Anda di halaman 1dari 12

________________________________________________________________________

MAKALAH PROBLEM BASED LEARNING


KEJANG: GANGGUAN PADA KERJA OTOT

NAMA

NURAMALINA BINTI REMAN

NIM

102013501

KELOMPOK

C8

________________________________________________________________________

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
e-mail: nuramalinareman.2013fk501@civitas.ukrida.ac.id
PENDAHULUAN
Manusia sering menyebut kata tungkai. Pengertian dari tungkai sendiri adalah anggota badan bawah
antara pantat dan lutut serta lutut dan pergelangan kaki. 1 Dalam ilmu kedokteran ada istilah sistem
muskuloskeletal yaitu merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskulo) dan tulang-tulang yang
membentuk rangka (skelet). Pada dasarnya, sebagian besar dari tubuh manusia terdiri dari otot dan
tulang. Tulang secara umum terdiri dari tulang rawan, sendi, dan ligamentum. Ilmu yang mempelajari

tulang disebut osteologi. Tulang adalah jaringan hidup yang akan menyuplai saraf dan darah. Rangka
adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang-tulangyang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk,
sikap dan posisi. Otot adalah suatu jaringan dalam tubuh yang sangat penting. Otot adalah jaringan tubuh
yang mempunyai kemampuanmengubah energi kimia menjadi energi mekanik (gerak). Otot mencapai
40% sampai 50% dari berat tubuh.2 Otot sendiri dalam bahasa Latin berarti little mouse. Otot
disebut juga sebagai musculus. Ilmu yang mempelajari tentang otot / musculus sendiri adalah
myologi. Ada beberapa gangguan dalam tulang antara lain atrofi dan hipotonus. Hipotonus adalah
keadaan tonus ototrangka berkurang, ketahanan otot terhadap peregangan pasif berkurang. Tonus sendiri
adalahkontraksi otot yang ringan dan terus menerus yang pada otot rangka membantu
dalammempertahankan postur dan mengembalikan darah ke jantung. Tujuan dari dari makalah ini
adalah untuk menjelaskan struktur, fungsi, tulang dan otots erta mekanisme kerja otot pada ekstremitas
inferior dan menambah wawasan kita mengenai kejadian kekejangan akibat gangguan pada kerja otot.3
TUJUAN
1.

Mempelajari tentang struktur dan cara kerja otot

2.

Mengetahui proses dan akibat gangguan pada kerja otot yaitu kekejangan

3.

Mengetahui dan mendalami tentang kaedah penyembuhan kekejangan otot

PEMBAHASAN
1.

Latar belakang masalah


Skenario 3: Seorang anak perempuan berusia 16 tahun tengah berlatih renang untuk
perlombaan. Tiba-tiba ia menjerit minta tolong. Seorang penjaga kolam renang
datang dan segera menolong anak tersebut dan membawanya ke tepi kolam. Ternyata
ia mengalami kejang pada betis kanannya. Dengan sigap, penjaga kolam memegang

kaki kanan si anak dan mendorong telapak kaki kanannya kearah dorsal selama 2
menit.
2.

Rumusan masalah
Anak tersebut mengalami kekejangan pada otot betis kanannya ketika berenang

3.

Hipotesis
Anak tersebut mengalami kekejangan akibat berlaku gangguan pada kerja ototnya

4.

Analisis masalah

Pasien
perempuan,
16 tahun,
Kekejangan
pada betis
kanan
Kerja otot
(kontraksi,
relaksasi)
4.1 Struktur Otot Tungkai
Mendukung, menyeimbang,
sistem otot
Struktur dan mendorong tubuh adalah pekerjaan
Mekanisme
tungkai. Tungkai manusia adalah seluruh bahagian bawah anggota badan dari tubuh
manusia, termasuk betis, paha dan bahkan pinggul atau daerah gluteal. Namun, definisi
yang tepat dalam anatomi manusia tungkai terbahagi kepada dua, yaitu tungkai atas dan
Makroskopik
Mikroskopik
Kimiawi
Kimiawi
Fungsional
tungkai bawah. Tungkai atas terdiri daripada daerah gluteal dan paha. Manakala, tungkai

bawah merupakan bagian dari ekstremitas bawah memanjang dari lutut ke pergelangan
kaki.4,5
4.1.1 Struktur Makroskopik Tungkai Bawah
Dari sudut anatomi, secara garis besarnya, otot tungkai bawah dibagikan kepada
musculi flexor, musculi extensor dan musculi petronaei. Musculi flexor pula dibagi atas
lapisan dangkal yang terdiri dari musculus gastrocnemius, musculus soleus dan musculus
plantaris; serta lapisan dalam yang terdiri dari musculus popliteus, musculus flexor
digitorum longus, musculus tibialis posterior dan musculus flexor hallucis longus.
Manakala musculi extensor dibagi kepada musculus tibialis anterior, musculus extensor
digitorium longus, musculus peroneus tertius dan musculus extensor hallucis longus.
Musculi peronaei pula dibagi atas musculus peroneus longus dan musculus peroneus
brevis.6
Kelompok anterior di tungkai bawah adalah musculus tibialis anterior, musculus
extensor hallucis longus dan musculus extensor digitorum longus yang keluar dari tibia,
fibula dan ligamentum interossea di antara kedua tulang, berjalan ke bawah sepanjang
tungkai, menjadi tendon dan berinsersi melalui tendon tersebut pada os tarsus dan
phalanges. Kerja utamanya adalah dorsifleksi kaki dan jari kaki.
Pada kelompok posterior pula ialah musculus gastrocnemius, musculus soleus,
musculus flexor digitorum longus dan musculus tibialis posterior membentuk betis.
Musculus gastrocnemius keluar sebagai dua tendon, satu dari tiap condylus femoris.
Ketika serat berjalan ke bawah mereka bergabung dengan serat musculus soleus dan
kedua otot berjalan sebagai tendo Achilles, yang berinsersi pada bagian belakang
calcaneus. Tendon-tendon dari otot lain berjalan di belakang malleolus medialis
memasuki telapak kaki dan berinsersi pada os tarsus dan pada jari-jari. Musculus
gastrocnemius dan musculus soleus adalah fleksor plantar yang kuat, membantu
mempertahankan keseimbangan, dan merupakan kekuatan utama saat berjalan, berlari
dan melompat. Musculus gastrocnemius juga fleksor dan penstabil lutut.
Pada kelompok peroneal pula dibagi atas musculus peroneus longus dan musculus

peroneus brevis yang keluar dari fibula, berjalan ke bawah pada sisi lateral tungkai, dan
berjalan di belakang malleolus external untuk berinsersi pada ossa tarsalia dan
metatarsalia. Kerja external untuk berinsersi pada ossa tarsalia dan metatarsalia. Kerja
otot-otot ini adalah eversi kaki dan membantu plantar fleksi.7

Gambar 1: Pandangan Anatomi secara Anterior dan Lateral7

Gambar 2: Pandangan Anatomi secara Posterior dan Medial7


4.1.2

Struktur Mikroskopik

Otot yang menggerakkan rangka tulang tungkai bawah adalah otot skeletal. Otot
skeletal terdiri dari serat-serat otot dan jaringan penyambung antar serat yang disebut
miosit. Serat otot tersebut diliputi endomisium. Beberapa serat otot rangka akan
menyusun berkas yang juga diliputi dengan perimisium. Faskulus- faskulus nantinya akan
membentuk muskulus yang diliputi episium. Endomisium, perimisium dan epimisium
merupakan jaringan ikat.

Ga
mbar
3.

Episium, endosium dan perisium5

Serat otot dilitupi oleh membran sel yang dinamakan sarkolemma. Setiap serabut otot
mengandungi sejumlah serabut kecil yang sangat teratur kerjanya disebut miofilamen
yang terbagi menjadi filamen-filamen. Miofibril itu letaknya paralel satu sama lain. Pada
miofibril itu terdapat banyak pita gelap dan terang yang terlihat melintangi serat secara
bergantian yang juga merupakan karakteristik dari sel otot serat lintang itu.8,9

Gambar 4.
Miofibril dan
sakromere5

Aktin tersusun dari tiga protein yaitu f-aktin, troponin dan tropomiosin yang saling
berikatan untuk membentuk filament tipis. Filamen tipis ini merupakan pita I yang
menjorok masuk ke dalam pita A, tetapi tidak sampai ke daerah H. Manakala miosin yang
membentuk filamen tebal adalah dua rantai polipeptida yang saling berpilin. Pada satu
hujung setiap rantai terdapat tonjolan globulus kecil yang membentuk kepala.
4.1.3

Struktur Kimiawi

Secara kimiawi, miosin yang membentuk filamen tebal pada serat otot merupakan protein
bersifat fibrous dan globular. Bahagian kepala miosin yang menjadi tempat terjadinya
cross-brigde dengan aktin bersifat katalitik, yaitu berupaya menghidrolisis ATP menjadi
ADP dan Pi ketika otot berkontraksi. Miosin dapat dipecahkan menjadi dua fragmen
yaitu Meromiosin ringan(LMM) dan Meromiosin berat(HMM) dengan mencampurkan
tripsin secukupnya. Seterusnya, HMM dapat dipecah dengan papain menjadi dua bagian
lagi yaitu dua molekul identik dari subfragmen-1 (S1) dan sebuah subframen-2 (S2) yang
berbentuk mirip batang.dan membuktikan aktivitas ATPase berlaku di S1.
Komponen penyusun utama filamen tipis ialah Aktin. Aktin terdiri atas monomer Gaktin yang berpolimerisasi untuk membentuk F-aktin. F-aktin akan membentuk sumbu
rantai utama dari filamen tipis.Tiap-tiap unit monomer F-aktin mampu mengikat sebuah
kepala miosin (S1) yang ada pada filamen tebal. Komposisi miosin dan aktin masingmasing sebesar 60-70% dan 20- 25% dari protein total pada otot.3-5
Sisa protein lainnya berkaitan dengan filamen tipis yakni Tropomiosin dan Troponin.
Troponin terdiri dari tiga subunit yaitu TnC (protein pengikat ion Ca), TnI (protein yang
mengikat aktin), dan TnT (protein yang mengikat tropomiosin). Dari sini, dapat
disimpulkan bahwa kompleks tropomiosin - Troponin mengatur kontraksi otot dengan
cara mengontrol akses cross-bridges S1 pada posisiposisi pengikat aktin.
4.2 Mekanisme Kerja Otot

Otot melaksanakan perannya sebagai penggerak tubuh dengan mengalami proses


kontraksi dan relaksasi. Pada asasnya, otot bekerja apabila menerima rangsangan dari
otak melalui saraf efferen yang diikuti dengan pergerakan miosin dan aktin sebagai
respon. Mekanisme ini berlaku secara fisiologis dan kimiawi.
4.2.1 Mekanisme kimiawi
Sel otot bercorak mempunyai suatu plasmalema disebut sarkolema dan modifikasi
retikulum endoplasma halus disebut retikulum sarkoplasma, Sarkolema mengandung
sejumlah tubulus T yang menembus massa miofibril. Bila sarkolema dirangsang, Ca2+
dilepaskan dari retikulum sarkoplasma ke sarkoplasma. Konsentrasi Ca2+ dalam
sarkoplasma meningkat. Ca2+ terikat pada Troponin C (TpC) yang dapat mengikat 4 Ca2+.

Kemudian, TpC berinteraksi dengan TpI dan TpT untuk mengubah interaksi
mereka dengan tropomiosin. Dengan itu, tropomiosin tidak lagi memblokir dan
menyebabkan F-aktin dapat berinteraksi dengan miosin, jadi kontraksi berlaku. Pada
waktu istirahat, konsentrasi ion kalsium dalam sarkoplasma rendah. Ketika konsentrasi
ion kalsium menurun, troponin mengunci tropomyosin dalam posisi memblokir kepala
globuler miosin dan F-aktin daripada berinteraksi. Dalam kehadiran ATP, filamen tipis
bergeser kembali ke keadaan istirahat atau relaksasi.4

Gambar 5: Ion
Kalsium
sebagai
Regulator
Kontraksi dan
Relaksasi Otot6
Siklus
biokimiawi

kontraksi otot terdiri atas 5 tahap. Pertama, kepala globuler miosin sendiri dapat
menghidrolisis ATP menjadi ADP+Pi, namun tidak dapat melepaskan produknya. Kedua,
kepala globuler miosin yang mengandung ADP dan Pi dapat berputar bebas dengan sudut
yang besar untuk menentukan lokasi dan mengikat F-aktin. Ketiga, interaksi ini akan
menggalakkan pelepasan ADP dan Pi dari kompleks aktin-miosin. Keempat, molekul
ATP yang baru terikat dengan kompleks miosin-F aktin. Miosin-ATP mempunyai afinitas
yang kurang baik terhadap aktin, dan dengan demikian kepala globuler miosin (ATP)
dilepaskan dari aktin. Tahap kelima yaitu tahap terakhir merupa tahap relaksasi, yaitu
suatu proses yang jelas bergantung pada pengikatan ATP dengan kompleks aktin-miosin.
ATP sekali lagi dihidrolisis oleh kepala globuler miosin, tapi tanpa melepaskan ADP+Pi
untuk melanjutkan siklus tersebut. Di sini jelas bahwa ATP melakukan disosiasi kepala
globuler miosin dari filamen tipis dan memberikan bagi kontraksi.4,6
Gambar 6:
Siklus
Biokimiawi
Kontraksi Otot6

4.2.2
Mekanisme
Fungsional
Pada saat kontraksi, salah satu ujung otot akan diam, origo, yang akan bergerak
ke otot insersi yang bergerak. Otot hanya bekerja melalui kegiatan kontraksi dan kegiatan
menarik. Otot tidak bisa mendorong, meskipun bisa berkontraksi tanpa memendek
sehingga mempertahankan sendi diam pada posisi tertentu. Bila kontraksi hilang, otot
menjadi lunak, tetapi tidak memanjang sampai ia teregang oleh kontraksi otot yang
berlawanan kerjanya (otot antagonis).3
Saraf sensori memberi rasa otot untuk menginformasikan adanya kontraksi dan
relaksai pada otot. Sensasi ini tidak ketara sampai dilakukan usaha sadar untuk

merelaksasi atau mengontraksi otot, yakni pada saat derajat kontraksi sebelumnya
menjadi jelas. Kenormalan otot berada dalam kondisi kontraksi parsial atau dikenal
sebagai tonus otot. Tonus otot inilah yang mempertahankan posisi dalam waktu lama
tanpa menimbulkan kelelahan. Pada mekanisme ini berbagai kelompok serabut otot
melakukan kontraksi dan relaksasi secara bergantian, sehingga setiap otot mempunyai
kesempatan untuk beristirahat dan bekerja. Otot yang mempunyai derajat tonisitas paling
tinggi pada manusia adalah otot leher dan otot punggung.

Kontraksi otot terjadi akibat impuls saraf. Impuls saraf bersifat elektrik, dihantar
ke sel-sel otot secara kimiawi dan hal ini dilakukan oleh sambungan otot-saraf . Impuls
saraf sampai ke sambungan otot-saraf yang mengandung asetilkolin. Asetilkolin dilepas
kedalam ruangan antara saraf dan otot (celah sinaps) dan ketika asetilkolin menempel
pada sel otot akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan aktivitas listrik akan
menyebar keseleuruh sel otot, sehingga timbul kontraksi. Untuk bisa berkontraksi serabut
otot memerlukan energi yang didapat dari oksidasi makanan, terutama karbohidrat.1
5.

Sasaran pembelajaran
Mahasiswa

mampu

memahami

serta

mengenalpasti

struktur

otot

secara

keseluruhannya. Selain itu, mahasiswa juga harus mengerti tentang mekanisme kerja
otot dan peranannya pada tubuh. Mahasiswa mampu mengetahui dan mendalami
tentang kejadian kekejangan serta cara penyembuhannya.
6.

Pembahasan masalah
Kekejangan otot atau kram adalah kontraksi otot yang memendek atau kontraksi

sekumpulan otot yang terjadi secara mendadak dan singkat, yang biasanya menimbulkan
nyeri. Kejang boleh berlaku pada mana-mana otot volunter. Otot yang menghubungi dua
sendi adalah yang paling terdedah kepada kekejangan. Kumpulan otot paling biasa yang

terlibat adalah kaki / betis belakang yang lebih rendah (gastrocnemius), belakang paha
(hamstrings) dan depan paha (quadriceps).2,3
Hal ini biasanya terjadi kerana otot berkontraksi secara terus-terusan tanpa sempat
berelaksasi. Kehabisan tenaga atau ATP merupakan penyebab utama berlakunya proses
ini. ATP digunakan untuk memompa kembali kalsium ke sarkoplasmik retikulum
sehingga kadarnya berkurang untuk pengukatan aktin dan miosin terhambat. Ketika ini,
otot menjadi lelah yang membawa kepada keabnormalan dalam mekanisme yang
mengawal pengecutan otot. Kehilangan nutrien seperti kalium , magnesium dan kalsium
ini juga boleh menyebabkan otot untuk kekejangan.
Berdasarkan kasus yang diberikan, pasien didapati mengalami kekejangan otot. Kondisi
ini terjadi kerana ototnya berkontraksi secara terus-terusan ketika berenang. Pada satu
tahap, ototnya kehabisan suplai oksigen sehingga memaksa tubuh melakukan
metabolisme anaerob yang meyebabkan penumpukan asam laktat yang menyebabkan otot
lelah. Selain itu, akibat berkontraksi tanpa relaksasi, ATP telah habis digunakan.
Kekejangan pada betis dapat dihilangkan dengan menambahkan keregangan pada
otot betis tersebut . Dalam tendon otot terkandung reseptor tendon Golgi. Reseptor ini
sensitif mengumpul ketegangan ketika otot diregangkan atau dikontrak. Reseptor ini
memiliki ambang ketegangan yang menyebabkan ketegangan akan diturunkan apabila
ketegangan menjadi terlalu tinggi. Apabila otot menjadi panjang, efek gabungan dari
tindakan peregangan dan kontraksi akan menyebabkan pengumpulan ketegangan di
tendon. Ketika ambang tersebut tercapai, reseptor akan mengirimkan pesan ke otot
menyebabkan relaksasi.
7.

Kesimpulan

Pasien mengalami kekejangan akibat otot betisnya berkontraksi secars terus menerus
tanpa relaksasi dan berlebihan akibat tenaga dan suplai oksigen dalam sel ototnya
kehabisan. Hal ini menyebabkan ototnya menjadi lelah dan tidak mampu melakukan
relaksasi. Selain itu, pnumpukan asam laktat juga berlaku sebagai hasil metabolisme
anaerob yang berlaku pada otot. Hipotesis diterima.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ramali A, Pamoentjak K. Kamus kedokteran. Jakarta: Perpustakaan nasional; 2005.

2.

Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Otot. Jakarta: Penerbit EGC; 2004.

3.

Dorland, WAN. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: EGC; 2002

4.

Anthony LM. Junquieras basic histology text & atlas. 12 th edition. Singapore: Mc
Graw Hill; 2010.

5.

Skeletal muscle. Diunduh dari http://www.daviddarling.info/encyclopedia pada 22


Maret 2014

6.

Netter FH. Atlas of human anatomy. 3rd edition. United States: Icon Learning
Systems; 2004.p.498-503.

7.

Gibson J. Fisiologi dan anatomi modern untuk perawat. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2003.h.90-4.

8.

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.9.

9.

Cameron JR, Skofronick JG, Grant RM. Fisika tubuh manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC;2006

Anda mungkin juga menyukai

  • BLOK 25 Trikomoniasis
    BLOK 25 Trikomoniasis
    Dokumen14 halaman
    BLOK 25 Trikomoniasis
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • BLOK 19 Stemi
    BLOK 19 Stemi
    Dokumen17 halaman
    BLOK 19 Stemi
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 5
    Kelompok 5
    Dokumen19 halaman
    Kelompok 5
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 18
    PBL Blok 18
    Dokumen15 halaman
    PBL Blok 18
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • BLOK 23 Abses Peritonsilar
    BLOK 23 Abses Peritonsilar
    Dokumen13 halaman
    BLOK 23 Abses Peritonsilar
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Fisio 1 Blok 6
    Fisio 1 Blok 6
    Dokumen3 halaman
    Fisio 1 Blok 6
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • BLOK 19 Stemi
    BLOK 19 Stemi
    Dokumen17 halaman
    BLOK 19 Stemi
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • PBL 2 Blok 6
    PBL 2 Blok 6
    Dokumen11 halaman
    PBL 2 Blok 6
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Otot
    Otot
    Dokumen12 halaman
    Otot
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Blok 21 SM
    Blok 21 SM
    Dokumen14 halaman
    Blok 21 SM
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Contoh Profil
    Contoh Profil
    Dokumen27 halaman
    Contoh Profil
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Gambaran Leukosit Pada Hitung Jenis
    Gambaran Leukosit Pada Hitung Jenis
    Dokumen2 halaman
    Gambaran Leukosit Pada Hitung Jenis
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • BLOK 19 Stemi
    BLOK 19 Stemi
    Dokumen17 halaman
    BLOK 19 Stemi
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Fisio 1 Blok 6
    Fisio 1 Blok 6
    Dokumen3 halaman
    Fisio 1 Blok 6
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • PBL 7
    PBL 7
    Dokumen11 halaman
    PBL 7
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Paradigma Sehat Baru
    Paradigma Sehat Baru
    Dokumen16 halaman
    Paradigma Sehat Baru
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 16
    PBL Blok 16
    Dokumen11 halaman
    PBL Blok 16
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • SP Blok 16 KU
    SP Blok 16 KU
    Dokumen18 halaman
    SP Blok 16 KU
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Blok 20 Gga
    Blok 20 Gga
    Dokumen16 halaman
    Blok 20 Gga
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • BLOK 19 Stemi
    BLOK 19 Stemi
    Dokumen17 halaman
    BLOK 19 Stemi
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Blok 4
    Blok 4
    Dokumen15 halaman
    Blok 4
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 15
    PBL Blok 15
    Dokumen10 halaman
    PBL Blok 15
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Fisio 1 Blok 6
    Fisio 1 Blok 6
    Dokumen3 halaman
    Fisio 1 Blok 6
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Difteri Pada Anak
    Difteri Pada Anak
    Dokumen13 halaman
    Difteri Pada Anak
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Problem Based Learning
    Problem Based Learning
    Dokumen12 halaman
    Problem Based Learning
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • PBL4
    PBL4
    Dokumen12 halaman
    PBL4
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • PBL 7
    PBL 7
    Dokumen11 halaman
    PBL 7
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen13 halaman
    Pendahuluan
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 14
    PBL Blok 14
    Dokumen8 halaman
    PBL Blok 14
    amalreman
    Belum ada peringkat
  • Autonomy
    Autonomy
    Dokumen1 halaman
    Autonomy
    amalreman
    Belum ada peringkat