BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batuan pertama adalah batuan beku (igneous rock) terjadi akibat magma
mendingin dan memadat. Proses ini dapat terjadi baik di bawah maupun diatas
permukaan bumi. Batuan beku dipermukaan bumi bersentuhan langsung dengan
atmosfir setiap saat, maka perlahan-lahan ia terdisintegrasi dan terdekomposisi.
Proses ini disebut proses pelapukan (weathering). Material hasil rombakan ini,
yang terlepas dari induknya, ditransport dan diendapkan oleh berbagai media,
erosi, gravitasi, aliran air, gletsyer, angin atau gelombang sebagai sedimen atau
endapan, di tempat yang rendah (laut), sebagai lapisan-lapisan mendatar.
Melalui proses litifikasi, yang artinya berubah menjadi batuan, sedimen ini
menjadi batuan sedimen. Jika batuan sedimen berada jaun dibawah atau terlibat
dalam dinamika pembentukan pegunungan (orogenesa), ia akan dipengaruhi oleh
tekanan yang besar dan suhu yang cukup tinggi. Akibatnya batuan sedimen ini
akan bereaksi dan berubah menjadi batuan metamorf. Dan bila batuan metamorf
berada pada tekanan dan suhu tinggi ia akan melebur dan menjadi magma.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan pembuatan laporan ini yaitu untuk memudahkan pembaca
mengidentifikasi batuan, dan dapat membedakan batuan beku, sedimen, dan
metamorf. Pembaca juga dapat mengetahui bagaimana mengukur strike dan
deep batuan.
Petrologi | 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional (Lembar Tilamuta 1 : 250.000)
Petrologi | 3
berlangsung relatif menerus sejak Eosen Miosen Awal sampai Kuarter, dengan
lingkungan laut dalam sampai darat, atau merupakan suatu runtunan regresif. Pada
batuan gunung api umumnya dijumpai selingan batuan sedimen, dan sebaliknya
pada satuan batuan sedimen dijumpai selingan batuan gunung api, sehingga kedua
batuan tersebut menunjukkan hubungan superposisi yang jelas. Fasies gunung api
Formasi Tinombo diduga merupakan batuan ofiolit, sedangkan batuan gunung api
yang lebih muda merupakan batuan busur kepulauan.
Struktur dan Tektonika Daerah Penelitian
Berdasarkan peta Geologi Regional, daerah penelitian termasuk dalam
Peta Geologi Lembar Tilamuta.Struktur geologi yang utama di daerah penelitian
adalah sesar, berupa sesar normal dan sesar jurus mendatar.Sesar normal yang
terdapat di Gunung Boiohuto menunjukkan pola memancar, sedan sesar jurus
mendatar umumnya bersifat menganan, tetapi ada pula yang mengiri.Sesar
tersebut memotong batuan yang berumur tua (Formasi Tinomo) hingga batuan
yang berumur muda (Satuan Batugamping Klastik).
Kegiatan tektonik di daerah ini diduga telah berlangsung sejak Eosen
sampai Oligosen, yang diawali dengan kegiatan magmatic yang menghasilkan
satuan gabro.Masih pada Eosen, terjadi pemekaran dasar samudera yang
berlangsung hingga Miosen Awal, dan ini menghasilkan lava bantal yang cukup
luas.Kegiatan tersebut diikuti pula oleh terjadinya retas-retas yang pada umumnya
bersusunan basa, dan banyak menerobos Formasi Tinombo.
Pada Pliosen terjadi pula kegiatan magmatic yang menghasilkan batuan
terobosan Granodiorit Bumbulan, yang kemudian diikuti oleh kegiatan
gunungapi.Kegiatan gunungapi ini berlangsung hingga Plistosen Awal, dan
menghasilkan Batuan Gunungapi Pinogu.Pada saat itu juga terjadi pengendapan
batuan sedimen laut yang membentuk Formasi Lokodidi.Sementara itu, retas-retas
yang bersusunan basal, andesit, dan dasit masih terbentuk, yang kemdian tidak
lama lagi berhenti setelah berakhirnya kegiatan gunungapi tersebut.
Pada akhir Pliosen hingga Plistosen, di daerah ini terdapat pengendapan
yang membentuk satuan Batugamping Klastik pada laut dangkal.Sedangkan pada
Petrologi | 4
Plistosen Awal, terbentuklah endapan danau dan endapan sungai tua.Ketiga satuan
batuan tersebut telah mengalami pengangkatan pada sekitar akhir Plistosen.
Pada akhir Plistosen hingga sekarang, terjadi proses pendataran serta
kegiatan tektonik yang masih aktif. Proses pendataran menghasilkan endapan
alluvium, sedang kegiatan tektonik menghasilkan beberapa sesar jurus mendatar
di bagian timur Lembar, serta mengakibatkan terangkatnya satuan Batugamping
Terumbu.
2.2 Teori
Batuan Beku
Proses Terbentuknya Batuan Beku
Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari proses pendinginan
magma gunung berapi yang mengeras dengan atau tanpa proses kritalisasi
yang berada bawah permukaan bumi yang disebut sebagai batuan instrusif
ataupun di atas permukaan bumi disebut sebagai batuan ekstrutif. igneus
(dibaca ignis) adalah bahasa latin dari batuan beku yang berati api.
Batuan beku instrusif (biasa disebut instrusi atau plutonik) adalah batuan
beku yang berubah menjadi kristal dari sebuah lelehan magma dibawah
permukaan Bumi. Magma yang membeku di bawah tanah sebelum mereka
mencapai permukaan bumi disebut dengan nama pluton. Nama Pluto
diambil dari nama Dewa Romawi dunia bawah tanah. Sedangkan batuan
beku ekstrusif adalah batuan beku yang terjadi pada proses keluarnya
magma ke permukaan bumi kemudian menjadi lava atau meledak secara
dahsyat di atmosfer dan jatuh kembali ke bumi sebagai batuan. Magma ini
dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada,
baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan dapat
terjadi karena salah satu dari proses-proses berikut ini : penurunan
tekanan, kenaikan temperatur, atau perubahan komposisi. Terdapat 700
lebih tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, dan sebagian besar
batuan beku tersebut terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.
Beberapa ahli geologis seperti Turner dan Verhoogen tahun 1960, F.F
Groun Tahun 1947,Takeda Tahun 1970, mendefenisikan magma sebagai
Petrologi | 5
cairan silikat kental pijar yang terbentuk secara alami, memiliki temperatur
yang sangat tinggi yaitu antara 1.500 sampai dengan 2.500 derajat celcius
serta memiliki sifat yang dapat bergerak dan terletak di kerak bumi bagian
bawah. Dalam magma teredapat bahan-bahan yang terlarut di dalamnya
yang bersifat volatile / gas (antara lain air, co2, chlorine, fluorine, iro,
sulphur dan bahan lainnya) yang magma dapat bergerak, dan non-volatile /
non gas yang merupakan pembentuk mineral yang umumnya terdapat pada
batuan beku. Dalam perjalanan menuju bumi magma mengalami
penurunan suhu, sehingga mineral-mineral pun akan terbentuk. Peristiwa
ini disebut dengan peristiwa penghabluran.
Klasifikasi Penamaan Batuan Beku
Klasifikasi, penamaan dan pengenalan batuan beku erat hubungannya
dengan proses pembentukannya, yaitu urutan kristalisasi mineral
pembentuk batuan, seperti yang dinyatakan oleh reaksi bowen yang
menghasilkan susunan mineral yang berbeda-beda dan tekstur yang
berbeda. Perbedaan sususnan mineral ini disebut difrensiasi magma.
Berdasarkan Genetik
Batuan beku berdasarkan genesa dapat dibedakan menjadi batuan beku
intrusif (membeku di bawah permukaan bumi) dan batuan beku ekstrusif
(membeku di permukaan bumi).
1. Batuan beku intrusif
Didefinisikan sebagai suatu proses terobosan magma pada pelapisan bumi,
dimana magma tersebut tidak sampai di permukaan bumi / masih dibawah
permukaan bumi. berdasarkan bentuk intrusi di bedakan menjadi tiga
kategori yaitu bentuk tabular, bentuk silinder atau pipa, dan bentuk tidak
beraturan.
2. Batuan beku ekstrusif
Batuan beku ekstrusif terdiri dari semua mineral yang di keluarkan ke
permukaan bumi baik yang di daratan maupun yang ada di permukaan
laut. Mineral-mineral dari perut bumi ini mengalami pendnginan sangat
cepat. Ada yang berbentuk debu atau suatu larutan yang kental dan panas,
cairan ini biasa disebut lava. Ada dua tipe lava yang mendominasi
Petrologi | 6
Nama Batuan
Kandungan Silika
>66%
52-66 %
42-52 %
<45 %
.
Tabel
1. Penamaan Batuan
berdasarkan
Kandungan Silica
Nama Batuan
Kandungan Silika
Leucratic
Mesocratic
Melanocratic
0-33 %
34-66 %
67-100 %
Petrologi | 7
menyusun batuan tersebut dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan
alat pembesar.
2. Batuan Gang
Batuan ini bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik.
3. Batuan Lelehan
Batuan ini bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat
dibedakan atau tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
Komposisi Mineral
Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi
4 yaitu:
1. Kelompok Granit Riolit
Berasal dari magma yang bersifat asam, terutama tersusun oleh mineralmineral kuarsa ortoklas, plaglioklas Na, kadang terdapat hornblende,
biotit, muskovit dalam jumlah yang kecil.
2. Kelompok Diorit Andesit
Berasal dari magma yang bersifat intermediet, terutama tersusun atas
mineral-mineral plaglioklas, Hornblande, piroksen dan kuarsa biotit,
orthoklas dalam jumlah kecil
3. Kelompok Gabro Basalt
Petrologi | 8
Tersusun dari magma yang bersifat basa dan terdiri dari mineral-mineral
olivine, plaglioklas Ca, piroksen dan hornblende.
4. Kelompok Ultra Basa
Tersusun oleh olivin dan piroksen.mineral lain yang mungkin adalah
plagliokals Ca dalam jumlah kecil
Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah suatu akumulasi atau kempulan material batuan
terlapukkan atau terurai dari batuan induk yang terbentuk di permukaan bumi
kemudian diendapkan pada suatu cekungan dibawah kondisi temperatur dan
tekanan
rendah
serta
mempunyai
karakteristik
tentang
lingkungan
Petrologi | 9
butiran-butiran sedimen mengendap secara suspensi, sehingga butiranbutiran yang diendapkan merupakan butiran sedimen berbutir halus (pasir
hingga lempung). Proses sedimentasi yang dipengaruhi oleh gravitasi
dibagi menjadi 4, yakni yang dipengaruhi oleh arus turbidit, grain flows,
aliran sedimen cair, dan debris flows.
2. Proses Sedimentasi Kimiawi
Proses sedimentasi secara kimiawi terjadi saat pori-pori yang berisi fluida
menembus atau mengisi pori-pori batuan. Hal ini juga berhubungan
dnegan reaksi mineral pada batuan tersebut terhadap cairan yang masuk
tersebut.
A. Batuan Sedimen Klastik
1) Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal dari
batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan
energy pembentuknya. Studi struktur paling baik dilakukan dilapangan
(Pettijohn, 1975). Berdasarkan asalnya, struktur sedimen yang terbentuk
dapat dibagi menjai tiga macam yaitu :
Struktur Sedimen Primer : Terbentuk karena proses sedimentasi, dapat
merefleksikan mekanisme pengendapannya, antara lain : perlapisan,
gelembur-gelombang, perlapisan silang-siur, konvolut, perlapisan
bersusun, dll.
Stuktur Sedimen Sekunder : Terbentuk setelah proses sedimentasi,
sebelum atau setelah diagenesa. Menunjukkan keadaan lingkungan
pengendapannya, misal : cetak suling, cetak beban, dll.
Struktur Sedimen Organik : Struktur yang terbentuk oleh kegiatan
organisme seperti molusca, cacing, dan binatang lainnya, misal
: kerangka, laminasi pertumbuhan, dll.
Contoh Batuan Sedimen Klastik :
- Masif : Batuan Masif bila tidak menunjukan struktur dalam atau ketebalan
lebih dari 120 cm.
- Graded Bedding (perlapisan pilihan) : Lapisan yang dicirikan oleh
perubahan yang granular dari ukuran butir penyusunnya bila bagian bawah
P e t r o l o g i | 10
konstan (homogen).
Cross Lamination : Secara Umum dipakai untuk lapisan miring dengan
ketebalan kurang dari 5 cm, dengan fareset ketebalannya lebih dari 5 cm,
merupakan struktur sedimentasi tunggal yang terdiri dari urut-urutan
sistematik, perlapisan dalam disebut fereset bedding yang miring terhadap
seperti
bentuk
fisik
cross
lamination,
yang
daerah
yang
miring. Kenampakan
-
berbatu-batu
penjajaran
atau
material
pada
seperti
daerah
susunan
yang
genting,
dapat berorientasi.
Load Cast : Adalah struktur sedimen yang terbentuk akibat tubuh sedimen
P e t r o l o g i | 11
sifat
kohesinnya.
Hal
ini
akibat
perubahan
suhu
bawah.
Rain Print : Adalah suatu lubang lingkaran atau elips kecil yang terbentuk
di atas lumpur yang masih basah oleh air hujan yang kemudian setelah
lumpur itu kering diatasnya terendapkan lapisan batu pasir atau silstone.
Flame Structure : Adalah struktur sedimen yang berupa bentukan dari
lumpur yang licin dan memisahkan ke bawah membesar membentuk load
disebut Pillow atau bantal dan bila sudah lepas disebut Ball Structure.
Convolute Bedding : Adalah structure devormasi dari suatu lapisan yang
penekanan ke bawah.
Low Relief Erosion Surface : Adalah struktur sedimen yang terbentuk
relief rendah pada permukaan tubuh sedimen akibat proses erosi.
P e t r o l o g i | 12
Hard Ground Mass : Adalah struktur sedimen yang terbentuk akibat dari
akumulasi material sedimen yang khas di dalam tubuh sedimen lain yang
relatif lebih lunak.
Struktur batuan sedimen yang penting adalah perlapisan. Struktur ini umum
terdapat pada batuan sedimen klastik yang terbentuknya disebabkan beberapa
faktor, antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Ketebalan
>120
Lapisan Tebal
Lapisan Tipis
Lapisan Sangat Tipis
Laminasi
Laminasi Tipis
60 120
5 60
15
0,2 1
< 0,2
(cm)
2) Tekstur
Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan
bentuk butir serta susunannya (Pittijohn, 1975). Butiran tersusun dan
terikat oleh semen dan masih adanya rongga di antaranya butirnya.
Pembahasan tekstur meliputi :
Ukuran Butir
(mm)
P e t r o l o g i | 13
Bongkah (boulder)
Brangkal (couble)
Krakal (pcebble)
Pasir sangat kasar (very
256
256 64
64 4
42
coarse sand)
Pasir Kasar (coarse sand)
Pasir Sedang (medium
21
1
sand)
Pasir Halus (fine sand)
Pasir sangat Halus (very
-
- 1/8
fine sand)
Lanau (silt)
Lempung (clay)
1/16 1/256
1/256
Tabel 4. Skala Wentworth
b. Pemilahan (Sorting)
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun
batuan sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar
butirnya
maka
pemilahan
semakin
baik. Pemilahan
yaitu
tajam.
d. Kemas (fabric)
konkaf
dengan
umumnya
ujungnya
P e t r o l o g i | 14
lainnya.
e. Shape
Shape adalah bentuk daripada butiran tersebut, dapat dibedakan
menjadi empat macam.
- Golongan pertama (I) oblate/labular
- Golongan kedua (II) equent/equiaxial
- Golongan ketiga (III) bladed/triaxial
- Golongan keempat (IV) prolate/rod shaped
f. Porositas
Porositas suatu batuan adalah perbandingan seluruh permukaan pori
dengan volume dari batuan. Pembagian porositas biasa dipergunakan
sebagai berkut:
- Negligible
: 0 5%
- Poor
: 5 10%
- Fair
: 10 15%
- Good
: 15 20%
- Very good
: 20 25%
- Exellent
: 25 40%
g. Permeabilitas
Permeabilitas sukar ditentukan di bawah mikroskop, tetapi dapat
dikira-kira melalui porositas. Salah satu metoda pendekatan untuk
mengetahui permeabilitas adalah dengan menempatkan setetes air
pada sekeping yang kering dan mengamati kecepatan ar merembes.
Istilah yang biasa digunakan adalah :
- Fair : 1,0 10 md
- Good : 10 100 md
- Very Good : 100 1000 md
3) Komposisi Batuan Sedimen Klastik
Komposisi pada batuan sedimen klastik bisa dikelompokkan
berdasarkan kandungan mineral dan fungsinya dalam batuan
sedimen di bagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Fragmen yaitu butiran yang berukuran lebih besar, dapat berupa
mineral, pecahan batuan, cangkang fosil dan zat organik.
b. Matriks (massa dasar) Yaitu butiran yang lebih kecil dari
fragmen, terendapkan bersama sama dengan fragmen, terdapat
di sela sela fragmen sebagai massa dasar. Seperti fragmen,
P e t r o l o g i | 15
yang
mempengaruhi
terbentuknya
batuan
sedimen
P e t r o l o g i | 16
2. Tekstur
Tekstur dalam batuan sedimen nonklastik dibedakan menjadi dua
macam :
a. Kristalin : Tekstur
ini
terdiri
dari
kristal-kristal
yang
P e t r o l o g i | 17
Nama Butir
Rudite
Arenit
Lutite
Ukuran Butir
>1
0,062 1
< 0,062
Nama Batuan
Kalsirudit
Kalkarenit
Kalsilutit
konsentris.
b. Mikrit : Merupakan agregat halus berukuran 1 4 mikro, berupa Kristalkristal karbonat terbentuk secara biokimia atau kimia langsung dari
presipitisasi dari air laut dan mengisi rongga antar butir.
c. Sparit : Merupakan semen yang mengisi ruang antar butir dan rekahan,
berukuran halus (0,02-0,1 mm), dapat terbentuk langsung dari sedimentasi
secara insitu atau rekristalisasi dari mikrit.
P e t r o l o g i | 18
: bioherm, biostorm.
: travirtine, tufa
: batugamping fosfat, batugamping
Batuan Metamorf
Analisa Batuan Metamorf
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur
serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses
diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan
yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses
metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km
20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu
mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau
respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda
dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan
diagenesa.
P e t r o l o g i | 19
P e t r o l o g i | 20
atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut
migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa
darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua
yaitu (1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2)
metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism). Pada batuan metamorf
tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan
penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada
batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan
tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan
sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya
juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf
dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan;
(2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan;
dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.
Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan
tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 3 km. Metamorfisme dislokasi
terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan
tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada
kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa
penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.
Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan
yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari
tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami
aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan
struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan premetamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama
P e t r o l o g i | 21
metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai
oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari
tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar
tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineralmineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular
(seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya
mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut
menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh
penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar
(umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar
dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain
yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk
batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertamatama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran
mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral). Pada metamorfisme tingkat
tinggi akan berkembang struktur migmatit. Setelah penentuan struktur diketahui,
maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun
berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya
sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non
foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan
metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa
kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal
terbaik
untuk
mempertimbangkan
secara
menerus
seperti
kemungkinan
P e t r o l o g i | 22
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi
dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi
ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf,
sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineralmineral penyusun batuan metamorf.
Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose
struktur
yang
memperlihatkan
adanya
P e t r o l o g i | 23
h. Struktur Liniasi
besar
dari
rata-rata;
kristal
yang
lebih
besar
tersebut
P e t r o l o g i | 24
yang
jelek;
kristal
ini
dinamakan idioblastik,
hypidioblastik,
P e t r o l o g i | 25
adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular,
prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika,
tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit,
epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang
terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi:
kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik: B. Tekstur
Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas: C. Tekstur
Skistose dengan porpiroblast euhedral: D. Skistosity dengan domain
granoblastik lentikuler: E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di
dalam matrik mika halus: F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit
di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal: G. Granit milonit di dalam
proto milonit: H. Ortomilonit di dalam ultramilonit: I. Tekstur Granoblastik di
dalam blastomilonit.
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik
tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan
modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara
mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat
berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang
mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana
metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral
pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil
dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi
mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan
menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan
porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada
tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini
biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang
terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini
dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya
P e t r o l o g i | 26
berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas
mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan
terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi
yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis.
Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar,
kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung
feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering
sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal
metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada.
Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam
kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan
perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi
mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit;
secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik
bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh
rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan
metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit : Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi
utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit
: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah
piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya
alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia
seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit
berasal dari batuan beku.
Granulit
: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama
kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur
granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri
dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
P e t r o l o g i | 27
Hornfels
dari
alterasi
mineral
silikat
BAB III
METODE DAN TAHAPAN PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang dilakukan pada kuliah lapangan ialah pengambilan sample dan
analisis sample dilakukan beberapa tahapan yakni :
1. Pengamatan singkapan
2. Pengamatan struktur geologi
3. Tahap pengambilan data lapangan
P e t r o l o g i | 28
P e t r o l o g i | 29
1) Menganalsis Geomorfik
Terdiri dari penetuan satuan geomorfik daerah telitian menurut
Verstappen (1985) dan pola serta tipe genetik aliran sungai (howard,
1967).
2) Analisis litologi
Analisis litologi bertujuan untuk mengetahui nama batuan dari setiap
sample batuan yang diperoleh setiap stasiun pengamatan. Analisis
litologi dilakukan hanya secara megaskopis atau dilihat secara
langsung dengan mata yaitu tekstur, struktur, dan komposisi mineral
sehingga akan mendapatkan genesa dari batuan tersebut.
3) Analisis geologi struktur
Data hasil pengukuran geostruktur (kekar, bidang sesar) di analisis
untuk mengidentifikasi jenis, dan kedudukan serta melakukan
pengolahan data untuk mengetahui arah V1 dan V2.
Tahap Pembuatan Laporan Serta Menyajikan
Tahap ini merupakan tahap akhir dari seluruh rangkai dari pengambilan data,
menganalisis data kemudian di interpertasi yang di sajikan dalam bentuk
laporan sehingga menghasilkan dalam bentuk peta lokasi setiap stasiun, peta
pola aliran.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian di lakukan didesa Labanu Kec.Tibawa, Kabupaten Gorontalo yang
dilakukan pada hari Minggu, tanggal 8 Juni 2014. Penelitian dilakukan dengan
melihat keadaan batuan yang tersingkap dan memiliki struktur geologi dimana
keadaan batuan yang tersingkap memiliki perbedaan keadaan dari sepanjang
lokasi penelitian. Sebelum fieldtrip berjalan, kami berkumpul di satu tempat yaitu
di desa labanu pada pukul 08.00, diberi pengarahan oleh dosen pembimbing
tentang apa saja yang akan dilakukan dalam praktikum lapangan. Setelah itu, kami
berjalan menuju lokasi berikutnya sampai titik lokasi terakhir praktikum dengan
berjalan kaki sambil melihat batuan disekitar.
P e t r o l o g i | 30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
a) Stasiun 1
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat
: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004502.3
E 122 51 04.7
Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai
Kecepatan aliran
: Rendah
: Laminar
Bentuk sungai
:S
Jenis vegetasi
Tingkat Vegetasi
Kenampakan daerah
P e t r o l o g i | 31
Deksripsi Singkapan
Dimensi singkapan
Keadaan singkapan
Warna soil
: Hitam Kecoklatan
Tingkat pelapukan
Jenis Batuan
: Batuan beku
Elevasi
: 217 mdpl
b) Stasiun 2
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat
: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004500.2
E 122 51 02.1
Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai
Kecepatan aliran
: Rendah
: Laminar
Bentuk sungai
:I
Jenis vegetasi
P e t r o l o g i | 32
Deskripsi Singkapan
Dimensi singkapan
Arah singkapan
: N 264 E
Kedudukan
: N 111 E / 40 SW
Keadaan singkapan
Warna soil
: Kecoklatan
Tingkat pelapukan
: Sedang
Keadaan Vegetasi
: Semak belukar
Tingkat Vegetasi
: Tidak ada
Jenis Batuan
: Batuan beku
Elevasi
: 272 mdpl
c) Stasiun 3
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat
: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004500
P e t r o l o g i | 33
E 122 50 57.0
Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai
Kecepatan aliran
: Rendah
: Laminar
Bentuk sungai
:U
Jenis vegetasi
Dimensi singkapan
Kedudukan
: N 158 E / 89 SW
Keadaan singkapan
Warna soil
: Coklat kehitaman
Tingkat pelapukan
: Sedang
Keadaan Vegetasi
: Semak belukar
Tingkat Vegetasi
: Tidak ada
Jenis Batuan
: Batuan beku
Elevasi
: 138 mdpl
d) Stasiun 4
P e t r o l o g i | 34
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat
: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004501.8
E 122 50 59.3
Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai
Kecepatan aliran
: Rendah
: Laminar
Bentuk sungai
:L
Jenis vegetasi
Kedudukan
: N 257 E / 59 NW
Keadaan singkapan
Warna soil
: Coklat kekuningan
Tingkat pelapukan
: Sedang
Keadaan Vegetasi
: Semak belukar
Tingkat Vegetasi
: Lembat
Jenis Batuan
: Sedimen
Elevasi
: 138 mdpl
e) Stasiun 5
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat
: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004504.0
E 122 50 58.7
Deskripsi Geomorfologi
P e t r o l o g i | 35
Kecepatan aliran
: rendah
: laminar
Bentuk sungai
:L
Jenis vegetasi
Kedudukan
: N 257 E / 59 NW
Keadaan singkapan
Warna soil
: Hitam kecoklatan
Tingkat pelapukan
: Tinggi
Keadaan Vegetasi
: Semak belukar
Tingkat Vegetasi
: Lembat
Jenis Batuan
: Sedimen
Elevasi
: 120 mdpl
f) Stasiun 6
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat
: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004458.0 E 122 50 38.2
Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai
Kecepatan aliran
: rendah
: laminar
Bentuk sungai
:L
P e t r o l o g i | 36
Jenis vegetasi
Kedudukan
: N 257 E / 59 NW
Keadaan singkapan
Warna soil
: Hitam kecoklatan
Tingkat pelapukan
: Tinggi
Keadaan Vegetasi
: Semak belukar
Tingkat Vegetasi
: Lembat
Jenis Batuan
: Sedimen
Elevasi
: 120 mdpl
g) Stasiun 7
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat
: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004448.9
E 122 50 01.8
Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai
Kecepatan aliran
: rendah
: laminar
Bentuk sungai
:I
Jenis vegetasi
P e t r o l o g i | 37
Arah batas
: N 450 E
Keadaan singkapan
: kompak
Warna soil
: Hitam kecoklatan
Tingkat pelapukan
: Sedang
Keadaan Vegetasi
: Semak belukar
Tingkat Vegetasi
: Lembat
Jenis Batuan
: Batuan beku
Elevasi
: 125 mdpl
h) Stasiun 8
Hari/Tangggal
Daerah
Lintasan
Cuaca
Koordinat
: Minggu, 08/06/2014
: Desa Labanu Kec.Tibawa
: Sungai Alo
: Cerah
: N 0004424.0
E 122 50 54.6
Deskripsi Geomorfologi
Pola aliran sungai
Kecepatan aliran
: rendah
: laminar
Bentuk sungai
:L
Jenis vegetasi
Kedudukan
: N 257 E / 59 NW
Keadaan singkapan
Warna soil
: Hitam kecoklatan
Tingkat pelapukan
: Sedang
Keadaan Vegetasi
: Semak belukar
Tingkat Vegetasi
: Lembat
Jenis Batuan
: Sedimen
P e t r o l o g i | 38
Elevasi
: 120 mdpl
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Perstasiun
a) Stasiun 1
b) Stasiun 2
P e t r o l o g i | 39
c) Stasiun 3
Lokasi stasiun 3 masih pada lintasan sungai Alo desa Labanu kecamatan
Tibawa, pada koordinat N 00o4500,3, E 122o5058,8. Di stasiun ini praktikan
menemukan singkapan kompak sebagiannya lapuk. Tingkat pelapukan singkapan
ini adalah sedang, dengan jenis batuan yaitu batuan beku. Dilihat dari warna,
tekstur, dan struktur, singkapan batuan ini adalah batuan basalt.
d) Stasiun 4
P e t r o l o g i | 40
Sampel (a)
Sampel (b)
Sampel (c)
Gambar 8. Sampel St. 4 (a) Batu Lempung (b) Batu Pasir (c) Basalt
Lokasi stasiun 4 berada pada lintasan sungai Alo desa Labanu kecamatan
Tibawa, pada koordinat N 00o4502,7, E 122o5101,8. Pada stasiun ini praktikan
menemukan singkapan batuan kompak yang sebagian lapuk, dengan tingkatan
pelapukan sedang. Pada singkapan ini, praktikan menemukan tiga jenis batuan,
yaitu sampel a merupakan batulempung dan b merupakan batupasir, keduanya
adalah jenis batuan sedimen. Sedangkan sampel c adalah basalt, merupakan
batuan beku.
e) Stasiun 5
Pada stasiun 5 singkapan berada di posisi N 004504.1 E 122 50 58.8,
dengan kedudukan N 257 E / 59 NW, dimensi singkapan Lebar 40 m dan
Tinggi 3 m, tepatnya berada di bagian timur sungai, berada di pemukiman warga
dengan arah aliran sungai N 2570 E, singkapan terjadi kontak antara batu pasir dan
batuan beku basal, hal ini diakibatkan karena batuan beku basal terbreksikan
akibat sesar,sehingga terdapat fragmen dan matriksnya yang masih sama, dengan
elevasi 120 mdpl.Dilihat dari sisi geomorfologi bahwa kondisi singkapan yang
sebahagian mengalami kompak dan sebahagian lapuk.
f) Stasiun 6
P e t r o l o g i | 41
h) Stasiun 8
P e t r o l o g i | 42
mengalami kompak dan sebahagian lapuk, dengan tingkat vegetasi lembat sesuai
kondisi sungai dengan elevasi 120 mdpl.
4.2.2
Pembahasan Daerah
Daerah Praktikum Petrologi berada di Desa Labanu, Kec. Tibawa, Kab.
P e t r o l o g i | 43
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan
:
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa di lokasi
kesamaan keadaan litologi yaitu batuan vulkanik yang dominan basalt. Akan
tetapi pada stasiun (stasiun 4) terdapat batuan sedimen yaitu batu pasir dan
lempung, sedangkan stasiun 5 dan 7 litologinya sama dengan stasiun 1 sampai
3.Dari beberapa stasiun itu jika di lihat kembali , pada stasiun 6 terdapat batuan
dasit berselingan dengan basalt, dan stasiun 8 terdapat batuan basalt berselingan
dengan breksi. Maka dapat di simpulkan bahwa disetiap stasiun tersebut saling
berhubungan satu sama lain, dengan batuan yang dominan basalt.
P e t r o l o g i | 44
DAFTAR PUSTAKA
P e t r o l o g i | 45