Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan. Jika inkontinensia urine terjadi
akibat kelainan inflamasi, mungkin sifatnya hanya sementaraSeiring dengan
bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ
kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkalikali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan
seseorang tidak dapat menahan air seni. Kejadian ini disebabkan karena ada
kegagalan sistem kandung kemih dan uretra (vesikouretra) pada saat
masukkanya urin secara berangsur-angsur dari ureter (fase pengisian). Suatu
struktur berotot yang mengatur pembukaan dan penutupan saluran kemih
(sfingter uretra interna) akan diatur oleh korteks serebri, yaitu reseptor
adrenergik saraf simpatis. Ia akan terangsang ketika terjadinya peregangan
yang cukup dari buli-buli, kemudian otot detrusor pada buli-buli berkontraksi
dan sfingter uretra akan berelaksasi kemudian terjadilah miksi. Diperkirakan
prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 1530% usia lanjut di masyarakat
dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami
inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya
25-30% saat berumur 65-74 tahun.
Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali
lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Gangguan ini lebih sering terjadi
pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan
(nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul.
Biaya perawatan bagi pasien inkontinensia urine diperkirakan lebih dari
10, 3 milyar per tahunnya (AHCPR,1992) Biaya psikososial dari Inkontinensia
urine sangat besar, yaitu perasaan malu, kehilangan kepercayaan diri dan
isolasi sosial merupakan hasil yang umumnya terjadi Inkontinensia urine pada
lansia sering menyebabkan perlunya perawatan dala lembaga perawatan.

Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang apa itu inkontinensia urine dan cara
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Inkontinensia urine.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari inkontinensia urin?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem perkemihan yang berhubungan
3.
4.
5.
6.
7.

dengan penyakit inkontininensia urin?


Apa saja klasifikasi dari penyakit inkontinensia urin?
Apa saja etiologi dari inkontinensia urin?
Bagaimana skema patofisioogi perjalanan penyakit inkontinensia urin?
Apa saja manifestasi klinik dari inkontinensia urin?
Bagaimanakah penatalaksanaan untuk klien yang menderita penyakit

inkontinensia urin?
8. Bagaimana pencegahan dari penyakit inkontinensia urin?
9. Apa saja komplikasi yangdapat muncul akibat penyakit inkontinensia urin
ini?
C. TUJUAN
Agar mahasiswa mampu menjelaskan :
1. Definisi dari inkontinensia urin.
2. Anatomi dan fisiologi sistem perkemihan yang berhubungan dengan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

penyakit inkontininensia urin


Klasifikasi dari inkontinensia urin.
Etiologi dari inkontinensia urin.
Skema patofisiologi perjalanan penyakit inkontinensia urin.
Manifestasi klinik dari inkontinensia urin.
Penatalaksanaan untuk klien yang menderita penyakit inkontinensia urin.
Pencegahan dari penyakit inkontinensia urin.
Komplikasi yang dapat muncul akibat penyakit inkontinensia urin ini.

BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Inkontinensia didefinisikan sebagai berkemih ( defekasi ) di luar
kesadaran, pada waktu dan tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah
kebersihan atau social. Terdapat dua aspek social yang sangat penting dalam

definisi inkontinensia ini. Inkontinensia yang diderita oleh klien mungkin tidak
menimbulkan sejumlah masalah yang nyata bagi teman atau keluarganya.
Aspek social yang lain yaitu adanya konsekuensi yang ditimbulkan
inkontinensia terhadap individu yang mengalminya, antara lain klien akan
kehilangan harga diri, juga merasa terisolasi dan depresi.
Faktor yang berkonstribusi terhadap perkembangan inkontinensia adalah
factor fisiologis dan psikologis. Faktor psikologis dapat mencakup depresi dan
apatis, yang dapat meperberat kondisi sehingga sulit untuk mengatasi masalah
kearah normal. Beberapa kondisi psikiatrik dan kerusakan otak organic seperti
demensia, dapat juga menyebabkan inkontinensia. Faktor anatomis dan
fisiologis dapat mencakup kerusakan saraf spinal, yang menghancurkan
mekanisme normal untuk berkemih dan rasa ingin menghentikannya.
Penglihatan yang kurang jelas, infeksi saluran perkemihan, dan medikasi
tertentu seperti diuretic juga berhubungan dengan inkontinensia. Selain itu,
wnaita yang melahirkan dan laki laki dengan protatism, cenderung
mengalami kerusakan kandung kemih yang dapat menyebabkan inkotinansia,
akibat trauma atau pembedahan.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi
a. Traktus Urinarius Bagian Atas
Ginjal dapat dibagi menjadi dua bagian, parenkim ginjal (yang
mensekresi, mengkonsentrasi dan mengekskresikan urin) serta sistem
pengumpul (collecting system) yang berfungsi mengalirkan urin ke
calix ginjal yang berjumlah banyak menuju pelvis ginjal. Pelvis ginjal
kemudian akan menyempit (dikenal juga sebagai paut ureteropelvic)
menjadi ureter. Ureter mempunyai panjang kurang lebih 30 cm pada
orang dewasa. Mempunyai tiga area fisiologis yang menyempit (paut
ureteropelvic, bagian ureter yang dilalui arteri iliaka dan paut
ureterovesical) yang sering berhubungan dengan kondisi obstruksi oleh
batu.
Paut ureterovesikal merupakan tempat perhubungan orificium
ureter kedalam kandung kemih yang ditandai oleh kondensasi jaringan

yang disebut dengan Waldeyers sheath sebagai pengikat ureter ke


dinding kandung kemih. Fungsi paut ini adalah mengalirkan urin ke
dalam kandung kemih dan mencegah aliran balik ke dalam ureter. Hal
ini dapat dilakukan karena ureter berjalan secara oblik transversal
diantara lapisan otot dan submukosa kandung kemih sepanjang 1-2 cm
sebelum masuk kandung kemih (gb. 2.1). Setiap peningkatan tekanan
intravesikal secara simultan akan menekan ureter submukosa dan secara
efektif pula akan membentuk katup satu arah. Adanya otot ureter di
segmen submukosa juga penting dalam mencegah timbulnya arus balik.
b. Traktus Urinarius Bagian Bawah
Kandung kemih merupakan suatu kantung muskulomembranosa
tempat penampungan urin yang terbentuk dari empat lapisan; serosa,
muskuler, submukosa dan mukosa. Secara anatomis kandung kemih
terbagi menjadi dua bagian besar yaitu detrusor (dasar kandung kemih)
dan trigonum (badan kandung kemih).
Detrusor (lapisan muskuler) terdiri dari tiga lapis otot polos yang
secara acak bersilangan satu dengan yang lainnya sehingga merupakan
suatu unit fungsional yang berfungsi dalam peregangan pasif (saat
terdapat peningkatan tekanan secara minimal) ataupun dalam kontraksi
kandung kemih. Di leher kandung kemih, otot polos tersusun sirkuler
sehingga bertindak sebagai suatu sfingter fungsional.
Trigonum merupakan area segitiga di bagian inferior kandung
kemih yang dibatasi di bagian superior dan lateral oleh orificium ureter
serta di bagian inferior oleh orificium uretra internal. Trigonum bagian
dalam merupakan kelanjutan dari otot polos detrusor; sementara
trigonum superfisial merupakan kelanjutan dari otot-otot ureter.
Pada wanita, panjang uretra kurang lebih 4 cm. Terdiri dari tiga
lapisan; mukosa, submukosa dan lapisan otot. Lapisan otot terdiri dari
dua lapisan otot polos yang berjalan longitudinal pada bagian dalam
yang merupakan sambungan dari otot kandung kemih dan membentuk
sfingter uretra involunter. Di luar lapisan ini terdapat lapisan otot lurik
(volunter) yang berjalan secara sirkuler pada 1/3 tengah uretra.

Pada pria, penis terbentuk dari dua corpora cavernosa yang


mengandung jaringan spongy erectile, dan sebuah corpora spongiosum
yang mengelilingi uretra. Uretra pria, dengan panjang total kurang lebih
20 cm, terbagi menjadi tiga bagian yang diawali oleh bagian posterior
atau uretra prostatik (memanjang dari leher kandung kemih hingga
diafragma urogenital), uretra anterior atau spongy portions (memanjang
hingga meatus) dan uretra membranosa (menghubungkan uretra
anterior dan posterior).
c. Sfingter Uretra
Secara tradisional uretra mempunyai dua sfingter yang berbeda,
internal dan eksternal atau rhabdosphincter. Sfingter internal bukanlah
sfingter anatomis murni. Pada pria maupun wanita, istilah tersebut
ditujukan untuk paut leher kandung kemih dan uretra proksimal,
dibentuk oleh susunan sirkuler jaringan ikat dan serabut otot polos yang
meluas dari kandung kemih. Area ini merupakan suatu sfingter
fungsional karena akan terjadi suatu peningkatan progresif tonus
progresif seiring dengan pengisian kandung kemih, sehingga tekanan
uretra menjadi lebih besar dari tekanan intravesikal.
Pada pria, sfingter eksternal atau urethral rhabdosphincter sering
digambarkan sebagai suatu pita sirkuler tipis dari otot lurik yang
membentuk diafragma pada bagian distal uretra prostatik (uretra
membranosa). Myers dan rekannya menyatakan bahwa sfingter uretra
eksternal dari otot lurik tersebut tidak membentuk suatu pita yang
berjalan sirkuler tetapi mempunyai serabut yang berjalan ke atas
menuju dasar kandung kemih. Sfingter ini bekerja di bawah kontrol
volunter dengan proporsi serabut slowtwitch yang cukup besar untuk
suatu kompresi tonik yang terus menerus (steady) dalam uretra baik
pada wanita maupun pria.
d. Anatomi Dasar Panggul
Dasar panggul merupakan massa otot yang meliputi celah dasar
tulang pelvis. DeLancey's membagi dasar panggul menjadi tiga lapisan
utama (dari dalam hingga keluar); endopelvic fascia, otot levator ani
dan sfingter anal eksternal serta lapisan ke empat (otot genital
5

eksternal) yang berhubungan dengan fungsi seksual. Otot-otot pelvis


memegang peranan penting dalam menyokong kandung kemih.
Otot-otot ini tidak hanya harus mampu berkontraksi secara
volunter (dan cepat pada satu waktu) tetapi juga harus dapat
mempertahankan tonus istirahat secara berkelanjutan. Penyokong organ
pelvis yang utama ada pada otot levator ani. Saat otot levator ani
berkontraksi, leher kandung kemih terangkat dan membantu menahan
gaya yang timbul dari setiap peningkatan tekanan intraabdominal atau
intrauretra. Fascia,4 seperti pelvic dan endopelvic fascia, membantu
mempertahankan sokongan kandung kemih. Otot levator ani dapat
dibagi menjadi 4 regio sesuai dengan lokasi anatomisnya :
pubococcygeus (otot pubovisceral), iliococcygeus, pubovaginalis serta
puborectalis dan puboanalis.
Kontinensia dipertahankan terutama oleh serabut medial levator
ani. Pada serabut otot ini terdapat kombinasi serabut slow- dan fasttwitch. Serabut slow-twitch berfungsi dalam respon postural sedangkan
fast-twitch diperlukan untuk stimulus yang bersifat mendadak. Otot lain
yang juga terdapat dalam diafragma pelvis adalah obturator internis dan
piriformis.
2. Fisiologi
Berkemih terdiri dari dua fase : fase pengisian dan pengosongan. Fase
pengisian terjadi saat orang tidak mencoba melakukan berkemih. Fase
pengosongan terjadi saat pasien berusaha untuk melakukan berkemih atau
diminta untuk berkemih. Transpor urin merupakan hasil gaya pasif dan
aktif. Gaya pasif ditimbulkan oleh tekanan filtrasi ginjal. Tekanan
proksimal tubular yang normal adalah 14 mmHg, sedangkan tekanan pelvis
ginjal adalah 6,5mmHg, yang sedikit melebihi tekanan ureter dan kandung
kemih saat istirahat. Gaya aktif merupakan hasil gaya peristaltik calyces,
pelvis ginjal dan ureter. Peristaltik dimulai dengan aktivitas elektris sel
pacu di bagian proksimal traktus pengumpul urin (collecting urinary tract)
Produksi urine berjalan secara tetap sekitar 15 tetes per menit.

Pengisiannya berjalan konstan kecuali bila ada iritan kandung kemih yang
akan meningkatkan produksi urin.
Untuk fase pengisian, sfingter eksternal memegang peranan penting.
Kontraksi volunter sfingter eksternal disebut dengan guarding mechanism,
karena mekanisme ini menginterupsi berkemih atau mencegah keluarnya
urin pada saat terjadi peningkatan cepat tekanan intra abdominal.
Peningkatan tekanan intra abdominal akan menyebabkan terjadinya
kontraksi otot dasar panggul untuk mengatasi peningkatan tekanan dan
mempertahankan kondisi kontinen. Impuls aferen dari kontraksi otot dasar
panggul, secara refleks menginhibisi kandung kemih (guarding reflex).
Impuls aferen dari syaraf pelvis dan pudendal akan mengaktivasi pontine
center, meningkatkan kontraksi sfingter dan menekan impuls parasimpatis
ke detrusor. Selama fase ini, tekanan intravesikal yang rendah
dipertahankan oleh peningkatan progresif stimulasi simpatis dari reseptor
beta yang berlokasi di badan kandung kemih sehingga timbul relaksasi
kandung kemih dan stimulasi reseptor alfa yang berada di dasar kandung
kemih dan uretra yang menyebabkan kontraksi pada area tersebut. Selama
proses pengisian, terjadi peningkatan progresif aktivitas EMG sfingter
uretra. Peningkatan aktivitas ini juga akan secara refleks menghambat
kontraksi detrusor.
Akumulasi urin akan mendistensikan dinding kandung kemih secara
pasif dengan penyesuaian tonus sehingga tegangan tidak akan meningkat
secara cepat hingga terkumpul kurang lebih 150ml. Reseptor regangandi
kandung kemih lalu memberikan sinyal pada otak yang memberikan suatu
impulsurgensi (sensasi pertama berkemih). Otot detrusor tetap tidak
berkontraksi dan otot dasar panggul mempertahankan tonus istirahat
normalnya. Bila tercapai volume urin 200-300 ml, pada kandung kemih
dengan compliance yang normal, tekanan tetap rendah akan tetapi terjadi
sensasi urgensi yang lebih kuat karena peningkatan aktivasi reseptor
regangan. Otot detrusor dan dasar panggul tetap tidak mengalami
perubahan.

Bila

pengisian

berlanjut

melewati

batas

kemampuan

viskoelastik kandung kemih (volume urin 400-550 ml), akan timbul


7

kenaikan tekanan intravesikal yang progresif. Peningkatan ini akan


menstimulasi reseptor regangan di dinding detrusor, menghambat impuls ke
segmen sakral melalui syaraf pelvis. Badan-badan sel parasimpatis
distimulasi dan impuls eferen akan berjalan pada syaraf pelvis ke dinding
kandung kemih sehingga akan menimbulkan kontraksi otot detrusor.
Urgensi berkemih yang lebih kuat akan timbul dan otak akan
memerintahkan seseorang untuk pergi ke toilet,melepas pakaian dan duduk
atau berdiri di toilet. Refleks regangan otonom (reflex berkemih) ini
memberikan kontrol kandung kemih di tingkat spinal.
Berkemih merupakan suatu peristiwa neuromuskular yang dimediasi
oleh stimulasi parasimpatis sehingga timbul kontraksi phasic otot
detrusor. Kontraksi detrusor ini kemudian akan menyebabkan relaksasi
uretra. Saat pasien diminta untuk berkemih (fase pengosongan) terjadi
penurunan aktivitas EMG dan tekanan sfingter uretra. Tidak terdapat
refleks inhibisi ke pusat berkemih di sakral dari mekanisme sfingter yang
kemudian diikuti dengan kontraksi detrusor. Sfingter uretra tetap terbuka
selama berkemih, dan tidak terjadi peningkatan tekanan intra abdominal
selama berkemih. Pada orang muda, biasanya tidak terdapat residual urin
setelah berkemih (Postvoid Residual), akan tetapi walaupun begitu volume
pasca berkemih (PVR) akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Volume PVR yang normal bervariasi, akan tetapi sebagian praktisi
menganggap bahwa volume PVR 5-50ml di kandung kemih dianggap
sesuatu yang normal. Berkemih dapat terjadi secara volunter sebelum
kandung kemih penuh dan dapat juga diinhibisi saat kandung kemih penuh
oleh inhibisi suprapontine Walaupun proses berkemih dan penyimpanan
urine merupakan fungsi utama sistem syaraf otonom, akan tetapi hal
tersebut berada di bawah kontrol volunteer suprapontine cerebral centers,
sehingga kelompok otot lain (lengan, kaki, tangan) dapat diintegrasikan
untuk membantu proses berkemih.
Ada beberapa hal yang berperan dalam membantu proses berkemih,
yaitu:
a. Persyarafan traktus urinarius bagian bawah berasal dari tiga sumber :

Sistim syaraf parasimpatis (S2-S4) n pelvikus


Sistim syaraf simpatis (T11-L2) n. hipogastrikus dan rantai

simpatis
Sistim syaraf somatis atau volunter (S2-S4) n. Pudendus

Sistim syaraf pusat mengintegrasikan kontrol traktus urinarius. Pusat


miksi yang berasal dari pontine memperantarai relaksasi spinkter dan
kontraksi detrusor secara sinkron; sementara lobus frontalis, basal ganglia
dan cerebellum mengatur efek inhibisi dan fasilitasi.
Penyimpanan urin dimediasi oleh relaksasi detrusor dan penutupan
sfingter. Relaksasi detrusor terjadi karena inhibisi sistim syaraf pusaSt
terhadap tonus parasimpatis, sementara itu penutupan spinkter dimediasi
oleh peningkatan reflex aktivitas alfa-adrenergik dan somatis. Pengeluaran
urin terjadi saat detrusor berkontraksi, dimediasi oleh sistem syaraf
parasimpatis, yang disertai dengan relaksasi sfingter Suplai syaraf
parasimpatis eferen berasal dari nukleus detrusor yang berada di
intermediolateral gray matter medulla spinalis S2-S4. Eferen sakral keluar
sebagai suatu serabut preganglionik di ventral roots dan berjalan melalui
syaraf pelvikus (nervi erigentes) ke ganglia dekat atau dalam otot detrusor
untuk memberikan input eksitasi kepada kandung kemih. Setelah impuls
tiba di ganglia parasimpatis, impuls akan berjalan melalui postganglionik
yang pendek ke reseptor otot polos kolinergik, menyebabkan timbulnya
kontraksi kandung kemih. Syaraf simpatis eferen mempersyarafi kandung
kemih dan uretra dimulai dari intermediolateral gray column T11 L2 dan
memberikan input inhibisi ke kandung kemih. Impuls simpatis ini berjalan
dalam rentang pendek ke ganglia simpatis paravertebral lumbal, kemudian
ke sepanjang syaraf postganglionik yang panjang dalam syaraf hipogastrik
untuk bersinaps di reseptor alpha dan beta adrenergik dalam kandung
kemih dan uretra. Stimulasi simpatis akan memfasilitasi penyimpanan urin
di kandung kemih dalam suatu keadaan yang terkoordinasi karena lokasi
reseptor adrenergik yang strategis. Reseptor beta adrenergik terutama
terletak di bagian superior kandung kemih dan stimulasinya menyebabkan

relaksasi otot polos. Reseptor alpha adrenergic mempunyai densitas yang


lebih tinggi di dekat dasar kandung kemih dan uretra prostatik, sehingga
stimulasinya akan menyebabkan kontraksi otot polos dan meningkatkan
tahanan outlet kandung kemih dan uretra prostatic
b. Persarafan pada uretra
Sfingter uretra eksternal mempunyai persyarafan somatik yang
menyebabkan sfingter dapat tertutup sesuai keinginan. Syaraf somatik
eferen berasal dari nucleus pudendal di segmen sakral (S2 sampai S4)
yang disebut dengan Onufrowiczs nucleus (Onufs). Syaraf eferen ini
lalu berjalan melalui syaraf pudendal ke paut neuromuskuler serabut
otot lurik di sfingter uretra eksternal. Sfingter uretra internal bekerja di
bawah kontrol sistem otonom. Area ini mempunyai sejumlah reseptor
alfa simpatis, yang jika distimulasi akan menyebabkan timbulnya
kontraksi

C. KLASIFIKASI
Menurut onsetnya, inkontinensia dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Inkontinensia Akut
Biasanya reversibel, terkait dengan sakit yang sedang diderita atau
masalah obat-obatan yang digunakan (iatrogenik). Inkontinensia akan
membaik bila penyakit akut yang diderita sembuh atau jika obatobatan dihentikan.
Penyebab inkontinensia akut disingkat dengan akronim DRIP, yang
merupakan singkatan dari :
D : Delirium
R : Retriksi, mobilitas, retensi
I : Infeksi, inflamasi, impaksi feses
P : Pharmacy (obat-obatan), poliuri
Delirium, merupakan gangguan kognitif akut dengan latar
belakang dehidrasi, infeksi paru, gangguan metabolisme, dan
elektrolit. Delirium menyebabkan proses hambatan refleks miksi
berkurang yang menimbulkan inkontinensia bersifat sementara.

10

Kejadian

inkontinensia

akan

dapat

dihilangkan

dengan

mengidentifikasi dan menterapi penyebab delirium.


Infeksi traktus urinarius. Inflamasi dan infeksi pada saluran kemih
bawah akan meningkatkan kejadian frekuensi, urgensi, dan dapat
mengakibatkan inkontinensia. Sehingga mengakibatkan seorang usila
tidak mampu mencapai toilet untuk berkemih. Bakteriuria tanpa
disertai piuria (infeksi asimptomatik) yang banyak terjadi pada usila,
tidak selalu mengindikasikan adanya infeksi dan bisa saja bukan
etiologi inkontinensia.
Atrophic vaginitis. Jaringan yang teriritasi, tipis dan mudah rusak
dapat menyebabkan timbulnya gejala rasa terbakar di uretra, disuria,
infeksi traktus urinarius berulang, dispareunia, urgensi, stress atau
urge incontinence. Gejalanya sangat responsif terhadap terapi estrogen
dosis rendah, yang diberikan baik oral atau topikal. Gejala akan
berkurang dalam beberapa hari hingga 6 minggu, walaupun respon
biokimia intraseluler memakan waktu lebih panjang.
Golongan obat yang menjadi penyebab inkontinensia urin akut
termasuk diantaranya adalah obat-obatan hipnotik-sedatif, diuretik,
anti-kolinergik, agonis dan antagonis alfa-adrenergik, dan calcium
channel blockers. Inkontinensia urin akut terutama pada laki-laki
sering berkaitan dengan retensi urin akibat hipertrofi prostat. Skibala
dapat mengakibatkan obstruksi mekanik pada bagian distal vesika
urinari, yang selanjutnya menstimulasi kontraksi otot detrusor
involunter.
- Sedative Hypnotics (benzodiazepines : diazepam, flurazepam).
Sedatif,

seperti

benzodiazepin

dapat

berakumulasi

dan

menyebabkan confusion dan inkontinensia sekunder, terutama


pada usia lanjut. Alkohol juga mempunyai efek serupa dengan
benzodiazepines, mengganggu mobilitas dan menimbulkan
-

dieresis
Loop Diuretics. Obat-obatan seperti diuretik akan meningkatkan
pembebanan urin di kandung kemih sehingga bila seseorang tidak

11

dapat menemukan toilet pada waktunya akan timbul urge


-

incontinence.
Anti-cholinergic Agents. Agen antikolinergik dan sedatif dapat
menyebabkan timbulnya atonia sehingga timbul retensi urin

kronis dan overflow incontinence.


Alpha-adrenergic agonist and antagonist. Agen alpha-adrenergik
yang sering ditemukan di obat influenza, akan meningkatkan
tahanan outlet dan menyebabkan kesulitan berkemih. Sebaliknya,
obat-obatan ini sering bermanfaat dalam mengobati beberapa
kasus

stress

dipergunakan
kemampuan
-

incontinence.
untuk

terapi

penutupan

Alpha

blockers,

hipertensi

uretra

dan

dapat

yang

sering

menurunkan

menyebabkan

stress

incontinence.
Calcium Channel Blockers. Calcium channel blockers untuk
hipertensi dapat menyebabkan berkurangnya tonus sfingter uretra
eksternal dan gangguan kontraktilitas otot polos kandung kemih
sehingga menstimulasi timbulnya stress incontinence. Obat ini
juga dapat menyebabkan edema perifer, yang menimbulkan
nokturia.
Psikologis. Depresi dan kecemasan dapat menyebabkan pasien

mengalami kebocoran urin. Mekanisme ini biasanya merupakan


kombinasi dari bladder overactivity dan relaksasi sfingter uretra yang
tidak tepat. Intervensi awal ditujukan pada gangguan psikologinya.
Setelah gangguan tersebut diatasi tetapi masih terdapat inkontinensia
maka harus dilakukan evaluasi lebih lanjut.
Endocrine disorders. Output urin yang berlebihan bisa disebabkan
oleh karena intake cairan yang banyak, minuman berkafein, dan
masalah endokrin. Diabetes mellitus melalui efek diuresis osmotiknya
dapat menyebabkan suatu kondisi overactive bladder. Kondisi yang
mengakibatkan

poliuria

seperti

hiperglikemia,

hiperkalsemia,

pemakaian diuretika, dan minum banyak juga dapat mencetuskan


inkontinensia akut. Kelebihan cairan seperti gagal jantung kongestif,

12

insufisiensi vena tungkai bawah akan mengakibatkan nokturia dan


inkontinensia akut malam hari. Inkontinensia akut pada laki-laki
sering berkaitan dengan retensi urin akibat hipertrofi prostate. Skibala
dapat mengakibatkan obstruksi mekanik pada bagian distal kandung
kemih yang selajutnya menstimulus otot detrusor involunter.
Restricted

mobility.

Usia

lanjut

dengan

kecenderungan

mengalami frekuensi, urgensi, dan nokturia akibat proses menua akan


mengalami inkontinensia jika terjadi gangguan mobilitas karena
gangguan moskuloskeletal, tirah baring dan perawatan di rumah sakit.
Keterbatasan mobilitas ini dapat disebabkan karena kondisi nyeri
arthritis, deformitas panggul, gagal jantung, penglihatan yang buruk,
hipotensi postural atau post prandial, perasaan takut jatuh, stroke,
masalah kaki atau ketidakseimbangan karena obat-obatan. Pola miksi
di samping atau di tempat tidur dapat mengatasi masalah ini.
Stooli impaction. Impaksi feses akan mengubah posisi kandung kemih
dan menekan syaraf yang mensuplai uretra serta kandung kemih,
sehingga akan dapat menimbulkan kondisi retensi urine dan overflow
incontinence.
b.

Inkontinensia Persisten/Kronik/Menetap
Tidak terkait penyakit akut atau obat-obatan. Inkontinensia ini
berlangsung lama.
Inkontinensia persisten dibagi menjadi beberapa tipe, masing-masing
dapat terjadi pada satu penderita secara bersamaan. Inkontinensia
persisten dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :
1) Tipe stress
Keluarnya urin diluar pengaturan berkemih, biasanya dalam jumlah
sedikit, akibat peningkatan tekanan intra-abdominal. Hal ini terjadi
karena terdapat kelemahan jaringan sekitar muara vesika urinari
dan uretra. Sering pada wanita, jarang pada pria karena predisposisi
hilangnya pengaruh estrogen dan sering melahirkan disertai
tindakan pembedahan.
2) Tipe urgensi

13

Pengeluaran urin diluar pengaturan berkemih yang normal,


biasanya jumlah banyak, tidak mampu menunda berkemih begitu
sensasi penuhnya vesika urinari diterima oleh pusat berkemih.
Terdapat gangguan pengaturan rangsang dan instabilitas dari otot
detrusor vesika urinari. Inkontinensia tipe ini didapatkan pada
gangguan SSP misalnya stroke, demensia, sindrom Parkinson, dan
kerusakan medulla spinalis.
3) Tipe luapan (overflow)
Ditandai dengan kebocoran atau keluarnya urin, biasanya jumlah
sedikit, karena desakan mekanik akibat VU yang sudah sangat
teregang. Penyebab umum inkontinensia tipe ini antara lain:
a) Sumbatan akibat hipertrofi prostat, atau adanya cystocele dan
penyempitan jalan keluar urin.
b) Gangguan kontraksi VU akibat gangguan persarafan misalnya
pada diabetes mellitus.
4) Tipe fungsional
Keluarnya urin secara dini, akibat ketidakmampuan mencapai
tempat berkemih karena gangguan fisik atau kognitif maupun
bermacam hambatan situasi atau lingkungan yang lain, sebelum
siap untuk berkemih. Faktor psikologik seperti marah, depresi juga
dapat menyebabkan inkontinensia tipe ini.
D. ETIOLOGI
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi
dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat
kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini
mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya
kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun
kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.
Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di
saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau
adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih
bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka

14

tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi


penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus
dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi
feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas,
asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia
Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab.
Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus
dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi
dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin
meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan
kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau
gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet
secara teratur atau menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah
masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapi non
farmakologik atau farmakologik yang tepat. Pasien lansia, kerap mengonsumsi
obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya. Inkontinensia urine juga
terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca
melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas
dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat
menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan
bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak
akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga
dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya
kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan
terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra),
sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain
adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga
berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar
kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur
kandung kemih dan otot dasar panggul.

15

E. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit
infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan
tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen
misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil
dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya
inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien
dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut
usia.
Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan
rangkaian koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi
menjadi 2 fase. Pada keadaan normal selama fase pengisian tidak terjadi
kebocoran urine, walaupun kandung kemih penuh atau tekanan intra-abdomen
meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-loncat atau kencing dan
peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan ini. Pada keadaan
normal, dalam hal demikian pun tidak terjadi kebocoran di luar kesadaran.
Pada fase pengosongan, isi seluruh kandung kemih dikosongkan sama sekali.
Orang dewasa dapat mempercepat atau memperlambat miksi menurut
kehendaknya secara sadar, tanpa dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing. Cara
kerja kandung kemih yaitu sewaktu fase pengisian otot kandung kemih tetap
kendor sehingga meskipun volume kandung kemih meningkat, tekanan di
dalam kandung kemih tetap rendah. Sebaliknya otot-otot yang merupakan
mekanisme penutupan selalu dalam keadaan tegang. Dengan demikian maka
uretra tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan di dalam kandung kemih
meningkat karena kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi pengendoran
mekanisme penutup di dalam uretra. Uretra membuka dan urine memancar
keluar. Ada semacam kerjasama antara otot-otot kandung kemih dan uretra,
baik semasa fase pengisian maupun sewaktu fase pengeluaran. Pada kedua fase
itu urine tidak boleh mengalir balik ke dalam ureter (refluks).
Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa
kendali. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah
control volunter dan disuplai oleh saraf pudenda, sedangkan otot detrusor

16

kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di bawah kontrol sistem
safar otonom,yang mungkin dimodulasi oleh korteks otak. Kandung kemih
terdiri atas 4 lapisan, yakni lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan
submukosa dan lapisanmukosa. Ketika otot detrusor berelaksasi, pengisian
kandung kemih terjadi dan bila otot kandung kemih berkontraksi pengosongan
kandung kemih atau proses berkemih berlangsung. otot detrusor adalah otot
kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme
detrusor meliputi otot detrusor,saraf pelvis, medula spinalis dan pusat saraf
yang mengontrol berkemih. Ketikakandung kemih seseorang mulai terisi oleh
urin, rangsangan saraf diteruskan melalui saraf pelvis dan medula spinalis ke
pusar saraf kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada ganglia basal dan
serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisi
tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk berkemih. Ketika
pengisian kandung kemih berlanjut,rasa penggebungan kandung kemih
disadari, dan pusat kortikal (pada lobusfrontal), bekerja menghambat
pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikaldan subkortikal karena obat
atau penyakit dapat mengurangi kemampuan menunda pengeluaran urin.
Komponen penting dalam mekanisme sfingter adalah hubungan urethra dengan
kandung kemih dan rongga perut. Mekanisme sfingter berkemih memerlukan
agulasi yang tepat antara urethra dan kandung kemih.Fungsi sfingter urethra
normal juga tergantung pada posisi yang tepat dari urethra sehiingga dapat
meningkatkan tekanan intra-abdomen secara efektif ditrasmisikan ke uretre.
Bila uretra pada posisi yang tepat, urin tidak akan keluar pada saat tekanan atau
batuk yang meningkatkan tekanan intra-abdomen. Mekanisme dasar proses
berkemih diatur oleh refleks-refleks yang berpusat dimedula spinalis segmen
sakral yang dikenal sebagai pusat berkemih. Pada fase pengisian kandung
kemih,

terjadi

peningkatan

aktivitas

saraf

otonom

simpatis

yang

mengakibatkan penutupan leher kandung kemih, relaksasi dinding kandung


kemih serta penghambatan aktivitas parasimpatis dan mempertahankan
inversisomatik pada otot dasar panggul. Pada fase pengosongan, aktivitas
simpatis dan somatik menurun, sedangkan parasimpatis meningkat sehingga

17

terjadi kontraksi otot detrusor dan pembukaan leher kandung kemih. Proses
reflek ini dipengaruhi oleh sistem saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak,
korteks serebri dan serebelum. Pada usia lanjut biasanya ada beberapa jenis
inkontinensia urin yaitu ada inkontinensia urin tipe stress, inkontinensia tipe
urgensi, tipe fungsional dan tipe overflow..
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk
atau bersin. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung
kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan
fungsi organ kemih, antara lain : melemahnya otot dasar panggul akibat
kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini
mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya
kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun
kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.
Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di
saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau
adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih
bagian bawah bisa karena infeksi. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena
produksi urine berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik,
seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Selain hal-hal yang
disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar
panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas),
menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat
dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar
panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat
membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan
penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko
terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen
pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan
tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan

18

Perubahan Neurologik
Perubahan struktur kandung kemih (degenerative)

terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau
Perubahan
otot urinari
riwayat
operasi
kandungan

kegemukan,

mengakibatkan

inkontinensia.

Semakin

dan

tua

Gangguan kontrol berkemih

lainnya

seseorang

juga

berisiko

semakin

besar

kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur


kandung kemih dan otot dasar panggul.
Defisiensi tahanan urethra

Tekanan dalam Kandung kemih

Inkontinensia Urin
Inkontinensia Stress
Status kesehatan berubah

Inkontinensia Urgensi

Tekanan kandung kemih > tekanan ur


Ansietas

Otot detrusor tidak stabil

Reaksi otot berlebihan


Kandung kemih bocor
Kencing mendadak Kencing di malam hari
Kencing berulang kali
Batuk
Bersin
Tertawa
Mengedan

Gangguan Rasa Nyaman


Gangguan Pola Tidur
kontinensia Urinarius Dorongan

Rembesan urin
Inkontinensia Total

Inkontinensia Overflow

Mengenai area genitalia

Adanya fistula Diabetes, cedera sumsum tl. Belakang, saluran kencing tersumbat
Kerusakan Integritas Kulit

a vesiko vaginalis atau vistula uretrovaginalis


Gangguan saraf

kontinensia Urinarius Total


Bedrest

Otot detrusor lemah

F. MANIFESTASI KLINIK
Immobilitas
19
Risiko Infeksi

Kapasitas urin di kandung kemih berlebih

Inkontinensia stres: keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan

sebagainya. Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stres.


Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan

gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih


Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi (pancara
lemah, menetes), trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi
abdominoperineal), fistula (menetes terus- menerus), penyakit neurologis
(disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik (misalnya

diabetes) dapat menunjukkan penyakit yang mendasari


Sementara itu, Dr Nina MS Syafiuddin SpOG mengatakan, ada gejalagejala tertentu yang mesti diwaspadai sebagai bentuk inkontinensia urin.

Gejala-gejala tersebut adalah;


Urin keluar bila batuk, bersin, tertawa atau saat melompat.
Urin sering keluar, sehingga menimbulkan rasa malu yang berimbas pada

pengurangan aktivitas.
Selalu memakai pembalut agar urin tidak membasahi pakaian.
Sering buang air kecil, tetapi urin yang keluar sangat sedikit
Kandung kemih terasa penuh, walaupun setelah buang air kecil.
Sering merasakan ingin sekali berkemih sehingga tergesa-gesa pergi ke

kamar kecil. Kadang-kadang urin keluar sebelum sampai ke kamar kecil.


Bila pergi ke tempat baru, hal pertama yang dicari adalah lokasi kamar

kecil.
Sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil.
Pada saat tidur sering mengompol.
Urin sering keluar setelah operasi kandungan.
Berkemih lebih sering dari biasanya tanpa ada infeksi saluran kemih.
Nyeri yang berhubungan dengan berkemih.
Sering infeksi saluran kemih. Kelemahan pancaran berkemih yang

progresif.
Pakaian dalam selalu basah oleh urin, tetapi tidak merasakan urin keluar.

G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
Obat-obat yang bisa diberikan pada pasien inkontinensia urine:
a) Alfa Adrenergik Agonis
Otot leher vesika dan uretha proksimal megandung alfa adrenoseptor
yang menghasilkan kontraksi otot polos dan peningkatan tekanan

20

penutupan urethra obat aktif agonis alfa-reseptor bisa menghasilkan tipe


stmulasi ini dengan efek samping relatif ringan..
b) Efedrin
Efek langsung merangsang alfa sebaik beta-adrenoseptor dan juga
melepaskan noradrenalin dari saraf terminal obat ini juga dilaporkan
efektif pada inkotinensia stres. Efek samping menigkatkan tekanan
darah, kecemasan dan insomnia oleh karena stimulasi SSP
c) Phenylpropanololamine
PPA (Phenylpropanololamine) efek stimulasi perifer sebanding dengan
efedrin, akan tetapi dengan efek CNS yang terkecil. PPA adalah
komponen utama obat influensa dalam kombinasi dengan antihistamin
dan anthikholinergik. Dosis 50 mg dua kali sehari. Efek samping
minimal. Didapatkan 59 % penderita inkontinensia stres mengalami
perbaikan.
d) Estrogen
Penggunaannya masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan
efek meningkatkan transmisi tekanan intra abdominal pada uretra
dengan estrogen dosis tinggi oral dan intravaginal. Estrogen biasanya
diberikan setelah tindakan bedah pada inkontinensia dengan tujuan
untuk memperbaiki vaskularisasi dan penyembuhan jaringan urogential,
walaupun belum ada data yang akurat.
e) Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah
antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate,
Imipramine.
f) Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu
pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra.
g) Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau
alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan
terapi diberikan secara singkat.
2. Non farmakologi
Hal yang dapat dilakukan pada pasien inkontinensia urine:
a) Manajemen Stress.

21

Ada kasus yang inkontinensia karena stres. Hal ini terutama berlaku
bagi mereka yang sering terkena ketegangan dan situasi mengerikan
lainnya. Tanpa disadari, beberapa reaksi terhadap sejenis tekanan adalah
inkontinensia. Ketika ini terjadi, kita harus belajar untuk merancang
sarana yang tepat agar stres dapat ditangani dengan benar dan
ketegangan dapat dilihat dari sudut pandang yang lebih positif.
b) Belajar untuk membatasi asupan cairan.
Hal ini karena salah satu bentuk inkontinensia karena inkontinensia
overflow. Ketika ini terjadi, pasien memiliki sensasi yang kandung
kemih selalu penuh. Akibatnya, satu urin akan terus bocor dari kandung
kemih penuh. Cara terbaik untuk mengatasi ini adalah untuk
meminimalkan asupan cairan tubuh.
c) Mengurangi berat.
Penurunan Berat bermanfaat dalam menangani inkontinensia karena
berhubungan langsung dengan massa tubuh. Massa tubuh lebih besar
kemungkinan akan menyebabkan inkontinensia dari massa tubuh lebih
ringan.
d) Rutin Berolahraga.
Berolahraga secara teratur akan membantu otot-otot panggul semakin
kuat, sehingga mereka dapat dengan mudah menangani kasus
inkontinensia.

e) Penggunaan Sling.

22

Ketika otot-otot dasar panggul seorang wanita lemah, hampir tidak


dapat mendukung uretra. Akibatnya, ada kebocoran sering kencing.
Pada prosedur selempang, ada bahan mesh yang terbuat dari jaringan
sendiri

untuk

mendukung

uretra.

Prosedur

memiliki

tingkat

keberhasilan yang tinggi, meskipun memerlukan operasi bedah untuk


dimasukkan bahan mesh.
f) Penggunaan Kateter.
Meskipun prosedur ini sangat populer, itu umumnya hanya digunakan
dalam kasus-kasus yang paling parah. Dalam prosedur ini, tabung
dimasukkan melalui uretra dan masuk ke kandung kemih untuk
mengalirkan urin. Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan
secara rutin karena dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga
terjadi pembentukan batu. Selain kateter menetap, terdapat kateter
sementara yang merupakan alat yang secara rutin digunakan untuk
mengosongkan kandung kemih. Teknik ini digunakan pada pasien yang
tidak dapat mengosongkan kandung kemih. Namun teknik ini juga
beresiko menimbulkan infeksi pada saluran kemih.
g) Pampers
Dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana
pengobatan sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urin. Namun
pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka
lecet bila jumlah air seni melebihi daya tampung pampers sehingga air
seni keluar dan akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat
menyebabkan kemerahan pada kulit, gatal, dan alergi
h) Alat bantu toilet
Seperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh orang usia
lanjut yang tidak mampu bergerak dan menjalani tirah baring. Alat

23

bantu tersebut akan menolong lansia terhindar dari jatuh serta


membantu memberikan kemandirian pada lansia dalam menggunakan
toilet.

i) Biofeedback.
Prosedur ini merupakan kombinasi dari konseling dan monitoring
elektronik tubuh pasien. Dalam prosedur ini, seorang wanita
diwawancarai

untuk

menentukan

kemungkinan

situasi

yang

menyebabkan kebocoran air seni. Dalam waktu yang sama, perangkat


memantau tingkat urine nya, memungkinkan peneliti untuk menentukan
situasi di mana ada kemungkinan kebocoran urin.
j) Melakukan Senam Kegel
Langkah pertama, posisi duduk atau berbaring, cobalah untuk
mengkontraksikan otot panggul dengan cara yang sama ketika kita
menahan kencing. Pasien harus dapat merasakan otot panggul pasien
meremas uretra dan anus. Apabila otot perut atau bokong juga mengeras
maka pasien tidak berlatih dengan otot yang benar. Ketika pasien sudah
menemukan cara yang tepat untuk mengkontraksikan otot panggul
maka lakukan kontraksi selama 10 detik, kemudian mengendorkan atau
lepaskan atau diistirahatkan selama 10 detik. Lakukan latihan ini
berulang-ulang sampai 10-15 kali per sesi. Sebaiknya latihan ini
dilakukan tiga kali sehari. Latihan kegel hanya efektif bila dilakukan
secara teratur dan baru terlihat hasilnya 8-12 minggu setelah latihan
teratur.

H. PENCEGAHAN

24

Inkontinensia urine dapat dicegah dengan beberapa langkah sederhana antara


lain :
1. Teknik perubahan perilaku, misalnya membiasakan diri untuk berkemih
setiap 2-3 jam untuk menjaga agar kandung kemih relatif kosong.
2. Menghindari minuman yang bisa menyebabkan iritasi kandung kemih,
misalnya minuman yang mengandung kafein.
3. Minum sebanyak 6-8 gelas/hari untuk mencegah pemekatan air kemih,
karena air kemih yang terlalu pekat bisa mengiritasi kandung kemih.
4. Menghentikan pemakaian obat-obatan yang bisa menimbulkan efek
samping pada kandung kemih
I. KOMPLIKASI
1. Meningkatkan efek samping dari penggunaan obat-obatan
2. Meningkatkan peluang infeksi karena pajanan urin terus-menerus
3. Komplikasi bedah seperti perdarahan, kerusakan sekitar pembuluh darah
dan nervus
4. Masalah kulit
Inkontinensia urin dapat menyebabkan ruam, infeksi kulit dan luka (ulkus
kulit) dan kulit selalu basah
5. Infeksi saluran kemih
Inkontinensia urin dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih

25

KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada
lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi
tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada
sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa,
gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran
jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan
diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah
terjadi ketidakmampuan.
b) Riwayat Kesehatan Klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah
terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi
saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena
respon dari terjadinya inkontinensia.
b) Inspeksi: Adanya kemerahan, iritasi / lecet dan bengkak pada daerah
perineal. Adanya benjolan atau tumor spinal cord Adanya obesitas atau
kurang gerak.
c) Palpasi: Adanya distensi kandung kemih atau nyeri tekan Teraba
benjolan tumor daerah spinal cord
d) Perkusi: Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih
4. Pemeriksaan Sistem :
a) B1 (breathing)

26

Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena


suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada
perkusi.
b) B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
c) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
d) B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung
kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder,
pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak
kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari
infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa
nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di
urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
e) B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan
palpasi pada ginjal.
f) B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan

otot

dan

membandingkannya

dengan

ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Inkontinensia Urinarius Stres (00017) Domain 3 : Eliminasi dan
pertukaran, Kelas 1 : Fungsi urinarius
2. Inkontinensia Urinarius Dorongan (00019) Domain 3 : Eliminasi dan
pertukaran, Kelas 1 : Fungsi urinarius
3. Inkontinensia Urinarius Berlebih (00176) Domain 3 : Eliminasi dan
pertukaran, Kelas 1 : Fungsi urinarius
4. Inkontinensia urinarius fungsional (00020) Domain 3 : Eliminasi dan
pertukaran, Kelas 1 : Fungsi urinarius

27

5. Resiko Infeksi (00004) Domain 11 : Keamanan/Perlindungan, Kelas 1 :


Infeksi
6. Gangguan Rasa Nyaman (00124) Domain 12 : kenyamanan, Kelas 1 :
Kenyaman Fisik
7. Kerusakan Integritas Kulit (00046) Domain 11 : Keamanan/Perlindungan,
Kelas 2 : Cedera Fisik
8. Gangguan Pola Tidur (00198) Domain 4 : Aktivitas/Istrahat, Kelas 1 :
Tidur/Istrahat
9. Ansietas (00146) Domain 11 : Koping/Toleransi Terhadap Stres, Kelas 2 :
Respon Koping

28

C. RENCANA KEPERAWATAN
NO
1

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Inkontinensia Urinarius Stres (00017)
Domain 3. Eliminasi dan pertukaran
Kelas 1. Fungsi urinarius
Definisi
Rembesan urine tiba-tiba karena
aktivitas yang meningkatkan tekanan
intra-abdomen.
Batasan karakteristik
1. Rembesan involunter sedikit urine
(mis. Pada saat batuk, tertawa,
bersin, atau olahraga)
2. Rembesan involunter sedikit urine
pada tidak adanya konntraksi
detrusor
3. Rembesan involunter sedikit urine
pada tidak adanya overdistensi
kandung kemih

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL


NOC
Kriteria Hasil :
Menunjukkan kontinensia urine, yang
dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan
1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering, atau selalu ditunjukkan) :
1. Kebocoran urine akibat peningkatan
penekanan terhadap abdomen (mis.
Bersin, tertawa, mengangkat beban)
2. Mengompol disiang hari
3. Mendeskripsikan
rencana
untuk
mengatasi inkontinensia stres
4. Mempertahankan frekuensi berkemih
setiap lebih dari 2 jam sekali

INTERVENSI KEPERAWATAN
NIC
Observasi
Mandiri
1. Memelihara pola eliminasi urine yang
optimum
Rasional : Untuk mempertahankan pola
eliminasi normal
2. Latihan otot panggul
Rasional : Menguatkan dan melatih otot
levator ani dan otot urogenital melalui
kontraksi volunter berulang guna mengurangi
inkontinensia urine stres.
3. Membantu meningkatkan kontinensia dan
mempertahankan integritas kulit perineum
Rasional : Untuk mengembalikan kontinensia
klien serta menjaga kulit perineum
4. Bantu klien memilih pakaian yang tepat atau
pembalut untuk manajemen inkontinensia
jangka pendek
Rasional : Agar memudahkan klien saat
eliminasi
5. Beri umpan balik positif untuk melakukan

29

Faktor yang Berhubungan


4. Defisiensi sfingter uretrra intrinsik
5. Kelemahan otot pelvik
6. Peningkatan tekanan intrabdomen
7. Perubahan degeneratif otot-otot
pelvik

latihan dasar panggul


Rasional : Agar klien mau melakukan latihan
otot
panggul
sehingga
mengurangi
inkontinensia klien
6. Anjurkan klien untuk melakukan tindakan
perawatam kulit dan higiene
Rasional : Untuk mempertahankan kulit
normal
7. Beri tahu klien bahwa latihan perlu dilakukan
selama beberapa minggu terlebih dahulu
Rasional : Untuk mencapai perbaikan
inkontinensia klien
Kolaborasi
8. Konsultasikan
dengan
dokter
tentang
manajemen
medikal-bedah
episode
inkontinensia jangka pendek
Rasional : Agar intervensi yang diberikan
pada klien lebih terarah
9. Membatasi
ingesti
zat
yang
dapat
menyebabkan iritasi kandung kemih (mis.
Kola, kopi, teh, dan cokelat)
Rasional : Untuk mencegah terjadi iritasi pada
kandung kemih

30

Inkontinensia Urinarius Dorongan


(00019)
Domain 3. Eliminasi dan pertukaran
Kelas 1. Fungsi urinarius

NOC
Kriteria Hasil
Menunjukkan kontinensia urine, yang
dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan
1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
Definisi
sering, atau selalu ditunjukkan) :
Pengeluaran urine involunter yang 1. Berespon tepat waktu terhadap
terjadi segera setelah satu rasa dorongan
keinginan berkemih
2. Mengidentifikasi
obat
yang
yang kuat untuk berkemih.
mengganggu kendali berkemih
3.
Mempertahankan lingkungan bebasBatasan karakteristik
kendala untuk eliminasi mandiri
1. Dorongan berkemih
4.
Mendeskripsikan program manajemen
2. Pengeluaran urine involunter pada

HE
10. Ajarkan pemberian estrogen oral atau topikal
secara mandiri untuk meredakan gejala
Rasional : Untuk mengurangi gejala dari
inkontinensia
11. Ajarkan teknik yang menguatkan sfingter dan
struktur penyokong kandung kemih (mis.
Latihan otot panggul, latihan stop-and-start
urine)
Rasional : Agar klien tidak akan mengalami
inkontinensia urine dengan melakukan latihan
otot panggul
NIC
Obeservasi
1. Pantau efek obat antipasmodik, seperti mulut
kering
Rasional : Untuk mencegah terganggunya
kemampuan untuk berbicara atau makan
2. Kaji kemampuan kognitif klien dan
kemampuan tersebut pada perawatan diri;
eliminasi
Rasional : Untuk mencegah terjadinya
kerusakan pada kulit
Mandiri

31

kontraksi kandung kemih


3. Pengeluaran unrine involunter pada
spasme kandung kemih
4. Tidak mampu mencapai tolet pada
waktunya untuk berkemih
Faktor yang berhubungan
1. Asupan alkohol
2. Asupan kafein
3. Hiperaktivitas detrusor dengan
gangguan kontraktilitas kandung
kemih
4. Impaksi fekal
5. Infeksi kandung kemih
6. Penurunan kapasitas kandung kemih
7. Program pengobatan
8. Uretritis atrofik
9. Vaginitis atrofik

kandung kemih untuk mengembalikan


pola eliminasi urine yang memuaskan
5. Memiliki episode inkontinensia yang
lebih jarang

3. Membantu individu melakukan eliminasi


Rasional : Untuk memudahkan klien untuk
buang air kecil
4. Memelihara pola eliminasi urine yang optimal
Rasional : Agar klien terbiasa untuk buang air
kecil pada waktunya
5. Pelatihan kebiasaan berkemih
Rasional : Untuk membiasakan klien buang
air kecil tepat pada waktunya dan menghindari
terjadinya inkontinensia urine
6. Perawatan inkontinensia unrine
Rasional : Untuk mencegah resiko kerusakan
integritas kulit bagian genitalia
7. Jelaskan etiologi dan rasional tindakan
Rasional : Agar klien mengetahui tindakan
serta manfaat dari tindakan yang akan
dilakukan
8. Bantu klien berkemih sebelum tidur dan
dorong berkemih di malam hari untuk
mengurangi urgensi
Rasional : Agar tidak menganggu pola tidur
klien
9. Beri pispot, kursi buang air, dan urinal di dekat
pasien
Rasional : Untuk mempermudah klien untuk
buang air kecil
10. Bantu klien dan keluarga menyingkirkan

32

penghalang untuk eliminasi di rumah (mis.


Jalan yang rapi menuju kamar mandi)
Rasional : Untuk mempercepat klien agar
sampai ditoilet
Kolaborasi
11. Konsultasikan dengan dokter mengenai terapi
anstispasmodik dan antikolinergik dan
manajemen
medis
(mis.
pemeriksaan
gangguan kandung kemih iritatif dan terapi
bedah)
Rasional : Untuk menghilangkan kejang pada
jaringan otot polos

Inkontinensia Urine aliran Berlebih NOC


(00176)
Kriteria Hasil
Domain 3. Eliminasi dan pertukaran
Menunjukkan kontinensia urine, yang

HE
12. Ajarkan
kepada
klien
teknik
yang
meningkatkan kapasitas kandung kemih,
seperti mulai mengangkat dasar panggul saat
merasakan dorongan untuk berkemih dan
menggunakan jadwal pelatihan kandung kemih
yang memperpanjang waktu antar-berkemih
Rasional : Agar klien dapat mengetahui cara
meningkatkan kapasitas berkemih dan juga
untuk membantu memepercepat proses
penyembuhan klien
NIC
Observasi
1. Kaji kemampuan mengindentifikasi keinginan

33

Kelas 1. Fungsi urinarius

dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan


1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
Definisi
sering, atau selalu ditunjukkan) :
Pengeluaran urine involunter yang 1. Mengosongkan kandung kemih secara
dikaitkan dengan distensi kandung
tuntas
2. Mengonsumsi cairan dalam jumlah
kemih berlebihan.
adekuat
3.
Menunjukkan kontinensia urine, yang
Batasan karakteristik
dibuktikan oleh indikator berikut
1. Distensi kandung kemih
(sebutkan 1-5; tidak pernah, jarang,
2. Kebocoran sedikit urine involunter
3. Nokturia
kadang-kadang, sering, atau selalu
4. Volume residu pasca-berkemih
ditunjukkan) :
tinggi
4. Urine residu pasca-berkemih 100120 ml
Faktor yang Berhubungan
5. Infeksi saluran kemih (jumlah sel
5. Disinergia sfingter eksternal
darah putih 100.000)
6. Hiperkontraktilitas detrusor
6. Kebocoran urine diantara waktu
7. Impaksi fekal
berkemih
8. Obstruksi saluran kandung kemih
9. Obstruksi ureter
10. Program pengobatan
11. Prolaps pelvik berat

untuk berkemih
Rasional : Untuk mengetahui seberapa jauh
kemampuan klien untuk mengetahui caranya
berkemih
2. Pantau asupan dan haluaran
Rasional : Untuk mengetahui jumlah cairan
yang masuk dan yang keluar apakah
seimbangan atau tidak
3. Lakukan pengkajian perkemihan komprehensif
yang berfokus pada inkontinensi (mis.
Haluaran urine, pola berkemih, fungsi kognitif,
dan masalah perkemihan yang sudah ada)
Rasional : Untuk mengetahui tingkat
kesehatan
klien
mencakup
ttentang
inkontinensia
4. Pantau tingkat distensi kandung kemih melalui
palpasi dan perkusi
Rasional : Untuk mengetahui apakah terjadi
distensi pada kandung kemih
Mandiri
5. Perawatan perineum
Rasional : Untuk mengurangi terjadinya
resiko kerusakan integritas kulit
6. Manajemen eliminasi urine
Rasional : Untuk memepertahankan pola
eliminasi urine yang optimun

34

7. Pertahankan asupan cairan sekitar 2000ml/hari


Rasional : Untuk mencegah distensi pada
kandung kemih
8. Beri waktu sekitar 10 menit untuk
mengosongkan kandung kemih
Rasional : Agar tidak terjadi distensi kandung
kemih
9. Bantu klien mempertahankan higienen dan
rutinitas perawatan kulit yang adekuat
Rasional : Untuk mencegah resiko kerusakan
integritas kulit
10. Pertahankan kulit tetap kering
Rasional : untuk menjaga kebersihan kilit
11. Pasang kateter urine jika perlu
Rasional : Jika klien sudah tidak dapat
menahan kencing yang keluar maka dipasang
kateter untuk mempermudah klien buang air
kecil
Kolaborasi
12. Oleskan salep barier lembab atau zat penyegel
kulit
Rasional : Untuk mecegah kerusakan kulit
dan tidak terjadi ulkus
HE
13. Ajarkan membersihkan diri setelah episode

35

overflow, serta membersihkan diri sehari


sekali dan menjaga perineum tetap kering
Rasional : Untuk memertahankan kebersihan
diri serta mencegah kerusakan integritas kulit

Inkontinensia urinarius fungsional NOC


(00020)
Perawatan diri : eliminasi (toileting)
Domain 3. Eliminasi dan pertukaran
Kontinensia urine
Kelas 1. Fungsi urinarius
Eliminasi urine
Definisi :
Ketidak mampuan individu yang
biasanya kontinen untuk mencapai toilet
tepat
waktu
untuk
menghindari
kehilangan urin tanpa di sengaja.
Batasan Karakteristik
Mampu mengososngkan kandung
kemih dengan komplet jumlah waktu
yang di perlukan untuk mencapai
toilet melebihi lama waktu antara
merasakan dorongan untuk berkemih
dan tidak dapat mengontrol berkemih
Mengeluarkan
urin
sebelum

NIC
Observasi :
1. Pantau
eliminasi
urine,
termasuk
frekuensi,konsistensi, bau, volume, dan warna.
Jika perlu
Rasional : Untuk melihat perubahan urine
Kriteria hasil :
klien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2.
Monitor tanda dan gejala retensi urin
selama 2x24 jam diharapkan klien
Rasional : Untuk mengetahui ketidakmapuan
mampu :
klien untuk mengeluarkan urine
Melakukan eliminasi secara mandiri
dengan atau tanpa alat bantu
Mandiri :
Mengidentifikasi tepat waktu terhadap
3. Modifikasi pakaian yang mudah dan cepat
dorongan berkemih
dilepas
Mengendalikan eliminasi urine dari
Rasional : Agar mempermudah klien untuk
kandung kemih
buang air kecil
Mencapai toilet antara waktu dorongan 4. Bantu klien untuk eliminasi dan berkemih tepat
berkemih dan penegluaran urine
waktu
Rasional : Untuk membiasakan klien sehingga
dapat berkemih pada waktunya

36

mencapai toilet
Mungkin inkontinensia hanya pada
dini hari
Merasakan perlunya untuk berkemih
Faktor yang berhubungan
Faktor lingkungan yang berubah
Gangguan kognisi
Gangguan penglihatan
Keterbatasan neuromuscular
Factor psikologis
Kelemahan
struktur
panggul
pendukung

5. Anjurkan pasien untuk minum minimum 1500


cc/hari
Rasional : Untuk mencegah terjadi kebocoran
kandung kemih
6. Kurangi konsumsi yang menyebabkan iritasi
pada bladder (seperti minuman bersoda, teh,
kopi, dan coklat)
Rasional : Untuk mencegah iritasi pada
kandung kemih
HE :
7. Ajarkan klien tentang tanda dan gejalan infeksi
saluran kemih
Rasional : Agar klien dapat mengetahui tanda
dan gejala ISK sehingga dapat menjaga
kebersihan daerah genitalia
8. Ajarkan klien dan keluarga untuk mencatat
haluaran urine
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan
antara masukan dan haluaran
Kolaborasi :
9. Rujuk kedokter jika ada tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
Rasional : Untuk mencegah tingkat keparahan
yang akan dialami klien

37

Resiko Infeksi (00004)


Domain 11 : Keamanan/Perlindungan
Kelas 1 : Infeksi

NOC
1. Immune Status
2. Knowledge : Infection control
3. Resiko kontrol

NIC
Observasi :
1. Inspeksi balutan dan luka, perhatikan
karakteristik drainase
Rasional : Deteksi dini terjadinya infeksi
Definisi : Rentan mengalami invasi dan
Tujuan
:
Setelah
di
lakukan
tindakan
memeberikan kesempatan untuk intervensi
multiplikasi organisme patogenik yang
keperawatan selama ... x 24 jam suhu
tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih
dapat mengganggu kesehatan
badan pasien normal
serius
Faktor resiko :
1. Kurang pengetahuan untuk
menghindari
pemajanan
patogen
2. Malnutrisi
3. Obesitas
4. Penyakit kronis (mis, diabetes
melitus)
5. Prosedur invasive pertahanan
tubuh primer tidak adekuat
6. Gangguan integritas kulit
7. Gangguan peristaltis
8. Merokok
9. Pecah ketubanan dini
10. Perubahan
PH
sekresi
Pertahanan tubuh sekunder
tidak adekuat

Kriteria Hasil :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
2. Mendeskripsikan
proses
penularan penyakit faktor yang
mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya
3. Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas
normal
5. Menunjukkan perilaku hidup
sehat

Mandiri :
2. Pertahankan teknik aseptic bila mengganti
balutan/merawat luka
Rasional : Meminimalkan kesempatan
introduksi bakteri
3. Pertahankan teknik isolasi
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi
4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
Rasional : Untuk mencegah teradinya infeksi
5. Tingkatkan intake nutrisi
Rasional : Untuk memepertahankan asupan
nutrisi klien
6. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan local
Rasional : Agar perawat dapat mencegah

38

11. Imunosupresi
12. Leukopenia
13. Penurunan hemoglobin

terjadinya infeksi
7. Dorong istirahat
Rasional : Untuk meningkatkan istirahat
Health Education :
8. Ajarkan cara menghindari infeksi
Rasional : Agar keluarga dank lien dapat
mencegah terjadi infeksi

Gangguan Rasa Nyaman (00214)


NOC
Anxiety
Domain 12 :
Fear leavel
Kelas 1 : Kenyamanan Fisik
Definisi : merasa nyaman, lega, dan
Sleep deprivation
sempurna
dalam
dimensi
fisik,
Comfort, read
psikospritual, lingkungan, budaya, dan /
atau social
Kriterial hasil :
1. Mampu mengontrol kecemasan
2. Status lingkungan yang nyaman
Batasan karakteristik
3. Mengontrol nyeri
4. Kualitas tidur dan istirahat adekuat
ansietas

Kolaborasi :
9. Pemberian antibiotic sesuai indikasi
Rasional : Antibiotik disesuaikan terhadap
organisme khusus
NIC
Observasi :
1. Identifikasi tingkat kecemasan
Rasional : Agar mengetahui keadaan pasien
2. Pahami prespektif pasien terhadap situasi
stres
Rasional : Agar memberikan luang waktu
bagi perasaan pasien

39

berkeluh kesah
gangguan pola tidur
gatal
gejala distres
gelisah
iritabilitas
ketidakmampuan untuk relaks
kurang puas dengan keadaan
menangis
merasa dingin
merasa kurang senang dengan
situasi
merasa hangat
merasa lapar
merasa tidak nyaman
merintih
takut

Faktor Yang Berhubungan


gejala terkait penyakit
kurang kontrol situasi
kurang pengendalian lingkungan
kurang privasi
program pengobatan
stimuli
lingkungan
yang

5. Agresi pengendalian diri


Mandiri
6. Respon terhadap pengobatan
3. Gunakan pendekatan yang menenangkan
7. Control gejala
Rasional : Agar mengurangi kecemasan
8. Status kenyamanan meningkat
pasien
9. Dapat mengontrol ketakutan
4. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
10. Support social Keinginan untuk
pelaku pasien
hidup
Rasional : Untuk meningkatkan rasa
percaya
diri
dan
meningkatkan
kesembuhannya
5. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur
Rasional : Agar klien mengetahui prosedur
yang
akan
dilakukan
dan
dapat
meningkatkan kesehatan pasien
6. Temani
pasien
untuk
memberikan
keamanan dan mengurangi takut
Rasional : agar pasien bisa mandiri dan
tidak mengalami depresi lebih lanjut
7. Lakukan back/ neck rub
Rasional : Agar meregangkan otot leher,
bahu, dan punggung membantu meredakan
stres
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
Rasional : Agar pasien menceritakan
keluhan atau apapun secara langsung tanpa
rasa takut

40

mengganggu
sumber daya tidak adekuat (mis.
Finansial, pengetahuan, dan
sosial)

9. Bantu pasien mengenal situasi yang


menimbulkan kecemasan
Rasional
:
Untuk
meminimalkan
ketegangan otot, syaraf, dan resiko masalah
lain yang daoat terjadi
10. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
Rasional : Agar mengetahui penyebab klien
merasa cemas dan ketakutan

Health education
11. Dorong keluarga untuk melindungi anak
Rasional : Supaya klien dapat merasa
nyaman dan terhindar dari bahaya
12. Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
Rasional : Agar meredakan stress

Kerusakan Integritas Kulit (00046)


Domain 11 : Keamanan/Perlindungan

Kolaborasi
13. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
Rasional : Agar menekankan timbulnya
kecemasan
NOC :
NIC :
Tissue Integrity : Skin and Mucous Observasi

41

Kelas 2 : Cedera Fisik

Membranes

1. Menginspeksi
adanya
kemerahan,
pembengkakan, atau tanda-tanda dehisensi
atau evirasi pada area insisi
Rasional : untuk meminimalisir gangguan
berupa peradangan/infeksi
2. Menginspeksi luka pada setiap mengganti
balutan
Rasional : Untuk menjaga kebersihan luka
3. Mengkaji luka
Rasional : Untuk mengetahui tingkat
kesembuhan luka

Definisi
:
Perubahan/gangguan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
epidermis dan/atau dermis
keperawatan selama 2x24 jam, kerusakan
integritas kulit pasien teratasi dengan
Batasan Karakteristik
Kerusakan lapisan kulit
Kriteria hasil :
Gangguan permukaan kulit
Menunjukkan
penyembuhan
Invasi struktur tubuh
luka

Menunjukkan
rutinitas
Faktor yang berhubungan
perawatan kulit atau perawatan
Eksternal
luka yang optimal
Tidak ada lepuh atau maserasi Mandiri
Zat kimia
pada kulit
Usia yang ekstrem
1. Melakukan
perawatan
luka
atau

Eritema
kulit
dan
eritema
Kelembapan
perawatan kulit secara rutin
disekitar
luka
minimal
Rasional : Untuk mencegah iritasi kulit
Hipertermia
2.
membersihkan dan membalut area insisi
Hipotermia
pembedahan
Faktor mekanik (mis., gaya
Rasional : Agar tidak terjadi infeksi
gunting
[shearing
forces],
3. melakukan perawatan pada area infus IV,
tekanan, pengekangan)
jalur hickman, atau jalur vena sentral,
Medikasi
jika diperlukan
Lembab
Rasional : Untuk meminimalisir
Imobilisasi fisik
terjadinya dekubitus
Radiasi
4. melakukan masase di area sekitar luka

42

Internal
Perubahan status cairan
Perubahan pigmentasi
Perubahan tugor
Faktor perkembangan
Kondisi
ketidakseimbangan
nutrisi (mis., obesitas, emasiasi)
Penurunan imunologis
Penurunan sirkulasi
Kondisi gangguan metabolik
Gangguan sensasi
Tonjolan tulang

untuk merangsang sirkulasi


Rasional : Agar meningkatkan proses
kesembuhan
Health Education
1. Mengajarkan
perawatan
luka
insisi
pembedahan, termaksud tanda dan gejala
infeksi, cara mempertahankan luka insisi
tetap kering saat mandi dan mengurangi
penekanan pada insisi
Rasional : Agar pasien lebih meningkatkan
kesembuhannya

Kolaborasi
1. Mengkonsultasikan pada dokter tentang
implementasi pemberian makanan dan
nutrisi enteral atau parenteral untuk
meningkatkan potensi penyembuhan luka
Rasional : Untuk mengetahui keadaan
umum pasien
2. Merujuk ke perawat terapi enterostoma
untuk mendapatkan bantuan dalam
pengkajian, penentuan derajat luka, dan
dokumentasi perawat luka atau kerusakan
kulit

43

Rasional
:
Agar
mempercepat
penyembuhan khususnya pada luka
3. Perawatan luka dengan menggunakan
unit TENS untuk meningkatkan proses
penyembuhan luka jika perlu
Rasioanal
:
Untuk
mengetahui
perubahan dan peningkatan kesembuhan
8

Gangguan pola tidur (00198)


Domain 4: Aktivitas/Istrahat
Kelas 1: Tidur/Istrahat

NOC
Anxiety reduction
Comfort level
Pain level
Definisi : interupsi jumlah waktu dan Rest : extent and pattern
kualitas tidur akibat faktor eksternal.
Sleep : extent and pattern

NIC
Pain Management
Observasi
1. Monitor waktu makan dan minum dengan
waktu tidur
Rasional : agar waktu makan, minum dan tidur
klien teratur
2.
Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
dan jam
Batasan karakteristik :
keperawatan ... x 24 jam diharapkan
Rasional
: agar waktu tidur klien teratur
Kesulitan jatuh tertidur
gangguan pola tidur pada pasien dapat
Ketidakpuasan tidur
teratasi.
Mandiri
Menyatakan tidak merasa cukup
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
Kriteria Hasil :
istrahat
Rasional : agar klien dapat istrahat dengan
Penurunan kemampuan berfungsi
Jumlah jam tidur dalam batas normal 6nyaman
Perubahan pola tidur normal
8 jam/hari
2. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
Sering
terjaga
tanpa
jelas Pola tidur kualitas dalam batas normal
sebelum tidur
Perasaan segar sesudah tidur atau
penyebabnya
Rasional : agar klien bisa tidur nyeyak
istrahat

44

Mampu mengidentifikasikan hal-hal Health Education


1. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
yang meningkatkan tidur
Faktor yang berhubungan:
Rasional : agar pola tidur klien teratur
2.
Instruksikan untuk memonitor pasien
Gangguan karena pasangan tidur
Rasional : agar perawat dapat mengontrol pola
Halangan
lingkungan
tidur klien
(mis.,bising,pajanan
cahaya/gelap,suhu/kelembapan,li
Kolaborasi
ngkungan yang tidak dikenal)
1.
Kolaborasi pemberian obat tidur
Imobilisasi
Rasional : untuk membantu klien yang tidak
Kurang privasi
bisa tidur
Pola tidur tidak menyehatkan
2. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang
(mis., karena tanggung jawab
teknik tidur pasien
menjadi pengasuh, menjadi
Rasional : agar klien dan keluarga dapat
orang tua, pasangan tidur)
mengubah pola tidur klien yang tidak teratur
9

Ansietas (00146)
NOC
NIC
Domain 9 : Koping /toleransi terhadap
- Tingkat ansietas
Observasi
Pengendalian
diri
terhadap
ansietas
stress
1. Kaji
dan
dokumentasikan
tingkat
- Konsentrasi
Kelas 2 : Respon koping
kecemasan pasien termasuk reaksi fisik
- Koping
Rasaional : untuk mengetahui penyebab
kecemasan
Definisi :
Tujuan
2.
Gali bersama pasien tentang teknik yang
Perasaan tidak nyaman atau khawatir
berhasil dan tidak berhasil
yang samar disertai respon autonom Setelah dilakukan tindakan tindakan
Rasional : agar perawat dapat mengulangi
keperawatan
selama
x24
jam
klien
(sumber sering kali tidak spesifik atau
kembali tindakan yang tidak berhasil
tidak diketahui oleh individu ); perasaan diharapkan ansietas dapat teratasi
takut yang disebabkan oleh antisipasi

45

terhadap
bahaya.
Peraasaan
ini Kriteria hasi :
Mandiri
merupakan isyarat kewaspadaan yang
- Mengidentifikasi
dan
1. Bimbing antisipasi
Rasional : mencegah terjadinya kembali
memperingatkan bahaya yang akan
mengungkapkan gejala cemas
kecemasan pada klien
- Mengidentifikasi, mengungkapkan,
terjadi dan memampukan individu
2.
Teknik menenangkan diri
dan
menunjukkan
tekhnik
untuk
melakukan tindakan untuk menghadapi
Rasional : agar klien tidak terlalu
mengontrol cemas
ancaman.
merasakan cemas
- Vital sign dalam batas normal
3. Dukungan emosi
- Postur tubuh, ekspresi wajah,
Batasan karakteristik :
Rasional : agar klien dapat mengendalikan
bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas
1. Nyeri
dan
peningkatan
emosi
menunjukkan
berkurangnya
ketidakberdayaan yang tersisten
HE.
kecemasan.
2. Gangguan tidur
1. Informasikan tentang ansietas
3. Kelemahan
Rasional : untuk menambah pengetahuan
4. Kesemutan pada ekstremitas
klien pada ansietas
5. Gelisah
2.
Ajarkan anggota keluarga bagaimana
6. Resah
membedakan antara serangan panik dan
gejalah penyakit fisik
Rasional : agar keluarga klien secara
mandiri dapat mengatasi kecemasan

46

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Inkontinensia didefinisikan sebagai berkemih ( defekasi ) di luar
kesadaran, pada waktu dan tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah
kebersihan atau social. Terdapat dua aspek social yang sangat penting dalam
definisi inkontinensia ini. Inkontinensia yang diderita oleh klien mungkin tidak
menimbulkan sejumlah masalah yang nyata bagi teman atau keluarganya.
Faktor yang berkonstribusi terhadap perkembangan inkontinensia adalah
factor fisiologis dan psikologis. Faktor psikologis dapat mencakup depresi dan
apatis, yang dapat meperberat kondisi sehingga sulit untuk mengatasi masalah
kearah normal. Beberapa kondisi psikiatrik dan kerusakan otak organic seperti
demensia, dapat juga menyebabkan inkontinensia. Faktor anatomis dan
fisiologis dapat mencakup kerusakan saraf spinal, yang menghancurkan
mekanisme normal untuk berkemih dan rasa ingin menghentikannya.
Penglihatan yang kurang jelas, infeksi saluran perkemihan, dan medikasi
tertentu seperti diuretic juga berhubungan dengan inkontinensia. Selain itu,
wnaita yang melahirkan dan laki laki dengan protatism, cenderung
mengalami kerusakan kandung kemih yang dapat menyebabkan inkotinansia,
akibat trauma atau pembedahan.
B. SARAN
Kami sadar tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saran dan kritik
sangat kami harapkan dan kami pun akan menerima kritik dan sarannya dengan
senang hati untuk perbaikan pada makalah berikutnya.
Dan Sebaiknya pasien dengan inkontinensia urine diberikan disiplin ilmu
agar pelayanan perawatan pasien menyeluruh dan dapat mengatur diri sesuai
dengan obat-obatan yang di beri dengan anjuran dokter.

DAFTAR PUSTAKA

47

Haryono, rudi. 2012. Keperawatan medikal bedah : sistem perkemihan. Yogyakarta


Pranata, e.p.2014. asuhan keperawatan sistem perkemihanrawatan. Jember
EJ, C.2009. buku patofisiologi.Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Salemba Medika: Jakarta
Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Sudarth volume 2.. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
http;/medicastore.com/penyakit/602/inkontinensia_Uri.html
Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.
Jakarta : EGC

48

Anda mungkin juga menyukai