Anda di halaman 1dari 4

Induksi dan Deduksi

Apa yang dimaksud dengan induksi dan deduksi? Yang akan dibicarakan dalam tulisan
ini bukan semata-mata cara pengambilan kesimpulan dalam sebuah paragraf, ya! Pada
tulisan ini, akan dibahas mengenai metode berpikir induksi dan deduksi yang biasa
digunakan untuk menyimpulkan sesuatu.
Induksi adalah pengambilan kesimpulan secara umum dengan berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh dari fakta-fakta khusus. Sedangkan deduksi adalah
pengambilan kesimpulan untuk suatu atau beberapa kasus khusus yang didasarkan
kepada suatu fakta umum.
Pengetahuan induksi dan deduksi diperlukan manusia untuk tetap lolos dari seleksi
alam. Tinjau seorang manusia purba bernama Sandi. Pada suatu hari, Sandi melihat
seekor singa memangsa Ivan. Pada hari berikutnya, Sandi melihat singa tersebut
memangsa Inud. Dari dua kejadian ini, Sandi menyimpulkan: Singa suka memangsa
manusia. Hal ini berarti Sandi telah melakukan kesimpulan secara induktif. Beberapa
hari kemudian, Sandi bertemu dengan singa. Ia masih ingat kesimpulannya bahwa
singa suka memakan manusia (premis mayor). Ia juga tahu bahwa dirinya adalah
manusia (premis minor). Sehingga ia menyimpulkan bahwa Singa suka memangsa
dirinya. Kesimpulan ini adalah kesimpulan secara deduktif.
Metode berpikir induksi sifatnya spekulatif. Jika diketahui bahwa "Saya butuh
makan", "Evan butuh makan", "Avi butuh makan", dan "Steph butuh makan", maka
dengan induksi, kita dapat menyimpulkan bahwa "Semua manusia butuh makan".
Tentu cara pengambilan kesimpulan seperti ini dapat menimbulkan kesalahan.
Contohnya, jika diketahui "Teman Saya berkulit putih", "Orang tua Saya berkulit
putih", dan "Saudara Saya berkulit putih", maka dengan induksi, kita juga dapat
menyimpulkan bahwa "Semua manusia berkulit putih". Kesimpulan yang diambil
dalam metode induksi ini mencakup hal yang lebih luas dari fakta-fakta sebelumnya
sehingga berpotensi salah seperti contoh tadi.
Berbeda dengan induksi, metode berpikir deduksi sifatnya pasti. Metode ini dimulai
dengan diterimanya suatu premis mayor. Contoh: "Semua manusia akan mati" (premis
mayor). Kemudian, anggap kita memiliki premis minor: "Socrates adalah manusia".
Karena Socrates adalah manusia, maka Socrates memiliki sifat-sifat yang dimiliki
semua manusia. Oleh karena itu, secara deduktif dapat disimpulkan bahwa Socrates
juga akan mati. Dapat juga dikatakan bahwa deduksi bersifat tertutup karena
kesimpulan yang diambil tidak boleh ditarik dari luar premis mayor. Asalkan semua
premisnya benar, maka kesimpulan yang diambil secara deduktif juga akan benar.
INDUKSI

METODE BERPIKIR SAINTIFIK


Mengenal Alam Sekitar Dengan Induksi
Sewaktu kecil, kita memperhatikan bahwa matahari terbit di timur. Hari berikutnya,
masih demikian. Hari berikutnya, masih juga demikian. Sampai hari ini, matahari
masih juga terbit di timur. Berdasarkan pengalaman ini, maka kita menyimpulkan
bahwa setiap hari matahari terbit di timur. Perhatikan cara pengambilan kesimpulan
ini. Fakta-fakta khusus melahirkan sebuah kesimpulan umum. Ini adalah penarikan
kesimpulan secara induktif. Apakah dapat dipastikan bahwa esok matahari juga terbit
di timur? Tidak. Kita hanya dapat menganggap bahwa sangat besar kemungkinannya
untuk matahari terbit di timur lagi pada esok hari. Hal ini sesuai dengan sifat induksi
yang spekulatif.
Coba perhatikan, bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa semua benda akan
jatuh jika dilepaskan pada ketinggian tertentu? Pertama, kita ambil botol lalu
melepaskannya. Botol tersebut jatuh. Kemudian kita melakukan hal yang sama dengan
pensil, sandal, batu, kelereng, topi, dan apel. Ternyata semuanya juga jatuh. Dari
berbagai percobaan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa semua benda akan jatuh jika
dilepaskan pada ketinggian tertentu (induksi). Apakah dapat dipastikan bahwa bendabenda lain pasti akan jatuh jika dilepaskan pada ketinggian tertentu? Tidak. Kita hanya
dapat mengatakan bahwa kemungkinan besar benda tersebut akan jatuh juga.
Demikianlah cara kita mengenal hukum-hukum alam pada kegiatan sehari-hari, yaitu
dengan cara induksi. Metode induksi ini merupakan metode yang umum digunakan.
Berikutnya, kita akan melihat bagaimana sains menggunakan metode ini untuk
mengambil kesimpulan.

Sains, Metode Ilmiah, dan Peran Induksi


Syarat suatu ilmu dapat digolongkan ke dalam sains adalah ilmu tersebut dapat
dibuktian dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam metoda ilmiah ini, suatu
hipotesis harus sesuai dengan eksperimen. Pada eksperimen pertama, hipotesis benar
(sesuai hasil pengamatan). Pada eksperimen berikutnya, hipotesis tersebut kembali
benar. Pada eksperimen berikutnya lagi, hipotesis tersebut masih juga benar. Dan
seterusnya. Dari sejumlah eksperimen yang sudah dilakukan ini, kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa hipotesis tersebut benar. Ini adalah pengambilan kesimpulan
dengan metode induksi. Apakah dapat dipastikan bahwa hipotesis tersebut juga akan
sesuai dengan pengamatan pada eksperimen yang dilakukan di waktu mendatang?
Tidak. Kita hanya dapat meyakini bahwa hipotesis tersebut kemungkinan besar sesuai
dengan hasil pengamatan pada eksperimen di waktu mendatang.
Dengan penggunaan metode induksi sebagai dasar pola berpikir saintifik, berarti

masih terdapat kemungkinan bahwa seluruh pengetahuan pada sains adalah salah!
Kalau begitu, apakah yang kita pelajari saat ini adalah kesia-siaan belaka? Tentu tidak.
Memang benar bahwa kita tidak dapat memastikan bahwa suatu teori/hipotesis itu
benar, namun kita dapat memastikan bahwa teori/hipotesis itu belum salah. Ini adalah
landasan berpikir saintifik. Selama masih belum ditemukan kesalahan teori tersebut,
maka teori tersebut akan selalu dianggap benar.
Sebagai catatan tambahan, sains juga menggunakan metode berpikir deduksi terutama
dalam memprediksi suatu kejadian. Teori adalah premis mayornya. Suatu kesimpulan
(dalam hal memprediksi) tidak boleh diambil diluar batasan teori/premis mayor ini.
DEDUKSI
METODE BERPIKIR MATEMATIS
Penalaran Matematika
Matematika bukanlah ilmu yang didasari atas percobaan dan pengamatan sehingga
membuatnya dibedakan dengan sains. Perhatikan saja, apakah kebenaran 1+1=2
adalah sesuatu yang kita peroleh melalui percobaan dan pengamatan? Tentu tidak.
Kebenaran 1+1=2 merupakan sesuatu yang kita terima begitu saja. Kalau begitu,
bagaimana sejumlah teori matematika yang pernah ada dapat muncul? Bagaimana
tarikan logika agar kita dapat menyimpulkan bahwa suatu teori itu benar secara
matematis?
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa penalaran matematika dimulai dari diterimanya
kebenaran beberapa aksioma. Aksioma adalah suatu kebenaran yang dapat kita terima
begitu saja (tanpa ada pembuktian apapun). Contoh: Aksioma bilangan bulat yang
diusulkan oleh Guiseppe Peano (1858 - 1932). Aksioma tersebut secara tidak langsung
menyatakan bahwa suatu bilangan bulat jika ditambahkan dengan 1 (satu), maka akan
menghasilkan bilangan bulat pada urutan berikutnya. Contohnya, jika diambil angka
"3", maka jika angka tersebut ditambahkan dengan "1", maka akan menghasilkan
bilangan bulat berikutnya dari "3", yaitu "4".
Teorema matematika diturunkan dari satu atau irisan beberapa aksioma. Kebenaran
teorema ini harus dapat dibuktikan berdasarkan hukum-hukum yang berlaku pada
aksioma. Dengan kata lain, kesimpulan yang diambil pada pembuatan teorema tidak
boleh keluar dari ruang lingkup aksioma yang berlaku.
Contoh teorema: Dua ditambah tiga sama dengan lima. Teorema ini dibuktikan
(berdasarkan aksioma bilangan bulat oleh Peano) sebagai berikut:

2+3

<=> 2+2+1

(2 merupakan bilangan bulat sebelum 3)

<=> 2+1+1+1

(1 merupakan bilangan bulat sebelum 2)

<=> 3+1+1

(3 merupakan bilangan bulat setelah 2)

<=> 4+1

(4 merupakan bilangan bulat setelah 3)

<=> 5

(5 merupakan bilangan bulat setelah 4)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa teorema yang menyebutkan 2+3=5 adalah benar!
Deduksi
Dilihat dari cara penurunannya, kesimpulan yang diambil dalam pembuatan teorema
adalah kesimpulan yang sifatnya pasti (tidak spekulatif). Asalkan didasari dengan
aksioma yang benar, maka teorema-teorema yang diturunkan juga pasti benar. Inilah
sifat matematika: pasti. Disebut apakah cara pengambilan kesimpulan seperti ini? Kita
sudah mengenal bahwa pengambilan kesimpulan seperti ini disebut dengan metode
deduksi.
Aksioma berfungsi sebagai premis mayor dalam pengambilan kesimpulan. Yang
berfungsi sebagai premis minor adalah ruang lingkup yang ingin ditelaah oleh sebuah
teorema. Hasil penarikan kesimpulan dari kedua premis ini adalah teoremanya.
Untuk kepentingan praktis, terkadang suatu teorema tidak harus diturunkan dari
aksioma tetapi cukup diturunkan dari teorema lain yang sudah dibuktikan terlebih
dahulu. Selain itu, juga untuk kepentingan praktis, terkadang pembuktian tidak perlu
dilakukan secara lengkap. Bisa saja suatu pembuktian itu membiarkan suatu bagian
tertentu belum terbuktikan. Bagian ini disebut dengan lemma. Jika lemma ini ternyata
salah, maka gagal lah seluruh pembuktian yang sudah dilakukan.
Wisnu O. P. S.
?? Agustus 2005

Anda mungkin juga menyukai