Anda di halaman 1dari 3

Perjanjian-perjanjian yang dibuat dalam proses

pengambilan kredit
Posted on Mei 30, 2010 by Just 2 Write
Indonesia negeri yang kaya, tetapi banyak sertifikatnya yang sekolah
begitulah bunyi status fb seorang teman, bikin senyum2 sendiri mengingat kebenarannya.
Ya, memang banyak masyarakat yang memanfaatkan fasilitas kredit yang ramai2 ditawarkan
oleh lembaga keuangan. Dalam dunia ekonomi bisnis ini adalah hal yang lumrah. Banyak yang
memanfaatkannya untuk modal usaha, mengembangkan usaha maupun untuk kepemilikan
rumah. Tetapi sayangnya banyak yang masih awam dengan unsur hukum dalam proses
pengambilan kredit.
Biasanya untuk jumlah pengambilan kredit tertentu (nilai nominal besar), pihak lembaga
keuangan akan meminta perjanjian kredit dan atau perjanjian penanggungannya dibuat dengan
akta notariil. Debitur (maupun penjamin) pun diminta untuk datang ke kantor Notaris/PPAT
yang menjadi rekanan lembaga keuangan tersebut. Yang banyak terjadi adalah para debitur serta
masyarakat banyak yang tidak paham perbuatan hukum apa saja yang akan mereka lakukan
dalam proses pengambilan kredit tersebut dan bahkan setelah penandatanganan pun mereka
masih tidak paham apa saja yang telah mereka tandatangani. (ini terbukti pada kakak saya
,
serta sebagian besar klien yang datang ke kantor).
Kalau sebelum penandatanganan mereka belum paham, adalah hal yang lumrah, walaupun akan
lebih baik jika sebelumnya sudah prepare dengan apa-apa yang akan mereka lakukan. Tetapi
kalau sampai setelah penandatangan pun masih belum paham dengan perbuatan hukum yang
telah mereka lakukan, maka bukan lagi hal yang lumrah. Adalah tugas Notaris untuk
menjelaskan kepada siapa pun yang menghadap kepadanya mengenai perbuatan hukum yang
akan mereka lakukan serta implikasinya. Ini untuk menghindari adanya masalah diwaktu
mendatang.
Dengan demikian membuat para pihak memahami perbuatan serta akibat hukum setiap act yg
mereka perbuat merupakan hal mendasar. Namun tidak bisa dipungkiri (dan sangat
disayangkan) ada rekan Notaris yang karena beberapa alasan tidak melakukan fungsi penyuluhan
hukum ini.
OKI dalam kesempatan ini, mencoba sedikit sharing mengenai apa2 saja perbuatan hukum yang
biasanya dibuat dalam proses pengambilan kredit.
Biasanya ada beberapa perjanjian yang ditandatangani, antara lain:
1. Perjanjian Kredit;

2. Pengakuan Hutang;
3. Akta Pembebanan Hak Tanggungan.
ad.1. Perjanjian Kredit
Pada setiap lembaga keuangan dapat terjadi perbedaan pemberian nama/judul perjanjian kredit.
Ada yang menyebut Surat Persetujuan Kredit dan lain sebagainya, namun umumnya yang
digunakan adalah Perjanjian Kredit. Setiap lembaga keuangan juga memiliki kebijaksanaan yang
berbeda apakah Perjanjian Kredit (PK) dibuat dengan akta Notariil atau cukup dibawah tangan.
PK dibawah tangan biasanya dibuat oleh pihak Bank (kreditur) dalam bentuk perjanjian baku.
Jadi PK tersebut tidak dapat diubah2 isinya (take it or leave it agreement) dan dibuat dalam
jumlah banyak (massal) yang dimaksudkan untuk efisiensi bagi pihak Bank. PK ini adalah
perjanjian yang pertama kali ditandatangani. Jika PK dibuat dibawah tangan maka pihak
Lembaga keuangan dan Debitur cukup tanda tangan di tempat lembaga keuangan atau di rumah
debitur atau di kantor Notaris tetapi tidak di depan Notaris.
Inti dari PK adalah bahwa Debitur berjanji untuk meminjam sejumlah uang pada Kreditur dan
kreditur berjanji untuk memberikan pinjaman sejumlah uang pada Debitur. Dalam PK ini diatur
dan disepakati jumlah pinjaman, besar bunga, biaya administrasi, jangka waktu, besar angsuran,
tanggal pembayaran setiap bulannya dan tanggal jatuh tempo.
ad. 2. Pengakuan Hutang
Pengakuan Hutang umumnya selalu dibuat dalam bentuk akta notariil, oleh karena itu
pembuatannya dilakukan oleh Notaris berdasarkan kesepakatan para pihak dan penandatanganan
pun dilakukan dihadapan Notaris. Dasar dari pembuatan Akta Pengakuan Hutang (PH) adalah
PK. Inti dari Pengakuan Hutang ini adalah bahwa Debitur mengakui telah berhutang sejumlah
uang pada Kreditur sebagaimana yang telah diperjanjikan dalam PK dan Kreditur menerima baik
pengakuan hutang tersebut.
ad.3. Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT)
Setelah PK dan PH ditandatangani maka selanjutnya adalah penandatanganan APHT. Yang
menandatangani APHT adalah Pihak Pemilik Jaminan dengan pihak Kreditur. Jika Yang
berhutang (Debitur) menjaminkan tanah miliknya sendiri maka Pihak pertama adalah Debitur itu
sendiri sebagai pemilik jaminan. Namun jika Jaminan bukan atas nama (bukan milik) Debitur
maka yang menandatangani adalah si pemilik jaminan. Jadi inti dari APHT adalah bahwa
pemegang hak (pemilik sertifikat tanah) membebankan Hak Tanggungan (menjaminkan)
tanahnya untuk menjamin pelunasan sejumlah hutang Debitur kepada kreditur.
Jika Sertifikat yang hendak dijaminkan masih dalam proses pengurusan di Badan
Pertanahan, baik balik nama maupun peningkatan hak, maka sebelum dibuat APHT akan dibuat
SKMHT (Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan) terlebih dahulu.

Dalam SKMHT ini intinya pemilik Setifikat (pemegang hak) memberi kuasa kepada pihak
Kreditur untuk membebankan Hak tanggungan diatas Hak Atas Tanah-nya (menjaminkan
tanahnya) . Dengan demikian ketika proses di BPN telah selesai maka pemilik jaminan tidak
perlu lagi menandatangani APHT karena telah memberikan kuasa pada kreditur sehingga
kreditur yang akan bertindak berdasarkan Kuasa dari pemilik jaminan sebagaimana dinyatakan
dalam SKMHT.
Lain lagi jika kredit berupa kredit kepemilikan rumah (KPR), maka sebelum menandatangani
APHT terlebih dahulu transaksi jual beli dilakukan dengan menandatngani Akta Jual Beli, sebab
yang menjadi jaminan dlam KPR adalah rumah yang baru saja dibeli. Jadi, Pihak Bank memberi
pinjaman pada Debitur untuk membayar harga rumah tersebut dan debitur mengangsur pinjaman
tersebut pada bank dengan jaminan rumah yang dibelinya.
Setelah perjanjian dan Akta2 ditandatngani, Notaris akan mengeluarkan covernote yang
merupakan surat sakti yang menjadi dasar/pegangan bank untuk mencairkan kredit si Debitur.
inti dari covernote adalah bahwa Notaris memberi keterangan bahwa antara Debitur dan Bank
telah dilakukan penandatangan akta2 tersebut dan proses penyelesaian akta berikut
pendaftarannya di BPN sedang berjalan dan akan selesai dalam waktu tertentu yang secepatnya
akan diserahkan pada pihak bank selaku kreditur. Dengan demikian pencairan kredit tidak perlu
menunggu semua proses pembuatan akta dan pendaftarannya selesai tetapi cukup dengan
jaminan covernote yg dibuat Notaris.
Demikian, semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai