Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Akhir-akhir ini, kekerasan pada anak semakin merajalela di mana-mana.

Hampir setiap hari di media masa mulai dari kekerasan ringan hingga kekerasan yang
merenggut nyawa anak tersebut. Fenomena-fenomena kekerasan yang terjadi
mengundang keprihatinan dari banyak pihak terutama komnas anak yaitu KPAI.
Kekerasan memiliki dampak negative secara psikologis terhadap anak yang menjadi
korban kekerasan dari orang terdekat seperti orang tua, keluarga, pengasuh, tetangga,
guru dan yang terdekat di lingkungan anak. Kekerasan pada anak tentu memberikan
dampak-dampak serius kepada perilaku anak di masa yang akan datang.
Sekjen KPAI, Erlinda mengatakan kasus kekerasan terhadap anak dapat dikatakan
sudah memasuki 'fase darurat' sebab sampai awal Mei 2014 saja sudah terjadi lebih dari
400 kasus. Kasus kekerasan anak ini, tambahnya, membutuhkan perhatian yang lebih dari
pemerintah pusat agar tidak semakin meningkat. "Ya kami berharap ada instruksi
presiden dan aparat penegak hukum agar benar-benar memperhatikan masalah
perlindungan anak. "Setelah kasus kekerasan seksual terhadap siswa TK sekolah
internasional di Jakarta, muncul kasus pedofil di Sukabumi dengan jumlah korban 110
anak dan pelakunya satu orang. Tim KPAI memulihkan psikologis para korban telah
dilakukan bekerja sama dengan pemerintah kota Sukabumi, dengan dibantu relawan
karena jumlah korban yang besar.
Bukankah fenomena tersebut sangat berdampak buruk secara psikologis terhadap
perkembangan anak? Kekerasan pada anak merupakan masalah serius yang seharusnya
mendapatkan perhatian bagi masyarakat karena akan memberikan pengaruh yang cukup
signifikan terhadap lingkungan sekitar mereka. Dalam ilmu psikologis, ada beberapa
pendekatan yang dapat dilakukan untuk memberikan penanganan terhadap korban yang
pernah mengalami kekerasan. Salah satu pendekatan yang biasa dilakukan adalah dengan
hipnoterapi, dimana posisi terapi sadarlah menggali segala informasi dalam alam bawah
sadar seorang individu agar mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi.

1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan Umum

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi

Child Abuse : tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak


sehingga tidak optimal lagi (David Gill, 1973)
Child Abuse : perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak,
menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual
(Synder, 1983)
Child Abuse adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi terhadap
anak, dimana ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak

2.2. Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan
fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
Stress yang berasal dari anak
a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak
berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah anak
mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan anak
lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga anak
mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan lingkungan
di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung
mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki
temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang memiliki temperamen
keras cenderung akan melawan bila dibandingkan dengan anak bertemperamen
lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak sewajarnya
dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan bertingkah aneh di
dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar disebabkan
orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari hasil
perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan emosional yang
kuat antara anak angkat dan orang tua.

Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat yang
menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini
berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan dilakukan
oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus
mengorbankan keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga
berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan
sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan
tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan
kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya
perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.
Stress berasal dari orangtua, yaitu:
a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan,
sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan orang
lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan
salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain atau
anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan
membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu
memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak
sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.

2.3 Klasifikasi
Terdapat 2 golongan besar yaitu :
1. Dalam keluarga

Penganiayaan fisik, non Accidental injury mulai dari ringan bruiser

laserasi sampai pada trauma neurologik yang berat dan kematian. Cedera fisik akibat
hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun.
Penelantaran anak/kelalaian, yaitu: kegiatan atau behavior yang

langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan perkembangan
psikologisnya. Kelalaian dapat berupa:

Pemeliharaan yang kurang memadai. Menyebabkan gagal tumbuh, anak merasa


kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan

Pengawasan yang kurang memadai. Menyebabkan anak gagal mengalami resiko


untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa

Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan

Kegagalan dalam merawat anak dengan baik

Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak agar mampu
berinteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkan atau menyuruh anak
mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
Penganiayaan emosional

Ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai


anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain.
Penganiayaan seksual mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan

pada seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan seksual yang


nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti: aktivitas seksual (oral genital, genital,
anal, atau sodomi) termasuk incest.

2. Di luar rumah

dalam institusi/ lembaga,

di tempat kerja,

di jalan,

di medan perang.

2.4 Penatalaksanaan
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah melalui:
Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan pada
individu, keluarga, dan masyarakat.
a.

Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.


Individu

Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat

Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik

Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko

Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi

Pelayanan referensi perawatan jiwa

Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku kekerasan.

Keluarga

Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di masyarakat

Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru

Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut (follow up)

Pelayanan sosial untuk keluarga

Komunitas

Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga

Mengurangi media yang berisi kekerasan

Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti: pelayanan krisis, tempat


penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya

b.

Kontrol pemegang senjata api dan tajam


Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang stress

Individu
-

Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada keluarga pada tiap
pelayanan kesehatan

Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat

Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan perlindungan

Tempat perawatan atau Foster home untuk korban

Keluarga
-

Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga

Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group). Misalnya:


kelompok pemerhati keluarga sejahtera

Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang memberikan pelayanan pada


korban

Komunitas

Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan


pada korban dengan standar prosedur dalam menolong korban

Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi


respon, melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi dengan penegak hukum/dinas sosial
untuk pelayanan segera.

Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera khususnya


bayi dan anak.

Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah


setempat

Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi

Kontrol pemegang senjata api dan tajam

c.

Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan kekerasan


Individu
-

Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban


Konseling profesional pada individu
Keluarga

Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak

Konseling profesional bagi keluarga

Self-help-group (kelompok peduli)


Komunitas
-

Foster home, tempat perlindungan

Peran serta pemerintah

follow up pada kasus penganiayaan dan kekerasan


Kontrol pemegang senjata api dan tajam

Pendidikan

Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi,
yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian
tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah
juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga
perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu
mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
Penegak hukum dan keamanan

Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara
konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan.
Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan
hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
secara wajar.
2.5 Pengkajian Keperawatan
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan,
antara lain:
Psikososial
1) Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
2) Gagal tumbuh dengan baik
3) Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
4) With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa

Muskuloskeletal
1) Fraktur
2) Dislokasi
3) Keseleo (sprain)
Genito Urinaria
1) Infeksi saluran kemih
2) Perdarahan per vagina
3) Luka pada vagina/penis
4) Nyeri waktu miksi
5) Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
Integumen
1) Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
2) Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
3) Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
4) Bengkak.
2.6 Pohon Masalah
2.7 Diagnosa Keperawatan
2.8 Strategi Pelaksanaan
2.9 Terapi Modalitas
2.10. Evaluasi
Diagnostik

perlakuan

salah

dapat

ditegakkan

berdasarkan

riwayat

penyakit, pemeriksaan fisik yang teliti, dokumentasi riwayat psikologis yang


lengkap, dan laboratorium.
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Penganiayaan fisik
Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:
Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau
punggung
Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan
kaki-tangan dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran

pada bokong. Luka bakar akibat aliran listrik seperti oven atau
setrika.
Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial,
perdarahan retina, dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan
tingkat penyembuhan yang berbeda.
Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala
dan tulang pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih
dominan pada anak di atas usia 2 tahun.
Pengabaian
Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang
mengakibatkan

kegagalan

mengikuti

pola

pertumbuhan

dan

perkembangan anak yang seharusnya, tetapi respons baik terhadap


pemenuhan makanan dan kebutuhan emosi anak.
Pengabaian

medis,

yaitu

tidak

mendapat

pengobatan

yang

memadai pada anak penderita penyakit kronik karena orangtua


menyangkal

anak

menderita

penyakit

kronik.

Tidak

mampuimunisasi dan perawatan kesehatan lainnya. Kegagalan


yang disengaja oleh orangtua juga mencakup kelalaian merawat
kesehatan gigi dan mulut anak sehingga mengalami kerusakan gigi.
Penganiayaan seksual
Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret
di vagina.
Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.
Pubertas prematur pada wanita
Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan
teman sebaya, binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan
pengetahuan seksual dengan umur anak sertatingkah laku yang
menggairahkan.
Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan
takut pada orang dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik

diri, rendah diri, depresi, gangguan stres post-traumatik, prostitusi,


gangguan makan, dsb.

Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakuak skrining perdarahan. Pada
penganiayaan seksual,dilakukan pemeriksaan:
Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam
setelah penganiayaan seksual.
Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus
Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B
Analisa rambut pubis
Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah
pada anak, yaitu untuk:
identifiaksi fokus dari jejas
Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya
dilakukan untuk menelititulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun
hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeritulang, keterbatasan dalam
pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan
tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan
kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang
bayi yang mengalami trauma kepala yang berat.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang
subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami
penganiayaan seksual
2.11 Evidence Based Practice Nursing

Anda mungkin juga menyukai