PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan. Jika inkontinensia urine terjadi
akibat kelainan inflamasi, mungkin sifatnya hanya sementaraSeiring dengan
bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ
kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkalikali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan
seseorang tidak dapat menahan air seni. Kejadian ini disebabkan karena ada
kegagalan sistem kandung kemih dan uretra (vesikouretra) pada saat
masukkanya urin secara berangsur-angsur dari ureter (fase pengisian). Suatu
struktur berotot yang mengatur pembukaan dan penutupan saluran kemih
(sfingter uretra interna) akan diatur oleh korteks serebri, yaitu reseptor
adrenergik saraf simpatis. Ia akan terangsang ketika terjadinya peregangan
yang cukup dari buli-buli, kemudian otot detrusor pada buli-buli berkontraksi
dan sfingter uretra akan berelaksasi kemudian terjadilah miksi. Diperkirakan
prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 1530% usia lanjut di masyarakat
dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami
inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya
25-30% saat berumur 65-74 tahun.
Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali
lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Gangguan ini lebih sering terjadi
pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan
(nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul.
Biaya perawatan bagi pasien inkontinensia urine diperkirakan lebih dari
10, 3 milyar per tahunnya (AHCPR,1992) Biaya psikososial dari Inkontinensia
urine sangat besar, yaitu perasaan malu, kehilangan kepercayaan diri dan
isolasi sosial merupakan hasil yang umumnya terjadi Inkontinensia urine pada
lansia sering menyebabkan perlunya perawatan dala lembaga perawatan.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang apa itu inkontinensia urine dan cara
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Inkontinensia urine.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari inkontinensia urin?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem perkemihan yang berhubungan
3.
4.
5.
6.
7.
inkontinensia urin?
8. Bagaimana pencegahan dari penyakit inkontinensia urin?
9. Apa saja komplikasi yangdapat muncul akibat penyakit inkontinensia urin
ini?
C. TUJUAN
Agar mahasiswa mampu menjelaskan :
1. Definisi dari inkontinensia urin.
2. Anatomi dan fisiologi sistem perkemihan yang berhubungan dengan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Inkontinensia didefinisikan sebagai berkemih ( defekasi ) di luar
kesadaran, pada waktu dan tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah
kebersihan atau social. Terdapat dua aspek social yang sangat penting dalam
definisi inkontinensia ini. Inkontinensia yang diderita oleh klien mungkin tidak
menimbulkan sejumlah masalah yang nyata bagi teman atau keluarganya.
Aspek social yang lain yaitu adanya konsekuensi yang ditimbulkan
inkontinensia terhadap individu yang mengalminya, antara lain klien akan
kehilangan harga diri, juga merasa terisolasi dan depresi.
Faktor yang berkonstribusi terhadap perkembangan inkontinensia adalah
factor fisiologis dan psikologis. Faktor psikologis dapat mencakup depresi dan
apatis, yang dapat meperberat kondisi sehingga sulit untuk mengatasi masalah
kearah normal. Beberapa kondisi psikiatrik dan kerusakan otak organic seperti
demensia, dapat juga menyebabkan inkontinensia. Faktor anatomis dan
fisiologis dapat mencakup kerusakan saraf spinal, yang menghancurkan
mekanisme normal untuk berkemih dan rasa ingin menghentikannya.
Penglihatan yang kurang jelas, infeksi saluran perkemihan, dan medikasi
tertentu seperti diuretic juga berhubungan dengan inkontinensia. Selain itu,
wnaita yang melahirkan dan laki laki dengan protatism, cenderung
mengalami kerusakan kandung kemih yang dapat menyebabkan inkotinansia,
akibat trauma atau pembedahan.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi
a. Traktus Urinarius Bagian Atas
Ginjal dapat dibagi menjadi dua bagian, parenkim ginjal (yang
mensekresi, mengkonsentrasi dan mengekskresikan urin) serta sistem
pengumpul (collecting system) yang berfungsi mengalirkan urin ke
calix ginjal yang berjumlah banyak menuju pelvis ginjal. Pelvis ginjal
kemudian akan menyempit (dikenal juga sebagai paut ureteropelvic)
menjadi ureter. Ureter mempunyai panjang kurang lebih 30 cm pada
orang dewasa. Mempunyai tiga area fisiologis yang menyempit (paut
ureteropelvic, bagian ureter yang dilalui arteri iliaka dan paut
ureterovesical) yang sering berhubungan dengan kondisi obstruksi oleh
batu.
Paut ureterovesikal merupakan tempat perhubungan orificium
ureter kedalam kandung kemih yang ditandai oleh kondensasi jaringan
Pengisiannya berjalan konstan kecuali bila ada iritan kandung kemih yang
akan meningkatkan produksi urin.
Untuk fase pengisian, sfingter eksternal memegang peranan penting.
Kontraksi volunter sfingter eksternal disebut dengan guarding mechanism,
karena mekanisme ini menginterupsi berkemih atau mencegah keluarnya
urin pada saat terjadi peningkatan cepat tekanan intra abdominal.
Peningkatan tekanan intra abdominal akan menyebabkan terjadinya
kontraksi otot dasar panggul untuk mengatasi peningkatan tekanan dan
mempertahankan kondisi kontinen. Impuls aferen dari kontraksi otot dasar
panggul, secara refleks menginhibisi kandung kemih (guarding reflex).
Impuls aferen dari syaraf pelvis dan pudendal akan mengaktivasi pontine
center, meningkatkan kontraksi sfingter dan menekan impuls parasimpatis
ke detrusor. Selama fase ini, tekanan intravesikal yang rendah
dipertahankan oleh peningkatan progresif stimulasi simpatis dari reseptor
beta yang berlokasi di badan kandung kemih sehingga timbul relaksasi
kandung kemih dan stimulasi reseptor alfa yang berada di dasar kandung
kemih dan uretra yang menyebabkan kontraksi pada area tersebut. Selama
proses pengisian, terjadi peningkatan progresif aktivitas EMG sfingter
uretra. Peningkatan aktivitas ini juga akan secara refleks menghambat
kontraksi detrusor.
Akumulasi urin akan mendistensikan dinding kandung kemih secara
pasif dengan penyesuaian tonus sehingga tegangan tidak akan meningkat
secara cepat hingga terkumpul kurang lebih 150ml. Reseptor regangandi
kandung kemih lalu memberikan sinyal pada otak yang memberikan suatu
impulsurgensi (sensasi pertama berkemih). Otot detrusor tetap tidak
berkontraksi dan otot dasar panggul mempertahankan tonus istirahat
normalnya. Bila tercapai volume urin 200-300 ml, pada kandung kemih
dengan compliance yang normal, tekanan tetap rendah akan tetapi terjadi
sensasi urgensi yang lebih kuat karena peningkatan aktivasi reseptor
regangan. Otot detrusor dan dasar panggul tetap tidak mengalami
perubahan.
Bila
pengisian
berlanjut
melewati
batas
kemampuan
simpatis
Sistim syaraf somatis atau volunter (S2-S4) n. Pudendus
C. KLASIFIKASI
Menurut onsetnya, inkontinensia dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Inkontinensia Akut
Biasanya reversibel, terkait dengan sakit yang sedang diderita atau
masalah obat-obatan yang digunakan (iatrogenik). Inkontinensia akan
membaik bila penyakit akut yang diderita sembuh atau jika obatobatan dihentikan.
Penyebab inkontinensia akut disingkat dengan akronim DRIP, yang
merupakan singkatan dari :
D : Delirium
R : Retriksi, mobilitas, retensi
I : Infeksi, inflamasi, impaksi feses
P : Pharmacy (obat-obatan), poliuri
Delirium, merupakan gangguan kognitif akut dengan latar
belakang dehidrasi, infeksi paru, gangguan metabolisme, dan
elektrolit. Delirium menyebabkan proses hambatan refleks miksi
berkurang yang menimbulkan inkontinensia bersifat sementara.
10
Kejadian
inkontinensia
akan
dapat
dihilangkan
dengan
seperti
benzodiazepin
dapat
berakumulasi
dan
dieresis
Loop Diuretics. Obat-obatan seperti diuretik akan meningkatkan
pembebanan urin di kandung kemih sehingga bila seseorang tidak
11
incontinence.
Anti-cholinergic Agents. Agen antikolinergik dan sedatif dapat
menyebabkan timbulnya atonia sehingga timbul retensi urin
stress
dipergunakan
kemampuan
-
incontinence.
untuk
terapi
penutupan
Alpha
blockers,
hipertensi
uretra
dan
dapat
yang
sering
menurunkan
menyebabkan
stress
incontinence.
Calcium Channel Blockers. Calcium channel blockers untuk
hipertensi dapat menyebabkan berkurangnya tonus sfingter uretra
eksternal dan gangguan kontraktilitas otot polos kandung kemih
sehingga menstimulasi timbulnya stress incontinence. Obat ini
juga dapat menyebabkan edema perifer, yang menimbulkan
nokturia.
Psikologis. Depresi dan kecemasan dapat menyebabkan pasien
poliuria
seperti
hiperglikemia,
hiperkalsemia,
12
mobility.
Usia
lanjut
dengan
kecenderungan
Inkontinensia Persisten/Kronik/Menetap
Tidak terkait penyakit akut atau obat-obatan. Inkontinensia ini
berlangsung lama.
Inkontinensia persisten dibagi menjadi beberapa tipe, masing-masing
dapat terjadi pada satu penderita secara bersamaan. Inkontinensia
persisten dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :
1) Tipe stress
Keluarnya urin diluar pengaturan berkemih, biasanya dalam jumlah
sedikit, akibat peningkatan tekanan intra-abdominal. Hal ini terjadi
karena terdapat kelemahan jaringan sekitar muara vesika urinari
dan uretra. Sering pada wanita, jarang pada pria karena predisposisi
hilangnya pengaruh estrogen dan sering melahirkan disertai
tindakan pembedahan.
2) Tipe urgensi
13
14
15
E. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit
infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan
tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen
misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil
dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya
inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien
dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut
usia.
Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan
rangkaian koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi
menjadi 2 fase. Pada keadaan normal selama fase pengisian tidak terjadi
kebocoran urine, walaupun kandung kemih penuh atau tekanan intra-abdomen
meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-loncat atau kencing dan
peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan ini. Pada keadaan
normal, dalam hal demikian pun tidak terjadi kebocoran di luar kesadaran.
Pada fase pengosongan, isi seluruh kandung kemih dikosongkan sama sekali.
Orang dewasa dapat mempercepat atau memperlambat miksi menurut
kehendaknya secara sadar, tanpa dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing. Cara
kerja kandung kemih yaitu sewaktu fase pengisian otot kandung kemih tetap
kendor sehingga meskipun volume kandung kemih meningkat, tekanan di
dalam kandung kemih tetap rendah. Sebaliknya otot-otot yang merupakan
mekanisme penutupan selalu dalam keadaan tegang. Dengan demikian maka
uretra tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan di dalam kandung kemih
meningkat karena kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi pengendoran
mekanisme penutup di dalam uretra. Uretra membuka dan urine memancar
keluar. Ada semacam kerjasama antara otot-otot kandung kemih dan uretra,
baik semasa fase pengisian maupun sewaktu fase pengeluaran. Pada kedua fase
itu urine tidak boleh mengalir balik ke dalam ureter (refluks).
Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa
kendali. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah
control volunter dan disuplai oleh saraf pudenda, sedangkan otot detrusor
16
kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di bawah kontrol sistem
safar otonom,yang mungkin dimodulasi oleh korteks otak. Kandung kemih
terdiri atas 4 lapisan, yakni lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan
submukosa dan lapisanmukosa. Ketika otot detrusor berelaksasi, pengisian
kandung kemih terjadi dan bila otot kandung kemih berkontraksi pengosongan
kandung kemih atau proses berkemih berlangsung. otot detrusor adalah otot
kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme
detrusor meliputi otot detrusor,saraf pelvis, medula spinalis dan pusat saraf
yang mengontrol berkemih. Ketikakandung kemih seseorang mulai terisi oleh
urin, rangsangan saraf diteruskan melalui saraf pelvis dan medula spinalis ke
pusar saraf kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada ganglia basal dan
serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisi
tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk berkemih. Ketika
pengisian kandung kemih berlanjut,rasa penggebungan kandung kemih
disadari, dan pusat kortikal (pada lobusfrontal), bekerja menghambat
pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikaldan subkortikal karena obat
atau penyakit dapat mengurangi kemampuan menunda pengeluaran urin.
Komponen penting dalam mekanisme sfingter adalah hubungan urethra dengan
kandung kemih dan rongga perut. Mekanisme sfingter berkemih memerlukan
agulasi yang tepat antara urethra dan kandung kemih.Fungsi sfingter urethra
normal juga tergantung pada posisi yang tepat dari urethra sehiingga dapat
meningkatkan tekanan intra-abdomen secara efektif ditrasmisikan ke uretre.
Bila uretra pada posisi yang tepat, urin tidak akan keluar pada saat tekanan atau
batuk yang meningkatkan tekanan intra-abdomen. Mekanisme dasar proses
berkemih diatur oleh refleks-refleks yang berpusat dimedula spinalis segmen
sakral yang dikenal sebagai pusat berkemih. Pada fase pengisian kandung
kemih,
terjadi
peningkatan
aktivitas
saraf
otonom
simpatis
yang
17
terjadi kontraksi otot detrusor dan pembukaan leher kandung kemih. Proses
reflek ini dipengaruhi oleh sistem saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak,
korteks serebri dan serebelum. Pada usia lanjut biasanya ada beberapa jenis
inkontinensia urin yaitu ada inkontinensia urin tipe stress, inkontinensia tipe
urgensi, tipe fungsional dan tipe overflow..
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk
atau bersin. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung
kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan
fungsi organ kemih, antara lain : melemahnya otot dasar panggul akibat
kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini
mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya
kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun
kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.
Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di
saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau
adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih
bagian bawah bisa karena infeksi. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena
produksi urine berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik,
seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Selain hal-hal yang
disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar
panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas),
menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat
dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar
panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat
membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan
penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko
terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen
pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan
tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan
18
Perubahan Neurologik
Perubahan struktur kandung kemih (degenerative)
terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau
Perubahan
otot urinari
riwayat
operasi
kandungan
kegemukan,
mengakibatkan
inkontinensia.
Semakin
dan
tua
lainnya
seseorang
juga
berisiko
semakin
besar
Inkontinensia Urin
Inkontinensia Stress
Status kesehatan berubah
Inkontinensia Urgensi
Rembesan urin
Inkontinensia Total
Inkontinensia Overflow
Adanya fistula Diabetes, cedera sumsum tl. Belakang, saluran kencing tersumbat
Kerusakan Integritas Kulit
F. MANIFESTASI KLINIK
Immobilitas
19
Risiko Infeksi
pengurangan aktivitas.
Selalu memakai pembalut agar urin tidak membasahi pakaian.
Sering buang air kecil, tetapi urin yang keluar sangat sedikit
Kandung kemih terasa penuh, walaupun setelah buang air kecil.
Sering merasakan ingin sekali berkemih sehingga tergesa-gesa pergi ke
kecil.
Sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil.
Pada saat tidur sering mengompol.
Urin sering keluar setelah operasi kandungan.
Berkemih lebih sering dari biasanya tanpa ada infeksi saluran kemih.
Nyeri yang berhubungan dengan berkemih.
Sering infeksi saluran kemih. Kelemahan pancaran berkemih yang
progresif.
Pakaian dalam selalu basah oleh urin, tetapi tidak merasakan urin keluar.
G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
Obat-obat yang bisa diberikan pada pasien inkontinensia urine:
a) Alfa Adrenergik Agonis
Otot leher vesika dan uretha proksimal megandung alfa adrenoseptor
yang menghasilkan kontraksi otot polos dan peningkatan tekanan
20
21
Ada kasus yang inkontinensia karena stres. Hal ini terutama berlaku
bagi mereka yang sering terkena ketegangan dan situasi mengerikan
lainnya. Tanpa disadari, beberapa reaksi terhadap sejenis tekanan adalah
inkontinensia. Ketika ini terjadi, kita harus belajar untuk merancang
sarana yang tepat agar stres dapat ditangani dengan benar dan
ketegangan dapat dilihat dari sudut pandang yang lebih positif.
b) Belajar untuk membatasi asupan cairan.
Hal ini karena salah satu bentuk inkontinensia karena inkontinensia
overflow. Ketika ini terjadi, pasien memiliki sensasi yang kandung
kemih selalu penuh. Akibatnya, satu urin akan terus bocor dari kandung
kemih penuh. Cara terbaik untuk mengatasi ini adalah untuk
meminimalkan asupan cairan tubuh.
c) Mengurangi berat.
Penurunan Berat bermanfaat dalam menangani inkontinensia karena
berhubungan langsung dengan massa tubuh. Massa tubuh lebih besar
kemungkinan akan menyebabkan inkontinensia dari massa tubuh lebih
ringan.
d) Rutin Berolahraga.
Berolahraga secara teratur akan membantu otot-otot panggul semakin
kuat, sehingga mereka dapat dengan mudah menangani kasus
inkontinensia.
e) Penggunaan Sling.
22
untuk
mendukung
uretra.
Prosedur
memiliki
tingkat
23
i) Biofeedback.
Prosedur ini merupakan kombinasi dari konseling dan monitoring
elektronik tubuh pasien. Dalam prosedur ini, seorang wanita
diwawancarai
untuk
menentukan
kemungkinan
situasi
yang
H. PENCEGAHAN
24
25
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada
lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi
tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada
sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa,
gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran
jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan
diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah
terjadi ketidakmampuan.
b) Riwayat Kesehatan Klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah
terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi
saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena
respon dari terjadinya inkontinensia.
b) Inspeksi: Adanya kemerahan, iritasi / lecet dan bengkak pada daerah
perineal. Adanya benjolan atau tumor spinal cord Adanya obesitas atau
kurang gerak.
c) Palpasi: Adanya distensi kandung kemih atau nyeri tekan Teraba
benjolan tumor daerah spinal cord
d) Perkusi: Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih
4. Pemeriksaan Sistem :
a) B1 (breathing)
26
otot
dan
membandingkannya
dengan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Inkontinensia Urinarius Stres (00017) Domain 3 : Eliminasi dan
pertukaran, Kelas 1 : Fungsi urinarius
2. Inkontinensia Urinarius Dorongan (00019) Domain 3 : Eliminasi dan
pertukaran, Kelas 1 : Fungsi urinarius
3. Inkontinensia Urinarius Berlebih (00176) Domain 3 : Eliminasi dan
pertukaran, Kelas 1 : Fungsi urinarius
4. Inkontinensia urinarius fungsional (00020) Domain 3 : Eliminasi dan
pertukaran, Kelas 1 : Fungsi urinarius
27
28
C. RENCANA KEPERAWATAN
NO
1
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Inkontinensia Urinarius Stres (00017)
Domain 3. Eliminasi dan pertukaran
Kelas 1. Fungsi urinarius
Definisi
Rembesan urine tiba-tiba karena
aktivitas yang meningkatkan tekanan
intra-abdomen.
Batasan karakteristik
1. Rembesan involunter sedikit urine
(mis. Pada saat batuk, tertawa,
bersin, atau olahraga)
2. Rembesan involunter sedikit urine
pada tidak adanya konntraksi
detrusor
3. Rembesan involunter sedikit urine
pada tidak adanya overdistensi
kandung kemih
INTERVENSI KEPERAWATAN
NIC
Observasi
Mandiri
1. Memelihara pola eliminasi urine yang
optimum
Rasional : Untuk mempertahankan pola
eliminasi normal
2. Latihan otot panggul
Rasional : Menguatkan dan melatih otot
levator ani dan otot urogenital melalui
kontraksi volunter berulang guna mengurangi
inkontinensia urine stres.
3. Membantu meningkatkan kontinensia dan
mempertahankan integritas kulit perineum
Rasional : Untuk mengembalikan kontinensia
klien serta menjaga kulit perineum
4. Bantu klien memilih pakaian yang tepat atau
pembalut untuk manajemen inkontinensia
jangka pendek
Rasional : Agar memudahkan klien saat
eliminasi
5. Beri umpan balik positif untuk melakukan
29
30
NOC
Kriteria Hasil
Menunjukkan kontinensia urine, yang
dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan
1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
Definisi
sering, atau selalu ditunjukkan) :
Pengeluaran urine involunter yang 1. Berespon tepat waktu terhadap
terjadi segera setelah satu rasa dorongan
keinginan berkemih
2. Mengidentifikasi
obat
yang
yang kuat untuk berkemih.
mengganggu kendali berkemih
3.
Mempertahankan lingkungan bebasBatasan karakteristik
kendala untuk eliminasi mandiri
1. Dorongan berkemih
4.
Mendeskripsikan program manajemen
2. Pengeluaran urine involunter pada
HE
10. Ajarkan pemberian estrogen oral atau topikal
secara mandiri untuk meredakan gejala
Rasional : Untuk mengurangi gejala dari
inkontinensia
11. Ajarkan teknik yang menguatkan sfingter dan
struktur penyokong kandung kemih (mis.
Latihan otot panggul, latihan stop-and-start
urine)
Rasional : Agar klien tidak akan mengalami
inkontinensia urine dengan melakukan latihan
otot panggul
NIC
Obeservasi
1. Pantau efek obat antipasmodik, seperti mulut
kering
Rasional : Untuk mencegah terganggunya
kemampuan untuk berbicara atau makan
2. Kaji kemampuan kognitif klien dan
kemampuan tersebut pada perawatan diri;
eliminasi
Rasional : Untuk mencegah terjadinya
kerusakan pada kulit
Mandiri
31
32
HE
12. Ajarkan
kepada
klien
teknik
yang
meningkatkan kapasitas kandung kemih,
seperti mulai mengangkat dasar panggul saat
merasakan dorongan untuk berkemih dan
menggunakan jadwal pelatihan kandung kemih
yang memperpanjang waktu antar-berkemih
Rasional : Agar klien dapat mengetahui cara
meningkatkan kapasitas berkemih dan juga
untuk membantu memepercepat proses
penyembuhan klien
NIC
Observasi
1. Kaji kemampuan mengindentifikasi keinginan
33
untuk berkemih
Rasional : Untuk mengetahui seberapa jauh
kemampuan klien untuk mengetahui caranya
berkemih
2. Pantau asupan dan haluaran
Rasional : Untuk mengetahui jumlah cairan
yang masuk dan yang keluar apakah
seimbangan atau tidak
3. Lakukan pengkajian perkemihan komprehensif
yang berfokus pada inkontinensi (mis.
Haluaran urine, pola berkemih, fungsi kognitif,
dan masalah perkemihan yang sudah ada)
Rasional : Untuk mengetahui tingkat
kesehatan
klien
mencakup
ttentang
inkontinensia
4. Pantau tingkat distensi kandung kemih melalui
palpasi dan perkusi
Rasional : Untuk mengetahui apakah terjadi
distensi pada kandung kemih
Mandiri
5. Perawatan perineum
Rasional : Untuk mengurangi terjadinya
resiko kerusakan integritas kulit
6. Manajemen eliminasi urine
Rasional : Untuk memepertahankan pola
eliminasi urine yang optimun
34
35
NIC
Observasi :
1. Pantau
eliminasi
urine,
termasuk
frekuensi,konsistensi, bau, volume, dan warna.
Jika perlu
Rasional : Untuk melihat perubahan urine
Kriteria hasil :
klien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2.
Monitor tanda dan gejala retensi urin
selama 2x24 jam diharapkan klien
Rasional : Untuk mengetahui ketidakmapuan
mampu :
klien untuk mengeluarkan urine
Melakukan eliminasi secara mandiri
dengan atau tanpa alat bantu
Mandiri :
Mengidentifikasi tepat waktu terhadap
3. Modifikasi pakaian yang mudah dan cepat
dorongan berkemih
dilepas
Mengendalikan eliminasi urine dari
Rasional : Agar mempermudah klien untuk
kandung kemih
buang air kecil
Mencapai toilet antara waktu dorongan 4. Bantu klien untuk eliminasi dan berkemih tepat
berkemih dan penegluaran urine
waktu
Rasional : Untuk membiasakan klien sehingga
dapat berkemih pada waktunya
36
mencapai toilet
Mungkin inkontinensia hanya pada
dini hari
Merasakan perlunya untuk berkemih
Faktor yang berhubungan
Faktor lingkungan yang berubah
Gangguan kognisi
Gangguan penglihatan
Keterbatasan neuromuscular
Factor psikologis
Kelemahan
struktur
panggul
pendukung
37
NOC
1. Immune Status
2. Knowledge : Infection control
3. Resiko kontrol
NIC
Observasi :
1. Inspeksi balutan dan luka, perhatikan
karakteristik drainase
Rasional : Deteksi dini terjadinya infeksi
Definisi : Rentan mengalami invasi dan
Tujuan
:
Setelah
di
lakukan
tindakan
memeberikan kesempatan untuk intervensi
multiplikasi organisme patogenik yang
keperawatan selama ... x 24 jam suhu
tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih
dapat mengganggu kesehatan
badan pasien normal
serius
Faktor resiko :
1. Kurang pengetahuan untuk
menghindari
pemajanan
patogen
2. Malnutrisi
3. Obesitas
4. Penyakit kronis (mis, diabetes
melitus)
5. Prosedur invasive pertahanan
tubuh primer tidak adekuat
6. Gangguan integritas kulit
7. Gangguan peristaltis
8. Merokok
9. Pecah ketubanan dini
10. Perubahan
PH
sekresi
Pertahanan tubuh sekunder
tidak adekuat
Kriteria Hasil :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
2. Mendeskripsikan
proses
penularan penyakit faktor yang
mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya
3. Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas
normal
5. Menunjukkan perilaku hidup
sehat
Mandiri :
2. Pertahankan teknik aseptic bila mengganti
balutan/merawat luka
Rasional : Meminimalkan kesempatan
introduksi bakteri
3. Pertahankan teknik isolasi
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi
4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
Rasional : Untuk mencegah teradinya infeksi
5. Tingkatkan intake nutrisi
Rasional : Untuk memepertahankan asupan
nutrisi klien
6. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan local
Rasional : Agar perawat dapat mencegah
38
11. Imunosupresi
12. Leukopenia
13. Penurunan hemoglobin
terjadinya infeksi
7. Dorong istirahat
Rasional : Untuk meningkatkan istirahat
Health Education :
8. Ajarkan cara menghindari infeksi
Rasional : Agar keluarga dank lien dapat
mencegah terjadi infeksi
Kolaborasi :
9. Pemberian antibiotic sesuai indikasi
Rasional : Antibiotik disesuaikan terhadap
organisme khusus
NIC
Observasi :
1. Identifikasi tingkat kecemasan
Rasional : Agar mengetahui keadaan pasien
2. Pahami prespektif pasien terhadap situasi
stres
Rasional : Agar memberikan luang waktu
bagi perasaan pasien
39
berkeluh kesah
gangguan pola tidur
gatal
gejala distres
gelisah
iritabilitas
ketidakmampuan untuk relaks
kurang puas dengan keadaan
menangis
merasa dingin
merasa kurang senang dengan
situasi
merasa hangat
merasa lapar
merasa tidak nyaman
merintih
takut
40
mengganggu
sumber daya tidak adekuat (mis.
Finansial, pengetahuan, dan
sosial)
Health education
11. Dorong keluarga untuk melindungi anak
Rasional : Supaya klien dapat merasa
nyaman dan terhindar dari bahaya
12. Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
Rasional : Agar meredakan stress
Kolaborasi
13. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
Rasional : Agar menekankan timbulnya
kecemasan
NOC :
NIC :
Tissue Integrity : Skin and Mucous Observasi
41
Membranes
1. Menginspeksi
adanya
kemerahan,
pembengkakan, atau tanda-tanda dehisensi
atau evirasi pada area insisi
Rasional : untuk meminimalisir gangguan
berupa peradangan/infeksi
2. Menginspeksi luka pada setiap mengganti
balutan
Rasional : Untuk menjaga kebersihan luka
3. Mengkaji luka
Rasional : Untuk mengetahui tingkat
kesembuhan luka
Definisi
:
Perubahan/gangguan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
epidermis dan/atau dermis
keperawatan selama 2x24 jam, kerusakan
integritas kulit pasien teratasi dengan
Batasan Karakteristik
Kerusakan lapisan kulit
Kriteria hasil :
Gangguan permukaan kulit
Menunjukkan
penyembuhan
Invasi struktur tubuh
luka
Menunjukkan
rutinitas
Faktor yang berhubungan
perawatan kulit atau perawatan
Eksternal
luka yang optimal
Tidak ada lepuh atau maserasi Mandiri
Zat kimia
pada kulit
Usia yang ekstrem
1. Melakukan
perawatan
luka
atau
Eritema
kulit
dan
eritema
Kelembapan
perawatan kulit secara rutin
disekitar
luka
minimal
Rasional : Untuk mencegah iritasi kulit
Hipertermia
2.
membersihkan dan membalut area insisi
Hipotermia
pembedahan
Faktor mekanik (mis., gaya
Rasional : Agar tidak terjadi infeksi
gunting
[shearing
forces],
3. melakukan perawatan pada area infus IV,
tekanan, pengekangan)
jalur hickman, atau jalur vena sentral,
Medikasi
jika diperlukan
Lembab
Rasional : Untuk meminimalisir
Imobilisasi fisik
terjadinya dekubitus
Radiasi
4. melakukan masase di area sekitar luka
42
Internal
Perubahan status cairan
Perubahan pigmentasi
Perubahan tugor
Faktor perkembangan
Kondisi
ketidakseimbangan
nutrisi (mis., obesitas, emasiasi)
Penurunan imunologis
Penurunan sirkulasi
Kondisi gangguan metabolik
Gangguan sensasi
Tonjolan tulang
Kolaborasi
1. Mengkonsultasikan pada dokter tentang
implementasi pemberian makanan dan
nutrisi enteral atau parenteral untuk
meningkatkan potensi penyembuhan luka
Rasional : Untuk mengetahui keadaan
umum pasien
2. Merujuk ke perawat terapi enterostoma
untuk mendapatkan bantuan dalam
pengkajian, penentuan derajat luka, dan
dokumentasi perawat luka atau kerusakan
kulit
43
Rasional
:
Agar
mempercepat
penyembuhan khususnya pada luka
3. Perawatan luka dengan menggunakan
unit TENS untuk meningkatkan proses
penyembuhan luka jika perlu
Rasioanal
:
Untuk
mengetahui
perubahan dan peningkatan kesembuhan
8
NOC
Anxiety reduction
Comfort level
Pain level
Definisi : interupsi jumlah waktu dan Rest : extent and pattern
kualitas tidur akibat faktor eksternal.
Sleep : extent and pattern
NIC
Pain Management
Observasi
1. Monitor waktu makan dan minum dengan
waktu tidur
Rasional : agar waktu makan, minum dan tidur
klien teratur
2.
Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
dan jam
Batasan karakteristik :
keperawatan ... x 24 jam diharapkan
Rasional
: agar waktu tidur klien teratur
Kesulitan jatuh tertidur
gangguan pola tidur pada pasien dapat
Ketidakpuasan tidur
teratasi.
Mandiri
Menyatakan tidak merasa cukup
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
Kriteria Hasil :
istrahat
Rasional : agar klien dapat istrahat dengan
Penurunan kemampuan berfungsi
Jumlah jam tidur dalam batas normal 6nyaman
Perubahan pola tidur normal
8 jam/hari
2. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
Sering
terjaga
tanpa
jelas Pola tidur kualitas dalam batas normal
sebelum tidur
Perasaan segar sesudah tidur atau
penyebabnya
Rasional : agar klien bisa tidur nyeyak
istrahat
44
Ansietas (00146)
NOC
NIC
Domain 9 : Koping /toleransi terhadap
- Tingkat ansietas
Observasi
Pengendalian
diri
terhadap
ansietas
stress
1. Kaji
dan
dokumentasikan
tingkat
- Konsentrasi
Kelas 2 : Respon koping
kecemasan pasien termasuk reaksi fisik
- Koping
Rasaional : untuk mengetahui penyebab
kecemasan
Definisi :
Tujuan
2.
Gali bersama pasien tentang teknik yang
Perasaan tidak nyaman atau khawatir
berhasil dan tidak berhasil
yang samar disertai respon autonom Setelah dilakukan tindakan tindakan
Rasional : agar perawat dapat mengulangi
keperawatan
selama
x24
jam
klien
(sumber sering kali tidak spesifik atau
kembali tindakan yang tidak berhasil
tidak diketahui oleh individu ); perasaan diharapkan ansietas dapat teratasi
takut yang disebabkan oleh antisipasi
45
terhadap
bahaya.
Peraasaan
ini Kriteria hasi :
Mandiri
merupakan isyarat kewaspadaan yang
- Mengidentifikasi
dan
1. Bimbing antisipasi
Rasional : mencegah terjadinya kembali
memperingatkan bahaya yang akan
mengungkapkan gejala cemas
kecemasan pada klien
- Mengidentifikasi, mengungkapkan,
terjadi dan memampukan individu
2.
Teknik menenangkan diri
dan
menunjukkan
tekhnik
untuk
melakukan tindakan untuk menghadapi
Rasional : agar klien tidak terlalu
mengontrol cemas
ancaman.
merasakan cemas
- Vital sign dalam batas normal
3. Dukungan emosi
- Postur tubuh, ekspresi wajah,
Batasan karakteristik :
Rasional : agar klien dapat mengendalikan
bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas
1. Nyeri
dan
peningkatan
emosi
menunjukkan
berkurangnya
ketidakberdayaan yang tersisten
HE.
kecemasan.
2. Gangguan tidur
1. Informasikan tentang ansietas
3. Kelemahan
Rasional : untuk menambah pengetahuan
4. Kesemutan pada ekstremitas
klien pada ansietas
5. Gelisah
2.
Ajarkan anggota keluarga bagaimana
6. Resah
membedakan antara serangan panik dan
gejalah penyakit fisik
Rasional : agar keluarga klien secara
mandiri dapat mengatasi kecemasan
46
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Inkontinensia didefinisikan sebagai berkemih ( defekasi ) di luar
kesadaran, pada waktu dan tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah
kebersihan atau social. Terdapat dua aspek social yang sangat penting dalam
definisi inkontinensia ini. Inkontinensia yang diderita oleh klien mungkin tidak
menimbulkan sejumlah masalah yang nyata bagi teman atau keluarganya.
Faktor yang berkonstribusi terhadap perkembangan inkontinensia adalah
factor fisiologis dan psikologis. Faktor psikologis dapat mencakup depresi dan
apatis, yang dapat meperberat kondisi sehingga sulit untuk mengatasi masalah
kearah normal. Beberapa kondisi psikiatrik dan kerusakan otak organic seperti
demensia, dapat juga menyebabkan inkontinensia. Faktor anatomis dan
fisiologis dapat mencakup kerusakan saraf spinal, yang menghancurkan
mekanisme normal untuk berkemih dan rasa ingin menghentikannya.
Penglihatan yang kurang jelas, infeksi saluran perkemihan, dan medikasi
tertentu seperti diuretic juga berhubungan dengan inkontinensia. Selain itu,
wnaita yang melahirkan dan laki laki dengan protatism, cenderung
mengalami kerusakan kandung kemih yang dapat menyebabkan inkotinansia,
akibat trauma atau pembedahan.
B. SARAN
Kami sadar tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saran dan kritik
sangat kami harapkan dan kami pun akan menerima kritik dan sarannya dengan
senang hati untuk perbaikan pada makalah berikutnya.
Dan Sebaiknya pasien dengan inkontinensia urine diberikan disiplin ilmu
agar pelayanan perawatan pasien menyeluruh dan dapat mengatur diri sesuai
dengan obat-obatan yang di beri dengan anjuran dokter.
DAFTAR PUSTAKA
47
48