Anda di halaman 1dari 20

0

Tugas Mandiri
KEDUDUKAN AKAL DAN NAFSU DALAM PENDIDIKAN
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan
Tafsir Tarbawi

Oleh:
Arifa Rahmi
11115200797
Dosen Pengampu:
Dr. Herlina, M.Pd.

KELAS PMT V A
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
1435 H/2014 M

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam siklus

sebuah

meninggikan

derajat

pengetahuan

telah

manusia.

Melalui

penciptaan,

Allah

manusia.

Beragam

dianugerahkan

Allah

akal

inilah

perantara

SWT

telah

ilmu

dan

SWT

kepada

Tuhan

untuk

membenamkan ilmu dan pengetahuan, yang nantinya akan


dipergunakan sebagai alat bertahan hidup dimuka bumi
sebagai persiapan untuk menjadi khalifah dan pemimpinnya.
Dengan akal dan ilmu pengetahuan, manusia mampu
melakukan improvisasi dalam rangka menjalankan perannya
sebagai pemimpin dimuka bumi. Dipandang lagi dengan
adanya kejadian-kejadian yang ada di alam semesta atau
ayat-ayat

Kauniyah,

yang

Allah

SWT

berikan

sehingga

manusia dapat belajar dengan akalnya.


Demikian juga Allah SWT menganugerahkan manusia
sifat nafsu. Hal ini akan tercipta hasrat dan semangat untuk
membuat hidup ini menjadi dinamis. Misanya, nafsu makan,
nafsu minum, nafsu untuk mendapatkan kekayaan, dan
kesejahteraan serta berbagai macam nafsu lainnya.
Oleh
sebab
itu,
manusia
dituntut

untuk

mengkombinasikan

untuk

antara

akal

dan

nafsunya

mempertahankan eksistensinya di muka bumi. Sehingga


kedua instrument tersebut pada akhirnya membantu manusia
untuk menentukan keputusan-keputusan untuk melanjutkan
perjalanan hidupnya.
Untuk itu dalam makalah ini akan memaparkan materi
yang berjudul kedudukan akal dan nafsu dalam pendidikan
supaya pembaca/peneliti dapat mengetahui dan memahami

bagaimana manusia itu seharusnya bertindak sesuai dengan


ajaran yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan akal?
1
2. Bagaimana kedudukan nafsu?
3. Bagaimana hubungan kedudukan akal dan nafsu dalam
pendidikan?
C. Identifikasi Masalah
1. Kedudukan akal
2. Kedudukan nafsu
3. Hubungan kedudukan akal dan nafsu dalam pendidikan
D. Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui Kedudukan akal
2. Untuk mengetahui Kedudukan nafsu
3. Untuk mengetahui Hubungan kedudukan akal dan nafsu
dalam pendidikan
E. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas perkuliahan Tafsir Tarbawi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Akal
Allah SWT menganugerahkan akal (logika, otak, rasio)
kepada seluruh manusia yang menjadi pembeda manusia
dibanding dengan makhluk-makhluknya yang lain. dengan
menggunakan akalnya manusia dapat membuat hal-hal yang
dapat mempermudah urusan mereka di dunia.
Kata akal berasal dari bahasa Arab al-aql ( )yang
artinya paham dan mengerti. Menurut syaikhul islam Ibnu
Taimiyah, kata akal berarti menahan, mengekang, menjaga
dan

semacamnya.

memegang

erat

Maka
ilmu

akal
yang

adalah

menahan

mengharuskan

dan
untuk

mengikutinya.1 Sedangkan menurut Syaikh Al-Albani, akal


menurut asal bahasa adalah At-Tarbiyyah yaitu sesuatu yang
mengekang dan mengikatnya agar tidak lari ke kanan dan ke
kiri kecuali jika dia mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat
dirinya dengan pemehaman salaf.2
Dalam Al-Quran terkadang

kata

akal

diidentikkan

dengan kata lub jamaknya al-albab. Sehingga kata Ulu al-bab


dapat diartikan dengan orang-orang yang berakal. Hal ini
dapat dijumpai pada Q.S. Ali Imran ayat 190 yang berbunyi:


















Artinya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal
Menurut Ath-Thabrani dan Ibn Abi Hatim meriwayatkan
dari

Ibnu

Abbas,

dia

berkata,

Orang-orang

Quraisy

mendatangi orang-oarng Yahudi dan berkata kepada mereka


1 Dion Erbe, http://Kedudukan%20Akal%20Dalam%20Islam%20_%20Latarghria
%20Jofania.htm, (Sabtu, 14 Desember 2013 (19:03))

2 Ibid,.

Apa tanda-tanda yang dibawa Musa pada kalian? Orangorang yahudi itu menjawab, Tongkat dan tangan yang putih
bagi orang-orang yang melihatnya. Lalu orang-orang Quraisy
itu mendatangi orang-orang Nasrani, lalu bertanya kepada
mereka,Apa tanda-tanda yang diperlihatkan Isa? Mereka
menjawab, Dia dulu menyembuhkan orang-orang buta,
orang-orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang-orang
mati. Lalu mereka mendatangi
3 Nabi saw. lalu mereka berkata
kepada beliau, Berdoalah kepada Tuhanmu untuk mengubah
bukit Shafa dan Marwah menjadi emas untuk kami. 3 Lalu
beliau berdoa, maka turunlah firman Allah, Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal.
Menurut Abu Ishak al-Maqariy, Abdullah bin Hamid,
Ahmad bin Muhammad bin Yahya al-Mahany, Yakub al-Qumy,
Jafar bin Abi al-Mughirah, Said bin Jubair dari Ibn Abbas,
bahwa orang Quraisy Yahudi berkata; Apakah ayat-ayat yang
telah dibawa oleh Musa? Mereka menjawab: tongkat dan
tangannya putih bagi orang yang melihatnya. Selanjutnya
mereka datang kepada orang-orang Nasrani dan berkata:
Bagaimana dengan yang dibawa oleh Isa kepadamu? Mereka
menjawab: menyembuhkan orang yang lepra dan penyakit
kulit serta menghidupkan orang mati. Kemudian mereka
datang kepada Nabi dan berkata: Coba engkau ubah bukit
Shafa ini menjadi emas untuk kami, maka turunlah ayat
tersebut.4
3 Jalaluddin As-Suyuthi, Asbabun Nuzul:Sebab Turunnya Ayat Al-Quran. Cet 1, Jakarta:
Gema Insani, 2008, hal 149.

4 Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Ed 1-5, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hal
131.

Pada ayat tersebut terlihat bahwa orang yang berakal


(Ulu al-Bab) adalah orang yang melakukan dua hal yaitu
tazakkur

yakni

mengingat

Allah

dan

tafakkur

yakni

memikirkan ciptaan Allah. Muhammad Abdu mengatakan


bahwa dengan merenungkan penciptaan langit dan bumi,
pergantian siang dan malam akan membawa manusia
menyaksikan tentang ke-Esaan Allah.5
Selanjutnya menurut pemahaman

para

mufassir

terhadap ayat tersebut, terdapat peran dan fungsi akal


secara lebih luas lagi. Objek-objek yang difikirkan akal dalam
ayat tersebut adalah al-khalq yang berarti batasan atau
ketentuan

yang

menunjukkan

adanya

keteraturan

dan

ketelitian; al-samawat yaitu segala sesuatu yang ada di atas


kita dan terlihat dengan mata kepala; al-ardl yaitu tempat
dimana kehidupan berlangsung di atasnya; ikhtilaf al-lail wa
al-nahar

artinya

beraturan;

al-ayat

pergantian

siang

dan

artinya

dalil-dalil

malam

yang

secara

menunjukkan

adanya Allah dan kekuasaan-Nya. Semua itu menjadi objek


atau sasaran dimana akal memikirkan dan mengingatnya.
Pemuliaan Islam terhadap akal adalah sebagai berikut:
1. Islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal,
diantara

hal

yang

menunjukkan

perhatian

dan

penghormatan islam kepada akal.


2. Islam memerintakan manusia untuk mengguanakan akal
dalam rangka mendapatkan hal-hal yang bermanfaat bagi
kehidupan.
3. Islam mengarahkan

kekuatan

akal

kepada tafakkur

(memikirkan) dan merenungi (tadabbur) ciptaan-ciptaan


dan syariat-syariat Allah

5 Abuddin Nata, Ibid, hal 132.

4. Islam melarang manusia untuk taklid buta kepada adat


istiadat dan pemikiran-pemikiran yang bathil.
5. Islam memerintahkan manusia agar belajar dan menuntut
ilmu
6. Islam memerintahkan manusia agar memuliakan dan
menjaga akalnya, dan melarang dari segala hal yang dapat
merusak akal seperti khomr.
Al-Maraghi
keberuntungan

lebih
dan

lanjut

kemenangan

mengatakan
akan

tercipta

bahwa
dengan

mengingat keagungan Allah dan memikirkan terhadap segala


makhluk-Nya.6 Hikmah hal ini dengan munculnya berbagai
penemuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi

yang

dapat

mengantarkan

orang-orang

yang

berakal untuk mensyukuri dan meyakini segala ciptaan Allah


itu bermanfaat dan tidak ada yang sia-sia.

B. Kedudukan Nafsu
Nafsu atau biasa disebut dengan hawa nafsu adalah
istilah keislaman yang digunakan dalam Al-Quran dan Sunnah.
Dalam Al-Quran terdapat 37 kata al-Hawa yang dapat
mencakup berbagai aspek.
1. Menyangkut pengertian kebinasaan
Hal ini dapat dilihat pada ayat yang berbunyi Wa man
yahlil alaihi ghadlabiy fa qad hawa artinya Dan barang
siapa yang ditimpa kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya
binasalah ia.
2. Berkenaan dengan sifatnya yaitu enggan menerima
kebenaran
Seperti pada ayat yang berbunyi Kullama jaa bun
rasulun bima la tahwa anfusuhum fariqan kazzabu wa
6 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghy, Jilid I, Mesir: Dar al-Fikr, 1974,
hal162.

fariqan yaqtulun artinya Setiap datang seorang rasul


kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini
oleh hawa nafsu mereka (maka) sebagian rasul-rasul itu
mereka dustakan dan sebagian lain mereka bunuh.
3. Berkenaan dengan sasaran yang menyesatkan
manusia
Hal ini terkait dengan menyesatkan manusia sehingga
mereka diperingatkan agar tidak mengikutinya. Seperti pada
ayat yang artinya Maka janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika
kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi
saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui
segala apa yang kamu kerjakan. (Q.S. An-Nisa, 4:135); Dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena itu akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. (Q.S. Shad, 38:26).
4. Berkenaan
dengan
lawannya
yaitu
al-haqq
(kebenaran)
5. Berkenaan dengan pahala bagi orang yang tidak
terpedaya oleh hawa nafsu dan lebih mematuhi
perintah Allah SWT
Misalnya pada ayat yang artinya Dan adapun orangorang

yang

menahan

diri

takut
dari

kepada

kebenaran

keinginan

hawa

Tuhannya
nafsunya,

dan
maka

sesunggunnya syurgalah tempat tinggal (nya). (Q.S. AnNaziat, 4:135)


6. Berkenaan dengan akibat bagi orang-orang yang
mengikutinya
Orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya dari pada
mengikuti kebenaran, maka orang-orang tersebut akan
melakukan kerusakan di muka bumi. Misalnya ayat yang
artinya Andaikata kebenaran itu menurut hawa nafsu

mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua


yang ada di dalamnya. (Q.S. Al-Muminun, 23:71)
Dengan demikian dapat diketahui bahwa nafsu termasuk
salah satu potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia
yang cendrung kepada hal-hal yang merusak, mennyesatkan,
menyengsarakan

dan

mengikutinya. Atas

menghinakan

bagi

orang

yang

dasar itu manusia diperingkan agar

berhati-hati untuk tidak terpedaya mengikutinya, karena bukan


hanya membahakan orang yang melakukannya tetapi juga
orang lain.7
Peran positif hawa nafasu bagi kehidupan manusia adalah
sebagai berikut.
1. Hawa Nafsu ialah Agen dan Aktor Penggerak Terkuat pada Jiwa
Manusia
Hawa nafsu manpu membentuk perilaku manusia. Oleh
sebab itu Allah SWT mengkaitkan banyak masalah penting
kehidupan dengan hawa nafsu. Hawa nafsu menjamin terpenuhinya
beragam kebutuhan primer manusia.
Misalnya Allah SWT menggantungkan pertumbuhan manusia pada
nafsu makan dan minum. Tanpa keduanya, manusia tidak akan dapat
menumbuhkan lagi sel-sel yang rusak oleh gerak dan kerja manusia.
Demikian juga amarah Allah jadikan sebagai sumber bagi aktivitas
mekanisme pertahanan diri dan pertahanan terhadap kehormatan, harta dan
keluarga. Jika amarah tidak ada pada manusia, maka permusuhan tidak akan
ada dan nilai perdamaian pun akan sirna. Demikianlah, Allah SWT
menjamin kebutuhan-kebutuhan hidup umat manusia yang primer dengan
hawa nafsu.
2. Hawa Nafsu Sebagai Tangga Menuju Kesempurnaan
Hawa nafsu adalah tangga menuju kesempumaan, seperti itu juga ia
dapat menjadi peluncur menuju kepada kekurangan. Allah SWT
7 Abuddin Nata, Op.Cit, hal 141.

memuliakan manusia dengan irdah. Setiap langkah yang digerakkannya,


berdasarkan irdah dan ikhtiar. Meskipun kehendak Allah berlaku pada
seluruh makhluk, namun manusia adalah makhluk yang melaksanakan
kehendak Tuhan (hukum-hukum Tuhan) dengan irdah dan ikhtiarnya
sendiri.Seandainya ketaatan manusia kepada Allah tidak terjadi karena
irdah dan ikhtiar, niscaya dia tidak memiliki nilai yang lebih tinggi
dibanding makhluk lainnya. Dan karena itu pula Allah mengangkat manusia
sebagai khalifah Allah SWT.
Nilai perbuatan manusia berbanding-lurus dengan usaha yang
dicurahkan dalam ketaatannya kepada perintah Allah. Karenanya,
bertambah besar usaha dan susah-payah manusia dalam merealisasikan
suatu ketaatan, bertambah pula nilai perbuatannya. Dari sisi lain, efektifitas
perbuatan yang dilakukan dengan susah-payah itu lebih tinggi.
Misalnya, terdapat perbedaan yang mencolok antara nilai 'makanminum' dan 'puasa' meski keduanya sama-sama melaksanakan perintah
Allah.

'Makan-minum'

dilakukan

manusia

tanpa

susah-payah

dan

pengorbanan sedikitpun, karenanya nilainya pun tak berarti. Oleh sebab itu,
selama perbuatan menuntut manusia untuk lebih bersungguh-sungguh dalam
menentang hawa nafsu dan syahwat, maka selama itu pula perbuatan akan
lebih besar nilainya dalam tagarrub manusia kepada Allah dan lebih agung
pula pahala yang Allah berikan kepadanya kelak di surga.
Imam Ali as pernah menukil sabda Rasulullah SAW yang demikian
bunyinya: "Sesungguhnya (jalan ke surga) penuh dengan kesusahan, sedang
(jalan ke) neraka penuh dengan nafsu (Baca : kemudahan). Camkanlah!
Ketaatan kepada Allah dilakukan dengan kesusahan. Sedang kemaksiatan
kepada Allah dilakukan dengan nafsu. Semoga Allah merahmati orang yang
menjauhkan jiwanya dari rayuan syahwatnya dan orang yang mengalahkan
hawa nafsunya.
Oleh karena itu, Surga adalah terminal akhir gerak askendensial
(menaik) manusia menuju Allah, sedang neraka adalah terminal akhir gerak
deskendensial (menurun) manusia menuju kehancuran. Tujuan yang
pertama itu diliputi berbagai derita dan rintangan. Berbagai cerita dan

10

rintangan itu terjadi akibat dari upaya jiwa menentang dan menolak ajakan
hawa nafsu. Adapun tujuan yang keduanya penuh dengan kesenangan yang
mudah menggelincirkan seorang ke jurang hawa nafsu. Melalui sabda Nabi
SAW di atas, Imam Ali as menciptakan suatu landasan umum yaitu, tiada
ketaatan yang diperoleh seorang kecuali dengan ketidaksukaan. Dan tiada
kemaksiatan yang dilakukan seorang kecuali dengan kesenangan (nafsu).
Setelah uraian ini, tidak sulit bagi kita untuk menerima kenyataan
bahwa mengapa jalan menuju kesempurnaan. pertumbuhan dan gerakan
menuju Allah harus melintasi hawa nafsu. Dan hanya melalui hawa nafsu ini
manusia dapat naik menuju Allah SWT. Sekiranya tak ada hawa nafsu yang
telah diciptakan-Nya, niscaya tak ada pula jalan yang mengantarkan
manusia mendaki ke puncak ilahi.
3. Internal Jiwa Manusia8
Hawa nafsu ialah potensi yang disimpan Allah pada diri setiap
manusia. Manusia akan mengeluarkannya (mengaktualisasikannya) bila
dibutuhkan. Seperti juga Allah telah meletakkan berbagai energi dalam perut
bumi untuk bahan makanan, pakaian dan beragam prasarana kehidupan
lainnya. Begitu pula dengan "suplai" air dan oksigen yang sangat
dibutuhkan manusia.
Berbagai potensi yang diberikan Allah itu antara lain, pengetahuan.
kebulatan tekad, keyakinan, kesetiaan, keberanian, ketulusan, 'iffah
(menjaga harga-diri), disiplin, bashrah (visi), kreativitas, kesabaran,
penolakan, penghambaan ('ubdiyyah) serta penegasan. Kemampuankemampuan ini ada dalam hawa nafsu manusia secara potensial.
Hawa nafsu dan kemampuan instingtif lainnya adalah tahap
kebinatangan manusia. Namun, berbeda dari semua binatang yang lain,
Allah

telah

memberinya

kemampuan

untuk

mengendalikan

dan

menghambat serta membatasi naluri-naluri ini dengan irdah. Dan dengan


begitu, kebinalan naluriah manusia dapat diubah menjadi keutamaankeutamaan ruhani, maknawi, dan akhlaki seperti bashrah, yaqn, azam,
keberanian dan ketaqwaan.
8 http://Hawa%20Nafsu.htm,

11

Dalam salah satu ayat Allah SWT berfirman dalan AlQuran Surat Shaad ayat 26:

Artinya:
Hai

Daud,

sesungguhnya

Kami

menjadikan

kamu

khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan


(perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari
jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan
Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan.
Pada ayat di atas dengan tegas Allah mengingatkan Nabi
Daud sebagai penguasa (raja) agar memimpin rakyatnya dan
memutuskan berbagai perkara seadil-adilnya. Selanjutnya Nabi
Daud diingatkan pula agar tidak memperturutkan hawa nafsu,
karena dapat menyebabkan manusia melakukan perbuatan
yang tidak sejalan dengan kehendak Allah SWT dan Rasul-Nya.
Seba, perbuatan tersebut akan merugikan pelakunya dan
orang yang ada disekitarnya.


Dalam tafsir al-Maraghi arti dari ayat





artinya wahai Daud sesungguhnya kami telah



mengangkatmu menjadi khalifah di muka bumi, serta penegak
hukum di antara rakyatnya dengan kekuatan dan kewenangan
yang ada di tangannya, sehingga mereka harus mematuhinya
dan tidak menentang perintahnya.
artinya
Selanjutnya potongan ayat






kebenaran yang diturunkan dari Allah dan yang disyariatkan
kepada manusia, karena di dalamnya terkandung hal-hal yang

12

dapat membawa kemaslahatan di dunia dan di akhirat. Adapun


potongan ayat


maksudnya janganlah mengikuti

hawa nafsu dalam memutuskan masalah yang terkait dengan
urusan agama dan dunia. Dalam hal ini terdapat petunjuk
sebagaimana yang diamanatkan kepada para nabi, dan
mengingatkan kepada oarng yang menentangnya.

potong
Selanjutnya potongan ayat






ayat ini menjelaskan akibat dari memperturutkan hawa nafsu
tersebut yaitu menjadi sebab tersesatnya dari petunjuk Allah
SWT serta peringatan yang telah ditetapkan untuk mencapai
keselamatan, memperbaiki keadaan dunia dan masyarakat
serta mendidiknya, sehingga akan selalu berada di jalan yang
benar.
Potongan

ayat

berikutnya







juga

menjelaskan tentang akibat dari meninggalkan yang haq, yaitu


bahwa orang yang meninggalkan yang haq dan menyimpang
dari jalan yang benar maka akan mendapat azab yang pedih di
akhirat. Sebab, Allah SWT pasti akan menghitung setiap
perbuatan manusia.
Dengan demikian, hawa nafsu yang ada dalam diri
manusia

merupakan

tempat

syaitan

memasukkan

pengaruhnya. Pengaruh itu bisa datang kepada setiap orang


dapat tampil dalam berbagai bentuknya dan menyentuh
semua lapisan masyarakat, baik kaya atau miskin, pejabat
atau rakyat, pedagang atau pegawai, wanita atau pria,
pemuda atau orang tua dan seterusnya. Jika hawa nafsu itu
datang kepada setiap orang, maka akan melencenglah apa
yang dilakukannya dari tujuan dan arah yang benar menjadi
perbuatan yang merugikannya.
Jika keadaan manusia dalam berbagai lapisan tersebut
sudah diperbudak oleh hawa nafsunya maka akan hancurlah

13

tatanan kehidupan, baik di bidang ekonomi, politik, sosial,


kebudayaan, ilmu pengetahuan, kesenian dan sebagainya.
C. Hubungan Kedudukan Akal dan Nafsu dalam Pendidikan
Pemahaman terhadap potensi berpikir yang dimiliki
berhubungan dengan pendidikan. Hubungan tersebut antara
lain terlihat dalam rumusan tujuan pendidikan. Benyamin
Bloom, cs., dalam bukunya Taxonomy of Educational Objective
membagi tujuan-tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif dan afektif
sangat erat kaitannya dengan fungsi kerja akal. Dalam ranah
kognitif

terkandung

fungsi

mengetahui,

memahami,

menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. 9


Hal ini erat kaitannya dengan aspek berfikir (tafakkur).
Sedangkan

dalam

ranah

afektif

terkandung

fungsi

memperhatikan, merespon, menghargai, mengoranisasi nilai


dan mengkarakterisasi. Fungsi ini erat kaitannya dengan fungsi
akal pada aspek mengingat (tazakkur).
Adapun orang yang mampu mempergunakan fungsi
berfikir yang terdapat pada ranah kognitif dan pada fungsi
mengingat yang terdapat pada ranah afektif termasuk ke
dalam kategori Ulul al-bab. Orang yang demikian itu akan
berkembang

kemampuan

intelektuanya,

menguasai

ilmu

pengetahuan dan teknologi serta emosional dan mampu


mempergunakan semua yang ada pada dirinya untuk berbakti
kepada Allah SWT dalam arti yang seluas-luasnya.
Pemakaian akal dalam Islam diperintahkan oleh Al-Quran.
Karena Al-Quran itu sendiri baru dapat dipahami, dihayati dan
diprektikkan oleh orang-orang yang berakal. Selanjutnya
pemahaman terhadap fungsi akal yang terdapat dalam diri
manusia harus dijadikan tolak ukur dalam merumuskan tujuan
9 Nasution, Asas-asa kurikulum. Cet 1, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, hal 50.

14

dan

mata

pelajaran

yang

terdapat

dalam

kegiatan

pendidikan.10 Pemahaman yang keliru terhadap akal sebagai


mana yang pernah terjadi dalam sejarah dapat menyebabkan
terjadinya kekeliruan pula dalam merumuskan tujuan dan
materi pendidikan. Dengan demikian, pemahaman yang tepat
terhadap fungsi dan peran akal ini amat penting dilakukan dan
dijadikan pertimbangan dalam merumuskan masalah-masalah
pendidikan, misalnya pada tujuan pendidikan dan kurikulum
pendidikan.
Pendidikan yang

baik adalah pendidikan yang harus

mempertimbangkan potensi akal. Pendidikan harus membina,


mengarahkan dalam mengembangkan potensi akal pikiran
sehingga ia terampil dalam memecahkan masalah, diisi dalam
berbagai konsep-konsep dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, memiliki pemahaman tentang yang baik dan benar.
Berbagai fenomena alam raya dengan segala isinya dapat
digunakan untuk melatih akal agar mampu merenungkan dan
menangkap pesan ajaran yang terdapat di dalamnya. Dengan
akal yang dibina dan diarahkan seperti itu, maka ia diharapkan
dapat terampil dan kokoh dalam menghalangi berbagai
pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh hawa nafsu.
Pendidikan harus mengarahkan dan mengingatkan
manusia agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang
merangsang dorongan hawa nafsu. Seperti berpakaian yang
tidak menutup aurat, berjudi, minuman keras, narkoba,
pergaulan bebas dan sebagainya.

Materi pendidikan yang

dapat meredam gejolak hawa nafsu itu adalah penerapan


akhlak dan budi pekerti yang mulia dalam kehidupan seharihari.

10 Abuddin Nata, Op.Cit, hal 140.

15

Dengan demikian, orang yang terbina akalnya dan telah


terkendali hawa nafsunya dengan pendidikan, maka ia akan
menjadi orang yang bermental tangguh, tawakal, tidak mudah
terjerumus dan siap menghadapi ujian kehidupan. Indikasinya,
orang tersebut akan memiliki jiwa yang tenang, tidak lekas
berputus

asa

karena

dengan

akal

dan

pikirannya

ia

menemukan berbagai rahasia dan hikmah yang ada dibalik


ujian dan kesulitan yang dihadapi. Baginya kesulitan dan
tantangan bukan dianggap sebagai beban yang membuat
dirinya lari dari Allah SWT, melainkan harus dihadapi dengan
tenang dan mengubahnya menjadi peluang rahmat dan
kemenangan.11
Berdasarkan uraian tersebut di atas terlihat dengan jelas
bahwa kajian terhadap akal dan hawa nafsu secara utuh,
komprehensif dan benar merupakan masukan yang amat
penting bagi perumusan konsep pendidikan dalam Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kata akal berasal dari bahasa Arab al-aql ( )yang
artinya paham dan mengerti. Dalam Al-Quran terkadang
kata akal diidentikkan dengan kata lub jamaknya al-albab.
Sehingga kata Ulu al-bab dapat diartikan dengan orangorang yang berakal.Orang yang berakal (Ulu al-Bab) adalah
orang yang melakukan dua hal yaitu tazakkur yakni
mengingat Allah dan tafakkur yakni memikirkan ciptaan
Allah.

11 AA. Qowiy, 10 Sikap positif, Menghadapi Kesulitan Hidup. Cet 1, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011, hal 41.

16

Menurut pemahaman para mufassir, peran dan fungsi


akal seperti dalam objek al-khalq yang berarti batasan atau
ketentuan yang menunjukkan adanya keteraturan dan
ketelitian; al-samawat yaitu segala sesuatu yang ada di
atas kita dan terlihat dengan mata kepala; al-ardl yaitu
tempat dimana kehidupan berlangsung di atasnya; ikhtilaf
al-lail wa al-nahar artinya pergantian siang dan malam
secara

beraturan;

al-ayat

artinya

dalil-dalil

yang

menunjukkan adanya Allah dan kekuasaan-Nya.


Al-Maraghi mengatakan bahwa keberuntungan dan
kemenangan akan tercipta dengan mengingat keagungan
Allah

dan

memikirkan

terhadap

segala

makhluk-Nya.

Hikmah hal ini dengan munculnya berbagai penemuan


dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dapat mengantarkan orang-orang yang berakal untuk
mensyukuri

dan

meyakini

segala

ciptaan

Allah

itu

bermanfaat dan tidak ada yang sia-sia.


2. Nafsu atau biasa disebut dengan hawa nafsu adalah istilah
keislaman yang digunakan dalam Al-Quran dan Sunnah.
Dalam Al-Quran terdapat 37 kata al-Hawa yang dapat
mencakup berbagai aspek.
a.
Menyangkut pengertian kebinasaan
b.
Berkenaan dengan sifatnya yaitu enggan menerima
kebenaran
c.
Berkenaan
manusia
d.
Berkenaan

dengan
dengan

sasaran

yang

lawannya

menyesatkan

yaitu

al-haqq

(kebenaran)
e.
Berkenaan dengan pahala bagi orang yang tidak
terpedaya oleh hawa nafsu dan lebih mematuhi perintah
Allah SWT

1
4

17

f. Berkenaan

dengan

mengikutinya
Dengan demikian

akibat

bagi

dapat

orang-orang

diketahui

bahwa

yang
nafsu

termasuk salah satu potensi rohaniah yang terdapat dalam


diri manusia yang cendrung kepada hal-hal yang merusak,
mennyesatkan, menyengsarakan dan menghinakan bagi
orang

yang

diperingkan

mengikutinya.
agar

Atas

berhati-hati

dasar

untuk

itu

tidak

manusia
terpedaya

mengikutinya, karena bukan hanya membahakan orang


yang melakukannya tetapi juga orang lain.
Peran positif hawa nafasu bagi kehidupan manusia
adalah sebagai berikut.
a. Hawa Nafsu ialah Agen dan Aktor Penggerak Terkuat pada Jiwa
Manusia
b. Hawa Nafsu Sebagai Tangga Menuju Kesempurnaan
c. Internal Jiwa Manusia
3. Pendidikan yang baik hendaknya mempertimbangkan potensi akal. Oleh
sebab itu, Pendidikan harus membina dan mengembangkan potensi akal
pikiran manusia dalam memecahkan berbagai masalah. Adapun materi
pendidikan bertujuan untuk membina akal agar tidak terpedaya oleh hawa
nafsu. Selain itu, pendidikan juga harus mengarahkan dan mengingatkan
manusia untuk tidak melakukan yang dapat merangsang hawa nafsu
manusia. Hal yang mesti dilakukan untuk meredam hawa nafsu dapat
berupa mempelajari materi pendidikan akhlak dan budi pekerti serta
penerapanya di kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, orang yang telah
terbina akalnya dan terkendalikan hawa nafsunya diharapkan menjadi
orang yang tangguh mentalnya, tahan uji dalam menghadapi problema
kehidupan.

B. Saran
Akal dan nafsu dalam pendidikan itu sangat erat
kaitannya sebab pendidikan akan membina dan mengembangkan potensi

18

akal pikiran manusia dalam memecahkan berbagai masalah. Adapun materi


pendidikan akan membina akal agar tidak terpedaya oleh hawa nafsu.
Dengan demikian setiap orang harus membina akalnya agar
tidak terpedaya oleh hawa nafsu dengan memperdalam ilmu
pengetahuan melalui pendidikan. supaya menjadi orang yang
tangguh mentalnya, tahan uji dalam menghadapi ujian dan
tantangan kehidupan.

Daftar Kepustakaan

19

AA. Qowiy. 2011. 10 Sikap positif, Menghadapi Kesulitan Hidup.


Cet 1. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Abuddin Nata. 2012. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Ed 1-5. Jakarta:
Rajawali Pers.
Ahmad Musthafa al-Maraghi. 1974. Tafsir al-Maraghy. Jilid I.
Mesir: Dar al-Fikr.
Jalaluddin As-Suyuthi. 2008. Asbabun Nuzul:Sebab Turunnya Ayat
Al-Quran. Cet 1. Jakarta: Gema Insani.
Nasution. 1994. Asas-asa kurikulum. Cet 1. Jakarta: Bumi Aksara.
Aimachafa, http://TAFSIR%20ALQUR%E2%80%99AN
%20TENTANG%20AKAL%20_%20aimachafa.htm, (Sabtu, 14
Desember 2013 (21:14))
Bahan Dakwah, http://BAHAN%20DAKWAH%20%20POSISI
%20AKAL%20DAN%20HAWA%20NAFSU%20DALAM
%20ISLAM.htm, (Minggu, 15 Desember 2013 (09:28))
Dion Erbe, http://Kedudukan%20Akal%20Dalam%20Islam%20_
%20Latarghria%20Jofania.htm, (Sabtu, 14 Desember 2013
(19:03))
Gadis Pelajar, http://pendidikan%20%20KEDUDUKAN%20AKAL
%20DAN%20WAHYU%20DALAM%20ISLAM.htm, (Sabtu, 14
Desember 2013 (20:19))
http://Hawa%20Nafsu.htm, (Minggu, 15 Desember 2013 (13:19))
Titian Sabiluna Group, http://Titian%20Sabiluna%20Blog
%20%20Posisi%20Akal%20dan%20Nafsu%20Dalam
%20Islam.htm, (Minggu, 15 Desember 2013 (09:31))
Wandri Solihin, http://KedudukanAkalDalamIslam_KAMPUNGPELA
NGI.htm, (Sabtu, 14 Desember 2013 (20:09))

Anda mungkin juga menyukai