Anda di halaman 1dari 45

Petrologi | 1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batuan pertama adalah batuan beku (igneous rock) terjadi akibat magma
mendingin dan memadat. Proses ini dapat terjadi baik di bawah maupun diatas
permukaan bumi. Batuan beku dipermukaan bumi bersentuhan langsung dengan
atmosfir setiap saat, maka perlahan-lahan ia terdisintegrasi dan terdekomposisi.
Proses ini disebut proses pelapukan (weathering). Material hasil rombakan ini,
yang terlepas dari induknya, ditransport dan diendapkan oleh berbagai media,
erosi, gravitasi, aliran air, gletsyer, angin atau gelombang sebagai sedimen atau
endapan, di tempat yang rendah (laut), sebagai lapisan-lapisan mendatar.
Melalui proses litifikasi, yang artinya berubah menjadi batuan, sedimen ini
menjadi batuan sedimen. Jika batuan sedimen berada jaun dibawah atau terlibat
dalam dinamika pembentukan pegunungan (orogenesa), ia akan dipengaruhi oleh
tekanan yang besar dan suhu yang cukup tinggi. Akibatnya batuan sedimen ini
akan bereaksi dan berubah menjadi batuan metamorf. Dan bila batuan metamorf
berada pada tekanan dan suhu tinggi ia akan melebur dan menjadi magma.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan pembuatan laporan ini yaitu untuk memudahkan pembaca
mengidentifikasi batuan, dan dapat membedakan batuan beku, sedimen, dan
metamorf. Pembaca juga dapat mengetahui bagaimana mengukur strike dan
deep batuan.

Petrologi | 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional (Lembar Tilamuta 1 : 250.000)

Gambar 1 Lembar Tilamuta 1 : 250.000

Secara geologi regional pada daerah penelitian ini merupakan termasuk


dalam proses terbentuknya pulau Sulawesi, dimana secara tektonik pulau
Sulawesi terbentuk karena bertemunya lempeng besar yakni ; lempeng IndiaAustralia dibagian barat dan barat daya bergerak relative ke timur laut, Lempeng
erausia dibagian barat laut yang relative stabil dan lempeng pasifik dibagian timur
yang bergerak ke barat laut, Lempeng kecil yakni ; Lempeng Filipina di bagian
timur laut yang bergerak ke arah barat.
Daerah Gorontalo merupakan bagian dari lajur volkano-plutonik Sulawesi
Utara yang dikuasai oleh batuan gunung api Eosen - Pliosen dan batuan
terobosan. Pembentukan batuan gunung api dan sedimen di daerah penelitian

Petrologi | 3

berlangsung relatif menerus sejak Eosen Miosen Awal sampai Kuarter, dengan
lingkungan laut dalam sampai darat, atau merupakan suatu runtunan regresif. Pada
batuan gunung api umumnya dijumpai selingan batuan sedimen, dan sebaliknya
pada satuan batuan sedimen dijumpai selingan batuan gunung api, sehingga kedua
batuan tersebut menunjukkan hubungan superposisi yang jelas. Fasies gunung api
Formasi Tinombo diduga merupakan batuan ofiolit, sedangkan batuan gunung api
yang lebih muda merupakan batuan busur kepulauan.
Struktur dan Tektonika Daerah Penelitian
Berdasarkan peta Geologi Regional, daerah penelitian termasuk dalam
Peta Geologi Lembar Tilamuta.Struktur geologi yang utama di daerah penelitian
adalah sesar, berupa sesar normal dan sesar jurus mendatar.Sesar normal yang
terdapat di Gunung Boiohuto menunjukkan pola memancar, sedan sesar jurus
mendatar umumnya bersifat menganan, tetapi ada pula yang mengiri.Sesar
tersebut memotong batuan yang berumur tua (Formasi Tinomo) hingga batuan
yang berumur muda (Satuan Batugamping Klastik).
Kegiatan tektonik di daerah ini diduga telah berlangsung sejak Eosen
sampai Oligosen, yang diawali dengan kegiatan magmatic yang menghasilkan
satuan gabro.Masih pada Eosen, terjadi pemekaran dasar samudera yang
berlangsung hingga Miosen Awal, dan ini menghasilkan lava bantal yang cukup
luas.Kegiatan tersebut diikuti pula oleh terjadinya retas-retas yang pada umumnya
bersusunan basa, dan banyak menerobos Formasi Tinombo.
Pada Pliosen terjadi pula kegiatan magmatic yang menghasilkan batuan
terobosan Granodiorit Bumbulan, yang kemudian diikuti oleh kegiatan
gunungapi.Kegiatan gunungapi ini berlangsung hingga Plistosen Awal, dan
menghasilkan Batuan Gunungapi Pinogu.Pada saat itu juga terjadi pengendapan
batuan sedimen laut yang membentuk Formasi Lokodidi.Sementara itu, retas-retas
yang bersusunan basal, andesit, dan dasit masih terbentuk, yang kemdian tidak
lama lagi berhenti setelah berakhirnya kegiatan gunungapi tersebut.
Pada akhir Pliosen hingga Plistosen, di daerah ini terdapat pengendapan
yang membentuk satuan Batugamping Klastik pada laut dangkal.Sedangkan pada

Petrologi | 4

Plistosen Awal, terbentuklah endapan danau dan endapan sungai tua.Ketiga satuan
batuan tersebut telah mengalami pengangkatan pada sekitar akhir Plistosen.
Pada akhir Plistosen hingga sekarang, terjadi proses pendataran serta
kegiatan tektonik yang masih aktif. Proses pendataran menghasilkan endapan
alluvium, sedang kegiatan tektonik menghasilkan beberapa sesar jurus mendatar
di bagian timur Lembar, serta mengakibatkan terangkatnya satuan Batugamping
Terumbu.
2.2 Teori
Batuan Beku
Proses Terbentuknya Batuan Beku
Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari proses pendinginan
magma gunung berapi yang mengeras dengan atau tanpa proses kritalisasi
yang berada bawah permukaan bumi yang disebut sebagai batuan instrusif
ataupun di atas permukaan bumi disebut sebagai batuan ekstrutif. igneus
(dibaca ignis) adalah bahasa latin dari batuan beku yang berati api.
Batuan beku instrusif (biasa disebut instrusi atau plutonik) adalah batuan
beku yang berubah menjadi kristal dari sebuah lelehan magma dibawah
permukaan Bumi. Magma yang membeku di bawah tanah sebelum mereka
mencapai permukaan bumi disebut dengan nama pluton. Nama Pluto
diambil dari nama Dewa Romawi dunia bawah tanah. Sedangkan batuan
beku ekstrusif adalah batuan beku yang terjadi pada proses keluarnya
magma ke permukaan bumi kemudian menjadi lava atau meledak secara
dahsyat di atmosfer dan jatuh kembali ke bumi sebagai batuan. Magma ini
dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada,
baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan dapat
terjadi karena salah satu dari proses-proses berikut ini : penurunan
tekanan, kenaikan temperatur, atau perubahan komposisi. Terdapat 700
lebih tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, dan sebagian besar
batuan beku tersebut terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.
Beberapa ahli geologis seperti Turner dan Verhoogen tahun 1960, F.F
Groun Tahun 1947,Takeda Tahun 1970, mendefenisikan magma sebagai

Petrologi | 5

cairan silikat kental pijar yang terbentuk secara alami, memiliki temperatur
yang sangat tinggi yaitu antara 1.500 sampai dengan 2.500 derajat celcius
serta memiliki sifat yang dapat bergerak dan terletak di kerak bumi bagian
bawah. Dalam magma teredapat bahan-bahan yang terlarut di dalamnya
yang bersifat volatile / gas (antara lain air, co2, chlorine, fluorine, iro,
sulphur dan bahan lainnya) yang magma dapat bergerak, dan non-volatile /
non gas yang merupakan pembentuk mineral yang umumnya terdapat pada
batuan beku. Dalam perjalanan menuju bumi magma mengalami
penurunan suhu, sehingga mineral-mineral pun akan terbentuk. Peristiwa
ini disebut dengan peristiwa penghabluran.
Klasifikasi Penamaan Batuan Beku
Klasifikasi, penamaan dan pengenalan batuan beku erat hubungannya
dengan proses pembentukannya, yaitu urutan kristalisasi mineral
pembentuk batuan, seperti yang dinyatakan oleh reaksi bowen yang
menghasilkan susunan mineral yang berbeda-beda dan tekstur yang
berbeda. Perbedaan sususnan mineral ini disebut difrensiasi magma.
Berdasarkan Genetik
Batuan beku berdasarkan genesa dapat dibedakan menjadi batuan beku
intrusif (membeku di bawah permukaan bumi) dan batuan beku ekstrusif
(membeku di permukaan bumi).
1. Batuan beku intrusif
Didefinisikan sebagai suatu proses terobosan magma pada pelapisan bumi,
dimana magma tersebut tidak sampai di permukaan bumi / masih dibawah
permukaan bumi. berdasarkan bentuk intrusi di bedakan menjadi tiga
kategori yaitu bentuk tabular, bentuk silinder atau pipa, dan bentuk tidak
beraturan.
2. Batuan beku ekstrusif
Batuan beku ekstrusif terdiri dari semua mineral yang di keluarkan ke
permukaan bumi baik yang di daratan maupun yang ada di permukaan
laut. Mineral-mineral dari perut bumi ini mengalami pendnginan sangat
cepat. Ada yang berbentuk debu atau suatu larutan yang kental dan panas,
cairan ini biasa disebut lava. Ada dua tipe lava yang mendominasi

Petrologi | 6

terbentuknya batuan beku ekstrusif. Tipe yang pertama adalah bersifat


basa dan yang kedua adalah lava yang bersifat asam.
Selain itu batuan beku juga dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu ;
a.
Batuan beku vulkanik, yang merupakan hasil proses vulkanisme,
produknya biasanya mempunyai ukuran kristal yang relatf halus karena
membeku di permukaan atau dekat dengan permukaan bumi. Batuan beku
vulkanik dibagi menjadi batuan vulkanik intrusif, batuan vulkanik
ekstrusif yang sering disebut batuan beku fragmental dan batuan vulkanik
efusif seperti aliran lava.
b.
Batuan beku plutonik, terbentuk dari proses pembekuan magma
yang jauh didalam bumi yang mempunyai kristal yang berukuran kasar
c.
Batuan beku hipabisal, yang merupakan produk intrusi minor,
mempunyai kristal berukuran sedang atau pencampuran antara halus dan
kasar.
Berdasarkan komposisi kimia.
Batuan beku disusun oleh senyawa-senyawa kimia yang membentuk
mineral serta mineral-mineral penyusun batuan beku. Salah satu klasifikasi
batuan beku dari komposisi kimia adalh dari senyawa oksidanya seperti
SiO2, Tio2, Al2o2, Fe2O3, Feo, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2o, H2o, dan
P2o5. dari presentase setiap senyawa dapat mencerminkan jenis batuan
beku itu dan dapat pula mencerminkan beberapa linkungan pembentukan
mineral.
Dari pembagian berdasarkan komposisi Oksida tertentu dalam batuan
seperti kandungan silica dan kandungan mineral mafik

Nama Batuan

Kandungan Silika

Batuan Beku Asam


Batuan Beku Intermediet
Batuan Beku Basa
Batuan Beku Ultra Basa

>66%
52-66 %
42-52 %
<45 %

.
Tabel
1. Penamaan Batuan
berdasarkan
Kandungan Silica

Nama Batuan

Kandungan Silika

Leucratic
Mesocratic
Melanocratic

0-33 %
34-66 %
67-100 %

Petrologi | 7

Tabel 2. Penamaan Batuan berdasarkan kandungan mineral mafik

Klasifikasi Penamaan Batuan Beku


Berbagai klasifikasi tentang penamaan batuan beku telah dikemukakan
oleh beberapa ahli. Kadang-kadang satu batuan pada klasifikasi yang lain
penamaannya berlainan pula tergantung pada jenis dasar filosofi
klasifikasi tersebut diciptakan. Dengan demikian seseorang harus benarbenar mengerti akan dasar penamaan yang diberikan pada suatu batuan
beku.
Klasifikasi batuan beku dibuat oleh Rusell B Travis (1955) dalam
klasifikasi ini, tekstur batuan beku yang didasarkan pada ukuran butir
mineralnya. berdasarkan hal ini, batuan beku dibagi atas :
1. Batuan Dalam
Batuan ini bertekstur

faneritik yang berarti mineral-mineral yang

menyusun batuan tersebut dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan
alat pembesar.
2. Batuan Gang
Batuan ini bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik.
3. Batuan Lelehan
Batuan ini bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat
dibedakan atau tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
Komposisi Mineral
Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi
4 yaitu:
1. Kelompok Granit Riolit
Berasal dari magma yang bersifat asam, terutama tersusun oleh mineralmineral kuarsa ortoklas, plaglioklas Na, kadang terdapat hornblende,
biotit, muskovit dalam jumlah yang kecil.
2. Kelompok Diorit Andesit
Berasal dari magma yang bersifat intermediet, terutama tersusun atas
mineral-mineral plaglioklas, Hornblande, piroksen dan kuarsa biotit,
orthoklas dalam jumlah kecil
3. Kelompok Gabro Basalt

Petrologi | 8

Tersusun dari magma yang bersifat basa dan terdiri dari mineral-mineral
olivine, plaglioklas Ca, piroksen dan hornblende.
4. Kelompok Ultra Basa
Tersusun oleh olivin dan piroksen.mineral lain yang mungkin adalah
plagliokals Ca dalam jumlah kecil
Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah suatu akumulasi atau kempulan material batuan
terlapukkan atau terurai dari batuan induk yang terbentuk di permukaan bumi
kemudian diendapkan pada suatu cekungan dibawah kondisi temperatur dan
tekanan

rendah

serta

mempunyai

karakteristik

tentang

lingkungan

pengendapannya (Pettijohn,1974). Definisi ini meliputi material batuan


sedimen dengan beberapa akumulasi, seperti material frakmental yang berasal
dari kegiatan vulkano, disertai terbang di udara dan terdeposisi di dalam
kondisi padat mungkin terbentuk pada temperatur dan tekanan yang tinggi.
Seperti deposisi yang terbentuk di lantai samudera dengan tekanan yang
sangat besar dari pada normal.
Proses Sedimentasi
Batuan yang berasal dari hasil rombakan berbagai jenis batuan adalah
batuan sedimen. Batuan sedimen ini terbentuk dengan proses pertama
tentunya adalah pecahnya atau terabrasinya batuan sumber yang kemudian
hasil pecahannya tertransportasi dan mengendap di suatu area tertentu.
Proses-proses tersebut telah lazim disebut sebagai proses-proses
sedimentasi. Proses sedimentasi pada batuan sedimen klastik terdiri dari 2
proses, yakni proses sedimentasi secara mekanik dan proses sedimentasi
secara kimiawi.
1. Proses Sedimentasi Mekanik
Proses sedimentasi secara mekanik merupakan proses dimana butirbutir sedimen tertransportasi hingga diendapkan di suatu tempat. Proses ini
dipengaruhi oleh banyak hal dari luar. Transportasi butir-butir sedimen
dapat dipengaruhi oleh air, gravitasi, angin, dan es. Dalam cairan, terdapat
dua macam aliran, yakni laminar (yang tidak menghasilkan transportasi
butir-butir sedimen) dan turbulent (yang menghasilkan transportasi dan
pengendapan butir-butir sedimen). Arus turbulen ini membuat partikel atau

Petrologi | 9

butiran-butiran sedimen mengendap secara suspensi, sehingga butiranbutiran yang diendapkan merupakan butiran sedimen berbutir halus (pasir
hingga lempung). Proses sedimentasi yang dipengaruhi oleh gravitasi
dibagi menjadi 4, yakni yang dipengaruhi oleh arus turbidit, grain flows,
aliran sedimen cair, dan debris flows.
2. Proses Sedimentasi Kimiawi
Proses sedimentasi secara kimiawi terjadi saat pori-pori yang berisi fluida
menembus atau mengisi pori-pori batuan. Hal ini juga berhubungan
dnegan reaksi mineral pada batuan tersebut terhadap cairan yang masuk
tersebut.
A. Batuan Sedimen Klastik
1) Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal dari
batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan
energy pembentuknya. Studi struktur paling baik dilakukan dilapangan
(Pettijohn, 1975). Berdasarkan asalnya, struktur sedimen yang terbentuk
dapat dibagi menjai tiga macam yaitu :
Struktur Sedimen Primer : Terbentuk karena proses sedimentasi, dapat
merefleksikan mekanisme pengendapannya, antara lain : perlapisan,
gelembur-gelombang, perlapisan silang-siur, konvolut, perlapisan
bersusun, dll.
Stuktur Sedimen Sekunder : Terbentuk setelah proses sedimentasi,
sebelum atau setelah diagenesa. Menunjukkan keadaan lingkungan
pengendapannya, misal : cetak suling, cetak beban, dll.
Struktur Sedimen Organik : Struktur yang terbentuk oleh kegiatan
organisme seperti molusca, cacing, dan binatang lainnya, misal
: kerangka, laminasi pertumbuhan, dll.
Contoh Batuan Sedimen Klastik :
- Masif : Batuan Masif bila tidak menunjukan struktur dalam atau ketebalan
lebih dari 120 cm.
- Graded Bedding (perlapisan pilihan) : Lapisan yang dicirikan oleh
perubahan yang granular dari ukuran butir penyusunnya bila bagian bawah

P e t r o l o g i | 10

kasar dan keatas semakin halus disebut normal grading. Sebaliknya


-

apabila dari halus ke atas makin kasar disebut inverse grading.


Laminasi : Perlapisan dan struktur sedimen yang mempunyai ketebalan
kurang dari 1 cm terbentuk bila pola pengendapannya dengan energi

konstan (homogen).
Cross Lamination : Secara Umum dipakai untuk lapisan miring dengan
ketebalan kurang dari 5 cm, dengan fareset ketebalannya lebih dari 5 cm,
merupakan struktur sedimentasi tunggal yang terdiri dari urut-urutan
sistematik, perlapisan dalam disebut fereset bedding yang miring terhadap

permukaan umum sedimentasi.


Cross Bedding : Secara umum bentuk fisik dari cross bedding
sama

seperti

bentuk

fisik

cross

lamination,

yang

membedakan hanyalah ketebalannya, yaitu lebih dari 5 cm


-

untuk cross bedding.


Clastic Imbrication : Adalah suatu struktur sedimentasi yang dicirikan oleh
fragmen-fragmen tabular yang overlaping dan menunjukkan arus ke atas
pada

daerah

yang

miring. Kenampakan
-

berbatu-batu

penjajaran

atau

material

pada

seperti

daerah
susunan

yang
genting,

disebabkan pengulangan energi transportasi. Biasanya pada daerah fluvial.


Primary Current Kineation : Adalah struktur sedimentasi yang berbentuk
gars pada di dalam batuan yang terbentuk oleh arus utama, sering
diterapkan pada batuan sedimen yang biasanya menunjukkan pelusuran

suatu garis tunggal dari kumpulan cangkang atau fosil.


Fosil Orientation : Adalah struktur sedimen yang menunjukkan orientasi
tertentu dari kumpulan fosil yang menunjukkan arah arus sedimentasi
yang diakibatkan oleh pengenangan yang energi transportasinya
berkurang, sedangkan fosilnya sendiri mempunyai bentuk-bentuk yang

dapat berorientasi.
Load Cast : Adalah struktur sedimen yang terbentuk akibat tubuh sedimen

yang mengalami pembebanan oleh material sedimen lain di atasnya.


Flute cast : Adalah struktur sedimen yang berupa celah dan terputus-putus
serta berbentuk kantong, dengan ukuran 2 10 cm, struktur ini terbentuk
pada batua dasar akibat pengaruh aliran turbulen dari air merupakan
gerusan dari media transportasi yang membawa material kemudian

P e t r o l o g i | 11

material-material tersebut mengisinya yang biasa berupa pasir, atau scour


-

yang telah terisi oleh lapisan pori di atasnya.


Mud Cracks : Adalah struktur sedimen yang brupa retakan-retakan pada
tubuh sedimen bagian permukaan, biasanya pada tubuh campur yang
berkembang

sifat

kohesinnya.

Hal

ini

akibat

perubahan

suhu

(pengeringan) dan pengerutan.


Tool Marks : Adalah material-material pasir yang terbawa arus mengerus
permukaan lumpur dan meninggalkan jejak menjadi tempat berkumpul
material pasir tersebut dan gerakan merupakan tonjolan lapsan pasir ke

bawah.
Rain Print : Adalah suatu lubang lingkaran atau elips kecil yang terbentuk
di atas lumpur yang masih basah oleh air hujan yang kemudian setelah

lumpur itu kering diatasnya terendapkan lapisan batu pasir atau silstone.
Flame Structure : Adalah struktur sedimen yang berupa bentukan dari
lumpur yang licin dan memisahkan ke bawah membesar membentuk load

cast dari pasir pada kontak antara lempung dan pasir.


Ball, Pillow, or Pseudonodule Structure : Adalah suatu bentukan
akibat gaya beban dari atas pada shate oleh batu pasir dimana shale
tersebut belum dapat benar. Bila bentukan tersebut masih menyambung

disebut Pillow atau bantal dan bila sudah lepas disebut Ball Structure.
Convolute Bedding : Adalah structure devormasi dari suatu lapisan yang

membentuk perlapisan meliuk-liuk dengan ketebalan lapisan 2 25 cm.


Channels : Adalah Struktur sedimen yg mempunyai ciri erosional yang
kelal-kelok atau bercabang dan merupakan bagian dari sistem transportasi
terpadu akibat erosi permukaan dari media transportasi yang mempunyai

energi penggerusan cukup besar.


Dish and Pillow Structure : Adalah struktur sedimen yang terbentuk oleh
bantal dan mangkok yang terbentuk oleh sedimen pasir yang belum
terkonsolidasi telah tertimbun sedimen lain di atasnya sehingga mengalami

penekanan ke bawah.
Low Relief Erosion Surface : Adalah struktur sedimen yang terbentuk
relief rendah pada permukaan tubuh sedimen akibat proses erosi.

P e t r o l o g i | 12

Hard Ground Mass : Adalah struktur sedimen yang terbentuk akibat dari
akumulasi material sedimen yang khas di dalam tubuh sedimen lain yang
relatif lebih lunak.

Struktur batuan sedimen yang penting adalah perlapisan. Struktur ini umum
terdapat pada batuan sedimen klastik yang terbentuknya disebabkan beberapa
faktor, antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Adanya perbedaan warna mineral


Adanya perbedaan ukuran butir
Adanya perbedaan komposisi mineral
Adanya perbedaan macam batuan
Adanya perbedaan struktur sedimen
Adanya perbedaan perubahan kekompakan
Nama Lapisan
Sedimen

Ketebalan

Lapisan Sangat Tebal

>120

Lapisan Tebal
Lapisan Tipis
Lapisan Sangat Tipis
Laminasi
Laminasi Tipis

60 120
5 60
15
0,2 1
< 0,2

(cm)

Tabel 3. Pembagian Lapisan menurut Ketebalannya

2) Tekstur
Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan
bentuk butir serta susunannya (Pittijohn, 1975). Butiran tersusun dan
terikat oleh semen dan masih adanya rongga di antaranya butirnya.
Pembahasan tekstur meliputi :

a. Ukuran Butir (Grain Size)


NAMA BUTIR

Ukuran Butir
(mm)

P e t r o l o g i | 13

Bongkah (boulder)
Brangkal (couble)
Krakal (pcebble)
Pasir sangat kasar (very

256
256 64
64 4
42

coarse sand)
Pasir Kasar (coarse sand)
Pasir Sedang (medium

21
1

sand)
Pasir Halus (fine sand)
Pasir sangat Halus (very

-
- 1/8

fine sand)
Lanau (silt)
Lempung (clay)

1/16 1/256
1/256
Tabel 4. Skala Wentworth

b. Pemilahan (Sorting)
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun
batuan sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar
butirnya

maka

pemilahan

semakin

baik. Pemilahan

yaitu

keseragaman butir didalam batuan sedimen klastik. Beberapa istilah


yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan, adalah:
- Well sorted
: terpilah baik
- Medium sorted
: terpilah sedang
- Poor sorted
: terpilah buruk
c. Kebundaran (Bentuk Butir)
Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya butiran
dimana sifat ini hanya bisa diamati pada batuan sedimen klastik
kasar.
- Wellrounded (membundar baik) : Semua permukaan konveks,
-

hampir equidimensional, sferoidal.


Rounded (membundar) : Pada umumnya permukaan-permukaan

bundar, ujung-ujung dan tepi-tepi butiran bundar.


Subrounded (membundar tanggung) : Permukaan

datar dengan ujung-ujungnya yang membundar.


Subangular (menyudut tanggung) : Permukaan pada umumnya

datar dengan ujung-ujung tajam.


Angular (menyudut) : Permukaan

tajam.
d. Kemas (fabric)

konkaf

dengan

umumnya

ujungnya

P e t r o l o g i | 14

Kemas terbuka : Butiran tidak saling bersentuhan.


Kemas tertutup : Butiran saling bersentuhan satu dengan yang

lainnya.
e. Shape
Shape adalah bentuk daripada butiran tersebut, dapat dibedakan
menjadi empat macam.
- Golongan pertama (I) oblate/labular
- Golongan kedua (II) equent/equiaxial
- Golongan ketiga (III) bladed/triaxial
- Golongan keempat (IV) prolate/rod shaped
f. Porositas
Porositas suatu batuan adalah perbandingan seluruh permukaan pori
dengan volume dari batuan. Pembagian porositas biasa dipergunakan
sebagai berkut:
- Negligible
: 0 5%
- Poor
: 5 10%
- Fair
: 10 15%
- Good
: 15 20%
- Very good
: 20 25%
- Exellent
: 25 40%
g. Permeabilitas
Permeabilitas sukar ditentukan di bawah mikroskop, tetapi dapat
dikira-kira melalui porositas. Salah satu metoda pendekatan untuk
mengetahui permeabilitas adalah dengan menempatkan setetes air
pada sekeping yang kering dan mengamati kecepatan ar merembes.
Istilah yang biasa digunakan adalah :
- Fair : 1,0 10 md
- Good : 10 100 md
- Very Good : 100 1000 md
3) Komposisi Batuan Sedimen Klastik
Komposisi pada batuan sedimen klastik bisa dikelompokkan
berdasarkan kandungan mineral dan fungsinya dalam batuan
sedimen di bagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Fragmen yaitu butiran yang berukuran lebih besar, dapat berupa
mineral, pecahan batuan, cangkang fosil dan zat organik.
b. Matriks (massa dasar) Yaitu butiran yang lebih kecil dari
fragmen, terendapkan bersama sama dengan fragmen, terdapat
di sela sela fragmen sebagai massa dasar. Seperti fragmen,

P e t r o l o g i | 15

matrik dapat berupa mineral, pecahan batuan maupun fosil.


Matrik sangat halus sehingga aspek geometri tak begitu penting,
terdapat di antara butiran sebagai massa dasar.
c. Semen yaitu material yang sangat halus (hanya dapat dilihat
menggunakan mikroskop) diendapkan setelah fragmen dan
matrik, sebagai pengisi rongga serta pengikat antar butir
sedimen, dapat berbentuk amorf maupun kristalin. Semen
umumnya terdiri dari :
- Semen karbonat (kalsit, dolomit)
- Semen silika (calsedon, kaursit)
- Semen oksida (limonit, hematit, dan siderit)
Pada sedimen berbutir halus (lanau atau lempung) tidak terdapat
semen, karena tidak adanya rongga atau ruang antar butir.
B. Sedimen Nonklastik
1. Struktur
Reksi kimia, aktifitas gunung berapi dam organisme adalah faktorfaktor

yang

mempengaruhi

terbentuknya

batuan

sedimen

berstruktur nonklastik. Macam-macam struktur nonklastik:


a. Fossiliferous, struktur yang menunjukkan adanya fosil.
b. Oolitik, struktur dimana tangan fragmen klastik diselubungi
oleh mineral non klastik, bersifat konsentris dengan diameter
kurang dari 2 mm.
c. Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih
dari 2 mm.
d. Konkresi, sama dengan oolitik namun tidak konsentris.
e. Cone in cone, struktur pada batu gamping kristalin berupa
pertumbuhan kerucut per kerucut.
f. Bioherm, tersusun oleh organism murni insitu.
g. Biostorm, seperti bioherm namun bersifat klastik.
h. Septaria, sejenis konkresi tapi memiliki komposisi lempungan.
Cirri khasnya adalh memiliki rekahan-rekahan tak teratur akibat
penyusutan bahan lempungan tersebut karena proses dehidrasi
yang kemudian celah-celahnya terisi oleh mineral karbonat.
i. Goode, banyak dijumpai pada batugamping, berupa ronggarongga yang terisi oleh Kristal-kristal yang tumbuh kearah

P e t r o l o g i | 16

pusat rongga tersebut. Kristal dapat berupa kalsit maupun


kuarsa.
j. Styolit, kenampakan bergerigi pada batugamping sebagai hasil
pelarutan.

2. Tekstur
Tekstur dalam batuan sedimen nonklastik dibedakan menjadi dua
macam :
a. Kristalin : Tekstur

ini

terdiri

dari

kristal-kristal

yang

interlocking, yaitu kristal-kristal yang saling mengunci satu


dengan yang lain.
b. Amorf : Tekstur ini terdiri dari mineral yang tidak membentuk
kristal-kristal atau amorf (nonklastik), umumnya berukuran
lempung atau koloid, contoh : Rijang masif.
3. Komposisi Batuan Sedimen Nonklastik
Komposisi mineral pada batuan sedimen nonklastik biasanya
sederhana terdiri dari satu atau dua mineral contoh :
- Batugamping kalsit, dolomite
- Chert kalsedon
- Gypsum gypsum
- Anhidrit anhidrit
Klasifikasi Batuan Sedimen
A. Sedimen klastik
Batuan sedimen klastik terbentuk sebagai akibat pengendapan kembali
batuan rombakan asal, baik batuan beku, metamorf, ataupun betuan sedimen yang
lebih tua. Adapun fragmentasi batuan asal dimulai dari pelapukan, baik mekanik
maupun kimiawi, lalu tererosi, tertransportasi lalu terendapkan pada sebuah
cekungan pengendapan lalu mengalami proses diagenesa yaitu proses perubahanperubahan pada temperature rendah yang meliputi kompaksi, sementasi,
rekristalisasi, autogenesis, dan metasomatisme.
B. Sedimen Non Klastik

P e t r o l o g i | 17

Batuan sedimen non klastik terbentuk karena proses pengendapan


secara kimiawi dari larutan maupun hasil aktivitas organik dan
umumnya tersusu oleh authigenic minerals.
Authigenic minerals adalah mineral yang terbentuk pada lingkungan
sedimentasi. Misal : Gypsum, Anhydrite, Kalsit, Halit.
Batuan Sedimen Karbonat : Batuan karbonat adalah batuan
sedimen dengan komposisi yang domonan (lebih dari 50%) terdiri
dari mineral-mineral atau garam-garam karbonat, yang dalam

praktek secara umum meliputi batugamping dan dolomite.


Karbonat Klastik : Batu gamping klastik adalah batu gamping
yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus batu gamping
asal. Contoh : Kalsirudit, Kalkarenit, Kalsilutit.
Tabel 5. Klasifikasi batuan sedimen tekstur karbonat klastik

Nama Butir
Rudite
Arenit
Lutite

Ukuran Butir
>1
0,062 1
< 0,062

Nama Batuan
Kalsirudit
Kalkarenit
Kalsilutit

Komposisi Mineral : Terdapat pemerian fragmen, matrik dan semen hanya


terdapat perbedaan istilah (Folk, 1954), meliputi :
a. Allochem : sama seperti fragmen pada batuan sedimen klastik. Macammacam Allochem :
- Kerangka organisme (skeletal), berupa cangkang binatang atau
-

kerangka hasil pertumbuhan.


Interclass, merupakan butiran-butiran dari hasil abrasi yang telah ada.
Pisolit, merupakan butiran-butiran oolit berukuran lebih dari 2 mm.
Pellet, fragmen menyerupai oolit tetapi tidak menunjukan struktur

konsentris.
b. Mikrit : Merupakan agregat halus berukuran 1 4 mikro, berupa Kristalkristal karbonat terbentuk secara biokimia atau kimia langsung dari
presipitisasi dari air laut dan mengisi rongga antar butir.
c. Sparit : Merupakan semen yang mengisi ruang antar butir dan rekahan,
berukuran halus (0,02-0,1 mm), dapat terbentuk langsung dari sedimentasi
secara insitu atau rekristalisasi dari mikrit.

P e t r o l o g i | 18

Karbonat nonklastik : Pemeriannya sama dengan pemerian pada


batuan sedimen non klastik lainnya hanya saja dalam jenis batuan

memakai karbonat non klastik.


Batugamping non klastik : Terbentuk dari proses kimia maupun
aktifitas organisme dan umum monomineralik. Dapat dibedakan
menjadi :
- Hasil biokimia
- Hasil larutan kimia
- Hasil replacement

: bioherm, biostorm.
: travirtine, tufa
: batugamping fosfat, batugamping

dolomite, batugamping silikat dll.

Batuan Metamorf
Analisa Batuan Metamorf
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur
serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses
diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan
yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses
metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km
20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu
mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau
respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda
dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan
diagenesa.

Pembekuan Batuan Metamorf


Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia,
fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya.
Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya,

P e t r o l o g i | 19

batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang


dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas
diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses
metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai
dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang
mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan
berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti
pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi
ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat
reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan
metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam
sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale
yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan
muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa
reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200C
350C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material
disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal
metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masingmasing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda,
tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di
bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150C disertai oleh tekanan
lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi
pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur
pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap.
Satu kisaran dari 650C 800C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas

P e t r o l o g i | 20

atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut
migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa
darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua
yaitu (1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2)
metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism). Pada batuan metamorf
tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan
penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada
batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan
tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan
sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya
juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf
dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan;
(2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan;
dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.
Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan
tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 3 km. Metamorfisme dislokasi
terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan
tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada
kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa
penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.
Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan
yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari
tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami
aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan
struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan premetamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama

P e t r o l o g i | 21

metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai
oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari
tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar
tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineralmineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular
(seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya
mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut
menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh
penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar
(umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar
dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain
yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk
batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertamatama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran
mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral). Pada metamorfisme tingkat
tinggi akan berkembang struktur migmatit. Setelah penentuan struktur diketahui,
maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun
berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya
sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non
foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan
metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa
kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal
terbaik

untuk

mempertimbangkan

secara

menerus

banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.

Struktur Batuan Metamorf

seperti

kemungkinan

P e t r o l o g i | 22

Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi
dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi
ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf,
sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineralmineral penyusun batuan metamorf.
Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose

: Struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral

pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.


b. Struktur Gnesis
: Struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral
pipih.
c. Struktur Slatycleavage: Sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran
mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic
: Sama dengan struktur slatycleavage, hanya
mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

Struktur Non Foliasi


a. Struktur Hornfelsik

: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran

mineral relatif seragam.


b. Struktur Kataklastik :

struktur

yang

memperlihatkan

adanya

penghancuran terhadap batuan asal.


c. Struktur Milonitik
: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya
orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik
: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan
permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar
dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser
: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan
asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen
: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri
dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose : sama dengan hornfelsik, hanya butirannya
mempunyai ukuran beragam.

P e t r o l o g i | 23

h. Struktur Liniasi

: struktur yang memperlihatkan adanya mineral

yang berbentuk jarus atau fibrous.


Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal
penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya,
batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut
dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda
lebih

besar

dari

rata-rata;

kristal

yang

lebih

besar

tersebut

dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin


membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka
dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari
matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran
dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya
dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisasisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan
cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral
matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan
(karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula
dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast
atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan
metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau
elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk
mata), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan
rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk
agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah
tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru.
Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata blastik.

P e t r o l o g i | 24

a. Tekstur Porfiroblastik : sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku),


hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik : tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral
seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik : tekstur yang memperlihatkan susunan mineral
saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineralmineral prismatik yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik : tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral
berbentuk euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik : sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya
berbentuk anhedral.
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan
asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang
porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit : tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen
yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit : sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran
butirnya sama dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit : tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen
yang ukuran butirnya lempung.

Komposisi Batuan Metamorf


Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral
yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur
menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi
muka

yang

jelek;

kristal

ini

dinamakan idioblastik,

hypidioblastik,

atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral


tertentu, namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan
menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress

P e t r o l o g i | 25

adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular,
prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika,
tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit,
epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang
terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi:
kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik: B. Tekstur
Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas: C. Tekstur
Skistose dengan porpiroblast euhedral: D. Skistosity dengan domain
granoblastik lentikuler: E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di
dalam matrik mika halus: F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit
di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal: G. Granit milonit di dalam
proto milonit: H. Ortomilonit di dalam ultramilonit: I. Tekstur Granoblastik di
dalam blastomilonit.
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik
tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan
modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara
mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat
berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang
mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana
metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral
pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil
dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi
mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan
menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan
porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada
tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini
biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang
terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini
dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya

P e t r o l o g i | 26

berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas
mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan
terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi
yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis.
Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar,
kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung
feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering
sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal
metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada.
Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam
kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan
perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi
mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit;
secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik
bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh
rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan
metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit : Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi
utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit
: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah
piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya
alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia
seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit
berasal dari batuan beku.
Granulit
: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama
kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur
granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri
dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.

P e t r o l o g i | 27

Hornfels

: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari

butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa


porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang
sama disebut granofels.
Milonit
: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang
dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar.
Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit,
tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan
mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi
mika, batuannya disebut philonit.
Serpentinit : Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineralmineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk,
dan

karbonat. Serpentinit dihasilkan

dari

alterasi

mineral

silikat

feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.


Skarn
: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal
dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn
terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada
kontak batuan beku.

BAB III
METODE DAN TAHAPAN PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang dilakukan pada kuliah lapangan ialah pengambilan sample dan
analisis sample dilakukan beberapa tahapan yakni :
1. Pengamatan singkapan
2. Pengamatan struktur geologi
3. Tahap pengambilan data lapangan

P e t r o l o g i | 28

4. Tahap analisis data dan pengolohan data


5. Tahap pembuatan laporan serta menyajikan
3.2 Tahapan Penelitian
Pada tahapan penelitian ini termasuk menyiapkan seluruhnya yang bisa
menjalankan rangakian sebelum melakukan tahap selajutnya,. Persiapan tersebut
meliputi ; persiapan materi dan persiapan alat dan bahan yaitu kompas geologi,
palu geologi, GPS, Loupe, larutan HCl, ATM, clip board, peta regional
L.Tilamuta 1 : 250,000.
Tahap Pengambilan Data Lapangan
Pada tahap ini termasuk rangkain yang terjun langsung dilapangan serta
melakukan observasi pada setiap stasiun yang telah di tentukan. Inti tahapan
ini diantaranya adalah :
1) Observasi geomorfologi, yang terdiri dari: pengamatan morfologi dan
bentang alam, pengamatan pola aliran sungai meliputi tipe genetik
dan tahapan erosi sungai serta penentuan satuan geomorfologi.
2) Observasi singkapan, meliputi deskripsi litologi mencakup hipotesis
batuan, alterasi dan stratigrafi awal, pengukuran elemen struktur
geologi dan juga pengambilan contoh batuan untuk analisis
laboratorium.
3) Observasi geostruktur permukaan, meliputi : pengukuran kekar,
pengukuran bidang sesar, bidang perlapisan, dan vein yang terdapat
pada permukaan pada setiap stasiun.
4) Pengambilan sampel, pengambilan dokumentasi serta pengambilan
koordinat stasiun pengamatan. Pada pengambilan dokumentasi atau
gambar harus memakai pembading yang besarnya sesuai dengan
besar dari singkapan yang di amati.
Tahap analisis data dan pengolahan data.
Setelah data di dapatkan maka dilakukannya tahap analisis dan pengolahan
data di laboratorium atau di ruangan. Analisis dan pengolahan datak harus
berdasarkan konsep geologi dan juga didukung dengan referensi yang
berkaitan. Adapun hal yang di analisis dan pengolahan data di lakukan ialah :

P e t r o l o g i | 29

1) Menganalsis Geomorfik
Terdiri dari penetuan satuan geomorfik daerah telitian menurut
Verstappen (1985) dan pola serta tipe genetik aliran sungai (howard,
1967).
2) Analisis litologi
Analisis litologi bertujuan untuk mengetahui nama batuan dari setiap
sample batuan yang diperoleh setiap stasiun pengamatan. Analisis
litologi dilakukan hanya secara megaskopis atau dilihat secara
langsung dengan mata yaitu tekstur, struktur, dan komposisi mineral
sehingga akan mendapatkan genesa dari batuan tersebut.
3) Analisis geologi struktur
Data hasil pengukuran geostruktur (kekar, bidang sesar) di analisis
untuk mengidentifikasi jenis, dan kedudukan serta melakukan
pengolahan data untuk mengetahui arah V1 dan V2.
Tahap Pembuatan Laporan Serta Menyajikan
Tahap ini merupakan tahap akhir dari seluruh rangkai dari pengambilan data,
menganalisis data kemudian di interpertasi yang di sajikan dalam bentuk
laporan sehingga menghasilkan dalam bentuk peta lokasi setiap stasiun, peta
pola aliran.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian di lakukan didesa Labanu Kec.Tibawa, Kabupaten Gorontalo yang
dilakukan pada hari Minggu, tanggal 8 Juni 2014. Penelitian dilakukan dengan
melihat keadaan batuan yang tersingkap dan memiliki struktur geologi dimana
keadaan batuan yang tersingkap memiliki perbedaan keadaan dari sepanjang
lokasi penelitian. Sebelum fieldtrip berjalan, kami berkumpul di satu tempat yaitu
di desa labanu pada pukul 08.00, diberi pengarahan oleh dosen pembimbing
tentang apa saja yang akan dilakukan dalam praktikum lapangan. Setelah itu, kami
berjalan menuju lokasi berikutnya sampai titik lokasi terakhir praktikum dengan
berjalan kaki sambil melihat batuan disekitar.

P e t r o l o g i | 30

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
a) Stasiun 1
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat

: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004502.3
E 122 51 04.7
Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai

: Pola aliran dendritk,dengan arah aliran


sungai N 2660 E

Kecepatan aliran

: Rendah

Jenis aliran air

: Laminar

Bentuk sungai

:S

Jenis vegetasi

: Pohon bambu dan tanaman liar lainnya

Tingkat Vegetasi

: Lembat sesuai dengan kondisi sungai

Kenampakan daerah

: Jalan raya dan pemukiman

P e t r o l o g i | 31

Deksripsi Singkapan

Gambar 2. Singkapan St.1

Dimensi singkapan

: Lebar 15 m dan Tinggi 3 m dan ada 1 m.

Keadaan singkapan

: Sebahagian Lapuk dan sebahagian kompak

Warna soil

: Hitam Kecoklatan

Tingkat pelapukan

: Sedang,sesuai dengan keadaan sungai

Jenis Batuan

: Batuan beku

Elevasi

: 217 mdpl

b) Stasiun 2
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat

: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004500.2
E 122 51 02.1

Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai

: Pola aliran dendritk,dengan arah aliran sungai N


2640 E

Kecepatan aliran

: Rendah

Jenis aliran air

: Laminar

Bentuk sungai

:I

Jenis vegetasi

: Pohon kelapa dan tanaman liar lainnya

Kenampakan daerah : Jalan raya dan pemukiman

P e t r o l o g i | 32

Deskripsi Singkapan

Gambar 3. Singkapan St. 2

Dimensi singkapan

: Lebar 5 m dan Tinggi 2 m.

Arah singkapan

: N 264 E

Kedudukan

: N 111 E / 40 SW

Keadaan singkapan

: kompak sebahagian lapuk

Warna soil

: Kecoklatan

Tingkat pelapukan

: Sedang

Keadaan Vegetasi

: Semak belukar

Tingkat Vegetasi

: Tidak ada

Jenis Batuan

: Batuan beku

Elevasi

: 272 mdpl

c) Stasiun 3
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat

: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004500

P e t r o l o g i | 33

E 122 50 57.0
Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai

: Pola aliran dendritk,dengan arah aliran sungai N


2890 E

Kecepatan aliran

: Rendah

Jenis aliran air

: Laminar

Bentuk sungai

:U

Jenis vegetasi

: Pohon kelapa dan tanaman liar lainnya

Kenampakan daerah : Jalan raya dan pemukiman


Deskripsi Singkapan

Gambar 4. Singkapan St. 3

Dimensi singkapan

: Lebar 20 m dan Tinggi 3 m.

Kedudukan

: N 158 E / 89 SW

Keadaan singkapan

: Kompak sebahagian lapuk

Warna soil

: Coklat kehitaman

Tingkat pelapukan

: Sedang

Keadaan Vegetasi

: Semak belukar

Tingkat Vegetasi

: Tidak ada

Jenis Batuan

: Batuan beku

Elevasi

: 138 mdpl

d) Stasiun 4

P e t r o l o g i | 34

Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat

: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004501.8
E 122 50 59.3
Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai

: Pola aliran dendritk,dengan arah aliran sungai N


3450 E

Kecepatan aliran

: Rendah

Jenis aliran air

: Laminar

Bentuk sungai

:L

Jenis vegetasi

: Pohon bambu dan tanaman liar lainnya

Kenampakan daerah : Pemukiman


Deskripsi Singkapan
Dimensi singkapan

: Lebar 25 m dan Tinggi 3 m.

Kedudukan

: N 257 E / 59 NW

Keadaan singkapan

: kompak sebahagian lapuk

Warna soil

: Coklat kekuningan

Tingkat pelapukan

: Sedang

Keadaan Vegetasi

: Semak belukar

Tingkat Vegetasi

: Lembat

Jenis Batuan

: Sedimen

Elevasi

: 138 mdpl

e) Stasiun 5
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat

: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004504.0
E 122 50 58.7
Deskripsi Geomorfologi

P e t r o l o g i | 35

Pola aliran sungai

: Pola aliran dendritk,dengan arah aliran sungai N


2570 E

Kecepatan aliran

: rendah

Jenis aliran air

: laminar

Bentuk sungai

:L

Jenis vegetasi

: Pohon bambu dan tanaman liar lainnya

Kenampakan daerah : pemukiman


Deskripsi Singkapan
Dimensi singkapan

: Lebar 40 m dan Tinggi 3 m.

Kedudukan

: N 257 E / 59 NW

Keadaan singkapan

: kompak sebahagian lapuk

Warna soil

: Hitam kecoklatan

Tingkat pelapukan

: Tinggi

Keadaan Vegetasi

: Semak belukar

Tingkat Vegetasi

: Lembat

Jenis Batuan

: Sedimen

Elevasi

: 120 mdpl

f) Stasiun 6
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat

: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004458.0 E 122 50 38.2

Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai

: Pola aliran dendritk,dengan arah aliran sungai N


2570 E

Kecepatan aliran

: rendah

Jenis aliran air

: laminar

Bentuk sungai

:L

P e t r o l o g i | 36

Jenis vegetasi

: Pohon bambu dan tanaman liar lainnya

Kenampakan daerah : pemukiman


Deskripsi Singkapan
Dimensi singkapan

: Lebar 40 m dan Tinggi 3 m.

Kedudukan

: N 257 E / 59 NW

Keadaan singkapan

: kompak sebahagian lapuk

Warna soil

: Hitam kecoklatan

Tingkat pelapukan

: Tinggi

Keadaan Vegetasi

: Semak belukar

Tingkat Vegetasi

: Lembat

Jenis Batuan

: Sedimen

Elevasi

: 120 mdpl

g) Stasiun 7
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat

: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004448.9
E 122 50 01.8

Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai

: Pola aliran dendritk,dengan arah aliran sungai N


2100 E

Kecepatan aliran

: rendah

Jenis aliran air

: laminar

Bentuk sungai

:I

Jenis vegetasi

: Pohon bambu dan tanaman liar lainnya

Kenampakan daerah : pemukiman


Deskripsi Singkapan
Dimensi singkapan

: Lebar 40 m dan Tinggi 3 m.

P e t r o l o g i | 37

Arah batas

: N 450 E

Keadaan singkapan

: kompak

Warna soil

: Hitam kecoklatan

Tingkat pelapukan

: Sedang

Keadaan Vegetasi

: Semak belukar

Tingkat Vegetasi

: Lembat

Jenis Batuan

: Batuan beku

Elevasi

: 125 mdpl

h) Stasiun 8
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat

: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004424.0
E 122 50 54.6
Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai

: Pola aliran dendritk,dengan arah aliran sungai N


2570 E

Kecepatan aliran

: rendah

Jenis aliran air

: laminar

Bentuk sungai

:L

Jenis vegetasi

: Pohon bambu dan tanaman liar lainnya

Kenampakan daerah : pemukiman


Deskripsi Singkapan
Dimensi singkapan

: Lebar 40 m dan Tinggi 3 m.

Kedudukan

: N 257 E / 59 NW

Keadaan singkapan

: kompak sebahagian lapuk

Warna soil

: Hitam kecoklatan

Tingkat pelapukan

: Sedang

Keadaan Vegetasi

: Semak belukar

Tingkat Vegetasi

: Lembat

Jenis Batuan

: Sedimen

P e t r o l o g i | 38

Elevasi

: 120 mdpl

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Perstasiun
a) Stasiun 1

Gambar 5. Singkapan St. 1 dan Sampel St. 1 (Basalt)

Lokasi terdapat di desa Labanu Kecamatan Tibawa pada lintasan sungai


Alo, dengan koordinat N 00o4502,7, E 122o5105,1. Di stasiun ini praktikan
menemukan singkapan batuan yang sebagiannya telah lapuk dan sebagiannya
segar. Tingkat pelapukan singkapan ini adalah sedang, dengan jenis batuan yaitu
batuan beku. Dilihat dari warna, tekstur, dan struktur, singkapan batuan ini adalah
batuan basalt.

b) Stasiun 2

Gambar 6. Singkapan St. 2 dan Sampel St. 2 (Basalt)

P e t r o l o g i | 39

Stasiun 2 berlokasi di lintasan sungai Alo desa Labanu kecamatan Tibawa,


dengan koordinat N 00o4459,8, E 122o5103,4. Pada stasiun ini terdapat
singkapan batuan vulkanik. Dari warna, tekstur, dan struktur, praktikan
menemukan bahwa singkapan batuan ini adalah batuan basalt. Basalt merupakan
batuan beku ekstrusif yang membeku dengan cepat, dengan warna gelap yang
menandakan bahwa jenis batuan adalah batuan basa, dengan bercak putih yang
merupakan mineral Kalsit. Mineral kalsit pada batuan tidak membeku bersamaan
dengan membekunya batuan, tapi terbawa oleh aliran alir sungai yang tererosi dan
memasuki rekahan-rekahan pada batuan.

c) Stasiun 3

Gambar 7. Singkapan St. 3 dan Sampel St. 3 (Basalt)

Lokasi stasiun 3 masih pada lintasan sungai Alo desa Labanu kecamatan
Tibawa, pada koordinat N 00o4500,3, E 122o5058,8. Di stasiun ini praktikan
menemukan singkapan kompak sebagiannya lapuk. Tingkat pelapukan singkapan
ini adalah sedang, dengan jenis batuan yaitu batuan beku. Dilihat dari warna,
tekstur, dan struktur, singkapan batuan ini adalah batuan basalt.

d) Stasiun 4

P e t r o l o g i | 40

Sampel (a)
Sampel (b)
Sampel (c)
Gambar 8. Sampel St. 4 (a) Batu Lempung (b) Batu Pasir (c) Basalt

Lokasi stasiun 4 berada pada lintasan sungai Alo desa Labanu kecamatan
Tibawa, pada koordinat N 00o4502,7, E 122o5101,8. Pada stasiun ini praktikan
menemukan singkapan batuan kompak yang sebagian lapuk, dengan tingkatan
pelapukan sedang. Pada singkapan ini, praktikan menemukan tiga jenis batuan,
yaitu sampel a merupakan batulempung dan b merupakan batupasir, keduanya
adalah jenis batuan sedimen. Sedangkan sampel c adalah basalt, merupakan
batuan beku.

e) Stasiun 5
Pada stasiun 5 singkapan berada di posisi N 004504.1 E 122 50 58.8,
dengan kedudukan N 257 E / 59 NW, dimensi singkapan Lebar 40 m dan
Tinggi 3 m, tepatnya berada di bagian timur sungai, berada di pemukiman warga
dengan arah aliran sungai N 2570 E, singkapan terjadi kontak antara batu pasir dan
batuan beku basal, hal ini diakibatkan karena batuan beku basal terbreksikan
akibat sesar,sehingga terdapat fragmen dan matriksnya yang masih sama, dengan
elevasi 120 mdpl.Dilihat dari sisi geomorfologi bahwa kondisi singkapan yang
sebahagian mengalami kompak dan sebahagian lapuk.

f) Stasiun 6

Gambar 9. Sampel St. 6 (Dasit)

P e t r o l o g i | 41

Pada stasiun 6 singkapan berada di posisiN 004504.1 E 122 50 58.8,


dengan kedudukanN 257 E / 59 NW, dimensi singkapan Lebar 40 m dan Tinggi
3 m,dengan arah aliran sungai N 257 0 E, singkapan terjadi kontak antara batu
pasir dan batuan beku basal, seperti pada stasiun 5 yang berada di pemukiman
wargadengan elevasi120 mdpl.
g) Stasiun 7
Pada stasiun 7singkapan berada di posisiN 0004448.9 E 122 50 01.8,
dimensi singkapanLebar 40 m dan Tinggi 3 m, singkapan berada di bagian
timur sungai, berada di pemukiman warga dengan arah aliran sungaiN 2100 E,
singkapan terdapat kontak antara batuan beku basalt dengan arah batasN 450 E ,
dengan elevasi 125 mdpl.Dilihat dari sisi geomorfologi bahwa kondisi singkapan
yang sebahagian mengalami

kompak dan sebahagian lapuk, dengan tingkat

vegetasi lebat sesuai kondisi sungai.

h) Stasiun 8

Gambar 10. Sampel St. 8

Singkapan berada di area sungai yang sama dengan koordinat N


0004424.2 E 122 50 54.6, dengan kedudukan N 265 E / 57 NW, dimensi
singkapanLebar 10 m dan Tinggi 3 m, dengan arah aliran sungai N 260 0 E,
Dilihat dari sisi geomorfologi bahwa kondisi singkapan yang sebahagian

P e t r o l o g i | 42

mengalami kompak dan sebahagian lapuk, dengan tingkat vegetasi lembat sesuai
kondisi sungai dengan elevasi 120 mdpl.
4.2.2

Pembahasan Daerah
Daerah Praktikum Petrologi berada di Desa Labanu, Kec. Tibawa, Kab.

Gorontalo, Prov. Gorontalo tepatnya berada di sungai Alo. Daerah praktikum


masuk dalam peta geologi pada lembar Tilamuta, sehingga baik tektonik maupun
struktur geologi yang bekerja di daerah penelitian tidak terlepas dari pengaruh
lengan sulawesi bagian utara yang lain.
Berdasarkan pengamatan lapangan daerah penelitian berada di sepanjang
sungai Alo di koordinat N 0004502.9 E 123 03 26.0 sampai koordinat N 00 0
44 24.2 E 122 50 54.6 dapat di simpulkan bahwa daerah ini di kontrol oleh
struktur rekahan dan sesar yang mengalami perubahan lereng yang semula relatif
lurus, dapat dikatakan dalam kondisi cukup stabil mengalami pergeseran
mengikuti jalur sesar, sehingga di setiap stasiun menyebabkan kondisi batuan
tidak stabil dengan penyusun utama berupa batuan gunung api berselingan dengan
batuan sedimen. Dari hasil pengamatan bahwa Batuan gunung api terdiri dari lava
basal dan breksi gunung api, sedangkan batuan sedimen terdiri dari batu pasir dan
lempung, sebahagian sedimen ini telah mengalami pemalihan derajat tinggi
sehingga mengakibatkan singkapan sudah mengalami kompaksi (pemadatan), dari
hasil pengamatan di daerah Sungai Alo didapatkan berupa sampel yang
berstruktur amigloidal yaitu Basal yang sudah mengalami pengisian oleh minerl
zeolit sebagai mineral pengisi juga berupa fosil kayu yang di perkirakan berumur
Eosen hingga Miosen awal.
Berdasarkan hasil dan data pengamatan tersebut maka pada daerah
penelitian ini termasuk formasi tinombo (Teot), di mana daerah penelitian
berlangsung relatif menerus sejak Eosen sampaiOligosen, dengan lingkungan laut
dalam sampai darat, atau merupakan suatu runtunan regresif.

P e t r o l o g i | 43

BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan

:
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa di lokasi

penelitian banyak di temukan jenis batuan vulkanik yang alterasi maupun


terkompaksi. Dari stasiun 1 sampai 3

yang berada di desa labanu terdapat

kesamaan keadaan litologi yaitu batuan vulkanik yang dominan basalt. Akan
tetapi pada stasiun (stasiun 4) terdapat batuan sedimen yaitu batu pasir dan
lempung, sedangkan stasiun 5 dan 7 litologinya sama dengan stasiun 1 sampai
3.Dari beberapa stasiun itu jika di lihat kembali , pada stasiun 6 terdapat batuan
dasit berselingan dengan basalt, dan stasiun 8 terdapat batuan basalt berselingan
dengan breksi. Maka dapat di simpulkan bahwa disetiap stasiun tersebut saling
berhubungan satu sama lain, dengan batuan yang dominan basalt.

P e t r o l o g i | 44

DAFTAR PUSTAKA

Bachri. S, Dkk. 1989. Geologi Lembar Tilamuta, Sulawesi, Pusat


penelitian Pengembangan Geologi, Indonesia.
Handoyo, Agus Harsolumakso. 2001. Buku Pedoman Geologi Lapangan.
Departemen Teknik Geologi, ITB, Bandung.
Hirnawan, Febri. 1994. Perbandingan berbagai Metode Lintasan. Jurusan
Geologi, UNPAD.
Lab. Geomorfologi dan Penginderaan Jauh. 2001. Panduan Analisis Peta
Topografi dan Analisis Foto Udara untuk Pemetaan Geologi. Vol 1, Jurusan
Geologi, FMIPA, UNPAD.

P e t r o l o g i | 45

Anda mungkin juga menyukai