Anda di halaman 1dari 19

Diare Cair Akut dengan Dehidrasi Ringan-Sedang pada Anak

Togana Junisar Paniro Sinaga 102011184


Ahmad Badawi

102013184

Meidy Lim

102014020

Vivian Chau

102014036

Maria Andriana Neno 102014084


Leonardo Paraso

102014110

Devi Lexvia Sita Purba

102014146

Abitita Hartien Tahun 102014184


Vina Cyrilla

102014214
A4

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone: (021)5694-2061, fax : (021) 563-1731
Pendahuluan
Diare didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak berbentuk atau dalam
konsistensi cair dengan frekuensi yang meningkat, umumnya frekuensi > 3 kali/hari, atau
dengan perkiraan volume tinja > 200 gr/hari. Durasi diare sangat menentukan diagnosis, diare
akut jika durasinya kurang dari 2 minggu, diare persistent jika durasinya antara 2-4 minggu,
dan diare kronis jika durasi lebih dari 4 minggu. Diare merupakan permasalahan yang umum
diseluruh dunia, dengan insiden yang tinggi baik di negara industri maupun di negara
berkembang. Biasanya ringan dan sembuh sendiri, tetapi diantaranya ada yang berkembang
menjadi penyakit yang mengancam nyawa. Diare juga dikatakan penyebab morbiditas,
penurunan produktifitas kerja, serta pemakaian sarana kesehatan umum.1
Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut akan
menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Banyak faktor risiko yang diduga
menyebabkan terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor
risiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih, sanitasi,
jamban, saluran pembuangan air limbah, kualitas bakterologis air, dan kondisi rumah.
Sanitasi yang buruk dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam

air bersih yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri E.coli mengindikasikan adanya pencemaran
tinja.1
Anamnesis
Seperti ananmesis pada umumnya, hal paling pertama yang harus di tanyakan adalah
sejak kapan gejala menceret timbul. Kemudian dilanjutkan dengan deskripsi gejala diare,
tanyakan konsentrasi, volume, dan frekuensi BAB, adakah steatore, pus, mukus, atau darah
segar pada feses atau melena. Eksplorasi gejala penyerta seperti mual, muntah , nyeri perut,
demam, dan tenesmus. Muntah paling sering ditemukan pada infeksi virus, sementara demam
>38,50C menunjukkan proses inflamasi yang dapat diebabkan oleh bakteri invasif, sitotoksin,
amoeba, virus, kolitis, diverkulitis, maupun IBD. Tiga penyebab terakhir biasanya disertai
nyeri perut yang dominan. Lalu perlu juga di tanyakan jumlah dan frekuensi buang air kecil
anak, dan juga waktu buang air kecil yang terakhir.2
Tanyakan pula mengenai awitan, durasi gejala dan apakah gejala seperti ini sering
berulang sebelumnya. Durasi lebih dari beberapa hari cenderung menyingkirkan infeksi virus,
karena infeksi virus biasanya berlangsung singkat. Nilai penurunan berat badan untuk
mengetahui derajat dehidrasi sekaligus adanya tanda bahaya. Indikator dehidrasi lain adalah
rasa haus, volume dan kapan terakhir kali buang air kecil, dan penurunan kesadaran.2
Kesehatan anak sangat dipengaruhi dengan kebersihan keluarga dan rumah tinggal.
Oleh sebab itu perlu ditanyakan mengenai sumber air bersih, higiene keluarga dan jamban
keluarga yang digunakan anak. Makanan dan minuman yang diberikan baik sebelum dan
selama anak mengalami diare, dan riwayat penggantian susu. Riwayat pengobatan yang
sudah ibu berikan sebelumnya, dan juga pemberian oralit.2
Terakhir, tanyakan faktor resiko seperi konsumsi makanan yang tidak dimasak dengan
baik, riwayat bepergian ke daerah endemis, berenang di danau atau terminum airnya, keadaan
immunocompromised, penggunaan obat-obatan yang dapat memicu diare maupun riwayat
kontak dengan orang ain yang mengalami diare serta tinggal di rumah penampungan atau
asrama.2
Pemeriksaan Fisik
Pada bayi dan anak kecil, pemeriksaan abdomen seringkali didahulukan daripada
pemeriksaan bagian tubuh lainnya. Pemeriksaan ini harus bertahap, terutama pada keluhan
kegawatan perut pemeriksaan harus berhati-hati. 3
Seperti pemeriksaan fisik pada umumnya, pemeriksaan abdomen pada anak juga
terdiri dari 4 tahapan, yakni inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, tetapi dalam urutan
yang berbeda yaitu auskultasi dilakukan setelah inspeksi, mendahului perkusi. Ini

dimaksudkan agar interpretasi hasil auskultasi tidak salah, oleh karena setiap bentuk
manipulasi pada usus akan mengubah bunyi peristaltik usus.3
Pemeriksaan umum, status gizi, berat dan pertumbuhan linier anak harus dicatat
dengan cermat. Begitu juga dengan ukuran tanda vital seperti frekuensi nafas, suhu tubuh,
tekanan darah dan denyut nadi. Hal ini karena apabila frekuensi nafas meninggi menunjukkan
berlakunya asidosis metabolik, jika suhu badan meninggi menandakan ada infeksi. Dalam
kasus diare, biasanya berlaku dehidrasi. Tugor kulit akan berkurang dan ini dapat dilihat
dengan menarik kulit. Untuk dehidrasi ringan sedang, kulit akan kembali dalam 1 2 saat
manakala untuk kasus berat lebih dari 2 saat. Tanda dehidrasi yang lain juga dapat
diperhatikan pada mata, ubun ubun yang kelihatan cekung.4,5
Prinsip prinsip pemeriksaan
Pemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada pasien dalam keadaan baring dan
relaks, kedua lengan berada di samping dan pasien bernafas melalui mulut. Pasien diminta
untuk menekukkan kedua lutut dan pinggulnya hingga otot abdomen menjadi relaks. Dokter
yang memeriksa harus merasa nyaman, relaks dan oleh sebab itu ranjang harus dinaikkan
atau pemeriksa berlutut di samping tempat tidur. Tangan pemeriksa harus hangat untuk
menghindari terjadinya reflex tahanan otot oleh pasien.4,5
Inspeksi
Inspeksi merupakan pemeriksaan fisik pertama yang dilakukan pada pasien, termasuk
pasien anak-anak. Hal hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.3
-

Ukuran dan bentuk perut: karena otot abdomen anak masih tipis, dan waktu berdiri
anak kecil cenderung menunjukkan posisi lordosis, maka perut anak kecil akan
tampak agak membuncit ke depan (pot belly). Perut buncit dapat simetris atau
asimetris. Perut yang simetris tampak pada berbagai keadaan termasuk pada otot perut
yang hipotonik atau atonik, misal pada hipokalemia dan sebagainnya. Sedangkan
bentuk perut asimetris dapat ditemukan ada anak dengan otot perut yang paralitik
misal pada keadaan poliomielitis.

Dinding perut: kulit perut tampak meregang dan tipis ada asites yang sagat besar dan
akan menjadi keriput bila asites menghilang. Kulit perut yang keriput juga nampak
pada anak yang malnutrisi serta penurunan takanan intraabdominal lainnya.

Gerakan dinding perut pada pernapasan bayi dan anak berumur 6-7 tahun, dinding
abdomen lebih banyak bergerak dibanding dengan dinding dada. Gerakan abdomen

ini akan berkurang pada apendisitis, peritonitis, atau keadaan abdomen akutlainnya
akibat rasa nyeri.
Setelah melakukan inspeksi menyeluruh dan keadaan sekitarnya secara tepat,
perhatikan abdomen untuk memeriksa hal berikut ini:4

Apakah abdomen dapat bergerak tanpa hambatan ketika pasien bernafas?

Apakah pasien menderita nyeri abdominal yang nyata?

Apakah pasien menderita iritasi peritoneum, yaitu pergerakan abdomen menjadi


terbatas?

Apakah terdapat distensi abdominal yang nyata?

Apakah ada vena vena yang dilatasi?

Apakah terdapat kelainan kelainan yang lain yang dapat dilihat?

Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada kuadran abdomen secara sistematis. Bunyi bising usus juga
didengar pada masing masing kuadran selama 1 menit. Bising usus dapat menaik, menurun,
normal dan tiada kedengaran bunyi. Dalam keadaan normal, peristaltik terdengar sebagai
suara yang intensitasnta rendah, dan terdengar tiap 10-30. Bila dinding perut diketuk maka
frekuensi dan intensitasnya akan bertambah.3,4
Bising usus yang meningkat dapat ditemukan pada:5

Setiap keadaan yang menyebabkan peningkatan peristaltik

Obstruksi usus

Diare

Jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal dari saluran cerna atas yang
menyebabkan peningkatan gerakan peristaltik

Bising usus menurun atau menghilang ditemukan pada:5

Paralisis usus (ileus).

Perforasi.

Peritonitis generalisata.

Palpasi
Abdomen harus diperiksa secara sistematis, terutama jika pasien menderita nyeri
abdomen. Tanyakan kepada pasien letak nyeri yang dirasa maksimal dan periksa bagian
tersebut paling akhir.4,5

Lakukan palpasi di setiap kuadran secara berurutan, yang awalnya dilakukan tanpa
penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak terdapat
area nyeri yang diderita atau diketahui). Kemudian, lakukan palpasi khusus kepada beberapa
organ. Palpasi dilakukan secara monomanual atau bimanual. Pada palpasi monomanual
biasanya hana menggunakan tangan kanan saja. Sedangkan pada palpasi bimanual digunakan
dua tanga. Tangan kanan pemeriksa diletakkan pada permukaan perut dan tangan kiri
diletakkan dibawah pinggang kiri atau kanan pasien. Tangan kiri pemeriksa agak mengangkat
pinggang pasien agar alat dalam rongga abdomen lebih mudah diraba.3-5
Bila terdapat pembengkakan yang abnormal, dan pada waktu palpasi tidak
menimbulkan nyeri, tentukan keadaan dan karakteristiknya. Jika pembengkakan berdenyut
(kemungkinan aneurisma), jangan melakukan pemeriksaan indentabilitas.4
Tahanan abdomen merupakan suatu reflex penegangan otot abdominal yang
terlokalisasi yang tidak dapat dihindari oleh pasien dengan sengaja. Adanya tahanan tersebut
merupakan tanda iritasi peritoneum perifer atau tanda nyeri tekan yang tajam dari organ di
bawahnya. Pastikan adanya tahanan abdomen dengan melakukan perkusi ringan di atas area
yang terkena.4
Perkusi
Cara perkusi abdomen dilakukan dengan penekanan jari lebih ringan dan ketukan juga
lebih perlahan. Perkusi abdomen terutama ditujukan untuk menentujan adanya cairan bebas
(asites) atau udara di dalam rongga abdomen perkusi juga dilakukan untuk menentukan batas
hati, serta batas-batas massa intraabdominal.3
Perkusi berguna (khususnya pada pasien yang gemuk) untuk memastikan adanya
pembesaran beberapa organ, khususnya hati, limpa atau kandung kemih. Lakukan selalu
perkusi daerah resonan ke daerah pekak, dengan jari pemeriksa yang sejajar dengan bagian
tepi organ.Shifting dullness adalah suatu daerah pekak yang terdapat pada permukaan
horizontal cairan intraperitoneal (asites). Mulakan dengan perkusi dari garis tengah dengan
posisi jari yang diperkusi sejajar dengan batas cairan yang diperkirakan dan lakukan perkusi
kearah lateral sampai muncul nada pekak yang jelas, kemudian jari yang diperkusi diletakkan
kembali ke daerah yang kurang pekak. Dengan mempertahankan jari pada posisinya, minta
pasien berpusing menjauhi pemeriksa. Tunggu sekitar 20 30 detik untuk memberikan
kesempatan kepada cairan asites untuk bergerak ke bawah dan kemudian perkusi kembali.
Jika terdapat asites, nada perkusi lebih pekak ketimbang perkusi sebelumnya.4,5
Pemeriksaan Penunjang

Analisis feses rutin pada setiap kasus bila sumber daya tersedia. Analisis feses pada
diare inflamatorik akan menunjukkan peningkatan jumlah leukosit feses, tes darah samar tinja
positif. Laktoferrin dan calciprotein positif. Pemeriksaan telur dan parasit diindikasikan pada
diare yang > 14 hari, refrakter terhadap terapi antibiotik, atau pasien immunocompromised.2
Kultur feses perlu dilakukan pada pasien dengan dehidrasi, demam >38,5oC, diare
berdarah, nyeri abdomen pada pasien yang berusia > 50 tahun, pasien usia >70 tahun,
imunodefisiensi, atau setelah 3 hari pengobatang dengan antibiotik tidak terjadi perbaikan
klini. Pemeriksaan terhadap shiga toksin harus dilakukan pada pasien dengan riwayat
hospitalisasi dan penggunaan antibiotik.2
Pasien dengan dehidrasi juga memerlukan pemeriksaan darah rutin, urin, kimia darah,
seperti ureum, kreatinin, elektrolit, gula darah, serum transaminase, dan bila diperlukan
dilakukan analisis gas darah. Anemia mungkin disebakan perdarahan akut, kronis, atau
malabsorbsi besi, folat, atau vitamin B12. Leukositosis merupakan tanda inflamasi.2
Bila hasil analisis feses tidak berhasil megidentifikasi mikroorganisme penyebab,
penyebab non-infeksi harus dipertimbangkan. Adanya tanda-tanda inflamasi pada analisis
feses tanpa infeksi yang mendasari sugestif terhadap IBD kolonoskopi atau sigmodoskopi
hsarus dilakukan pada pasien dengan diare berdarah namun hasil analisis kultur feses tidak
berhasi menemukan penyebabnya untuk evaluasi neoplasma atau kolitis.2
Working Diagnosis
Diare adalah buang air besar (defeksi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa disertai lendir dan darah. Diare
akut yaitu diare yang berangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterology Orgaization global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai tinja
yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14
hari. Diare persisten merupakan istilah yang digunakan di luar negeri yang menyatakan diare
yang berlangsung 15-0 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan dari diare
akut menuju diare kronik, dimana diare kronik yang dimaksud adalah diare yang berlangsung
lebih dari 30 hari). 6
Diare infektif adalah diare yang penyebabnya adalah infeksi. Diare organik adalah
bila ditemukan kelainan anatomik, bakteriologik, hormonal, atau toksikologik. Sedangkan
diare fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab organik maupun infeksi.6

Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1). lama waktu diare, yaitu diare akut dan kronik;
2). mekanisme patpatofisiologis : osmotik, sekretiorik, dan lain-lain; 3). Berat ringan diare :
kecil atau besar; 4). Penyebabnya adalah infeksi atau bukan : infektif atau non infektif; dan
5). Penyebab organik atau tidak : oganik atau fungsional.6
Differential Diagnosis

Disentri basiler/shigellosis
Disebabkan oleh bakteri Shigella yang dibagi menjadi 4 grup mayor: A-D yaitu

Shigella dysenteriae, Shigella flexneri, Shigella boydii, dan Shigella sonnei. Shigella
dysenteriae menyebabkan diare yang paling parah dan komplikasi ekstraintestinal yang
paling banyak dibanding spesies lainnya. Shigellosis dapat menjadi masalah yang serius pada
anak-anak kecil, sedangkan pada anak yang lebih besar dan dewasa, penyakit ini dapat
sembuh dengan sendirinya. Transmisi Shigella terjadi melalui fekal-oral.
Patogenesisnya terjadi melalui invasi Shigella ke mukosa kolon dan menyebabkan
ulserasi mukosa dan mikroabses.6 Shigella masuk melalui sel M pada plaque Peyeri. Setelah
peristiwa fagositosis, serangkaian peristiwa terjadi termasuk apoptosis dari makrofag,
multiplikasi dan penyebaran bakteri ke sel-sel yang berdekatan, pelepasan mediator
inflamasi, transmigrasi netrofil ke lumen kolon, nekrosis dan degranulasi netrofil, sampai
pengrusakan barrier epitel dan mukosa. Masa inkubasinya 2-4 hari, dengan gejala kram perut,
tenesmus, menggigil, febris (39,4-400C), malaise, dan diare yang apabila kasusnya berat
dapat tampak darah dan mukus (yang mengandung leukosit) pada tinjanya.6
Pada anak yang lebih besar, gejala mungkin lebih ringan dan tinja mungkin lebih cair
dan tanpa darah. Kultur feses sering positif, namun dapat juga negatif karena bakteri hanya
terdapat sedikit di tinja pada tingkat lanjut dari penyakit, dan karena teknik laboratorium
suboptimal untuk memperoleh Shigella. Pada hitung leukosit dapat terjadi pergeseran ke kiri.
Bedanya dengan diare akibat infeksi rotavirus adalah pada anak tampak lebih toksis dan
demamnya lebih tinggi, serta tinja yang mengandung darah dan neutrofil yang tidak
ditemukan pada diare akibat rotavirus. Sedangkan untuk membedakannya dengan diare
akibat Salmonella dan Campylobacter dilakukan dengan kultur. Tinja berdarah pada pasien
tanpa demam dan leukosit pada tinja mengindikasikan diare akibat E. coli 0157:H7.
Shigellosis ringan tidak dapat dibedakan dengan diare infeksius lainnya.6

Intoksikasi makanan
Keracunan makanan (food poisoning) adalah sindroma yang ditandai dengan seperti

pada gastroenteritis setelah makan atau minum yang terkontaminasi bakteri, virus atau toksin
yang terjadi pada lebih dari 1 orang. Oleh karena itulah pada anamnesis sangat penting

mengetahui riwayat makanan atau minuman yang dikonsumsi anak sebelumnya. Anak-anak
beresiko mengalami keracunan makanan berkaitan dengan kebiasaan jajan tanpa
memperhatikan kebersihan makanan atau minuman yang dibeli. Onset yang mendadak,
terdapat suatu sumber bersama, muntah epidemik dan diare memberi kesan terjadinya
keracunan makanan pada seseorang.7
Gejala utama pada intoksikasi makanan adalah mual, muntah, diare (kadang
bercampur darah), nyeri perut, dehidrasi, demam, terkadang sampai syok. Pasien juga dapat
mengalami dehidrasi, karena banyak kehilangan cairan dan elektrolit lewat diare maupun
muntah.7
Jika awitan muncul cepat sekitar 1/2-6 jam, maka diduga penyebabnya adalah zat
kimia. Jika muncul setelah 6-12 jam maka etiologi berasal dari racun atau zat yang toksik,
dan jika disebabkan oleh bakteri, maka biasanya timbul gejala setelah 12-48 jam, tanpa atau
diertai dengan demam.7
Epidemiologi
Sampai saat ini penyakit diare pada balita masih menjadi masalah kesehatan dunia
terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka
kesakitan dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia
pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah
umur 5 tahun. Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak
kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa
(KLB).8
Patofisiologi
Diare dapat disebakan oleh satu atau beberapa patofisiologi (patomekanisme) berikut.
1). osmolaritas intraluminak yang meningkat, disebut diare osmotik; 2). Sekresi cairan dan
elektrolit yang meninggi, disebut diare sekretorik; 3). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi
lemak; 4). Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit; 5).
Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6). Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi
dinding usus, disebut diare inflamatorik; 8). Infeksi dinding usus, disbeut diare infeksi.6
Diare osmotik terjadi akibat adanya peningakatan tekanan intralumen usus halus. Jika
bahan makanan tidak dapat diabsorbsi dengan baik di usus halus, maka hal tersebut dapat
terjadi sehingga menarik cairan plasma ke lumen. Jumlah cairan yang bertambah melebihi
kemampuan reabsorbsi kolon menyebabkan terjadiya diare yang cair. Diare akan berhenti bila

pasien puasa. Penyebabnya bisa intoleransi laktosa, konsumtif laksatif atau antasida yang
mengandung magnesium.2,6
Diare sekretorik disebabakan oleh terganggunya transpor elektrolit dan cairan
melewati mukosa enterkolon sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit. Hal
tersebut diakibatkan oleh adanya enterotoksin bakteri (misalnya Vibrio cholera) penggunaan
laksatif non osmotik, reseksi usus, penyakit mukosa usus, dan lainnya. Karakteristiknya
berupa diare cair, banyak, tidak nyeri, dan tidak ada mukus maupun darah. Diare akan tetap
berlangsung meski pasien berpuasa.2,6
Diare akibat malabsorbsi asam empedu, asam lemak didapatkan pada gangguan
pembentukan atau produksi misal empedu dan penyakit saluran bilier dan hati.6
Defek sistem pertukaran anion atau transpor elektrolit aktif di enterosit
mengakibatkan diare karena adanya hambatan mekanisme transpor aktif Na+ K+ ATP ase di
enterosit dan absobrsi Na+ dan air yang abnormal.6
Motilitas dan waktu trasit usus abnormal meningkatkan resiko terjadiya diare karena
adanya hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebakan absorbsi yang
abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain diabetes melitus, pasca
vagotomi, dan hipertiroid.
Diare akibat gangguan permeabilitas usus mungkin terjadi sebagai akibat dari
kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.6
Inflamasi dinsing usus (diare inflamatorik) terjadi karena adaya kerusakan mukosa
usus karena mukosa inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dengan
eksudai air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa
usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (kolitis ulseratif dan
penyakit Chron).6
Diare infeksi terutama oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare akut.
Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri terbagi menjadi dire non invasif (tidak merusak
mukosa), dan diare invasif (merusak mukosa). Bakteri non invasif menyebabkan diare karena
toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksgenik. Contoh diare
toksigenik a.l. kolera (eltor) enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera atau eltor
merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin
monoosfat siklik (cAMP) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang
diikuti air, ion bikarbonat, dan kation natrium dan kalium. Meknisme absorpsi ion natrium
melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida ( diikuti
ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion

natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida) kompensasi ini dapat
dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding usus
halus.6
Karakteristik diare inflamatorik dan diare infeksi berupa feses dengan pus, mukus,
atau darah jika terdapat kerusakan mukosa. Analisis feses menunjukkan adanya leukosit,
fecal lactoferrin, dan calcipotetrin positif. Gejala biasanya disertai tenesmus, nyeri, dan
demam.2
Etiologi
Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh
gastroenteritis, keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Etiologi diare
pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini, telah lebih dari
80% penyebabnya diketahui. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25
jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.Terdapat beberapa
macam penyebab diare antara lain sebagai berikut.9
I.

Faktor infeksi
i. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare, dapat meliputi infeksi bakteri, virus dan parasit.
Virus:
Virus merupakan penyebab utama diare akut di negara-negara maju dan negaranegara berkembang, di mana virus yang paling tinggi prevalensinya (hingga 60%)
dalam menyebabkan diare adalah rotavirus (gambar 2), suatu virus RNA doublestranded yang mempengaruhi usus halus dan menyebabkan diare cair tanpa leukosit
dan tanpa darah. 5,6 Terdapat lima spesies grup rotavirus (A-E) dan dua spesies tentatif
(F dan G) di mana yang menginfeksi manusia adalah grup A, B, dan C.8 Di USA,
virus ini banyak menginfeksi anak usia 3-15 bulan. 6 Virus ini dapat bertahan beberapa
jam pada tangan dan beberapa hari pada permukaan lingkungan. Masa inkubasinya
sekitar 24-72 jam.
Bakteri :
Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus, Compylobacter jejuni, Clostridium
defficile, Clostridium perfringens, E coli, Pleisiomonas, Shigelloides, Salmonella spp,
Staphylococus aureus, vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica,
Parasit :

Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis, Cryptosporodium, Entamoba


hystolitica, Giardialambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis,
Strongiloides stercorlis, dan trichuristrichiura.
ii.

Faktor ekstraintestinal: Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar sistem pencernaan yang
dapat menimbulkan diare seperti otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya.

II.

Faktor Non-infeksi
o Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat yaitu disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Disamping itu dapat
pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
o Faktor obat-obatan.
Banyak obat yang boleh menyebabkan diare dan obat yang paling sering adalah
antibiotic. Antibiotik dapat menghancurkan kedua bakteri flora normal usus dan
bakteri pathogen sehingga dapat menganggu keseimbangan alami dari usus.
o Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena suatu alergi makanan seperti Cows Milk Protein Allergy
(CMPA), susu kedelai dan alergi makanan multiple, mengkonsumsi makanan basi,
beracun (tertelan logam berat seperti Co, Zn, cat) dan defisiensi vitamin.
o Riwayat operasi
Terkadang orang dapat mengalami diare setelah tindakan operasi pada abdomen
seperti operasi appendicitis dll.
o Faktor Psikologis :
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis dan emosi (rasa takut, gelisah dan cemas).

Tata Laksana
Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki
kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
ditetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita
baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit yaitu :10,11
1. Rehidrasi menggunakan oralit baru
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Oralit formula lama dikembangkan karena adanya kejadian disentri, menyebabkan

berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang
lebih banyak terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh karena virus. Diare karena virus
tersebut tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu,
para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang
lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga
kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.
Adapun kontraindikasi pemakaian TRO adalah syok, volume tinja lebih dari
10mL/kg/jam, ileus atau intoleransi monosakarida. Pada pasien dengan temuantemuan ini, rehidrasi harus menggunakan cairan intravena. Pada pasien yang tidak
dapat atau tidak mau minum, larutan dapat diberikan melalui selang nasogastrik atau
gastrostomi.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir
karena memiliki evidence based yang bagus. Pemberian zinc yang dilakukan di awal
masa diare selama 10 hari kedepan secara signifikan menurunkan morbiditas dan
mortalitas pasien. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut
didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi
saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare.
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus
halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush
border apical dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan
patogen dari usus.
Zinc diberikan selama 10 14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau oralit.
Untk anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang /
oralit. Untuk anak dibawah 6 bulan, pemberian 10mg (setengah tablet per hari). Untuk
anak diatas 6 bulan pemberian 20 mg (satu tablet per hari).
3. ASI dan makanan
ASI dan makanan tetap diteruskan untuk mencegah kehilangan berat badan
serta pengganti nutrisi yang hilang. Pasien segera diberikan makanan oral setelah
rehidrasi atau keadaan telah memungkinkan, sedapat mungkin dilakukan dalam 24
jam pertama. Pemberian makanan secara dini penting untuk mengurangi perubahan
keseimbangan protein kalori sekecil mungkin.

Memuasakan penderita diare (hanya memberi air teh) sudah tidak dilakukan
lagi karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan atau KKP.
Sebagai pegangan dalam pengobatan diitetik, dipakai singkatan O-B-E-S-E, sebagai
singkatan Oralit, Breast Feeding, Early Feeding, Simultaneously with Education.
4. Antibiotik selektif
Antiboitik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya
diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus.
5.

Obat antidiare
Tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak.

6.

Anti muntah
Termasuk obat seperti ini seperti prochlorperazine dan cholorpromazine yang
dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral
Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah
karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.

7. Nasihat kepada orangtua


Nasihat diberikan kepada orang tua untuk kembali segera jika demam, tinja
berdarah dan berulang, ada gejala anoreksia, sangat haus, diare makin sering atau
belum membaik dalam waktu 3 hari.
Pada kasus, anak tersebut tergolong diare yang disertai dengan dehidrasi ringansedang. Penatalaksanaan diare dengan dehidrasi ringan sedang adalah dengan Terapi
Rehidrasi Oral (TRO). Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di
sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang
diberikan 3 jam pertama 75cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui, perkiraan
kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita yaitu : untuk umur
<1 tahun adalah 300 ml, 1-5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa
adalah 2400 ml. bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi.
Sebaliknya bila dengan volume diatas kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus
dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila karena suatu hal,
pemberian oralit tidak dapat diberikan peroral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik
dengan volume yang sama dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam.10
Pengobatan cairan
Sesuai dengan rekomendasi WHO, penatalaksanaan pemberian cairan pada penderita
diare.12,13

Anamnesis
Frekuensi
Muntah
Haus

Kolom A

Kolom B

Kolom C

< 4x sehari
Tidak
ada/sedikit
Tidak ada

4-10x sehari
Kadang-kadang
Haus

>10x sehari
Sering sekali
Sangat haus/ tidak bisa
minum
Tidak kencing selama 6
jam

Kencing

Sedikit,pekat
Normal

Inspeksi
Keadaan umum
Airmata
Mata
Mulut dan lidah
Nafas
Palpasi kulit
Turgor
Nadi
Ubun-ubun

Baik
Ada
Normal
Basah
Normal

Jelek,
gelisah/
mengantuk,
Tidak ada
Cekung
Kering
Lebih cepat

Cepat kembali Kembali pelan


(<2 detik)
Normal
Normal/cepat

Tidak sadar atau gelisah


Tidak ada
Sangat cekung dan kering
Sangat kering
Sangat cepat dan dalam
Sangat pelan

Sangat pelan, lemah,


sampai tidak teraba
Normal
Cekung
Sangat cekung
Kehilangan
<5 % (50 cc/kg) 5-10% (50-100 > 10 %
Berat badan
cc/kg)
Kesimpulan
Dehidrasi (-)
2 tanda atau lebih 2 tanda atau lebih
Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat
Sedang
Rencana A
Rencana B
Rencana C
Algoritma pengobatan diare:8,9
I.

Rencana pengobatan A Pencegahan Dehidrasi

RENCANA PENGOBATAN A
Pencegahan Dehidrasi
Jelaskan kepada ibu bagaimana mengobati diare di rumah.
Lima tindakan yang harus dilakukan jika anak menderita diare adalah:
1. Berikan kepada anak cairan lebih banyak dari biasanya untuk mencegah dehidrasi:
Cairan yang dapat diberikan di rumah adalah:
- Larutan garam-gula, air tajin, sayur bayam dll
- ASI dan susu formula harus terus diberikan
2. Lanjutkan pemberian makanan
- Berikan makanan yang baru disiapkan. Makanan yang dianjurkan adalah bubur
dengan daging atau ikan. Tambahkan beberapa tetes minyak
- Berikan pisang atau sari buah segar untuk menambah kalium
- Berikan makanan setiap 3-4 jam (6x sehari). Pada anak yang lebih kecil, berikan
makanan lebih sering dengan porsi lebih sedikit.
- Bujuk anak supaya makan sebanyak mungkin

Masak dan hancurkan atau cincang makanan dengan baik agar mudah dicerna.
Setelah diare berhenti, tambahkan 1 porsi makanan selama seminggu atau sampai
berat badan sebelum sakit tercapai kembali
3. Bawa anak ke petugas kesehatan apabila:
- Buang air besar beberapa kali
- Sangat haus
3 tanda menunjukan dehidrasi berat
- Mata menjadi cekung/kering
- Demam
- Tidak mau makan atau minum seperti biasa
- Kelihatannya tidak bertambah baik
- Pada tinja terdapat darah
4. Perlihatkan kepada ibu bagaimana cara mencampur dan memberikan oralit
Tunjukan kepada ibu, berapa banyak oralit yang harus diberikan:
- Umur < 2 tahun: 50-100 ml (1/4 -1/2 gelas) setiap bab
- Umur 2-5 tahun: 100-200 ml (1/2-1 gelas) setiap bab
- Anak-anak lebih besar : minum sebanyak mungkin
Bila anak muntah, tunggu 10 menit kemudian pemberian oralit diteruskan tetapi lebih
lambat: 1 sendok makan setiap 2-3 menit
5. Jelaskan kepada ibu 7 intervensi yang efektif untuk mencegah diare

II.

Rencana pengobatan B - Pengobatan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit

RENCANA B
Pengobatan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit
1. Pakailah tabel ini sebagai patokan untuk menentukan banyaknya oralit yang harus diminum
oleh penderita diare dengan dehidrasi ringan/ sedang pada 4-6 jam pertama
ORALIT yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan penderita ( kg ) dengan 75 ml

Pergunakan umur penderita, jika berat badan tidak diketahui


Umur

< 1 Tahun

1 4 Tahun

> 5 Tahun

Dewasa

Jumlah
oralit

300 ml

600 ml

1200 ml

2400 ml

Jika penderita ingin minum oralit lebih banyak, berikanlah


Tetapi jika kelopak mata membengkak, pemberian oralit harus dihentikan
Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian pemberian oralit dilanjutkan sedikitsedikit (1 sendok makan setiap 2-3 menit)
2. Jika ibu tinggal di puskesmas
- Beritahu berapa banyak oralit yang harus diminum
- Tunjukkan bagaimana cara menyiapkan dan memberikannya
- Awasi ibu sewaktu memberikan oralit kepada anaknya
3. Setelah 4 6 jam, nilailah kembali keadaan penderita, kemudian pilihlah rencana pengobatan
selanjutnya.

Catatan: untuk bayi berumur < 1 tahun, setelah 4-6 jam lanjutkan dengan ASI atau susu formula
selang-seling dengan pemberian oralit
4. Jika ibu tidak dapat tinggal di Puskesmas sebelum rencana pengobatan B selesai :
- Usahakan agar ibu menyelesaikan terlebih dahulu rencana pengobatan B selama 46 jam sesuai dengan butir 1
- Setelah rencana B selesai, di rumah ibu harus memberikan larutan oralit ad libitum
- Beri petunjuk caranya menemukan tanda-tanda dehidrasi. Jika terdapat tanda-tanda
tersebut, ibu harus membawa kembali anaknya ke Puskesmas pada pagi hari
berikutnya.
- Berilah oralit cukup untuk 2 hari, dan berikanlah petunjuk cara menyiapkan dan
memberikannya.
5. Terangkan dengan jelas 7 intervensi yang efektif untuk mencegah diare
III.

Rencana pengobatan C - Pengobatan dehidrasi berat

RENCANA PENGOBATAN C
Pengobatan dehidrasi berat`
Umur
Jenis cairan
Cara
(berat)
pemberian
0-2 tahun
Ringer laktat
Intravena
bila masih dehidrasi
(3-10 kg)
Oralit
Per os
seterusnya rumat (maintenance)
Oralit
Per os
>2 tahun
Ringer laktat
Intravena
(10 kg)
Dewasa

Anak
Dewasa

seterusnya rumat (maintenance)


Oralit
Per os
Oralit
Per os
seterusnya rumat (maintenance)
Oralit
Per os

Jumlah cairan

Jadwal pemberian

70 ml/kgbb

3 jam

40 ml/kgbb

3 jam

10 mg/kgbb(ad libitum)
110 ml/kgbb

24 jam
4 jam
(bila
syok
sebelumnya, guyur
sampai nadi teraba)

200-300 ml
500-750 ml

Tiap jam
Tiap jam

10
libitum)

ml/kgbb(ad 24 jam

Catatan:
- Jumlah cairan tersebut hanya pedoman saja
- Rehidrasi harus dievaluasi kasus per kasus
- Jumlah cairan dapat ditambah atau dikurangi berdasarkan kebutuhan
- Edem kelopak mata menunjukkan tanda-tanda overhidrasi bukan hipernatremi
- Pemberian cairan rumat hanya diberikan setelah anak rehidrasi, jangan sebelumnya
Pencegahan
Higiene yang baik dan edukasi dalam mengurangi penularan gastroenteritis virus,
tetapi walaupun kebanyakan masyarakat higienis sebenarnya, kebanyakannya anak terinfeksi
adalah dikarenakan efisiensi dari virus itu sendiri terutama rotavirus.

Ada beberapa kiat pencegahan terjadinya diare antara lain :12,13


a.

Pemberian AS1 eksklusif 4-6 bulan,

b.

Sterilisasi botol setiap sebelum pemberian susu formula, bila bayi karena sesuatu sebab tidak
mendapat ASI.

c.

Persiapan dan penyimpanan makanan bayi/anak secara bersih (hygiene).

d.

Gunakan air bersih dan matang untuk minum.

e.

Kebiasaan mencuci tangan terutama sebelum menyiapkan dan memberi makan.

f.

Membuang tinja di jamban.

g.

Imunisasi.

h.

Pemberian makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik.


Komplikasi
Akibat yang ditimbulkan diare cair:12,13
1) Dehidrasi
2) Asidosis metabolic
-

Pengeluaran bikarbonat bersama tinja akan menaikkan ion H+ sehingga pH


menurun

Dehidrasi menimbulkan gejala syok sehingga filtrasi glomeruli berkurang


konsentrasi asam meningkat, akibatnya pH menurun

Pada asidosis, HCO3- menurun sehingga perbandingan berubah, untuk menjadikan


perbandingan normal kembali, tubuh harus mengurangi H2CO3 dengan cara
mengeluarkan CO2. CO2 dikeluarkan melalui nafas nafas meningkat (frekuensi
dan amplitudo meningkat = napas Kussmaul)

3) Hipokalemia: Gejala lemah otot, aritmia, ileus paralitik (kembung)


4) Hipoglikemia : Timbul terutama pada gizi buruk/kurang, karena cadangan glikogen
kurang, dan gangguan absorbsi glukosa. Gejala lemas, apatis, tremro, berkeringat,
pucat, kejang dan syok. Terapi dengan larutan glukosa 20% intra vena.11
5) Gangguan gizi disebabkan :
a. Berkurangnya masukan makanan (anoreksia, muntah, memuasakan, memberi
makanan encer)
b. Berkurangnya penyerapan zat makanan, terutama unsur lemak dan protein,
disebabkan

kerusakan

vili

usus,

defisiensi

disakaridase/laktase

malabsrorbsi laktosa, berkurangnya konsentrasi asam empedu, dan transit


makanan melalui usus meningkat, sehingga tidak cukup waktu untuk
mencerna dan mengabsorbsi. Dapat juga disebabkan karena meningkatnya

kebutuhan zat makanan dikarenakan meningkat pula metabolisme dan


kebutuhan untuk memperbaiki epitel usus.
6) Gangguan sirkulasi: terjadi syok hipovolemik dengan gejala akral dingin, kesadaran
menurun, nadi kecil/sulit teraba dan cepat, tekanan darah menurun, kulit lembab,
berkeringat dingin, pucat dan sianosis.
7) Kejang disebabkan oleh hipoglikemi, hiperpireksia, hiper atau hiponatremi, atau
penyakit lain misalnya meningitis atau epilepsi.
Kesimpulan
Diare yang dialami anak pada kasus diatas adalah diare akut dengan dehidrasi ringan
berdasarkan pengklasifikasian menurut WHO. Terapi yang terpenting adalah pemberian
rehidrasi oral sedini mungkin guna mencegah dehidrasi lebih lanjut. Namun, anak juga tetap
harus diberikan diet seperti biasa dan tidak boleh dipuasakan guna mempercepat proses
penyembuhan epitel usus halus. Dengan pelaksanaan yang tepat serta kerja sama yang baik
dari orang tua dalam menangani kasus diare akut yang disertai dehidrasi ini, prognosis dari
kasus diatas baik.
Daftar Pustaka
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Diare Akut. Pedoman Pelayanan medis Kesehatan Anak
Edisi 2011.
2. Lilihata G, Syam AF. Diare. Dalam: Chris T, dkk, editor. Kapita selekta kedokteran. Edisi
4. Jilid II. Jakarta: Salemba Raya; 2014.h.58-91.
3. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisik pada anak. Sagung Seto:
Jakarta; 2000.h.95-103.
4. Welsby PD. Abdomen symptoms. Clinical History Taking and Examination. 2 nd edition.
Churchill Livingstone. London: 2010.
5. Gleadle J. Anamnesis and physical examination of abdomen. History and Examination at
a Glance. 10th Ed. Blackwell Science Ltd. 2007.
6. Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. Dalam: Siti S, Alwi I, Sudyo AW, Simadibrata M,
Setyohadi S, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Interna Publishing:
Jakarta; 2014.h.1899-907.
7. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi pediatri nelson. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h.514
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Diare Akut. Pedoman Pelayanan medis Kesehatan Anak
Edisi 2011.
9. Guandalini S, Acute diarrhea in Essential pediatric gastroenterology, hepatology and
nutrition, The McGraw-Hill comp, 2005, p15-24

10. UKK-Gastroenterologi-Hepatologi IDAI . Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Ed ke3. Jakarta : Badan penerbit IDAI;2012.h.87-116,125.
11. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolph. Ed ke-20. Jakarta:
EGC Penerbit Buku Kedokteran;2007.h.1142-4.
12. Suraatmaja S. Gastroenterologi anak. Jakarta: Sagung seto; 2005.h. 1-24
13. Markum A H. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid 1. Jakarta Balai: Penerbit FKUI ;

1991 .h.448-6

Anda mungkin juga menyukai