Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Virus herpes simpleks termasuk jenis patogen yang dapat menyesuaikan diri dengan
tubuh host. Ada dua jenis yaitu virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2).
Keduanya berkaitan erat tetapi berbeda dalam gambaran epidemiologinya. HSV-1 dikaitkan
dengan penyakit orofacial, sedangkan HSV-2 dikaitkan dengan penyakit genital, namun
lokasi lesi tidak selalu menunjukkan virus type.
Sekitar 80% dari infeksi herpes simpleks tidak menunjukkan gejala. Gejala infeksi
dapat dicirikan dengan rekurensi yang sering terjadi dimana pada host yang
immunocompromised, infeksi dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa.
Herpes simpleks virus (HSV) adalah virus DNA yang patogen pada manusia yang
secara intermitten dapat teraktivasi kembali. Setelah replikasi di kulit atau mukosa, virus
menginfeksi ujung saraf lokal dan menuju ke ganglion yang kemudian menjadi laten hingga
teraktivasi kembali.
Prevalensi infeksi HSV di seluruh dunia telah meningkat selama beberapa dekade
terakhir, membuatnya menjadi permasalahan kesehatan masyarakat. Sehingga deteksi dini
infeksi herpes simpleks dan inisiasi awal dari terapi adalah sangat penting dalam pengelolaan
penyakit ini.

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

II.

Identitas Pasien
a. Nama
b. Usia
c. Jenis Kelamin
d. Status Marital
e. Pekerjaan
f. Alamat
g. Tanggal Masuk RS
h. Tanggal Pemeriksaan

: Tn. S
: 52 tahun
: laki laki
: Sudah menikah
: swasta
: Tanjung rarang
: 25/08/2015
: 25/08/2015

Anamnesis
a. Keluhan utama
b. Keluhan Tambahan
c. Riwayat Penyakit

: Benjolan-bejolan kecil diatas bibir


: Gatal dan Nyeri
:

Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Kota Mataram dengan
keluhan benjolan-benjolan kecil, gatal dan nyeri pada bagian bibir atas sejak
kurang lebih 4 hari yang lalu, sebelumnya pasien juga mengeluh demam
namun tidak terlalu tinggi, nyeri tenggorokan serta nyeri saat menelan, pasien
juga mengeluh pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemudian mulai timbul adanya
benjolan-benjolan kecil pada bibir atas yang berisi seperti cairan. Semakin
lama benjolan tersebut pecah dan mulai mengering. luka tersebut mulai
menimbulkan rasa gatal, dan nyeri yang dirasakan terus menerus, dan
bertambah parah ketika pasien berkeringat.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan tidak pernah menderita sakit seperti ini
sebelumnya, riwayat alergi makanan dan obat-obatan tidak ada. Diabetes
melitus tidak ada.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal terdapat keluhan yang sama pada anggota keluarga
lain
III.

Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Nadi
Pernafasan

: baik
: Komposmentis
: 80 x/menit, regular
: 22 x/menit
2

Suhu
b. Status dermatologi
Regio/letak
Efloresensi
o Primer
o Sekunder
Sifat efloresensi
o Ukuran
o susunan
Penyebaran

IV.

: Afebris
: labialis
: eritema
: krusta
: lentikular
: berkelompok

: sirkumskrip

Resume Kasus
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Kota Mataram dengan keluhan
benjolan-benjolan kecil, gatal dan nyeri pada bagian bibir atas sejak kurang lebih 4
hari yang lalu, sebelumnya pasien juga mengeluh demam namun tidak terlalu tinggi,
nyeri tenggorokan serta nyeri saat menelan, pasien juga mengeluh pegal-pegal pada
seluruh tubuh, kemudian mulai timbul adanya benjolan-benjolan kecil pada bibir atas
yang berisi seperti cairan. Semakin lama benjolan tersebut pecah dan mulai
mengering. luka tersebut mulai menimbulkan rasa gatal, dan nyeri yang dirasakan
terus menerus, dan bertambah parah ketika pasien berkeringat.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya lesi kulit berupa eritema dan krusta

V.

VI.

VII.

yang pada bagian bibir atas pasien.


Diagnosis Banding
a. Impetigo vesikobulosa
b. Impetigo krustosa
Pemeriksaan Anjuran
a. Tes Tzanck
b. Kultur Virus
Diagnosis Kerja
a. Herpes simpleks labialis

VIII.

IX.

Penatalaksanaan
a. Umum
Menjaga kebersihan luka
Menjaga daerah luka tetap kering
Mencegah garukan pada luka
b. Khusus
Asiklovir 5x 200 mg selama 7 hari
Fuson cream 5 gr 3x ue selama 7 hari
Prognosis
a. Quo ad vitam
: bonam
b. Quo ad functionam : bonam
c. Quo ad sanationam : bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.

Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (virus herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel
yang berkelompok di atas kulit eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan
infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.
Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit orofacial,
sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan infeksi perigenital.
Tetapi, keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan genital.

3.2.

Epidemiologi
Virus Herpes simpleks memiliki distribusi di seluruh dunia dan menghasilkan
infeksi primer, laten dan berulang. Lebih dari sepertiga populasi dunia diperkirakan
memiliki kemampuan untuk menularkan virus selama periode penyebaran virus. Pada
anak-anak berumur kurang dari 10 tahun, infeksi herpes sering asimtomatik dan
dengan type tersering adalah HSV-1 (80-90%). Analisis yang dilakukan secara global
telah menunjukkan adanya antibodi HSV-1 pada sekitar 90% dari individu berumur
20-40 tahun. HSV-2 merupakan penyebab infeksi herpes genital yang paling banyak
(70-90%), meskipun studi terbaru menunjukkan peningkatan kejadian dapat
disebabkan oleh HSV-1 (10-30%). Antibodi untuk HSV-2 jarang ditemukan sebelum
masa remaja karena asosiasi HSV-2 terkait dengan aktivitas seksual.
HSV dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kelainan. Seorang ibu yang terinfeksi
HSV dapat menularkan virus itu padanya baru lahir selama persalinan vagina,
terutama jika ibu memiliki infeksi aktif pada saat pengiriman. Namun, 60 - 80% dari
infeksi HSV didapat

oleh bayi yang baru lahir terjadi pada wanita yang tidak

memiliki gejala infeksi HSV atau riwayat infeksi HSV genital.


Seropositif HSV-1 biasanya dikaitkan dengan infeksi orolabial dan virus herpes
simpleks tipe-2 seropositif biasanya dikaitkan dengan infeksi kelamin. HSV-1
sekarang menjadi penyebab signifikan genital herpes dan terlibat dalam 5% sampai
30% dari semua kasus episode pertama. Proporsi HSV-1 pada infeksi herpes genital
awal (primer) lebih tinggi di antara pria yang berhubungan seks dengan pria(46,9%)
5

dibandingkan di kalangan wanita(21,4%) dan terendah di antara pria heteroseksual


(14,6%). Seks oral reseptif secara signifikan meningkatkan kemungkinan bahwa
penyebab infeksi awal adalah HSV-1 daripada HSV-2. Genital HSV-1 sering bisa
diperoleh melalui kontak dengan mulut mitra.
Usia dan jenis kelamin merupakan faktor risiko penting yang terkait dengan
didapatkannya infeksi genital HSV-2. Bahkan, prevalensi infeksi HSV sangat rendah
di masa kanak-kanak dan remaja awal tetapi meningkat dengan usia, mencapai
maksimum sekitar 40 tahun.
Tingkat infeksi HSV meningkat dengan prevalensi tertinggi pada pasien dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ulkus genital merupakan faktor
risiko transmisi Human Immunodeficiency Virus-1 (HIV-1). Virion HIV-1 dapat
dideteksi dalam ulkus genital yang disebabkan oleh HSV-2 dimana menunjukkan
bahwa infeksi herpes genital cenderung meningkatkan efisiensi transmisi seksual dari
HIV-1.

Pengobatan herpes genital menurunkan tingkat infeksi HIV. Resistensi

Acyclovir lebih umum dalam kelompok ini, tetapi menggunakan Acyclovir dapat
memperpanjang hidup pada beberapa pasien seropositif HIV.
3.3.

Etiologi
Kelompok virus herpes sebagian besar terdiri dari virus DNA. Melakukan
replikasi secara intranuklear dan menghasilkan inklusi intranuklear khas yang
terdeteksi dalam preparat pewarnaan. HSV-1 dan HSV-2 adalah virus doublestranded DNA yang termasuk dalam Alphaherpesvirinae, subfamily dari Herpes
viridae. Kedua virus, bertransmisi melalui sel epitel mukosa, serta melalui gangguan
kulit, bermigrasi ke jaringan saraf, di mana mereka tetap dalam keadaan laten. HSV-1
lebih dominan pada lesi orofacial dan biasanya ditemukan di ganglia trigeminal,
sedangkan HSV-2 lebih dominan pada lesi genital dan paling sering ditemukan di
ganglia lumbosakral. Namun virus ini dapat menginfeksi kedua daerah orofacial dan
saluran genital melalui infeksi silang HSV-1 dan HSV-2 melalui kontak oral-genital.
Transmisi dapat terjadi tidak hanya saat gejala manifestasi HSV aktif, tetapi juga dari
pengeluaran virus dari kulit dalam keadaan asimptomatis. Puncak beban DNA virus
telah dilaporkan terjadi setelah 48 jam, dengan tidak ada virus terdeteksi di luar 96
jam setelah permulaan gejala. Secara umum, gejala muncul 3-6 hari setelah kontak
dengan virus, namun mungkin tidak muncul sampai untuk satu bulan atau lebih
setelah infeksi. Manusia adalah reservoir alami dan tidak ada vektor yang terlibat
6

dalam transmisi. HSV ditularkan melalui kontak pribadi yang erat dan infeksi terjadi
melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa yang rentan (misalnya, oropharynx,
serviks, konjungtiva) atau melalui luka kecil di kulit. Virus ini mudah dilemahkan
pada suhu kamar dan pengeringan.

Cara Penularan
Seorang individu dapat terkena infeksi HSV karena adanya transmisi dari
seorang individu yang seropositif di mana transmisi tersebut dapat berlangsung
horisontal atau vertikal. Perbedaan nya adalah :
Hosrisontal
Transmisi secara horisontal terjadi ketika seorang individu yang seronegatif
berkontak dengan individu yang seropositif melalui vesikel yang berisi virus aktif
(81%-88%), ulkus atau lesi HSV yang telah mengering (36%) dan dari sekresi cairan
tubuh yang lain seperti salivi, semen, cairan genital (3,6%-25%). Adanya kontak
bahan-bahan tersebut dengan kulit dan mukosa yang luka atau pada beberapa kasus
kulit atau mukosa tersebut intak maka virus dapat masuk ke dalam tubuh host yang
baru dan mengadakan multiplikasi pada inti sel yang baru saja di masukinya untuk
selanjut nya menetap seumur hidup dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan gejala
khas yaitu timbulnya lesi vesikel berkelompok dengan dasar eritem.
Vertikal
Transmisi HSV secara vertikal terjadi pada neonatus baik itu pada periode antenatal,
intrapartum dan postnatal. Periode antenatal bertanggungjawab terhadap 5% dari
kasus HSV pada neonatal. Transmisi ini terjadi pada saat ibu mengalami infeksi
primer dan virus berada dalam fase viremia sehingga secara hematogen virus tersebut
masuk ke dalam plasenta mengikuti sirkulasi uteroplasenta akhirnya menginfeksi
fetus. Periode infeksi primer ibu juga berpengaruh terhadap prognosis bayi, apabila
infeksi terjadi pada trimester pertama, biasanya akan terjadi abortus. Pada trimester
kedua terjadi kelahiran prematuritas. Bayi dengan infeksi HSV antenatal mempunyai
angka mortalitas 60% dan separoh dari yang hidup tersebut mengalami gangguan SSP
dan mata. Infeksi primer yang terjadi pada trimester ketiga akan memberikan
prognosis yang lebih buruk karena tubuh belum membentuk antibodi (terbentuk 3-4
minggu setelah virus masuk tubuh host) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus
7

sebagai suatu antibodi neutralisasi transplasental dan hal ini akan mengakibatkan
30%-57% bayi yang dilahirkan terinfeksi HSV dengan berbagai komplikasi
(mikrosefali, hidrosefalus, Kalsifikasi intrakranial, chorioretinis dan ensefalitis). 90%
infeksi HSV neonatal terjadi saat intrapartum yaitu ketika bayi melalui jalan lahir dan
berkontak dengan lesi maupun cairan genital ibu. Ibu dengan infeksi primer mampu
menularkan HSV pada neonatus 50% dan infeksi laten 35% dan infeksi rekurren 04%. Periode postnatal bertanggungjawab terhadap 5-10% kasus infeksi HSV pada
neonatal. Infeksi ini terjadi karena adanya kontak antara neonatus dengan ibu yang
terinfeksi HSV dan juga kontak neonatus dengan tenaga kesehatan yang terinfeksi
HSV.
3.4.

Manifestasi klinis
Infeksi primer pada HSV yaitu mereka yang tanpa adanya kekebalan baik
terhadap HSV-1 atau HSV-2 dan sering subklinis. Namun bila lesi klinis berkembang,
biasanya lebih parah, dan lebih sering dengan tanda dan gejala sistemik,dan mereka
memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dari infeksi rekuren. Infeksi genital
primer lebih sering bergejala dibandingkan dengan oral.
Pada infeksi primer, gejala biasanya terjadi dalam waktu 3 sampai 7 hari
setelah terpapar dengan masa inkubasi selama 2 sampai 20 hari. Gejala prodromal
seperti limfadenopati, malaise, anoreksia dan demam, serta nyeri setempat,
pembengkakan dan rasa terbakar sering terjadi sebelum timbulnya lesi mukokutan.
Awalnya nyeri, kadang-kadang terpusat, vesikel pada dasar eritematous kemudian
muncul, diikuti dengan adanya pustul dan ulserasi. Beberapa vesikel berkelompok
dan tersebar. Terbentuk krusta dan gejala resolusi muncul dalam waktu 2 sampai 6
minggu. Gejala prodromal serupa dapat mendahului lesi rekuren, tetapi yang terakhir
sering mengalami penurunan dalam jumlah, tingkat keparahan dan durasi
dibandingkan dengan infeksi primer.

Gambar 2 : Vesikel Pada Dasar Yang Merah.

Gambar 3 : Bagian Tengah Membentuk


Cekungan (Umbilikasi)

Gambar 4 : Krusta Dan Lesi Penyembuhan


dengan atau Tanpa Sikatrik
Infeksi Orofacial
Herpes Orolabial: Herpes labialis (cold sores, fever blisters) paling sering dikaitkan
dengan infeksi HSV-1. Lesi Oral disebabkan oleh HSV-2 telah diidentifikasi yang biasanya
9

sekunder dari kontak orogenital. Infeksi primer HSV-1 sering terjadi pada masa kanak-kanak
dan biasanya asimtomatik.
Ketika timbul gejala (mayoritas infeksi orolabial primer tidak menunjukkan gejala),
infeksi primer herpes orolabial biasanya hadir sebagai gingivostomatitis pada anak-anak atau
sebagai faringitis pada orang dewasa muda. Secara umum, mulut dan bibir adalah daerah
yang paling sering terlibat, dengan lesi muncul pada mukosa bukal, gingival dan membran
orofaringeal lainnya. Edema signifikan, rasa sakit dan ulserasi dari membran orofaringeal
dapat menyebabkan disfagia dan pengeluaran air liur terus-menerus.

Gambar 5 : Herpes simplex virus : gingivostomatitis


Penyakit ini dapat dorman untuk beberapa waktu. HSV-1 reaktivasi di ganglia
sensoris trigeminal menyebabkan rekurensi di wajah dan oral, labial, dan mukosa mata.
Nyeri, panas, gatal, atau paresthesia biasanya mendahului lesi vesikular berulang yang
akhirnya mengalami ulserasi atau membentuk kusta. Lesi yang paling sering terjadi di
perbatasan Vermillion, dan gejala dari rekurensi yang tidak diobati sekitar diobati 1 minggu.

Gambar 6:Paparan matahari memicu rekurensi.


10

Infeksi primer dengan virus herpes simpleks (HSVs) secara klinis lebih berat dari wabah
berulang. Namun, infeksi HSV-1 dan HSV-2 yang paling primer mungkin subklinis dan tidak
pernah secara klinis didiagnosis.

Herpes orolabial: labialis herpes (misalnya, cold sores, fever blisters) paling sering
dikaitkan dengan infeksi HSV-1. Lesi oral disebabkan oleh HSV-2 telah diidentifikasi,
biasanya sekunder dari kontak orogenital. Infeksi HSV-1 primer seringkali terjadi
pada masa kanak-kanak dan biasanya tanpa gejala.
o Infeksi primer:
Tempat predileksi Hirus Herpes simpleks I di daerah pinggang ke atas
terutama di daerah mulut dan hidung dan biasa nya di mulai masa anak-anak.
Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan misalkan kontak kulit pada perawat,
dokter gigi atau orang yang suka menggigit jari (Herpetis Whitlow). Virus ini
juga penyebab herpes ensefalitis. Virus Herpes simpleks II tempat predileksi
nya di daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital juga menyebabkan
herpes meningitis dan infeksi neonatus.
Daerah predileksi ini sering kacau dengan cara hubungan seksual
seperti oro-genital sehingga herpes daerah genital kadang disebabkan Virus
Herpes Simpleks I sedangkan daerah mulut disebabkan Virus Herpes Simpleks
II.
Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat kira-kira 3
minggu dan sering disertai gejala sistemik seperti demam, malaise, anoreksia
dan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Kelaianan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi
seropurulen dan dapat menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal
yang sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi.
Umumnya terdapat pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes
simpleks. Pada wanita,80% infeksi Virus Herpes Simpleks pada genitalia
eksterna disertai infeksi pada serviks.

11

Gejala-gejala herpes labialis mungkin termasuk demam prodrom,


diikuti dengan sakit tenggorokan dan mulut dan submandibular atau
limfadenopati servikal. Pada anak-anak, gingivostomatitis dan odynophagia
juga diamati.

Laten :
Tidak ditemukan gejala klinis tetapi Virus Herpes Simpleks dapat
ditemukan dalam keadaan non aktif pada gangglion dorsalis.

o Rekurensi:
Virus Herpes Simpleks pada gangglion dorsalis dalam keadaan tidak
aktif dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala. Mekanisme pacu dapat berupa trauma fisis
(demam,infeksi, kurang tidur, hubungan seksual), trauma psikis (gangguan
emosional, menstruasi) atau makanan dan minuman yang merangsang. Gejala
lebih ringan dari infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari.
Sering ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa
panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekurens ini bisa timbul pada tempat yang sama
atau tempat lain nya.
Penyakit ini masih aktif untuk jumlah waktu yang variabel. Reaktivasi
HSV-1 di ganglia sensoris trigeminal menyebabkan kekambuhan di wajah dan
mukosa oral, bibir, dan okular.
3.5.

Patofisiologi
Infeksi virus Herpes simpleks ditularkan oleh dua spesies virus, yaitu virus
Herpes simpleks-I (HSV-1) dan virus Herpes simpleks II (HSV-2). Virus ini
merupakan kelompok virus DNA rantai ganda. Infeksi terjadi melalui kontak kulit
secara langsung dengan orang yang terinfeksi virus tersebut. Transmisi tidak hanya
terjadi pada saat gejala manifestasi HSV muncul, akan tetapi dapat juga berasal dari
virus shedding dari kulit dalam keadaan asimptomatis.

12

Pada infeksi primer, kedua virus Herpeks simpleks , HSV 1 dan HSV-2
bertahan di ganglia saraf sensoris . Virus kemudian akan mengalami masa laten,
dimana pada masa ini virus Herpes simpleks ini tidak menghasilkan protein virus,
oleh karena itu virus tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh host.
Setelah masa laten, virus bereplikasi disepanjang serabut saraf perifer dan dapat
menyebabkan infeksi berulang pada kulit atau mukosa. 9
Virus Herpes simpleks ini dapat ditularkan melalui sekret kelenjar dan secret
genital dari individu yang asimptomatik, terutama di bulan-bulan setelah episode
pertama penyakit, meskipun jumlah dari lesi aktif 100-1000 kali lebih besar.

Gambar 1: Herpes labialis.


A. Infeksi virus herpes simpleks primer, virus bereplikasi di orofaringeal dan naik
dari saraf sensoris perifer ke ganglion trigeminal.
B. Herpes simplex virus dalam fase latent dalam ganglion trigeminal
C. Berbagai rangsangan memicu reaktivasi virus laten, yang kemudian turun dari
saraf sensorik ke daerah bibir atau perioral menyebabkan herpes labialis rekuren.

13

Herpes simplex virus sangat menular dan disebarkan langsung oleh kontak
dengan individu yang terinfeksi virus tersebut. Virus Herpes simpleks ini dapat
menembus epidermis atau mukosa dan bereplikasi di dalam sel epitel.
Virus Herpes simpleks 1 (HSV-1) biasanya menyerang daerah wajah (non genitalia)
dan virus Herpes simpleks 2 (HSV-2) biasanya menyerang alat kelamin. perubahan
patologis sel epidermis merupakan hasil invasi virus herpes dalam vesikel
intraepidermal dan multinukleat sel raksasa. Sel yang terinfeksi mungkin menunjukkan
inklusi intranuklear.
Infeksi terjadi melalui inokulasi virus pada permukaan mukosa yang rentan. Virus akan
melekat pada sel epitel kemudian masuk dengan cara meleburkan diri di dalam
membran. Sekali di dalam sel, terjadi replikasi yang menghasilkan lebih banyak virion
yang menyebabkan kematian sel. Virus juga memasuki ujung saraf sensorik. Virion
kemudian ditransportasi ke inti sel neuron di ganglia sensorik. Virion dalam neuron
yang terinfeksi akan bereplikasi menghasilkan progeni atau virus akan memasuki
keadaan laten tak bereplikasi. Neuron yang terinfeksi akan mengirim balik virus
progeni ke lokasi kulit tempat dilepaskannya virion sebelumnya dan menginfeksi sel
epitel yang berdekatan dengan ujung saraf, sehingga terjadi penyebaran virus dan jejas
sel.Infeksi oleh HSV-1 dan HSV-2 akan menginduksi glikoprotein yang berhubungan
pada permukaan sel- sel yang terinfeksi. Setelah terjadi infeksi, sistem imunitas
humoral dan selular akan terangsang oleh glikoprotein antigenik untuk menghasilkan
respon imun. Respon imun dapat membatasi replikasi virus sehingga infeksi akut dapat
membaik. Respon ini tidak dapat mengeliminasi infeksi laten yang menetap dalam
ganglia seumur hidup pejamu. Latensi semata tidak menimbulkan penyakit, namun
infeksi laten dapat mengalami reaktivasi sehingga menghasilkan virion yang bila
dilepas dari ujung saraf dapat menginfeksi sel epitel di dekatnya untuk menghasilkan
lesi kulit rekurens atau pelepasan virus asimtomatik. Reaktivasi HSV-1 sering terjadi
dari ganglion trigeminus, sedangkan HSV-2 dari ganglion sakralis. Faktor pemicu
terjadinya reaktivasi dapat berupa demam, kelelahan, sinar ultra violet, trauma
mekanik, bahan kimia, hormon, menstruasi, hubungan seksual, stres emosional, dan
keadaan imunokompromais. Penularan lesi orolabial terjadi melalui droplet dan kontak
langsung dengan lesi atau saliva yang mengandung virus.8 Penularan lesi genital
dimulai bila sel epitel mukosa saluran genital pejamu yang rentan terpajan virus yang
terdapat dalam lesi atau sekret genital orang yang terinfeksi. Walaupun herpes
14

orolabialis paling sering disebabkan oleh HSV-1 dan herpes genitalis terutama
disebabkan oleh HSV-2, kadang-kadang HSV-2 dapat mengakibatkan lesi-lesi oral,
demikian pula HSV-1 dapat menyebabkan lesi genital. Hal ini dikaitkan dengan
aktivitas seksual secara orogenital.

3.6.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan sitologik untuk perubahan sel dari infeksi herpes virus tidak
sensitive dan tidak spesifik baik menggunakan pemeriksaan Tzank (lesi genital) dan
apusan serviks Papanicolaou dan tidak dapat diandalkan untuk diagnosis konklusif
infeksi herpes simpleks.7
Jenis yang lebih tua dari pengujian virologi, tes Pap Tzanck, mengorek dari lesi
herpes kemudian menggunakan pewarnaan Wright dan Giemsa. Pada pemeriksaan
ditemukan sel raksasa khusus dengan banyak nukleus atau partikel khusus yang
membawa virus (inklusi) mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat tapi akurat 5070% dari waktu. Hal ini tidak dapat membedakan antara jenis virus atau antara herpes
simpleks dan herpes zoster.14

Gambar 9: Herpes simpleks : Sel Raksasa Berinti Banyak.


Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari luka sedini
mungkin, idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan
bereproduksi dalam sampel cairan namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari
untuk melakukannya. Jika infeksi parah, pengujian teknologi dapat mempersingkat
15

periode ini sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka waktu selama tes ini mungkin
membuat hasil yang kurang akurat. Kultur virus sangat akurat jika lesi masih dalam
tahap blister jelas, tetapi tidak bekerja dengan baik untuk luka ulserasi tua, lesi
berulang, atau latency. Pada tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif.
Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan CDC
merekomendasikan tes ini untuk mendeteksi herpes dalam cairan serebrospinal ketika
mendiagnosa herpes ensefalitis .PCR dapat membuat banyak salinan DNA virus
sehingga bahkan sejumlah kecil DNA dalam sampel dapat dideteksi.
Tes serologi dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan
jenis, Herpes Simplex Virus 1 (HSV-1) atau Virus Herpes Simpleks 2 (HSV-2). Ketika
herpes virus menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh tersebut menghasilkan
antibodi spesifik untuk melawan infeksi. Adanya antibodi terhadap herpes juga
menunjukkan bahwa seseorang adalah pembawa virus dan mungkin mengirimkan
kepada orang lain.14
Tes tes antibodi terhadap dua protein yang berbeda yang berkaitan dengan
virus herpes yaitu Glikoprotein GG-1 dikaitkan dengan HSV-1 dan Glikoprotein GG2 berhubungan dengan HSV-2.
Meskipun glikoprotein (GG) jenis tes-spesifik telah tersedia sejak tahun 1999,
banyak tes khusus nontipe tua masih di pasar. CDC merekomendasikan hanya tipespesifik glikoprotein (GG) tes untuk diagnosis herpes.17
Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu setelah
terpapar virus. Fitur tes meliputi:

ELISA (immunosorbent assay enzim-link) atau Immunoblot. Tes sangat akurat dalam
mendeteksi kedua jenis virus herpes simpleks.

Biokit HSV-2 (juga dipasarkan sebagai SureVue HSV-2). Tes ini mendeteksi HSV-2
saja. Keunggulan utamanya adalah bahwa hanya membutuhkan tusukan jari dan hasil
yang disediakan dalam waktu kurang dari 10 menit. Hal ini juga lebih murah.

Western Blot Test adalah standar emas untuk peneliti dengan tingkat akurasi sebesar
99%. Tes ini mahal, memakan waktu lama, dan tidak tersedia secara luas sebagaimana
tes lainnya.14

Tes serologi herpes terutama dianjurkan untuk:

Orang yang memiliki gejala genital berulang tapi tidak ada kultur virus negatif.
16

Konfirmasi infeksi pada orang yang memiliki gejala yang terlihat herpes genital.

Menentukan jika pasangan seseorang didiagnosa menderita herpes genital.

Orang-orang yang memiliki banyak pasangan seks dan yang perlu diuji untuk berbagai
jenis PMS (Penyakit Menular Seksual).

3.7.

Diagnosa
Dalam kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada karakteristik tampilan klinis
lesi. Diagnosis klinis dapat dibuat secara akurat ketika beberapa karakteristik lesi
vesikuler pada dasar eritema dan bersifat rekuren. Namun, ulserasi herpes dapat
menyerupai ulserasi kulit dengan etiologi lainnya. Infeksi mukosa HSV juga dapat hadir
sebagai uretritis atau faringitis tanpa lesi kulit. Tanda-tanda dan simptom yang
berhubungan dengan HSV-II dapat sangat berbeda-beda. Ketersediaan pelayanan
kesehatan dapat mendiagnosa herpes genital dengan inspeksi visual jika perjangkitannya
khas, dan dengan mengambil sampel dari luka kemudian mengetesnya di laboratorium.
Tes darah untuk mendeteksi infeksi HSV-I atau HSV-II, meskipun hasil-hasilnya tidak
selalu jelas. Kultur dikerjakan dengan kerokan untuk memperoleh material yang akan
dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes.
Diagnosis klinis
Tipe awitan, gejala konstitusi yang klasik, distribusi dan gambaran lesi yang khas
berupa ulserasi oral superfisial, bentuk bulat, multipel, bersifat akut dan ada nya
ginggivitis marginal generalisata pada pemeriksaan fisis, ditunjang oleh tidak adanya
riwayat episode herpes sebelumnya, serta adanya riwayat terpajan HSV I membantu
menegakkan diagnosis ginggivostomatitis herpetika primer. Herpes orofasial tipe ini
perlu dibedakan dengan hand-foot-mouth-disease, herpangina, eritema multiformis,
pemfigus vulgaris, acute necrotizing ulcerative ginggivitis.Herpes intraoral didiagnosis
banding dengan stomatitis aftosa rekuren dan herpes zoster intraoral.
Infeksi HSV genital perlu didiagnosis banding dengan penyebab ulkus genital lain
nya baik berupa infeksi maupun bukan infeksi. Bila terdapat kelompokan vesikel
multipel atau bila terdapat riwayat lesi sebelumnya yang berukuran sama, lama timbulnya
dan sifat nya sama maka kemungkinan besar penyebabnya adalah HSV. Diagnosis
17

banding HSV genital adalah ulkus pada sifilis, chancroid, linfogranuloma venerum,
donovanosis, non infeksi penyakit Crohn, ulserasi mukosa yang dihubungkan dengan
sindrom Behcet.

Diagnosis laboratorium
1. Tes Tzank dwarnai dengan pengecatan Giemsa atau Wright terlihat sel raksasa berinti
banyak. Pemeriksaan ini tidak sensitif dan tidak spesifik.
2. Kultur virus. Sensitivitasnya rendah ddan menurun dengan cepat saat lesi
menyembuh.
3. Deteksi DNA HSV Virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) lebih sensitif
berbanding kultur virus.
4. Tes serologik IgM dan IgG tipe spesifik. IgM baru dapat dideteksi setelah 4-7hari
infeksi, mencapai puncak 2-4 minggu dan menetap 2-3 bulan bahkan sampai 9 bulan.
Sedangkan IgG baru dapat dideteksi setelah 2-3 minggu infeksi, mencapai puncak
setelah 4-6 minggu infeksi dan menetap lama bahkan seumur hidup. Antibodi IgM
dan IgG hanya memberi gambaran keadaan infeksi akut atau kronik dari penyakit
herpes genitalis. Tidak ditemukan antibodi HSV pada sampel serum akut dan
ditemukannya IgM spesifik HSV atau peningkatan 4 kali antibodi IgG selama fase
penyembuhan menunjukkan HSV primer. Ditemukannya IgG anti HSV pada serum
akut, IgM spesifik HSV dan peningkatan IgG anti HSV selama fase penyembuhan
merupakan diagnostik infeksi HSV rekurren.
3.8.

Penatalaksanaan
Agen Antiviral
Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan ketidak
nyamanan secara cepat yang berhubungan dengan perjangkitan, serta dapat
mempercepat waktu penyembuhan. Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan,
yaitu Acyclovir, Famciclovir, dan Valacyclovir. Ketiga obat ini mencegah multiplikasi
18

virus dan memperpendek lama erupsi. Pengobatan peroral, dan pada kasus berat
secara intravena adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk menurunkan durasi
perjangkitan.
Acyclovir menghambat aktivitas HSV 1 dan HSV-2. Pasien mengalami rasa
sakit yang lebih kurang dan resolusi yang lebih cepat dari lesi kulit bila digunakan
dalam waktu 48 jam dari onset ruam. Mungkin dapat mencegah rekurensi.

Infeksi Primer HSV: 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 10 hari atau 5 mg/kg/hari IV
setiap 8 jam.

Herpes oral atau genital rekuren : 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 5 hari (non-FDA :
400 mg peroral 3 kali/hari untuk 5 hari)

Supresi herpes genital : 400 mg peroral 2 kali/hari

Disseminated disease: 5-10 mg/kg IV setiap 8 jam untuk 7 hari jika >12 tahun.
Famciclovir

Herpes labialis rekuren : 1500 mg peroral dosis tunggal pada saat onset gejala.
Episode primer herpes Genitalis :250 mg peroral 3 kali/hari selama10 hari
Episode primer herpes Genitalis :1000 mg peroral setiap 12 jam selama 24 jam pada

saat onst gejala (dalam 6 hari gejala pertama)


Supressi jangka panjang: 250 mg peroral 2kali/hari
HIV-positive individuals dengan infeksi HSV orolabial atau genital rekuren : 500 mg

peroral 2 kali/hari untuk 7 hari (sesuaikan dosis untuk insufisiensi ginjal)


Supresi herpes simplex genital rekuren (pasien terinfeksi HIV): 500 mg peroral 2
kali/hari

Valacyclovir

Herpes labialis: 2000 mg peroral setiap 12 jam selama 24 jam (harus diberikan pada
gejala pertama/prodromal)

Genital herpes, episode primer: 1000 mg peroral 2kali/hari selama 10 hari.

19

Herpes genital rekuren: 500 mg peroral 2 kali/hari selama 3 hari.


Suppressi herpes Genital (9 atau lebih rekurensi per tahun atau HIV-positif): 500 mg
peroral 1 kali/hari.

Herpes simplex genital rekuren , suppressi( pasien terinfeksi HIV): 500 mg peroral
2kali/hari, jika >9 rekurensi pertahun : 1000 mg peroral peroral 1 kali/hari.

Foscarnet

HSV resisten Acyclovir: 40 mg/kg IV setiap 8-10 jam selama 10-21 hari

Mucocutaneous, resisten acyclovir: 40 mg/kg IV, selama 1 jam, setiap 8-12 jam
selama 2-3 minggu atau hingga sembuh.

Topikal
Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (5 kali
sehari selama 5 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya gejala,
meskipun juga pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam
mengurangi gejala serta membatasi perluasan daerah lesi.
3.9.

Prognosis
Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi dini yang segera diobati
mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi
frekuensi kambuhnya. Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakitpenyakit dengan tumor di system retikuloendoteial, pengbatan dengan imunosupressan
yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan fatal.
Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa.
Terapi anti virus efektif menurunkan manifestasi klinis herpes genitalis.

3.10.

Pencegahan
Pelepasan virus Herpes simplex virus (HSV) adalah terbesar selama pecahnya

terbukti secara klinis,; namun, transmisi dari individu yang seropositif ke pasangan
20

mereka yang seronegatif biasanya terjadi selama periode shedding HSV asimtomatik.
Oleh karena itu, untuk mencegah penularan membutuhkan lebih dari berpantang dari
kontak intim selama wabah.

Metode barrier, seperti kondom, memberi 10-15% perlindungan terhadap infeksi


herpes genital.

Pembilasan cairan genital setelah berhubungan seksual

Penggunaan antivirus pada yang seropositif

Pnecegahan kontak dengan saliva penderita HSV dengan menghindari berciuman dan
menggunakan alat makan serta menggunaka obat kumur yang mengandung antiseptik.

Berbagai vaksin HSV telah dan terus berada di bawah penelitian untuk pengobatan
dan pencegahan herpes genital, meskipun sebagian besar belum terbukti efektif.

terapi supresi jangka panjang untuk herpes genital telah ditunjukkan untuk
mengurangi shedding HSV asymptomatic, dan terapi valacyclovir jangka panjang
secara signifikan mengurangi transmisi HSV kepada pasangan individu yang positif
HSV-2 terhadap sebanyak 50-77%.

Infeksi HIV pada pasien HSV atau pasangan nya yang seronegatif juga harus
dipertimbangkan sebagai kemungkinan indikasi untuk terapi supresi.
Pencegahan transmisi dapat dilakukan dengan screening awal di usia kehamilan

14-18 minggu selanjutnya dilakukan kultur serviks setiap minggu mulai dari minggu ke34 kehamilan pada ibu hamil dengan riwayat infeksi HSV serta pemberian acyclovir
400mg 3x/hari atau 200mg 5x/hari yang secara signifikan dapat mengurangi periode
rekurensi selama proses persalinan. Namun apabila menjelang persalinan, hasil kultur
terakhir tetap positif dan terdapat lesi aktif didaerah genital maka kelahiran secara SC
menjadi pilihan utama. Wanita yang HSV-2 negatif harus diberi konseling untuk tidak
melakukan hubungan seks selama trimester ketiga kehamilan dengan pasangan yang bisa
seropositif karena infeksi HSV primer selama waktu ini bisa menempatkan janin pada
resiko infeksi tertinggi.
3.11. Komplikasi
21

Komplikasi jarang tetapi dapat serius. diantaranya:

Infeksi bakteri sekunder, Ini biasanya karena Staph. Staphylococcus.


Disseminated herpes simpleks, merupakan infeksi virus herpes yang menyebar

berupa yg terjadi pada bayi baru lahir atau imunosupresif pasien.


Herpes simpleks kronis, biasa terjadi pada penderita HIV
Herpes ensefalitis. Herpes ensefalitis Ini adalah komplikasi serius herpes simpleks,

3.12.

tidak selalu disertai dengan lesi kulit.


Diagnosa banding
Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan impetigo

vesikobulosa. Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole,
maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma venereum.

1. Impetigo Vesikobulosa
Kelainan kulit pada impetigo vesikobulosa berupa eritem, bula, dan bula hipopion.
Keadaan umum tidak dipengaruhi, kadang-kadang waktu penderita datang berobat,
vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih
eritematosa.

Gambar 10 : Staphylococcus aureus: Impetigo Bulosa.


Bulla Superfisial dan Erosi di Daerah Hidung
2. Ulkus durum
Chancre (ulkus durum) sifilis

biasanya muncul sebagai lesi tunggal yang tidak

menyakitkan dan tidak berulang. Ulkus tersebut biasanya bulat, dasarnya ialah jaringan
granulasi berwarna merah dan bersih, diatasnya hanya tampak serum. Yang khas ialah
ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi.

22

Gambar 11 : Chancre pada sifilis primer


3. Chancroid (Ulkus Mole)
Chancroid adalah penyakit infeksi menular ulseratif akut yang disebabkan oleh
organisme Haemophilus ducreyi, sering bermanifestasi sebagai ulkus dengan eksudat abu-abu
kekuningan diatas dasar jaringan granulasi. Ulkus kecil, lunak pada perabaan, tidak terdapat
indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering bergaung dan dikelilingi halo yang
eritematosa.

Gambar 12 : Pembesaran chancroid dengan eksudat abu-abu yang


telah merusak frenulum (kissing ulcer).
4.Limfogranuloma Venereum
Ulkus yang mendahului limfigranuloma venereum berbentuk tidak khas dan tidak
nyeri, dapat berupa erosi, papul miliar, vesikel, pustul, dan ulkus. Umumnya penderita tidak
datang berobat pada fase ini, tetapi pada waktu terjadi sindrom ingunal yaitu terjadi
limfadenitis dan periadenitis.

23

Gambar 13: A. Erosi Tidak Nyeri di Prepusium


B.Pembesaran dari Kelenjar Getah Bening Inguinalis

24

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Virus herpes simpleks termasuk jenis patogen yang dapat menyesuaikan diri
dengan tubuh host. Ada dua jenis yaitu virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2
(HSV-2). Keduanya berkaitan erat tetapi berbeda dalam gambaran epidemiologinya. HSV1 dikaitkan dengan penyakit orofacial, sedangkan HSV-2 dikaitkan dengan penyakit
genital, namun lokasi lesi tidak selalu menunjukkan virus type. Herpes simpleks adalah
infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe 1 atau
tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit eritematosa pada
daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun
rekurens. Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit orofacial,
sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan infeksi perigenital. Tetapi,
keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan genital.
Pada kasus, pasien didiagnosis herpes simpleks labialis, sehingga pada
penatalaksanaannya pasien diberikan acyclovir yang berfungsi untuk menghambat
aktivitas HSV 1. mengurangi rasa sakit yang lebih dan resolusi yang lebih cepat dari lesi
kulit bila digunakan dalam waktu 48 jam dari onset ruam. Penggunaan acyclovir juga
diduga dapat mencegah rekurensi.

25

Anda mungkin juga menyukai