Anda di halaman 1dari 10

Ria Delta :

Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya


Lingkungan Hidup

94

PENAMBANGAN TIMAH DIPULAU BANGKA ANTARA PEMASUKAN


PENDAPATAN DAERAH, RUSAKNYA LINGKUNGAN HIDUP
RIA DELTA
Dosen Tetap Yayasan Fakultas Hukum USBRJ
ABSTRAK
Penelitian dilakukan untuk mengetahui perhatian pemerintah daerah terhadap rusaknya lingkungan
akibat eksploitasi penambangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memegang kuasa dan izin untuk
melakukan penambangan demi pemasukan pendapatan daerah dan penelitian dilakukan dengan cara observasi
dilapangan khusus lokasi-lokasi yang terkena dampak penambangan timah. Di pulau Bangka ada 3 kelompok
besar yang memiliki hak atau kuasa untuk melakukan penambangan berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun
1980 antara lain Kuasa Penambangan PT. Timah (KP PT. Timah), Kuasa Penambangan PT. KOBATIN (KP PT.
KOBATIN) dan Tambang Rakyat (TR). dan masing-masing luas wilayahnya telah ditetapkan sesuai dengan
aturan yang terdapat dalam Pasal 19 s/d Pasal 21 PP No. 27 Tahun 1980 yang merupakan peraturan pelaksana
UU No. 11 Tahun 1967. Dengan ketentuan agar dapat melakukan reklamasi setelah melakukan penambangan
timah, walaupun telah banyak usaha dilakukan namun tetap saja lingkungan rusak dan justru bertambah parah.
Hal ini tidak hanya terjadi disalah satu sudut pulau saja akan tetapi terjadi hampir merata diseluruh P. Bangka.
Pemerintah daerahpun seakan menutup mata bahkan melegalkan penambang timah, karena tambang-tambang
inilah yang memberikan masukan utama bagi pendapatan daerah. Memang ada beberapa upaya dari pemerintah
daerah bekerja sama dengan PT. Timah yang dikoordinasikan oleh beberapa aparat keamanan terkait seperti pihak
Kepolisian, Koramil dan Lanal Bangka Belitung yaitu salah satunya berupa pembentukan posko-posko tetap dan
posko berjalan. Posko-posko ini bertugas mengawasi penambang timah di P. Bangka dan memberikan tindakan
tegas berupa penutupan tambang-tambang illegal ataupun tambang-tambang yang sekiranya membahayakan
baik itu membahayakan bagi pekerjanya maupun bagi penduduk disekitar. Akan tetapi posko-posko inipun seakan
tidak punya daya untuk mengawasi wilayah P. Bangka karena masih saja banyak pelanggaran-pelanggaran yang
terjadi.

_________________________________________________

Keywords : Timah, Pemasukan daerah dan lingkungan hidup

PENDAHULUAN
Pulau Bangka merupakan
salah satu gugusan pulau di Indonesia
yang mempunyai peranan strategis
bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pulau Bangka yang terbagi
menjadi 5 daerah administrasi
pemerintahan daearah Tingkat II yaitu
Kotamadya Pangkal Pinang, Kab.
Bangka Induk, Kab. Bangka Selatan,
Kab. Bangka Tengah, Kab. Bangka
Barat dan luas wilayah keseluruhannya adalah 11.534.231.4 Kilometer
persegi, terkenal tidak hanya dari

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)

catatan sejarahnya saja akan tetapi


pulau Bangka itu terkenal akan hasil
alam yaitu Timah Pulau Bangka yang
merupakan salah satu penghasil
Timah terbesar di Indonesia yang
merupakan salah satu andalan bagi
pemasukan devisa dalam negeri selain
hasil tambang lainnya.
Dahulu penambangan Timah
dimonopoli oleh satu perusahaan saja
yaitu PT.Timah Tbk. yang merupakan
Badan Hukum milik pemerintah
Indonesia yang mempunyai hak
untuk menambang dan melebur hasil
tambang berupa Timah di pulau

Ria Delta :

Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya


Lingkungan Hidup

Bangka . PT. Timah Tbk. Ini telah


menjadi sebagai tumpuan bagi
masyarakat Bangka dari dulu hingga
kini. Perusahan inilah yang pertama
kali membuka berbagai kemudahan
hidup bagi masyarakat pulau Bangka,
seperti pengadaan sarana jalan,
fasilitas listrik, air minum kesehatan
dan berbagai aktifitas sosial lainnya di
pulau Bangka. Sejalan dengan hal itu
PT. Timah telah melupakan fungsi
lingkungan , baik fungsi fisik maupun
sosial di pulau Bangka.
Selain PT. Timah Tbk ada juga
satu badan usaha yang secara resmi
memiliki hak atas penambangan
Timah di pulau Bangka yaitu PT.
KOBATIN sama halnya dengan
PT Timah, PT. KOBATIN melakukan
hal yang sama dengan PT. Timah
yaitu memiliki mitra kerja yang turut
melakukan
penambangan
di
wilayahnya asalkan Timah yang
didapat dari hasil penambangannya
itu dijual kepada PT. KOBATIN sesuai
dengan
perjanjian.Adapun
yang
menjadi
permasalahan
dalam
penelitian adalah tidak adanya
pertanggungjawaban secara utuh dari
pemegang hak kuasa penambangan
atas akibat yang telah ditimbulkan
akibat penambangan yang dilakukan
oleh badan usaha penambangan.
PT. Timah maupun PT.
KOBATIN harus bertanggung jawab
atas para penambang TI yang ada
diwilayahnya, selain itu baik PT.
Timah maupun PT. KOBATIN juga
mempunyai kewajiban mereklamasikan bekas wilayah penambangan
para penambang TI. Hal itu sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)

Analisa
mengenai
lingkungan (AMDAL).

95

dampak

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan
mengambil lokasi di Pulau Bangka,
khususnya kabupaten Bangka Induk
dan Bangka Selatan yang mayoritas
rusaknya lingkungan akibat eksploitasi penambangan timah terjadi di
daerah-daerah tersebut.
Spesifikasi penelitian ini adalah
penelitian hukum yang berdasarkan
kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan
kuantitas dan pendekatan kualitatif
dengan melihat kepada adanya
peningkatan yang terjadi dari tahun
ke tahun melalui table yang dipergunakan sebagai bahan pembanding
dari rusaknya lingkungan akibat
eksploitasi penambangan timah yang
terjadi di pulau Bangka.
Pengumpulan data diawali dari
kegiatan mengidentifikasikan dan
menginventarisasikan data, dimana
kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan menghimpun bahan
kepustakaan dan dokumen-dokumen
yang selanjutnya dalam kegiatan
pengumpulan data lapangan dilakukan setelah penyusunan daftar
pertanyaan dan wawancara kepada
nara sumber
Setelah pengolahan data dilakukan, proses analisa data dimulai
dengan mendeskripsikan data dengan
metode yang kualitatif, dimana dalam
metode ini diupayakan ditemukan
makna dan interpretasi yang tidak
terlepas dari ketentuan hukum
normatif dan konsep-konsep hukum.

Ria Delta :

Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya


Lingkungan Hidup

HASIL PENELITIAN DAN


PEMBAHASAN

Pengaturan mengenai Pertambangan


Timah di Pulau Bangka
Pasal
16
undang-undang
Lingkungan Hidup berbunyi sbb:
Setiap rencana yang diperkirakan
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi
dengan analisis mengenai dampak
lingkungan yang pelaksanaannya
diatur dengan peraturan pemerintah.
Jadi pada dasarnya semua
kegiatan yang dilakukan oleh manusia
dalam penambangan menimbulkan
dampak lingkungan hidup. Begitu
pula dengan kegiatan penambangan
timah harus membuat perkiraan
dampak yang penting terhadap
lingkungan hidup, guna dijadikan
pertimbangan perlu tidaknya dibuat
analisis dampak lingkungan.
Berdasarkan analisis ini dapat
diketahui
secara rinci
dampak
pentingnya yaitu berupa dampak
negatif dan positif yang timbul dari
usaha atau kegiatan tersebut, sehingga
sejak dini telah dapat dipersiapkan
langkah untuk menaggulangi dampak
negatif dan mengembangkan dampak
positifnya.
Berbicara mengenai AMDAL,
maka AMDAL merupakan instrument
pengamanan masa depan. Kep-39/
MENLH/11/1996 adalah peraturan
yang memuat tentang Analisis
Mengenai
dampak
Lingkungan
(AMDAL).
Didalam AMDAL harus ada
Upaya
Pengelolaan
Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL). UKL dan UPL ini

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)

96

sangat penting karena setiap jenis


kegiatan penambangan baru memperoleh izin untuk melakukan
kegiatan penambangan UKL dan UPL
nya telah disetujui, hal ini sesuai
dengan ketentuan yang terdapat
dalam pasal 5 PP No. 51 tahun 1986.
Izin yang dimaksud dalam hal ini
adalah Izin Sementara atau Izin
Prinsip.
Menurut penjelasan pasal 5 PP
No. 51 Tahun 1993 disebutkan bahwa
izin yang dimaksud adalah izin usaha
tetap bagi usaha atau kegiata industri
sebelum kegiatan produksi komersialnya dilaksanakan, hak kuasa penambangan (KP) bagi usaha atau kegiatan
dibidang pertambangan dan hak
pengusahaan hutan (HPH) untuk
bidang kehutanan dan izin-izin
lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Jadi berdasarkan ketentuan
diatas maka setiap kegiatan penambangan Timah di Bangka yang
dilakukan harus memperoleh izin
yang telah diatur dalam ketentuan
tersebut diatas. Hal ini dilakukan agar
penambangan yang dilakukan sesuai
dengan kelayakan yang dimiliki suatu
daerah sehingga lingkungan alam
disekitar penambangan tidak rusak.
Berbicara mengenai Lingkungan Hidup dalam mengantisipasi
dampak-dampak
negatif
akibat
penambangan telah dibuat suatu
aturan yaitu Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.04/P/M/
Pertamb/1977 tertanggal 28 september 1977 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Terhadap Gangguan
dan Pencemaran sebagai akibat usaha
pertambangan umum. Dalam pasal 9

Ria Delta :

Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya


Lingkungan Hidup

UU ini ditetapkan ketentuan mengenai sanksi-sanksi antara lain yaitu:


diperlakukan sanksi sebagaimana
tertera dalam pasal 22 ayat (1) dan
pasal 33 UU No. 11 Tahun 1967,
masing-masing sanksi menjadi sanksi
pembatalan Kuasa Pertambangan dan
hukuman kurungan / atau denda;
dan Penghentian sementara sebagi-an
ataupun seluruh kegiatan usaha
pertambangan yang jelas-jelas menimbulkan gangguan dan pencemaran
tata lingkungan hidup.
Penghentian tersebut akan
dicabut kembali apabila gangguan
dan pencemaran tata lingkungan
hidup
tersebut
sudah
dapat
ditanggulangi seluruhnya dan telah
diadakan
pence-gahan
dan
penaggulangan
terhadap
kemungkinan timbulnya kembali
gangguan dan pencemaran apabila
usaha pertambangan umum itu
dijalankan lagi.
Selain itu apabila surat keputusan Direktur Jendral Pertambangan
Umum No. 07/DU/Th/1978 tertanggal 23 Mei 1978 tentang Pencegahan
Penanggulangan Terhadap Gangguan
dan Pencemaran sebagai akibat
Pertambangan Terbuka. Yang termasuk Tambang terbuka adalah usaha
penambangan
penggalian
bahan
galian yang dilakukan dipermukaan
bumi.
Sedangkan dengan perijinan
pertambangan
dikaitkan
dengan
pemberian Kuasa Pertambangan.
Istilah Kuasa Pertambangan untuk
pertama kali digunakan dalam UU
No. 37 Prp Tahun 1960. UU ini
mencabut Indische Mijnwet (Stb. 1899
No. 214 jo. Stb 1906 No. 434). Kuasa

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)

97

Penambangan menggantikan pengertian Konsesi atas dasar Indische


Mijnwet, karena hak yang ada pada
pemegang konsesi adalah kuat maka
tidak sesuai dengan pasal 33 ayat (1)
UUD 1945. Oleh karena itu UU ini
diganti dengan UU No. 11 Tahun 1967
Tentang
Ketentuan
Pokok
Pertambangan.
Dalam
penjelasan
istilah
Kuasa Pertambangan dan Konsesi
lama dibedakan. Perbedaan yang
pokok diantara kedua pengertian itu
adalah bahwa diberikan dengan kuasa
pertambangan hanyalah kekuasaan
untuk melaksanakan usaha pertambangan kepada si pemegang kuasa
pertambangan.
Dalam keputusan Menteri
yang memberikan kuasa pertambangan dijelaskan sampai seberapa
jauh pemberian kuasa pertambangan
tadi serta usaha pertambangan apa
yang diliputi oleh kuasa penambang
itu.
Dalam PP No. 27 Tahun 1980 tanggal
15 agustus 1980, dijelaskan dalam
pasal 1 bahwa Timah adalah salah
satu dari sekian bahan galian yang
dianggap memiliki nilai yang strategis. Oleh karenanya penambangan
timah
harus
didasarkan
pada
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Penambangan timah di pulau
Bangka terdapat 3 kelompok besar
yang memiliki hak atau kuasa untuk
melakukan penambangan yaitu antara
lain : 1) Kuasa Penambangan PT.
Timah (KP PT. Timah). 2) Kuasa
Penambangan PT. KOBATIN (KP PT.
KOBATIN). 3) Tambang Rakyat (TR).

Ria Delta :

Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya


Lingkungan Hidup

Tiga kelompok inilah yang


mempunyai kuasa atas penambangan
timah wilayah pulau Bangka dan
berdasarkan UU No. 27 Tahun 1980,
maka untuk ketiga golongan ini maka
diberlakukanlah ketentuan-ketentuan
tersebut. Untuk PT. Timah Tbk. Dan
PT. KOBATIN telah memiliki hak atas
KP ini. PT. Timah Tbk dan PT.
KOBATIN mempunyai wilayah kuasa
penambangan. Yang masing-masing
luas wilayahnya telah ditetapkan
sesuai dengan aturan yang terdapat
dalam Pasal 19 s/d Pasal 21 PP No. 27
Tahun
1980
yang
merupakan
peraturan pelaksana UU No. 11 Tahun
1967.
Baik PT. Timah maupun PT.
KOBATIN berdasarkan ketentuan
Pasal 2 PP No. 32 Tahun 1969 mempunyai Kuasa Penambangan dalam
bentuk-bentuk : 1) Surat Keputusan
Penugasan Pertambangan. 2) Surat
keputusan Izin Pertambangan Rakyat.
3) Surat Keputusan Pemberian Kuasa
Pertambangan.
Oleh karena itu berdasarkan
ketentuan diatas maka PT. Timah dan
PT. KOBATIN mempunyai hak Kuasa
Pertambangan (KP) yang dapat
digunakannya
untuk
melakukan
penambangan maupun pemberian
hak penambangan baik bagi mitra
atau rakyat yang mau menambang di
wilayah kuasa penambangannya.
Akan tetapi baik dari PT. Timah
maupun
PT.
KOBATIN
tetap
bertanggung jawab akan segal hal
yang terjadi dalam wilayah kuasa
pertambangannya tersebut.
Berdasarkan Pasal 30 UU No.
11 Tahun 1967 para pemilik kuasa
pertambangan berkewajiban untuk

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)

98

mereklamasikan
bekas
tempat
penambangannya
dan
melarang
membiarkan
begitu saja
bekas
penambangannya, selain itu dalam
lampiran Surat Keputusan Direktur
Jendral Pertambangan Umum yang
mengharuskan
pemegang
kuasa
pertambangan untuk memelihara
kelestarian lingkungan pertambangan
diwilayah kuasa pertambangan yang
dimiliki nya.
Selain PT. Timah dan PT.
KOBATIN ada satu kelompok lagi
yang
melakukan
penambangan
dipulau Bangka ini, yaitu kelompok
Tambang Rakyat, kelompok ini bukan
suatu badan usaha akan tetapi terdiri
dari beberapa Pengusaha yang
melakukan penambangan dengan
modal milik mereka sendiri dan
melakukan penambangan di tanah
milik mereka sendiri.
Sama halnya dengan PT.
Timah maupun PT. KOBATIN para
pengusaha tambang inipun memiliki
tempat peleburan timah (Smelter)
sendiri.
Timah sebagai Pemasukan Utama
Daerah Pemda di Pulau Bangka.
Ketiga pemilik Kuasa Pertambangan tersebut diatas yang berada di
diwilayah
Pemerintahan
Daerah
Bangka maka segala sesuatunya harus
pula berhubungan dengan Pemda,
semenjak diberlakukannya Otonomi
Daerah segala sesuatu hal yang
berhubungan dengan kegiatan yang
ada didalam lingkungan Pemda maka
menjadi hak dan tanggung jawab
Pemda, begitu pula sebaliknya
dengan segala hal yang berhubungan

Ria Delta :

Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya


Lingkungan Hidup

dengan penambangan timah yang


berada diwilayah pulau Bangka.
Dalam
hal
kegiatan
ijin
pertambangan
para
penambang
Timah, Gubernur Bangka Belitung
yang
mempunyai
hak
untuk
memberikan penilaian atas layak atau
tidaknya
penambang
melakukan
penambangan. Dimana hak tersebut
diperkuat dengan adanya peraturan
yang terdapat dalam Lampiran II
Surat Keputusan Menkeh Pertambangan diwajibkan kepada para
penambang untuk melaksanakan
persyaratan yang tercantum dalam
Surat Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Bangka Belitung.
Mengenai hasil tambang oleh
pemerintah daerah telah ditentukan
mengenai prosentase perolehan hasil
tambang. Dari hasil penelusuran yang
didapat
dilapangan
didapatkan
bahwa dari setiap 1 kilogram timah
yang diperoleh dan dijual Penambang
Timah TI baik itu pengusaha TI dalam
KP PT. Timah, PT. KOBATIN maupun
TR (Tambang Rakyat) yang dijual
kepemilik KP untuk dilebur oleh
Pemda di pungut biaya sebesar Rp.
531,- dari harga jualnya yang berkisar
antara Rp.35.000,- s/d Rp.50.000,perkilogramnya terkandung Kwalitas
kandungan Timahnya. Sedangkan
dari hasil peleburan timah di Smelter
setiap timah yang sudah jadi dan siap
dibawa dan dieksport dipungut biaya
sebesar Rp. 1000,- /kg. Dan setelah
timah hasil leburan yang berupa
batangan timah itu siap dieksport
keluar negeri oleh pihak Bea Cukai
timah itu kena pajak sebesar Rp.
1000,- /kg, akan tetapi pajak ini 20 %
untuk Pemerintah Pusat dan 80 % di

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)

99

bagi ke 5 wilayah administrasi yang


ada di pulau Bangka.
Jadi betapa besarnya pandapatan yang diperoleh pemerintahan
daerah atas timah yang terkandung
sebagai hasil alam pulau Bangka.
Misalnya saja satu pengusaha TI
menghasilkan 40 kg timah perharinya
maka didapatkan pungutan sebesar
Rp. 20.520,- itu dari satu buah TI saja
sedangkan ada ratusan TI yang
tersebar diwilayah Bangka. Dapat
dibayangkan
betapa
besarnya
pendapatan daerah yang didapatkan
dari timah ini, oleh karena itu timah
sebagai
andalan
pemasukan
pendapatan daerah harus dikelola
dengan baik.
Penyalahgunaan Keuangan Negara
Dalam Perolehan Pajak Timah.
Seperti dikemukakan diatas
bahwa dari setiap 1 (satu) kilogram
timah yang dihasilkan oleh penambang TI sudah mulai dikenakan
potongan pajak sebesar Rp. 513,- lalu
setelah dileburkan di smelter, timah
kena potongan pajak Rp.. 1.000,- dan
dieksport ke luar negeri pun timah
yang sudah siap dieksport kena lagi
potongan sebesar Rp. 1.000,Memang kalau dilihat secara
sepintas uang diperoleh sedikit, akan
tetapi apabila dikalkulasi secara benar
berapa besar uang yang dihasilkan
dari pungutan timah tersebut. Sebagai
peumpamaan jika saja diwilayah ini
ada sejumlah 230 TI dan masingmasing TI menghasilkan 100 kg timah
perhari maka pungutan yang didapat
berkisar antara 12 juta rupiah sampai
dengan 13 juta rupiah, belum
ditambah pungutan pajak yang

Ria Delta :

Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya


Lingkungan Hidup

didapat dari timah yang telah dilebur


smelter yang pungutannya Rp. 1.000,perkg dari timah yang dilebur dan
bila timah yang telah didapat oleh
dari para pengumpul timah dilebur
berjumlah 23.000 kg timah, maka
pajak yang didapat dari timah
tersebut berkisar Rp.23.000.000,- maka
dalam sehari saja akan didapatkan
pungutan pajak berkisar antara
Rp.24.000.000.- sampai dengan Rp.
25.000.000.Jikalau saja para penambang TI
yang
jumlahnya
ratusan
tidak
menunaikan kewajiban pajak atas
timah yang dihasilkan betapa besar
kerugian Negara yang didapatkan
sebagai akibatnya dan ditambah pula
dengan ulah para pengusaha nakal
yang melebur timah dan menjual atau
menyelundupkan timah keluar negeri,
betapa besar lagi kerugian yang
didapat. Sementara kekayaan alam
terus dikeruk tetapi tidak ada satupun
kotribusi yang diberikan kepada
Daerah.
Berdasarkan hal tersebut perlu
kiranya mendapatkan perhatian kita
bersama bahwa betapa memprihatinnya kondisi keadaan keuangan
Negara
akibat
perbuatan
para
penambang dan pelebur yang nakal
yang
ditambah
dengan
aparat
pemerintah yang turut melakukan
penyalahgunaan wewenang yang
dimilkinya.
Rusaknya Lingkungan Alam di
Pulau Bangka
Selain kerugian Negara yang
semakin bertambah besar maka yang
menjadi dilema masyarakat serta
pemerintah daerah P. Bangka sebagai

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)

100

pulau penghasil timah terbesar di


Indonesia adalah rusaknya lingkungan alam di P. Bangka.
Apabila kita perhatikan secara
seksama maka P. Bangka tidak lagi
seindah pulau pada umumnya. P.
Bangka dari dahulu hijau dan di
sekelilingi hamparan pasir pantai
yang putih dan indah kini berganti
wajah menjadi pulau yang penuh
dengan lubang-lubang besar akibat
penggalian liar atau eksploitasi besarbesaran timah. Tanah tidak lagi subur,
sungai menjadi keruh dan pantai pun
berubah warna menjadi coklat akibat
Lumpur yang dibawa sungai yang
dijadikan sarana untuk pembuangan
hasil penyaringan timah.
Walau telah banyak usaha
dilakukan reklamasi yang dilakukan
baik itu PT. Timah maupun KOBATIN
sebagai hak kuasa pertambangan
timah dipulau Bangka namun tetap
saja lingkungan rusak dan justru
semakin bertambah parah.
Hal ini tidak hanya terjadi
disalah satu sudut pulau saja akan
tetapi terjadi hampir merata diseluruh
P. Bangka. Pemerintah daerah pun
seakan terlihat tutup mata bahkan
terlihat melegalkan penambang timah
ini, karena tambang-tambang inilah
yang memberikan masukan utama
bagi pendapatan daerah setempat.
Memang ada beberapa upaya
dari pemerintah daerah bekerja sama
dengan PT. Timah yang dikoordinasikan oleh beberapa aparat keamanan
terkait seperti pihak Kepolisian,
Koramil dan Lanal Bangka Belitung
yaitu salah satunya berupa pembentukan posko-posko tetap dan posko
berjalan. Posko-posko ini bertugas

Ria Delta :

Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya


Lingkungan Hidup

mengawasi penambang timah di P.


Bangka dan memberikan tindakan
tegas berupa penutupan tambangtambang illegal ataupun tambangtambang yang sekiranya membahayakan baik itu membahayakan bagi
pekerjanya maupun bagi penduduk
disekitar. Akan tetapi posko-posko
inpun seakan tidak punya daya untuk
mengawasi wilayah P. Bangka karena
masih saja ada banyak pelanggaranpelanggaran yang terjadi.
Seperi telah dijelaskan dimuka
bahwa di pulau Bangka ini ada 3
usaha yang memiliki Kuasa Pertambangan yaitu PT. Timah Tbk, PT.
KOBATIN dan Tambang Rakyat (TR).
Masing-masing KP memiliki wilayah
KP yang pembagiannya dapat
digambarkan sbb :
Diagram Wilayah Pertambangan di Pulau
Bangka
PT. Timah Tbk
PT. KOBATIN
Tambang Rakyat

101

bekas lokasi tambang yang sudah


tidak terpakai lagi. Lain halnya
dengan TR yang dilakukan oleh
anggota masyarakat pemilik TI yang
secara swadana diatas tanah miliknya
pribadi menambang timah, karena
merasa tanah miliknya sendiri maka
tidak ada usaha untuk mereklamasi
bekas galian tambangnya.
Coba bayangkan apabila wilayah TR
ini yang jumlahnya ratusan dan
hampir menguasai 70-75 % wilayah
daratan
pulau
Bangka
tidak
terbayangkan
betapa
besarnya
kerusakan yang diakibatkan.
Table 1. Luas Lahan Terganggu di
Pulau Bangka (dlm Ha)
Deskripsi

Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
15.43 47.10 4.90 65.04 80.58 85.60 90.50
23.65 14.89 19.23 9.48
-

Tambang
Timbunan tanah
pntp di luar tambang
Jalan Tambang
5.7 5.70 5.70 5.70 5.70 5.70 5.70
Kolam Sedimen
0.60
Fasilitas Penunjang
a. Pabrik Pengolahan
7.00
b. Prmh Karyawan
0.20
c. Jalan Non Tambang 89.50
d. Gudang + Bengkel
0.05
e. Kantor
0.05
f. Lapangan, Taman, dll 1.90
TOTAL
144.09 67.69 68.83 80.22 86.28 90.30 96.20

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi


Pemda Bangka Induk

KP Timah menguasai 10-15 % dari


total tanah yaqng ada di pulau
Bangka, sedangkan PT. KOBATIN
menguasai 10 % wilayah pulau
Bangka dan sisanya sekitar 70-75 %
wilayah pulau Bangka dikuasai TR.
PT Timah Tbk dan PT. KOBATIN
sesuai dengan KP yang dimiliki hanya
bertanggung jawab atas penambangan
yang berada diwilayah KP nya
masing-masing,
baik
itu
penambangnya maupun reklamasi

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)

Sedangkan reklamasi atas


kerusakan lahan akibat penambangan
hanya dilakukan oleh KP besar seperti
PT Timah Tbk dan PT KOBATIN saja
karena kedua perusahaan itu mempunyai AMDAL yang mengharuskan
pereklamasian kembali tambangtambang yang sudah tidak terpakai
sebagaimana yang diamanatkan oleh
Undang-undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.

Ria Delta :

Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya


Lingkungan Hidup

Berikut jumlah lahan yang


berhasil direklamasi dari tahun 2000
s/d tahun 2006.
Tabel 2. Luas Lahan Reklamasi di Pulau Bangka
( dalam Ha )
Deskripsi
1. Pengisian kembali dan Penataan
Lahan Bks tambang

Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
- 15.13 47.10 43.90 60.04 67.08 72.07

2. Pengaturan
permukaan lahan
lainnya
a. Timbunan Bantu- 23.66 14.89 19.23 9.48
an/ tanah tutup
b. Bekas jalan
tambang
3. Revegetasi
a. Lahan bekas
15.43 47.10 43.90 65.04 68.06 70.09
tambang
b. Timbunan / tanah
23.66 14.89 19.23 9.48
tutup
c. Lahan bekas jln
tambang
d. Lahan bekas jln non tambang
e. Komla sedimen/kendali erosi
f. Kolam Tailing
g. Fasilitas Penunjang Lainnya
h.Pemanfaatan
Lainnya
TOTAL
23.66 69.41 128.32116.51 124.56135.14 142.16

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Pemda


Bangka Induk

SIMPULAN
Dari beberapa uraian diatas jelas
terlihat bahwa betapa memprihatinkannya keadaan P. Bangka.
Pulau yang kaya akan kekayaan
alamnya yang berupa timah malah
memiliki
dilema
dengan
hasil
alamnya tersebut. Parahnya kerusakan alam yang dihasilkan akibat para
penambang liar serta para pengusaha
yang terlibat dalam penggalian timah
tersebut tidak mau mereklamasi lahan
bekas penggalian yang telah dilakukan membuat wajah pulau Bangka

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)

102

tidak seindah dulu lagi. Belum


ditambah dengan kenakalan para
pengusaha tambang yang tidak menyetorkan pungutan dari setiap kilogram timah yang dihasilkan baik dari
timah mentah maupun timah yang
telah dilebur hal ini menambah citra
buruk betapa besar kerugian Negara
yang diderita disektor pajak ini.
Di samping itu ditunjang pula
oleh ulah para penegak hukum dan
para oknum pemerintah daerah yang
melakukan penyalahgunaan kewenangan atas perolehan pendapatan
Negara
yang
dihasilkan
dari
pungutan pajak atas timah akan
menambah keterpurukan wajah P.
Bangka.
Kalau hal-hal tersebut diatas
dibiarkan terus-menerus maka P.
Bangka tidak akan berkembang
menjadi daerah maju. Apabila kita
terbang diatas pulau Bangka betapa
hampir di setiap permukaan daratan
pulau P. Bangka terlihat lubang putih
besar yang menganga lebar. Kalau
dibiarkan terus menerus maka pulau
Bangka akan habis terkikis lubang dan
akan tenggelam, hal ini harus
mendapat perhatian serius dan
menjadi perhatian kita bersama
bahwa betapa perlunya penanganan
lingkungan
yang
tidak
hanya
dilakukan oleh aparat penegak
hukum dan pemerintah daerah saja
akan tetapi kita semua seluruh lapisan
masyarakat yang berada di wilayah
pulau Bangka agar dapat menjaga dan
menyadari
betapa
pentingnya
kelestarian
lingkungan
alam
sekitarnya.

Ria Delta :

Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya


Lingkungan Hidup

DAFTAR PUSTAKA
Dasar-dasar Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) Tipe A,
Bahan-bahan Pelatihan Mengenai
AMDAL,
Sungailiat,
11-28
September 2000.
Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum
Tata Lingkungan, Ed. Ketujuh Cetakan Ke 16, Penerbit. Gajah Mada
Universitas Press, Bulaksumur,
Yogyakarta, 2001.
Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka
Belitung, Bahan-bahan Penerangan Hukum dan Hubungan
Masyarakat Kejati BABEL Program
Pembinaan Masyarakat Taat Hukum,
Pangkal Pinang, 2003.
Soemarjo, R.E Analisa Dampak
Lingkungan
Hidup,
Penerbit
Gajah Mada Universitas Press,
Bulaksumur, Yokyakarta, 1990

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)

103

Supli Effendi Rahum, Produksi Bersih


dan Audit Lingkungan, Ideralya;
PPLH Unsri, 1998.
Peraturan Perundang-undangan: Kantor Menteri Pertambangan dan
Energi, UU Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan.
Kantor Menteri Pertambangan dan
Energi, Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1969 tentang
Pelaksanaan UU No. 11 Tahun 1967.
Kantor Menteri Lingkungan Hidup,
PP No. 51 Tahun 1993, tentang
Analisis
Mengenai
dampak
Linkungan.
Kantor Menteri Lingkungan Hidup,
UU No. 3 Tahun 1997, tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Anda mungkin juga menyukai