Anda di halaman 1dari 5

BAB III

ALIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN


Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, yang berarti bahwa filsafat
pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja fisafat dan akan menggunakan hasil-hasil
kajian dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang hasil realitas, pemgetahuan,
dan nilai, khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan pendidikan. Ada sembila tipe
filsafat pendidikan yang paling berpengaruh dalam dunia pendidikan yaitu sebagai berikut:
JENIS-JENIS FILSAFAT PENDIDIKAN
1.FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME
Idealisme berpendirian, bahwa kenyataan tersusun atas gagasan-gagasan (ide-ide) atau
spirit. Segala benda yang nampak berhubungan dengan kejiwaan dan segala aktivitas adalah
aktivitas kejiwaan. Dunia ini dipandang bukan hanya sebagai mekanisme, tetapi dipandang
sebagai sistem, dunia adalah keseluruhan (totalitas). Unsur material tetap ada, tetapi hanya
merupakan bagian yang saling bersangkut paut dengan keseluruhan, dan segala penampakan
secara materi hanya manifestasi dari pada aktifitas jiwa. Jiwa mempunyai kedudukan yang utama
dalam susunan keseluruhan. Dan Segala fakta empiris diakui adanya dan hal itu mengandung
konsepsi yang serba mungkin. Tetapi segala unsure materi dan fakta itu bukanlah sebagai realita
yang sebenarnya.
Jadi secara umum idealisme adalah pandangan yang menganggap hal yang terpenting
adalah dunia ide-ide, sebab realitas yang sesungguhnya adalah dunia ide-ide tersebut. Ide-ide
tersebut bisa berupa pikiran-pikiran manusia rasional, bisa juga berupa gagasan-gagasan
kesempurnaan, seperti Tuhan, dan Moral tertinggi (Summum Bonnum). Apa yang bisa diindera
ini hanyalah bayangan atau imitasi dari ide-ide itu. Oleh karena itu dunia yang dapat di indera ini
bersifat tidak tetap. Beranjak dari hal tersebut di atas, maka sejarah, alam, pikiran manusia itu
bisa menjadi bernilai atau memiliki makna oleh karena adanya ide dibalik kenampakan.
Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya, yakni apa yang disebut mind. Mind
merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan
pengerak semua tingkah laku manusia. Jiwa (mind) merupakan faktor utama yang menggerakkan
semua aktivitas manusia., badan atau jasmani tanpa jiwa tidak memiliki apa-apa.
Realitas mungkin bersifat personal, dan mungkin juga bersifat impersonal.Idealisme
Katolik berpandangan bahwa realitas akhir adalah God dari tiga pribadi yang disebut
Trinitas. Kaum idalisme Kristiani sepakat dengan idealisme lainnya bahwa manusia adalah
makhluk spiritual yang menggunakan kemauan bebas (free will), dan secara personal
bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya.
Plato mengatakan bahwa jiwa manusia sebagai roh yang berasal dari ide eksternal
dan sempurna. Bagi Immanuel Kant, manusia adalah bebas dan ditentukan. Manusia bebas,
sepanjang ia sebagai, spirit (jiwa), sedangkan ia terikat berarti manusia juga merupakan makhluk
fisik yang tunduk terhadap hukum alam.

Idealisme, memandang bahwa realitas akhir itu roh bukan materia atau bukan
pisik.Dunia kenyataan merupakan manifestasi dari realitas. Hakikat manusia adalah jiwanya,
rohaninya; yang menggerakan semua aktivitas manusia. Sementara memandang pengetahuan
yang benar itu hasil akal belaka. Dan manusia dapat memperoleh kebenaran sejati dan
pengetahuan realitas karena realitas hakikatnya spiritual. Sedang nilai bagi paham ini dikatakan
nilai itu tetapn nilai tidak dicipta manusia, melainkan bagian dari alam semesta.
Pendidikan dalam pandangan idealisme merupakan proses abadi dari proses penyesuaian
dan perkembangan mental maupun pisik, bebas dan sadar terhadap Tuhan, dimanisfestasikan
dalam lingkungan intelektual, emosional, dan berkemauan. Pendidikan merupakan pertumbuhan
ke arah tujuan, yaitu pribadi manusia yang ideal (Sadullah, 2007:101). Mengenai kurikulum,
pendidikan liberal untuk pengembangan rasional dan pendidikan praktis. Adapun mengenai
pembelajaran, Guru harus memandang peserta didik sebagai tujuan bukan alat. Guru harus
membimbing, dan mengajarkan nilai-nilai yang tetap, abadi dan pelaksanaannya harus
bersesuaian dengan pencipta alam semesta. Sehingga peserta didik mampu mencapai dunia cita,
dan menikmati kehidupan abadi.
2. FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME
Istilah realisme berasal dari bahasa latin realis yang berarti sungguh-sungguh, nyata
benar. Realisme adalah filsafat yang menganggap bahwa terdapat satu dunia eksternal nyata yang
dapat dikenali. Karena itu, realisme berpandangan bahwa objek persepsi indrawi dan pengertian
sungguh-sungguh ada, terlepas dari indra dan budi yang menangkapnya karena objek itu
memang dapat diselidiki, dianalisis, dipelajari lewat ilmu, dan ditemukan hakikatnya lewat ilmu
filsafat.
Realisme dalam berbagai bentuk menurut Kattsoff (1996: 126) menarik garis pemisah yang
tajam antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung ke arah
dualisme atau monisme materialistik. Seorang pengikut materialistik mengatakan bahwa jiwa
dan materi sepenuhnya sama. Jika demikian halnya, sudah tentu dapat juga sama-sama dikatakan
jiwa adalah materi seperti halnya mengatakan materi adalah jiwa . Tetapi apakah orang
berusaha melacak roh sampai kepada materi ataukah materi sampai kepada roh, tergantung pada
manakah yang dianggap utama. Jika orang mengatakan jiwa adalah materi dan karena materi
tidak mungkin mengandung maksud, maka juga jiwa tidak mungkin mengandung maksud.
Dilain pihak jika materi adalah jiwa, maka alam semesta dapat dipahamkan sebagai suatu yang
mengandung maksud atau dapat dikatakan bersifat teleologis .
Teori realisme mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan terhadap realisme
adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata (dari fakta atau
hakikat). Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalh kopi dari yang asli yang ada
dilua akal. Hal ini tidak diubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam foto. Dengan demikian,
realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
Ajaran realisme percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara, ada hal-hal yang hanya
terdapat di dalam dan tentang dirinya sendiri, serta yang hakikatnya tidak terpengaruh oleh
seseorang. Contonya, fakta menunjukkan, suatu meja tetap sebagaiman adanya, kendati tidak ada

orang di dalam ruangan itu yang menangkapnya. Jadi meja itu tidak tergantung kepada gagasan
kita mengenainya, tetapi tergantung pada meja tersebut.
1.
2.
3.
4.
5.

Beberapa prinsip belajar yang dikemukakan oleh Comenius (Sadulloh, 2003) adalah :
Pembelajaran harus didasarkan pada minat peserta didik. Keberhasilan dalam belajar tidak
karena dipaksakan dari luar, melaikan merupakan suatu hasil perkembangan pribadinya.
Setiap mata pelajaran harus memilki out-line, garis besar proses belajar mengajar, silabus dan
rencana pembelajaran, dan sudah ada pada awal pembelajaran.
Pada pertemuan awal atau permulaan pembelajaran, guru harus menyampaikan informasi
tentang garis-garis besar pembelajaran yang akan dipelajari peserta didik.
Kelas harus diperkaya dengan gambar-gambar peta, foto, hasil karya peserta didik dan
sejenisnya yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar yang diberikan atau
dilaksanakan.
Pembelajaran harus berlangsung secara berkesinambungan dengan pelajaran sebelumnya
sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh dan mengikuti perkembangan pengetahuan secara
terus menerus.

6.

Setiap aktifitas yang dilakukan guru bersama peseta didik hendaknya membantu untuk
perkembangan hakikat manusia, dan kepada peserta didik ditunjukkan untuk kepentingan yang
praktis dari setiap sistem nilai.
7. Pelajaran dalam subjek yang sama diperubntukkan bagi semua peserta didik.
Realisme memandang bahwa realitas itu terdiri dari dunia pisik dan dunia rohani. Dunia
materi adalah nyata dan berada di luar pikiran. Akal menjadi piranti manusia untuk mengenal
dunia, dan menjangkau kebenaran umum. Realisme (klasik) berpandangan pengetahuan yang
benar berada di dalam pengetahuan atau kebenaran itu sendiri. Untuk pengetahuan tentang Tuhan
tidak perlu dibuktikan karena Tuhan selef evident. Sementara mengenai pendidikan, tujuan
pendidikan bersifat intelektual. Intelektual bukan sekedar tujuan tetapi juga merupakan alat
untuk memecahkan problem-problem yang dihadapi manusia. Sedang untuk materi pendidikan
yang esensi adalah pengalaman manusia; yang esensi itu sesuatu hasil penyatuan dan
pengulangan pengalaman manusia. Adapun tentang sekeolah, di Sekolah harus menekankan
perhatian pada pelajaran, dan diajarkan moral yang absolut dan universal. Sekolah pun harus
menghasilkan individu-individu yang sempurna; manusia yang moderat yang mengambil jalan
tengah. Jalan tengah ini akan menghasilkan manusia bijaksana dan menjunjung kebenaran.
3 FILSAFAT PENDIDIKAN MATERIALISME
Aliran materialism adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan,
dimana benda merupakan sumber segalanya, sedangkan yang dikatakan materialistis
mementingkan kebendaan menurut materlialisme (Poerwadarminta, 1984:638). Aliran ini
memberikan suatu pertanyaan bahwa segala sesuatu yang ada di semua ala mini ialah yang dapat
dilihat atau diobservasi, baik wujudnya maupun gerakan-gerakannya serta peristiwaperistiwanya.
Menurut Jalaluddin dan Idi (2002:53) maka realita semesta ini pastilah sebagaimana
yang kita lihat yang Nampak dihadapan kita. Yaitu sebagaimana dikemukakan Noor Syam,

(1986:162-163) semuanya adalah materi, serba zat, serba benda, manusia merupakan makhluk
ilmiah yang tidak punya perbedaan dengan alam semesta demikian juga wujudnya yang
merupakan makrokosmos, dan tingkah laku manusia pada prosesnya sejalan dengan sifat dan
gerakan alamiah dan gerakan peristiwa alamiah yang terkait dengan benda dan menjadi bagian
dari hukum alam, karenanya gerakannya ialah suatu bagian dari pada hukum alam semesta dan
merupakan suatu pola mekanisme atau perjalanan menurut aturan yang mengikat dan terkait
karena pada kenyataanya manusia tunduk dan terlibat dengan peristiwa hokum alam karena
adanya hukum sebab akibat (kausalitas), hokum yang obyektif, dimana manusia bergerak oleh
karena menerima akibatr sesuatu, olehnya reaksi yang ditimbulkan manusia adanya benda yang
menimbulkan stimulus response.
Karl Marx, memberikan pandangan sesuatu bahwa kenyataan yang ada adalah dunia
materi, dan di dalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat, pada muatannya terdapat berupa
kesadaran-kesadaran yang menumbauhkan ide serta teori serta pandangan yang semuanya adalah
suatu gambaran yang nyata, sebabnya faktor yang mempunyai peran untuk melahirkannya, yaitu
adanya pendorong atau daya yang dikatakan materi atau benda, dan pada perinsipnya
kecenderungan manusia untuk membuat dan bertindak yang disebabkan oleh faktor materi yang
ada disekitarnya (Hadijono, 1986:121).
Karakteristik umum materiakisme (Sadulloh 2003) berdasarkan suatu asumsi bahwa
realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam
ruang. Asumsi tersebut adalah:
a.
Semua sains seperti biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang lainnya
ditinjau dari dasar fenomena materi yang dihubungkan secara kausal (sebab akibat).
b. Apa yang dikatakan jiwa (mind) dan segala kegiatannya (berpikir, memahami ) adalah
merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, system urat saraf, atau organ-organ jasmani
lainnya.
c.
Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita makna dan tujuan hidup, keindahan dan
kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan, symbol subyektif
manusia untuk situasi atau hubungan fisik yang berbeda.
Materi merupakan hakikat yang nyata. Rohani, spritual atau supranatural bukalah sesuatu
yang nyata adanya. Yang ada hanyalah materi, tak ada alam rohani atau alam spiritual.
Kepercayaan pada Tuhan merupakan proyeksi kegagalan dan ketidakpuasan manusia mencapai
apa yang diinginkan dalam hidup dan kehidupannya.
Tuhan hanyalah hasil hayalan manusia, Tuhan dicipta manusia. Oleh karenanya tidak ada
gunanya berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak karena yang mutlak pada hakikatnya tidak
ada. Pendidikan merupakan proses kondisionisasi lingkungan (Sadullah, 2007:116). Tujuan
pendidikan adalah perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kemampuannya
untuk bertanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.
Adapun untuk kurikulum, isi pendidikan mencakup pengetahuan yang handal, dan
berhubungan dengan perilaku. Pendidik memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol
proses atau jalannya roda pendidikan. Sermentara peserta didik tidak punya kebebasan dalam
proses pembelajaran; yang dilaksanakan dengan metode kondisionisasi. Kiranya dapat dipahami
bahwa perubahan perilaku menjadi titik perhatian paham materialisme.

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya diperoleh


temuan sebagai sebagai berikut:

Pertama, aliran filsafat idealisme dalam pendidikan menekankan pada upaya


pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik sebagai aktualisasi potensi yang
dimilikinya. Untuk mencapainya diperlukan pendidikan yang berorientasi pada
penggalian potensi dengan memadukan kurikulum pendidikan umum dan pendidikan
praktis. Kegiatan belajar terpusat pada peserta didik yang dikondisikan oleh tenaga
pendidik.

Kedua, pendidikan menurut aliran filsafat realisme menekankan pada pembentukan


peserta didik agar mampu melaksanakan tanggung jawab sosial dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapainya diperlukan pendidikan yang ketat dan
sistematis dengan dukungan kurikulum yang komprehensif dan kegiatan belajar yang
teratur di bawah arahan oleh tenaga pendidik.

Berdasarkan temuan tersebut dapat dikemukakan bahwa aliran filsafat idealisme dan
realisme pendidikan tidak perlu dipertentangkan, tetapi dapat dipilih atau dipadukan
untuk menemukan aliran yang sesuai dalam melandasi teori dan praktek pendidikan
untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain idealisme ataupun realisme pendidikan
dapat diterapkan tergantung konteks dan kontennya.

Anda mungkin juga menyukai