakan sebagai infeksi polimikrobial yang disebabkan oleh
penurunan jumlah laktobasilus dikuti oleh peningkatan bakteri anaerob yang berlebihan. 3
Keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai dengan perubahan konsentrasi
hidrogen peroksida (H2O2) hasil produksi flora normal Lactobacillus di vagina.
Penurunan konsentrasi H2O2 digantikan oleh peningkatan konsentrasi bakteri anaerob
(Mobiluncus, Provetella, Peptostreptococcus, Bacteroides, dan Eubacterium) dan bakteri
fakultatif (Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, Enterococcus dan grup
Streptococcus).2 Perubahan ini umumnya ditandai dengan produksi sekret vagina yang
banyak, berwarna abu-abu, tipis, homogen, berbau amis dan terdapat peningkatan pH.
Menegakkan diagnosis infeksi BV harus ada tiga dari empat kriteria sebagai berikut,
yaitu : (1) adanya clue cellspada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah, (2) adanya bau
amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina, (3) duh yang homogen, kental,
tipis, dan berwarna seperti susu, (4) pH vagina lebih dari 4,5 dengan menggunakan
nitrazine paper.3 Wanita seksual aktif merupakan karier Gardnerella vaginalis lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita yang belum pernah berhubungan seks sebelumnya. Data lain
Jadi sebenarnya, tidak ada keluhan yang benar-benar spesifik untuk KVV.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan pembengkakan pada labia dan vulva,
juga dapat ditemukan lesi papulo pustular di sekitarnya. Servik tampak normal sedangkan
mukosa vagina tampak kemerahan. Bila ditemukan keluhan dan tanda-tanda vaginitis
serta pH vagina < 4,5 dapat diduga adanya infeksi kandida, sedangkan bila pH vagina > 5
kemungkinan adalah vaginitis karena bakterial vaginosis,trikhomonas vaginitis atau ada
infeksi campuran.4
3.4 Diagnosis kerja
Pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut maupun
kronik. Pada kasus akut terlihat sekret vagina keruh kental berwarna kekuning-kuningan,
kuning hijau, berbau tidak enak dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan
sembab. Selain itu didapatkan rasa gatal dan panas di vagina. Rasa sakit sewaktu
berhubungan seksual mungkin juga merupakan keluhan utama yang dirasakan penderita
dengan trikomoniasis.1 Pasien dengan trikomoniasis dapat juga mengalami perdarahan
pasca sanggama dan nyeri perut bagian bawah. Bila sekret banyak yang keluar, dapat
timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar bibir vagina. Pada kasus yang kronis, gejala
lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak berbusa.5
Berbeda dengan wanita, pada pria biasanya tidak memberikan gejala. Kalaupun
ada, pada umumnya gejala lebih ringan dibandingkan dengan wanita. Gejalanya antara
lain iritasi di dalam penis, keluar cairan keruh namun tidak banyak, rasa panas dan nyeri
setelah berkemih atau setelah ejakulasi.
3.5 Epidemiologi
Menurut perkiraan tahunan WHO, ada 7,4 juta kasus trikomoniasis diperkiraan setiap
tahun di Amerika Serikat, dengan lebih dari 180 juta kasus yang dilaporkan di seluruh
dunia. Jumlah sebenarnya orang yang terinfeksi trikomoniasis mungkin jauh lebih tinggi
dari itu. Menurut CDC (Center for Disease Control), uji diagnostik yang paling umum
digunakan hanya memiliki sensitivitas sebesar 60%-70%.2 Pada akhir 2007, peneliti dari
CDC melaporkan bahwa prevalensi infeksi T. vaginalis sebesar 3,1% pada sampel
penelitian dari 3.754 wanita usia 14-49 tahun. Prevalensi trikomoniasis pada wanita
sangat bervariasi tergantung pada populasi yang diteliti.
Pria yang terdiagnosis trikomoniasis lebih sedikit daripada wanita. Dua alasan utama
untuk hal ini adalah bahwa gejala infeksi Trichomonas kurang jelas pada pria dan detekti
infeksi yang lebih sulit (kompleks). Studi pada populasi pasien pria di klinik STD telah
melaporkan bahwa prevalensi trikomoniasis pada pria antara 11% dan 17%.5 Prevalensi
trikomoniasis diantara pasangan seksual pria yang menginfeksi wanita lebih dari 73%.
Studi CDC tersebut menunjukkan perbedaan ras pada wanita yang terinfeksi dengan T.
vaginalis. Prevalensi trikomoniasis kalangan wanita kulit hitam non-Hispanik adalah 10,3
kali lebih tinggi daripada wanita kulit putih non-Hispanik atau wanita Meksiko Amerika
(13,3% dibanding 1,3% dan 1,8% masing-masing)
3.6 Etiologi
Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis atau tricomonad. T.
vaginalis adalah organisme berbentuk buah pir yang mendorong dirinya dengan empat
flagel seperti cambuk yang menonjol dari ujung depannya. Sebuah flagel kelima, melekat
ke membran bergelombang, memanjang ke belakang. 4 Sebuah ekor berduri yang disebut
axostyle merupakan ujung dari T. vaginalis. Hal ini dipercaya bahwa T. vaginalis
menempelkan diri ke jaringan dengan axostyle mereka yang menyebabkan beberapa
iritasi dan peradangan yang berhubungan dengan infeksi trikomoniasis. T. vaginalis
memiliki ukuran yang bervariasi antara 5-20 m.2
Dalam sediaan basah cairan vagina, organisme hidup dapat dikenali dengan
gerakkannya, yang telah digambarkan seperti menyentak, berayun atau berjatuhan. T.
vaginalis adalah anaerobik dan tumbuh baik tanpa oksigen, di lingkungan dengan
keasaman rendah. Pertumbuhan maksimum dan fungsi mentabolik dicapai pada pH 6,0.
Reproduksi T. vaginalis dengan pembelahan biner, tidak seperti kebanyakan protozoa
patogen, kista T.vaginalis tidak terbentuk.4
Trichomonas vaginalis merupakan protozoa patogen dengan derajat tertentu yang
sebagian besar menyerang wanita pada traktus urogenitalis bagian bawah. Infeksi ini
mungkin bergejala atau mungkin tidak bergejala dan merupakan infeksi menular seksual. 4
Ada dua jenis spesies lainnya yang dapat ditemukan pada manusia, yaitu T. tenax yang
hidup di rongga mulut dan Pentatrichomonas hominis yang hidup dalam kolon, yang
keduanya terbukti tidak menimbulkan penyakit. Pertama kali divisualisasikan oleh Donne
pada tahun 1836, T. vaginitis pertama kali ditunjukkan pada awal abad ke-20, sebagai
akibat dari studi inokulasi yang merupakan protozoa patogenik.
Pada wanita, T vaginalis diisolasi dari vagina, leher rahim, uretra, kandung kemih,
dan kelenjar Bartholin dan Skene. Pada pria, organisme ditemukan di uretra anterior,
genitalia eksterna, prostat, epididimis, dan air mani di bagian di lumen dan pada
permukaan mukosa dari saluran urogenital. Struktur flagella tersebut memungkinkan
trophozoite untuk bergerak di sekitar vagina dan jaringan uretra. 4 T vaginalis trofozoit
berada di saluran kemih bagian bawah pada perempuan dan dalam uretra laki-laki dan
prostat, di mana ia bereplikasi dengan pembelahan biner. Parasit tidak membentuk kista
dan tidak bertahan dengan baik dalam lingkungan eksternal sehingga menjadikan
manusia sebagai host utama.
3.7 Patogenesis
T vaginalis ditularkan di antara manusia, satu-satunya tuan rumah yang diketahui,
terutama melalui hubungan seksual. Selama infeksi dengan T vaginalis, pergerakan
trichomonas dapat diamati pada mikroskop preparat basah. T vaginalis merusak sel epitel
melalui kontak sel langsung dan oleh pelepasan zat sitotoksik. T vaginalis juga menempel
pada protein plasma sehingga menghambat jalur komplemen dan kerja proteinase.1
Infiltrasi sejumlah besar trofozoit trichomonas vaginalis sehingga dapat merusak
epitel vagina secara kontak langsung dan oleh daya toksisitasnya. Pada penderita dengan
Trikomoniasis, perubahan kadar estrogen dan progesterone menyebabkan peningkatan
pH vagina dan kadar glikogen sehingga berpotensi bagi pertumbuhan dan virulensi dari
Trichomonas vaginalis.1 T. vaginalis menginfeksi sel epitel vagina sehingga terjadi proses
kematian sel pejamu (host-cell death). Komponen yang berperan dalam proses kematian
sel tersebut adalah mikrofilamen dari T. vaginalis. Selama proses invasi, T.vaginalis tidak
hanya merusak sel epitel namun eritrosit. Eritrosit mengandung kolesterol esensial dan
asam lemak yang diperlukan bagi pembentukan membran trichomonas. Baik sel epitel
maupun eritrosit juga merupakan sumber zat besi.2
Proses pengikatan dan pengenalan trichomonas dengan sel epitel pejamu melibatkan
minimal 4 protein permukaan spesifik T.vaginalis, yang dikenal dengan sistein
10
proteinase. Setelah proses pengikatan, akan timbul reaksi kaskade yang mengakibatkan
sitotoksisitas dan hemolisis pada sel. Lalu menimbulkan peradangan pada dinding saluran
urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan sub epitel .2 Masa
tunas rata- rata 4 hari 3 minggu . Pada kasus yang lanjut terdapat bagian bagian
dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat ditemukan di lapisan sub epitel yang
menjalar sampai ke permukaan epitel. Didalam vagina dan uretra parasit hidup di sisasisa sel ,kuman-kuman,dan benda- benda lain yang terdapat dalam sekret.
Gejala trikomoniasis biasanya terjadi setelah masa inkubasi 4-28 hari.4 Infeksi dapat
bertahan untuk waktu yang lama pada wanita tetapi umumnya berlangsung selama kurang
dari 10 hari pada laki-laki. Bukti anekdotal menunjukkan bahwa infeksi asimtomatik
dapat bertahan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun pada wanita.
3.8 Gambaran klinis
T. vaginalis adalah spesifik untuk saluran genitourinari dan telah diisolasi dari
hampir semua struktur genitourinaria. Namun, banyak wanita yang didiagnosis dengan
trikomoniasis tidak menunjukkan gejala. Ketika gejala muncul, keluhan utama yang
paling umum di kalangan wanita yang didiagnosis dengan T. vaginalis adalah keputihan,
terlihat pada lebih dari 50% kasus, diikuti dengan pruritus atau disuria. 2 Pada
pemeriksaan spekulum, duh vagina mungkin bewarna atau berkarakteristik, dan
meskipun duh vagina bewarna hijau berbusa telah klasik dikaitkan dengan trikomoniasis.
Duh vagina mungkin berbau busuk dengan pH > 4.5.
Trikomoniasis pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat
akut maupun kronik. Pada kasus akut terlihat secret vagina seropurulen berwarna
kekuning-kuningan, kining-hijau, berbau tidak enak (malodorous), dan berbusa.6 Dinding
vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada
dinding vagina dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarna merah yang dikenal
sebagai strawberry appearance dan disertai gejala dispareunia, perdarahan pascakoitus.3
Bila secret banyak yang keluar bisa timbul iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia
11
eksterna. Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis, bartholinitis, skenitis, dan sistitis
yang pada umumnya tanpa keluhan. Pada kasus yang kronik, gejala lebih ringan dan
secret vagina biasanya tidak berbusa.
Trikomoniasis pada laki-laki, infeksi Trikomoniasis pada pria dengan gejala ringan
terjadi pada saluran kemih , infeksi kelenjar prostat, vesika seminalis, dan saluran
spermatozoa (epididimis) dan kadang-kadang preputium. Infeksi menahun sulit
ditegakkan karena gejalanya ringan, tempat persembunyian Trichomonas Vaginalis ini
adalah kelenjar sken. Pada umumnya gambaran klinis lebih ringan dibandingkan dengan
wanita.2 Bentuk akut gejalanya mirip uretritis nongonore, misalnya disuria, poliuria, dan
secret uretra mukoid atau mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi kadang-kadang ada
benang halus. Pada bentuk kronik gejalanya tidak khas; gatal pada uretra, disuria, dan
urin keruh pada pagi hari.
3.9 Penatalaksanan
Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemik. 7
Secara topikal, dapat berupa Bahan cairan berupa irigasi, misalnya
hydrogen peroksida 1-2% dan larutan asamlaktat 4%, bahan berupa
supositoria yang bersifat trikomoniasidal misalnya metronidazol sediaan 500
mg dan 1 gram, jel dan krim yang berisi zattrikomoniasidal.
Secara sistemik (oral) :
Metronidazol : dosis tunggal 2 gram atau 3 x 500 mg per hari selama 7
hari.Jika tidak hamil, minum 2 gram per oral satu kali atau masing-masing 1
gram saat pagi dan sore (dosis terbagi) pada hari yang sama. Efek samping
hebat yang memerlukan penghentian pengobatan jarang ditemukan. Efek
samping yang paling sering dikeluhkan ialah sakit kepala, mual, mulut kering,
dan rasa kecaplogam. Efek samping lain adalah pusing, vertigo, ataksia,
parestesia padaekstremitas, urtikaria, pruritus, disuria, sistitis, rasa tekan
pada pelvik, kering padamulut, vagina dan vulva.
12
Komplikasi
3.12 Prognosis
13
1.
2.
Daili SF. Trikomoniasis. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.
Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 2009. p. 384-385.2.
3.
4.
Neinstein
LS.
Sexually
Transmitted
Infections.
Available
URL:http://www.usc.edu/studentaffairs/Health_Center/adolhealth/content/b3stis3.html. Accessed 27 May, 2016
5.
6.
7.
Amir Syarif E. Kemoterapi Parasit. In: Gunawan SG, editor. Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 2009. p. 552-553.8. In: Geri Morgan CH,
editor. Obstetri & Ginekologi Panduan Praktik. 2 ed.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009. p. 474.
at:
14