TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. HELICOBACTER PYLORI
Infeksi Helicobacter pylori pada saluran cerna bagian atas mempunyai
variasi klinis yang luas, dimulai daripada kelompok asimtomatik sampai tukak
peptik, bahkan di hubungkan dengan keganasan di lambung seperti
adenokarsinoma tipe intestinal atau mucosal associated lymphoid tissue atau
( MALT ) Limfoma(1-3).
Data epidemiologis dari berbagai bagian dunia menunjukkan adanya
perbedaan geografis dan juga korelasi yang tidak sesuai antara prevalensi
infeksi dengan prevalensi spektrum klinis seperti tukak peptik ataupun
Helicobacter pylori berdasarkan studi seroepidemiologi cukup tinggi, tetapi
sebaliknya prevalensi berbagai kelainan klinis seperti tukak peptik maupun
kanker lambung sangat rendah. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan peran
faktor pejamu termasuk faktor genetik maupun faktor lingkungan yang selain
mempengaruhi kuman Helicobacter pylori agaknya juga mungkin dapat
mempengaruhi fisiologi maupun imunologi pejamu1-5.
Situasi yang berbeda terjadi di Jepang, suatu negara maju, dengan
prevalensi Helicobacter pylori yang relatif rendah tetapi dengan prevalensi
kanker lambung yang tinggi. Dari sisi kuman Hp diketahui terdapat beberapa
strain yang lebih virulen sehingga selalu ditemukan pada pasien dengan
tukak peptik, gastritis kronik, maupun kanker lambung. Gen Vac A selalu
dapat ditemukan pada kuman Helicobacter pylori, tetapi tidak semuanya
dan
Disamping itu juga mengandung protein somatik cytotoxin 120 130 kD yang
bersifat antigenik yang dapat merusak endotel dan merangsang imun dalam
pembentukan Imunoglobulin A, G ( G1, 2, 4 ) dan M.
dalam lapisan mukus. Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan
pada langkah awal infeksi ini. Urease menghidrolisis urea menjadi
karbondioksida dan ammonia, sehingga H. Pylori mampu bertahan dalam
lingkungan yang asam. Motilitas bakteri sangat penting pada kolonisasi, dan
flagel H. Pylori sangat baik beradaptasi pada lambung1,2,17,21
H. pylori menyebabkan peradangan pada lambung terus - menerus.
Respon peradangan ini mula mula terdiri dari penarikan neutrofil, diikuti
limfosit T dan B, sel plasma, dan makrofag, bersamaan dengan terjadinya
kerusakan sel epitel. Karena H. Pylori sangat jarang menginvasi mukosa
lambung, respon pejamu terutama dipicu oleh menempel / melekatnya bakteri
pada sel epitel. Patogen tersebut dapat terikat pada MHC class dipermukaan
sel eptel gaster dan menginduksi terjadinya apoptosis. Perubahan lebih lanjut
dalam sel epitel bergantung pada protein protein yang disandi pada cag-PAI
dan translokasi CagA kedalam sel epitel lambung. Urease Helicobacter pylori
dan porin juga dapat berperan pada terjadinya ekstravasasi dan kemotaksis
neutrofil1,2,12,17.
Epitel lambung pasien yang terinfeksi H. Pylori meningkatkan kadar
interleukin-1, interleukin-2, interleukin-6, interleukin-8, dan tumor nekrosis
faktor alfa. Diantara semua itu, interleukin-8, adalah neutrophil-activating
chemokine yang poten yang diekspresikan oleh sel epitel gaster, berperan
penting. Strain H. Pylori yang mengandung cag-PAI menimbulkan respon
interleukin-8 yang jauh lebih kuat dibandingkan strain yang tidak mengandung
cag, dan respon ini bergantung pada aktivasi nuclear faktor-kB ( NF-KB ) dan
respon ini segera dari faktor transkripsi aktivator protein 1 ( AP-I ). Infeksi
Helicobacter Pylori merangsang timbulnya respon humoral mukosa dan
2.3. DISPEPSIA
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai
dalam praktek sehari hari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek
umum dan 60% pada praktek gastroenterologis merupakan kasus dispepsia.
Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an, yang
menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala ( sindrom ) yang terdiri dari
nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat
kenyang, rasa penuh pada perut, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang
menjalar di dada4,10,12.
Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan oleh atau didasari oleh
berbagai penyakit, tentunya termasuk pula penyakit pada lambung, yang
diasumsikan oleh orang awam sebagai penyakit maag atau lambung.
Penyakit hepato pankreas bilier ( hepatitis, pankreatitis kronik, kolesistitis
kronik, dan lain lain merupakan penyakit tersering setelah penyakit yang
melibatkan gangguan patologis pada esofago gastroduodenal ( tukak
peptik, gastritis dan lain lain ). Beberapa penyakit di luar sistem
gastrointestinal dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom dispepsia,
seperti gangguan kardiak ( iskemia inferior, / infark miokard ), penyakit tiroid,
obat obatan dan sebagainya4,10,.
Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok penyakit organik dan kelompok dimana sarana
penunjang
diagnostik
yang
konvensional
atau
baku
tidak
dapat
dengan
kata
lain
kelompok
terakhir
ini
disebut
sebagai
gangguan
fungsional13,16,19.
Penyebab Dispepsia4
Esofago gastro duodenal
Obat obatan
Hepato bilier
Pankreas
Pankreatits, keganasan
penyakit
jantung
Gangguan fungsional
2.3.1. DEFINISI4,10,14
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "δ υ & sigmaf;(Dys-), berarti sulit , dan "πψη" (Pepse), berarti pencernaan. Dalam
referensi, cukup banyak definisi untuk dispepsia, misalnya istilah ini dikaitkan
dengan keluhan yang berhubungan dengan makan atau keluhan yang oleh
pasien ataupun dokter dikaitkan dengan gangguan saluran cerna bagian atas.
Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakati bahwa definisi dispepsia
Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria
maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam
beberapa waktu. Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau
penyakit acid reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung
terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang
membentang dari faring kedalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di
dada. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
1. Menelan udara (aerofagi)
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3. Iritasi lambung (gastritis)
4.Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
flatulensi
2)
Pemeriksaan Invasif
a)
b)
c)
b)
c)
Gambar2..SkemarepresentasihasilakhirklinissetelahinfeksiHpylori(CorreaP,2008).
biayanya lebih murah dari pemeriksaan endoskopi dan biopsi. Di samping itu
keuntungan tes serologi adalah kurang dipengaruhi oleh supresi infeksi
Helicobacter pylori oleh garam bismuth, proton pump inhibitor dan antibiotik
yang sangat berpengaruh terhadap tes-tes yang berdasarkan enzim
urease3,5,8-9.
Walaupun
terdapat
banyak
metode
serologi
yang