Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

KLIEN DENGAN PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK)


Oleh Devi Puri Sukmawati, 1206218966
I.

Anatomi dan Fisiologi

Sistem pernapasan terdiri atas suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan
udara luar agar menuju membran kapiler alveoli. Saluran penghantar udara hingga
mencapai paru-paru meliputi 2 bagian yaitu saluran pernafasan bagian atas (upper
respiratory Airway) dan saluran pernafasan bagian bawah.
Secara umum fungsi utama dari saluran pernafasan atas adalah:
1. Air conduction kepada saluran nafas bagian bawah untuk pertukaran gas.
2. Protection saluran nafas bagian bawah dari benda asing.
3. Warming filtration dan humadification dari udara yang inspirasi.
Saluran ini dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara dari luar masuk,
proses pertama yang dialami adalah disaring, dihangatkan dan dilembabkan di
rongga hidung. Proses ini dilakukan oleh Sinus paranasalis. Fungsi dari sinus
adalah membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan berat tulang
tengkorak, serta mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.
Kemudian partikel yang halus hasil penyaringan akan terjerat dalam lapisan
mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam ronga
hidung dan menuju faring. Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan esopagus pada ketinggian tulang
rawan krikoid. Kemudian udara mengalir dari faring menuju laring. Laring terdiri
atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.

Ruang berbentuk segitiga diantara pita suara bermuara ke dalam trakea dan
membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah yang disebut glotis.
Laring ini berperan sebagai pintu yang mengerahkan cairan dan makanan agar
masuk ke dalam esofagus.
Selanjutnya saluran pernafasan bagian bawah (lower airway), terdiri dari:
1. Trakea
Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang
rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
disebelah belakang trakea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
2. Bronkus dan bronkiolus
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris
dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot
polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai
tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
3.Alveoli
Alveoli yaitu tempat pertukaran gas sinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.
Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris
terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer
memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan
mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus yang melapisi rongga
toraksdipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
4. Paruparu
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi
oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikn. Paru kanan dibagi atas tiga
lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik
yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus

alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru


mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas
untuk tempat permukaan/ pertukaran gas.
5.Thoraks, diafragma dan pleura
Rongga thoraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh darah
besar. Bagian rongga thoraks terdiri atas 12 iga. Pada bagian atas thoraks di
daerah leher

terdapat dua otot tambahan inspirasi adalah skaleneus dan

sternokleidomastoideus. Otot sklaneus menaikkan tulang iga ke-1 dan ke-2 selama
inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding dada. Otot
sternokleidomastoideus mengangkat sternum. Otot parastemal,trapezius, dan
pektoralis juga merupakan otot tambahan inspirasi yang berguna untuk
meningkatkan kerja panas. Diantara tulang iga terdapat otot interkostal. Otot
interkostal eksternum yang menggerakkan tulang iga ke atas dan ke depan,
sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada.
Diafragma terletak di bawah rongga toraks. Pada keadaan relaksasi, diafragma ini
berbentuk kubah. Pengaturan otot diafragma (nervus frenikus) terdapat pada
tulang belakang (spinal cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu, jika terjadi
kecelakaan pada syaraf C3, maka akan menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru. Paru-paru dibungkus
oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua): (1) Pleura
viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus
paru-paru; dan (2) Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah
luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.
Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna
untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paruparu dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.
Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringanjaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi 2 proses
utama yaitu:
1. Ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru,
karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat
kerja mekanik dari otot-otot.

2. Transportasi, yaitu tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi
gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari
0,5 urn). Kekuatan untuk melakukan pemindahan ini adalah selisih tekanan
II.

parsial antara darah dan fase gas.


Definisi, Faktor Resiko, dan Etiologi Penyakit
A. Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan
karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang berbahaya. PPOK meliputi tiga kondisi yang terjadi
dalam satu bentuk umum, yaitu obstruksi aliran ekspirasi. Kelainan yang tampak
pada penderita PPOK adalah bronkhitis kronik, emfisema, dan asma.
1. Bronkhitis Kronis
Bronkhitis kronis adalah gangguan paru obstruktif yang ditandai dengan perubahan
mukus yang berlebihan di saluran napas bawah dan menyebabkan batuk kronis
(Corwin, 2007). Batuk kronis yang dialami oleh penderita bronkhitis biasanya
terjadi selama tiga bulan berturut-turut dalam setahun untuk dua tahun berturutturut.Produksi mukus yang berlebihan terjadi akibat hipertrofi dan hiperplasia selsel penghasil mukus di bronkus (Corwin, 2007). Bronkhitis kronis terjadi karena
pengaruh faktor lingkungan, yaitu kebiasaan merokok, polusi udara, dan infeksi
saluran pernapasan yang pernah ada. Selain itu, bronkhitis kronis juga disebabkan
oleh faktor host yang terdiri dari usia, jenis kelamin, dan penyakit paru yang sudah
ada. Orang dewasa dan orang tua biasanya lebih rentan terkena penyakit kronis,
laki-laki

jugakanlebih

rentan

mengalami

bronkhitis

kronik

dibandingkan

perempuan. Patogenesis terjadinya bronkhitis kronis dimulai dengan masuknya asap


rokok atau polutan ke dalam tubuh. Kemudian akan terjadi hambatan pembersihan
di mukus siliaris dan menyebabkan iritasi bronkiolus. Iritasi pada bronkiolus akan
memicu terjadinya hipertrofi, hiperplasia, dan proliferasi kelenjar mukus. Hal ini
akan mendorong kelenjar mukus untuk mengeluarkan mukus dalam jumlah banyak.
Jika kondisi seperti ini berulang, maka akan menyebabkan obstruksi jalan napas dan
penyakit paru obstruktif kronis.
2. Emfisema
Emfisema adalah perubahan anatomis parenkim paru yg ditandai dengan
pembesaran alveoli dan duktus alveolar serta kerusakan dinding alveolar (Asih dan

Christiantie, 2002). Pembesaran alveoli pada penderita emfisema disebabkan oleh


faktot lingkungan seperti asap rokok dan polutan. Saat asap rokok atau polutan
masuk ke dalam tubuh, tubuh akan memberi respon dengan cara melakukan respon
inflamasi pada saluran napas. Respon inflamasi akan bekerja sedemikian rupa
sehingga tubuh akan menghasilkan protease. Protease tersebut kemudian akan
menyebabkan rusaknya jaringan ikat paru-paru dan hipersekresi mukus. Produksi
mukus yang berlebihan dan menyebabkan emfisema.(Brashers, 2003). Gejala utama
yang dapat diamati dari penderita emfisema adalah dispnea dan pembetukan sputum
yang cenderung sedikit atau tidak ada (Asih dan Christiantie, 2002).
3. Asma
Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas percabangan
trakheobrankial terhadap berbagai stimulus. Kondisi ini dimanifestasikan dengan
penyempitan jalan nafas yang bersifat periodik reversibel yang disebabkan oleh
spasme bronkus. Faktor faktor yang dapat merangsang bronkospasme adalah
kelembaban, perubahan tekanan udara, perubahan temperatur, asap, uap,
kekecewaan emosi, dan alergi terhadap partikel dari bulu binatang, makanan, dan
obat obatan seperti aspirin, indometasin dan ibuprofen.
B. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan Perkumpulan Dokter
Paru Indonesia (PDPI)/Gold tahun 2005 sebagai berikut:
a. PPOK Ringan
Gejala klinis:
a. Dengan atau tanpa batuk
b. Dengan atau tanpa produksi sputum.
c. Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri:
a. VEP1 80% prediksi (normal spirometri) atau
b. VEP1/KVP<70%
Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis
ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak
dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang
berusia pertengahan atau yang lebih tua.
b. PPOK Sedang
Gejala klinis:
a. Dengan atau tanpa batuk

b. Dengan atau tanpa produksi sputum.


c. Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri:
a. VEP1/KVP <70% atau
b. 50%< VEP1 <80% prediksi.
c. PPOK Berat
Gejala klinis:
a. Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
b. Eksaserbasi lebih sering terjadi
c. Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri:
a. VEP1/KVP <70%,
b. VEP1 <30% prediksi atau
c. VEP1 > 30 % dengan gagal napas kronik
Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa gas
darah, dengan kriteria:
- Hipoksemia dengan normokapnia, atau
- Hipoksemia dengan hiperkapnia
C. Etiologi
Faktor yang berperan menyebabkan PPOK adalah rokok, genetik, dan peradangan
yang dapat disebabkan oleh paparan polusi terus menerus.
1. Asap Rokok
Rokok merupakan penyebab utama PPOK. Lebih dari 90% kasus PPOK
disebabkan oleh rokok dan sekitar 15% perokok menderita PPOK (Brashers,
Valentina: 2001). Ketika menghirup asap rokok, sekitar 4000 bahan kimia
dihirup ke dalam paru-paru, 3,4 benzpyrene dan nikotin adalah yang paling
berbahaya. Nikotin beraksi dengan stimulus saraf simpatis dan mengakibatkan
peningkatan denyut jantung, meningkatkan vasokontriksi periperal, yang
akhirnya dapat menimbulkan banyak masalah, seperti penyakit arteri koronari.
Asap rokok memiliki banyak efek pada saluran pernapasan. Asap rokok dapat
menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan yang kemudian mengakibatkan
hiperplasia sel, termasuk sel goblet, yang berikutnya menyebabkan peningkatan
produksi mukus. Asap rokok juga menurunkan diameter jalan napas sehingga
mempersulit sekresi pembersihan jalan napas. Hal ini akan menyebabkan batukbatuk, dan pada perokok atau orang yang selalu terpapar asap rokok batuk-batuk
ini dapat terjadi secara terus-menerus, sehingga terjadilah bronkitis kronis.
Selain itu, asap rokok juga menghasilkan dilasi abnormal pada ruang udara

distal dan disertai dengan kerusakan alveolus yang dapat menyebabkan


terjadinya enfisema. Pada PPOK, mukus yang banyak menjadi tempat yang baik
bagi mikroorganisme (terutama bakteri) untuk mudah melekat dan tumbuh
dengan kolonisasi persisten. Salah satunya adalah streptococcus pneumoniae,
yakni bakteri penyebab pneumonia. Dengan adanya pneumonia, PPOK biasa
akan menjadi PPOk dengan akserbasi akut, yakni timbulnya perburukan
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya atau dengan kata lain PPOK-nya
semakin parah. PPOK dengan akserbasi akut terdiri dari tiga jenis, yaitu :
(Djojodibroto, 2007)
a. Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala berikut: sesak bertambah,
produksi sputum meningkat, perubahan warna sputum
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi
saluran napas atas lebihdari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi
2. Faktor Genetik
Faktor kedua adalah defisiensi 1-Antitrypsin (1-AT) yang merupakan
antiprotease (protease inhibitor). Defisiensi 1-AT ini disebabkan oleh faktor
genetik pada orang yang homozigot karena tingkat 1-AT ini diatur oleh gen
autosomal kodominan napas (Lewis, S.M., Heitkemper, M,M., Dirksen, S.R:
2000).

Kekurangan antiprotease akan mempengaruhi kinerja 1-AT dalam

menghambat elastase neutrofil (protease). Selain disebabkan karena kekurangan


jumlah 1-AT , kinerja 1-AT juga dapat dipengaruhi oleh asap rokok. Asap
rokok menghasilkan stres oksidan (produksi radikal oksigen toksik) yang
menghambat aktivitas antiprotease normal (1-AT). Mekanisme teori proteaseantiprotease ini adalah sebagai berikut (Kumar, V., Abbas, A., Fausto, N: 2005)
-

Prinsip aktivitas antiprotease pada serum dan jaringan interstisial adalah 1-AT
(antiprotease lainnya adalah secretory leukoprotease inhibitor pada mukus

bronki dan serum 1-macroglobulin)


Prinsip selular protease diperoleh dari neutrofil (protease lainnya dibentuk oleh

makrofag, sel mast, bakteri)


Neutrofil elastase (protease) mampu mengeluarkan granulanya yang kaya
dengan protease, seperti elastase neutrofil, proitenase 3 dan catepsin G. Zat-zat
ini mampu merusak jaringan paru-paru.

Pengeluaran granula neutrofil elastase ini mampu dihambat oleh 1-AT, akan
tetapi karena secara genetik individu tersebut sudah mengalami defisiensi 1-AT
maka kinerja dari 1-AT tidak maksimal sehingga tidak dapat menghambat

pengeluaran granula neutrofil elastase


Akibatnya terjadi kerusakan jaringan paru yang menyebabkan pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal dan kerusakan alveolus
Hal ini mengakibatkan terjadinya emfisema.
3. Polusi dan Debu
Terpapar

polusi

yang

terus-menerus

menyebabkan

seseorang

terkena

peradangan pada jalan napas, parenkim, dan pulmonari. Sel yang mengalami
peradangan akan mengeluarkan limfosit T sitotoksin (CD8), leukotrin B4, TNF
(nekrosis tumor), yang mampu merusak struktur paru atau peradangan neutrofil
yang terus-menerus. Hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya PPOK. (Kumar,
V., Abbas, A., Fausto, N., 2005)
D. Faktor Risiko
1. Merokok (baik perokok aktif maupun pasif)
Merokok merupakan faktor resiko utama penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK).Sekitar 80-90% orang yang terkena PPOK diakibatkan oleh kebiasaan
merokok dalam jangka waktu lama. Selain itu, perokok pasif juga memiliki
resiko yang besar terhadap PPOK akibat asap rokok yang dihirupnya.
2. Pajanan debu pekerjaan
Seseorang yang bekerja di luar ruangan dan lingkungan yang kotor akan
beresiko terkena PPOK. Debu-debu pekerjaan seperti kadmium, emas, dan
batu bara akan memicu respon inflamasi dan menghambat saluran napas. Oleh
karena itu, pekerja yang berada di luar ruangan sebaiknya menggunakan
masker untuk menghindari pajanan debu pekerjaan
3. Polusi Udara
4. Infeksi Berulang pada Masa Kanak-kanak
Anak-anak yang mengalami infeksi pernapasan memiliki resiko tinggi terkena
PPOK. Infeksi pernapasan pada masa kanak-kanak dalam waktu yang lama
memicu perburukan kondisi saluran napas sehingga meningkatkan resiko
III.

munculnya penyakit PPOK di masa datang.


Manifestasi klinis

a. Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:


Yang pertama tipe pink puffers (emfisema), pada tipe ini timbul dispnea tanpa
disertai batuk. Tipe ini muncul biasanya pada usia 30-40 tahun. Kedua, yaitu tipe
blue bloaster (bronchitis kronik). Pasien ini biasanya menderita batuk produktif

dan berulang kali mengalami infeksi pernapasan yang dapat berlangsung selama
bertahun-tahun sebelum tampak gangguan fungsi. Akan tetapi, timbul gejala pada
waktu pasien melakukan kegiatan fisik.
b. Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
1) Kelemahan badan
2) Batuk
3) Sesak napas
4) Napas pendek
5) Mengi atau wheezing
6) Ekspirasi memanjang
7) Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8) Penggunaan otot bantu pernapasan
9) Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
10) Edema kaki / ekstremitas dan atau asites
11) Penurunan toleransi terhadap aktifitas
IV.

Patofisiologi (WOC/mindmap)

V.

Komplikasi
- Hipoksemia, dapat diartikan sebagai nilai tekanan parsial O 2 (PO2) yang
rendah di dalam darah.Tekanan parsial ini berkaitan dengan jumlah O2 yang
larut dalam darah. Semakin banyak O2 yang larut maka akan semakin tinggi
tekanan parsialnya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah O2 yang larut
maka semakin rendah tekanan parsialnya.Darah yang ada di kapiler sistemik
memiliki tekanan parsial sebesar 100 mmHg, sedangkan sel-sel tubuh
memiliki tekanan parsial O2 yang bervariasi, bergantung pada aktivitas
metabolisme sel tersebut (Sherwood, 2001). Semakin tinggi aktivitas sel maka
semakin

banyak

pula

O2

yang

dikonsumsi

dan

semakin

rendah

PO2nya.Konsep tekanan parsial digunakan untuk menjelaskan perpindahan


gas-gas dalam darah, seperti O2, dari alveolus ke dalam kapiler paru maupun

dari kapiler sistemik ke sel-sel tubuh. Resistensi pernapasan yang terjadi pada
PPOK menyebabkan berkurangnya aliran O2 yang masuk. Jumlah O2 yang
terlarut dalam darah lama-kelamaan akan menurun karena pemakaian O2 oleh
sel terus berjalan. Dengan berkurangnya jumlah O2 yang larut maka akan
mengurangi

tekanan

parsial

gas

tersebut

dalam

darah,

sehingga

perpindahannya ke sel-sel di jaringan pun akan terhambat. Pada akhirnya,


hipoksemia dapat berujung pada hipoksia, yaitu insufisiensi O 2 tingkat sel.
Hipoksia ini dapat terjadi di berbagai sel dan jaringan dalam tubuh, dan pada
tingkat akhir dapat menyebabkan nekrosis. Gambar skematik berikut dapat
memberikan gambaran mengenai perpindahan O2 dari alveolus menuju sel-sel
tubuh dengan menggunakan penurunan (gradien) tekanan parsial

Gambar 2.Diagram skematik aliran O2 dari alveolus menuju sel-sel tubuh dengan
menyertakan tekanan parsial di sepanjang aliran.
(Sumber: Pearson Education, Inc. copyright 2007)
-

Hiperkapnia, dapat diartikan sebagai kelebihan CO2 dalam darah arteri.


Kelebihan kadar CO2 darah ini diakibatkan oleh kurang adekuatnya
pengeluaran CO2 sisa metabolisme tubuh. Dengan berkurangnya daya recoil
dari saluran napas bagian bawah (bronkiolus) maka pertukaran udara pun
menjadi tidak lancar.Penumpukkan dalam darah akan menyebabkan terjadinya
asidosis respiratoris. Asidosis jenis ini disebabkan oleh permasalahan dalam
hal ventilasi di paru. Penumpukkan CO2 dalam darah membawa efek yang
besar bagi tubuh. CO2 di dalam darah di angkut asam karbonat. Semakin
banyak kadar yang terlarut di darah, semakin banyak asam bikarbonat yang

terbentuk. Asam bikarbonat selanjutnya akan terdisosiasi menjadi ion H+ dan


ion karbonat. Semakin banyak ion H+ yang terbentuk maka akan
mengakibatkan darah menjadi semakin asam. Tingkat keasaman darah yang
meningkat dapat menyebabkan berbagai efek pada tubuh, salah satunya adalah
penekanan sistemsaraf pusat (SSP) yang akan berakibat pada terganggunya
-

sistem koordinasi tubuh dan termoregulasi.


Gagal jantung kanan, hubungan antara PPOK dan gagal jantung kanan dapat
dipahami dengan menggunakan sudut pandang tekanan balik pada pembuluh
darah. Dispnea yang terjadi mengurangi kemampuan paru untuk melakukan
ventilasi, sehingga banyak udara yang terjebak di dalam paru saat ekshalasi
yang tidak optimal. Udara yang tertahan tersebut menyebabkan hiperventilasi
paru dan menekan pembuluh darah paru sehingga meningkatkan tekanan
dalam pembuluh tersebut.Tekanan yang meningkat tersebut berefek secara
backward dan menambah beban kerja bagi ventrikel kanan, yang memompa
darah ke aliran yang menuju paru.Peningkatan tekanan darah di arteri
pulmonalis yang berefek terhadap ventrikel kanan tersebut dinamakan
afterload.Ventrikel kanan lama-kelaman tidak dapat memompa darah menuju

arteri pulmonalis dan terjadilah gagal jantung kanan.


VI.
Pengkajian
1. Pemeriksaan fisik
PPOK
Inspeksi Peningkatan
usaha

Emfisema

Bronkitis

Peningkatan

Kronis
Peningkatan

dan

usaha

dan

usaha

Asma Bronkhial
Peningkatan
dan

usaha

dan

frekuensi

frekuensi

frekuensi

frekuensi

pernapasan,

pernapasan,

pernapasan,

pernapasan,

serta

serta

serta

serta

penggunaan otot

penggunaan otot

penggunaan otot

penggunaan otot

bantu

bantu

bantu

bantu

pernapasan

pernapasan

pernapasan

pernapasan

(sternokleidoma

(sternokleidoma

(sternokleidoma

(sternokleidoma

stoid).

stoid).

stoid).

stoid).

Bentuk

dada Bentuk

dada Bentuk

barrel

chest

barrel

chest

akibat

udara

akibat

udara Gerakan

barrel chest.

dada Inspeksi

dada

terutama melihat
postur

tubuh,

yang

yang

pernapasan

bentuk,

terperangkap,

terperangkap,

masih simetris.

kesimetrisan.

penipisan massa

penipisan massa

otot,

otot,

bernapas

dengan

bibir

bibir

anteroposterior,

yang dirapatkan,

reaksi otot-otot

dan pernapasan

dan pernapasan

intercostalis,

abnormal

abnormal

yang

Pada
lanjut,

yang Pada

tidak efektif.

tahap Pada
dyspnea

lanjut,

dyspnea

terjadi

pada

sifat, irama, dan


frekuensi
pernapasan.

berbagai

Dyspnea

terjadi pada saat

terjadi pada saat

keadaan.

pada

beraktifitas

beraktifitas

kehidupan

kehidupan

sehari-hari

sehari-hari

seperti

seperti

makan

lanjut,

tahap

tahap

dyspnea

dan mandi.

dengan

produktif
sputum

dengan

persisten dengan

dengan

sputum purulen

yang lengket.

dengan
sputum

kuning

purulen disertai

kehijauan

demam

demam

sampai

mengindikasikan

mengindikasikan

kecoklatan

adanya

adanya

karena

pertama infeksi
pernapasan.
Ekspansi
meningkat
taktil

pertama infeksi
pernapasan.
Ekspansi

dan meningkat

fremitus taktil

biasanya

tanda

darah.
Taktil

hipersonor

ekspansi,
taktil

biasanya

hipersonor

fremitus Kesimetrisan,

dan biasanya normal.

fremitus

sampai normal

hitam

bercampur

dan
fremitus

normal.

menurun.
menurun.
Suara
perkusi Suara
perkusi Suara
normal

sputum

warna

purulen disertai

tanda

berbagai

makan Pengkajian batuk Pengkajian batuk

dan mandi.

produktif

terjadi

keadaan.

Pengkajian batuk Pengkajian batuk

Perkusi

diameter

yang dirapatkan,

tidak efektif.

Palpasi

Peningkatan

bernapas

dengan

dan

sampai resonan
seluruh

perkusi Suara

perkusi

pada normal
lapang hipersonor

sampai

sedangkan

sedangkan

diafragma

diafragma

mendatar
Auskult

menurun.
Bunyi

asi

ronchi

paru.

sedangkan
diafragma

/ menurun.
napas Bunyi
dan

mendatar

menurun.
napas Jika abses terisi Bunyi

napas

ronchi

dan

penuh

dengan

vesikuler

yang

wheezing sesuai

wheezing sesuai

cairan pus akibat

meningkat

tingkat

tingkat

drainage

yang

disertai ekspirasi

keparahan

keparahan

buruk,

maka

lebih dari 4 detik

bunyi

napas

atau lebih dari 3

obstruktif
bronkhiolus.

pada

obstruktif

pada

bronkhiolus.
Setelah

akan melemah.

terjadi Jika

infeksi,

klien

bronkhus

paten

dan

kali

inspirasi,

dengan

bunyi

napas tambahan

mengalami

drainagenya

utama wheezing

mengi

baik

pada

berkepanjangan

adanya

saat ekspirasi.

konsolidasi

ditambah

akhir

ekspirasi.
di

sekitar

abses,

maka

bunyi

napas

akan

terdengar
brokhial

dan

ronchi basah.
2. Pemeriksaan diagnostik (lab/radiologi)
a. Pemeriksaan radiologi
Pada bronkhitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
Pada bronkhitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1,
KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal
expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau

normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil ( small airways ). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
Bila batuk kronis atau pasien merokok, bisa menunjukkan adanya infeksi,
neoplasma, atau penyakit paru difus. Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks,
sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif
awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan penyakit,
apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap
sering kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi
pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien
dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya.
Foto thorak PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain pada
empisema terlihat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar,
diafragma mendatar.
b. Analisis gas darah
Pada bronkhitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
c. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari
d.
e.
f.
g.

1. Sering terdapat RBBB inkomplet.


Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
Laboratorium darah lengkap.
Darah Rutin
Pemeriksaan Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit.
Spirometri
(VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) :
a. Obtruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
Obtruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) , 80% VEP 1 % (VEP1/KVP) <75 %
b. VEP 1 merupakan para meter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebuh dari 20%
h. CT SCAN
Digunakan untuk menentukan stadium tumor atau mendiagnosis penyakit paru
difus. Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan stabil yang
ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal,
kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan beras bronkhovaskuler,
bronkhiektasis, dan emifesema perisikatriksial. CT Scan resolusi tinggi mendeteksi
dini dan menilai jenis derajat empisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto
thorak polos. Scan ventilasi perfusi mengetahui fungsi respirasi paru.
i. Bronkoskopi
Digunakan untuk menyingkirkan benda asing atau mengambil jaringan untuk
mendiagnosis tumor.
j. Monitor PH esophagus
Kadang kadang digunakan untuk mendiagnosis penyakit refluks.
3. Masalah keperawatan dan diagnosis yang mungkin muncul
1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ventilasi dan sumbatan
sputum
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigen yang tidak adekuat dan dispnea.
4) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu
makan, penurunan kekuatan, dan dyspnea.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakefektifan bersihan paru.
4. Prioritas diagosis
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ventilasi dan sumbatan
sputum
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigen yang tidak adekuat dan
dispnea.

5. Rencana asuhan keperawatan (NCP) minimal 3 diagnosis keperawatan


No
.
1.

Diagnosa
Bersihan jalan
napas tidak
efektif

Tujuan / Kriteria
Evaluasi
1. Keluhan sesak
berkurang.
2. Tidak
menggunakan
otot-otot
pernapasan.
3. Jalan napas
kembali efektif
ditunjukan
dengan TTV
klien stabil.

Intervensi
1. Observasi tanda-tanda
vital.
2. Auskultasi bunyi
pernapasan.
3. Pertahankan posisi semi
fowler.
4. Anjurkan kepada Tn. X
untuk minum air hangat.
Beri pasien 6 sampai 8
gelas cairan/hari kecuali
terdapat kor pulmonal.
5. Ajarkan dan berikan
dorongan penggunaan
teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
6. Bantu dalam pemberian

Rasional
1. Untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
2. Bunyi napas tidak
normal menandakan
masih adanya
masalah.
3. Posisi semi fowler
dapat mengurangi
sesak.
4. Mengencerkan dahak
agar mudah keluar.
5. Batuk tidak terkontrol
yang melelahkan dan
tdak efektif
menyebabkan frustasi.
6. Pemberian nebulizer
dapat membantu
pengenceran dahak.

tindakan nebuliser,
inhaler dosis terukur,
atau IPPB
7. Lakukan drainage
postural dengan perkusi
dan vibrasi pada pagi

7. Drainage postural atau


fisioterapi dada
membantu klien
mengeluarkan dahak
yang menumpuk

hari dan malam hari


sesuai yang diharuskan.
8. Instruksikan pasien
untuk menghindari
iritan seperti asap rokok,
aerosol, suhu yang
ekstrim, dan asap.
9. Ajarkan tentang tandatanda dini infeksi yang

8. Hal ini untuk


mencegah pemajanan
berulang

harus dilaporkan pada


dokter dengan segera:
peningkatan sputum,
perubahan warna
sputum, kekentalan
sputum, peningkatan
napas pendek, rasa
sesak didada, keletihan.
10.Berikan antibiotik sesuai
2.

Kerusakan

Klien akan

yang diharuskan.
1. Monitor pola dan jumlah 1. Dapat

menunjukkan

pertukaran gas mempertahankan

pernapasan klien, nadi,

keadaan terburuknya

berhubungan

pertukaran gas

saturasi oksigen, hasil

sehingga

dengan

yang adekuat yang

analisa gas darah dan

menyebabkan

penurunan

ditandai dengan

tanda

kematian

ventilasi

dan nilai analisa gas

sumbatan

darah (PaO2 lebih

mukus

dari 60 mmHg, pH

dan

hiperkapnia.

gejala
Laporkan

jika ada perubahan.


2. Gunakan terapi oksigen 2. Oksigen

diberikan

dalam batas

aliran rendah 1-3 liter

untuk

normal, dan PaCO2

permenit dengan FiO2

hipoksemia.

dalam batas dasar)

24%-31%)

sesuai

Kelebihan pemberian

atau saturasi

kebutuhan

dengan

oksigen (FiO2 55%-

oksigen lebih dari

oksigen

90%, status mental

ventury mask.

nasal

atau

memperbaiki

70%)

dapat

mengurangi

kontrol

dalam keadaan

pernapasan

dan

normal,ansietas

meningkatkan retensi

minimal.
3. Bantu klien ke posisi

karbon dioksida
3. Posisi tegak lurus
meningkatkan

high fowler

pengembangan
dan

paru

meningkatkan

pertukaran udara.
4. Bronkodilator
4. Berikan
jika

bronkodilator

dibutuhkan.

Kaji

mengistirahatkan otot

efek samping

halus

bronkus,

memfasilitasi

aliran

udara. Efek samping


yang

biasa

terjadi

tremor, takikardi, dan


tanda lain disritmia
5. Hati-hati

terhadap

penggunaan
3.

opioid,

jantung.
5. Depresan

dapat

merusak ventilasi.

sedatif, dan transquilizer.


1. Monitor derajat dispnea 1. Aktivitas

Intoleransi

Klien akan

aktifitas

mengembagkan

dan

toleransi aktivitas

dengan dan mengikuti

permintaan

yang ditandai

aktivitas

dan ketidakmampuan

saturasi

oksigen

meningkatkan
oksigen

dengan

menemukan

mempertahankan

permintaan

tingkat aktivitas

mengakibatkan

realistis dan

dispnu dan penurunan

mendemonstrasi-

saturasi oksigen.

kan teknik
konservatif energi

2. Hentikan atau kurangi 2. Perubahan


aktivitas yang memicu

pernapasan,

perubahan

dan

pernapasan,

pada
jantung
sirkulasi

kegagalan nadi kembali

menandakan

mendekati nilai normal

intoleransi aktivitas

dalam 3 menit, merubah


status mental.
3. Pertahankan
oksigen
kebutuhan

terapi 3. Penambahan oksigen


sesuai
selama

aktivitas.

membantu
meringankan
dan

latihan

meningkatkan

toleransi aktivitas.
4. Jadwalkan latihan aktif 4. Fungsi paru maksimal
setelah terapi

oksigen

selama perode lelah

atau

medikasi

(contohnya
dosis

inhaler).

5. Peningkatan bertahap
klien

dalam

menjadwalkan
peningkatan
aktivitas

dalam aktivitas fisik


meningkatkan kondisi

bertahap

dan

paru dan jantung.

latihan 6. Faktor

harian.

ini

meningkatkan

6. Anjurkan

klien

menghindari
yang

dan

pengaruh obat.

bronkodilator
5. Bantu

pengobatan

untuk

resistensi

perifer

keadaan

vaskular,

dimana

meningkatkan

permintaan

oksigen,

seperti merokok, suhu

meningkatnya beban
kerja

jantung

dan

kebutuhan oksigen.

yang ekstrim, kelebihan


berat badan dan stres.

7. Teknik

7. Instruksikan klien dalam

konservasi

memicu klien untuk

teknik

energi

menyelesaikan tugas

konservatif,

seperti

dengan

kegiatan mondar mandir,


menyelingi
periode

terbatas.

dengan

istirahat,

dan

pekerjaan yang rendah 8. Latihan


energi.
8. Ajarkan

energi

bernapas

maksimal
klien

untuk

menggunakan fungsi

menggunakan

respirasi.

pernapasan

dengan

diagfragma

selama aktivitas.

Bernapas

mengerucutkan bibir
meninggalkan
tekanan ekspirais dan
inspirasi didalam paru
dan

membantu

mempertahankan
jalan napas terbuka.

6. Treatment/ pengobatan dan terapi/medikasi


a. Terapi Farmakologi
1) Terapi PPOK Stabil
a)
Bronkodilator
Pengobatan utama PPOK adalah dengan obat bronkodilator. Bronkodilator
utama yang sering dipakai adalah : agonis-b , antikolinergik, methylxanthin. Pemberian secara inhalasi (metered dose inhaler) lebih
menguntungkan daripada cara oral atau parenteral karena efeknya cepat
pada organ paru dan efek sampingnya minimal. Pemberian secara MDI
lebih disarankan. Cara nebulizer bronkodilator kerja cepat (fenoterol,
salbutamol, terbutalin) lebih menguntungkan daripada yang keja lambat
(salmeterol, formeterol).
b)
Steroid
Terapi PPOK dengan steroid masih kontroversial akan tetapi penggunaan
steroid masih dipakai secara terbatas dan biasanya diberikan setelah terapi
bronkodilator masih belum memberikan hasil yang optimal. Pemberian
steroid oral jangka panjang tidak direkomendasikan karena tidak terdapat
bukti perbaikan dari pemberian steroid jangka panjang, tetapi terdapat efek
samping steroid sistemik seperti miopati yang membuat kelemahan otot
sehingga menurunkan fungsi paru dan bisa juga terjadi kegagalan
pernapasan pada pasien PPOK lanjut.
2) Terapi PPOK eksaserbasi akut
Pemeriksaan spirometri pada umumnya menunjukkan keadaan eksaserbasi yang
berat bila nilai arus puncak ekspirasi = APE (PEF) < 100 L/detik atau VEP1 < 1 L.
a)
Penatalaksanaan eksaserbasi akut PPOK di rumah
Pemberian bronkodilator sama dengan PPOK stabil, tetapi pada keadaan
eksaserbasi akut, dosis dan frekuensi pemberian MDI dapat ditingkatkan
menjadi 4 - 6 x 2 - 4 hirup sehari.
b)
Penatalaksanaan eksaserbasi akut PPOK di rumah sakit
Indikasi rawat di rumah sakit pada eksaserbasi akut PPOK yaitu :
a) Keluhan makin berat, misalnya sesak napas masih ada waktu istirahat
b) Riwayat PPOK berat
c) Terdapat gejala sianosis, edema perifer
d) Respons terapi awal eksaserbasi akut gagal
e) Komorbiditas yang serius
f) Aritmia
g) Usia lanjut
h) Tidak tersedia perawatan rumah yang memadai
Terapi farmakologi pada PPOK di RS adalah:

a)
b)
c)
d)
b. Terapi Oksigen
Pemberian O2

Bronkodilator kerja cepat : agonis-b


Steroid : oral atau IV
Antibiotik : oral atau IV
Pertimbangkan teofilin oral atau IV (masih kontroversial)
bertujuan untuk mencegah kerusakan sel-sel atau organ. Oksigen

diberikan terutama pada waktu :


1) keadaan eksaserbasi akut
2) keadaan waktu beraktivitas
3) terus-menerus (jangka panjang) pada PPOK berat yakni > 15 jam / hari, Dosis
pemberian oksigen 1-2 L/menit dengan nasal kanul pada keadaan :
a)
PaO2 < 55 mmHg atau saturasi O2 < 88 %
b)
PaO2 55 - 60 mmHg atau saturasi O 2 89 % di mana terdapat juga
hipertensi-

pulmonal, edema perifer tanda gagal jantung, dan polisitemia

(Ht > 55 %)
c. Ventilasi Mekanik
Indikasi penggunaan ventilasi mekanik pada keadaan PPOK adalah bila terdapat gagal
napas akut dan atau kronik.
1) Ventilasi mekanik tanpa intubasi dalam bentuk NIPPV (non-invasive intermittent
possitive pressure). Jenis yang banyak dipakai saat ini adalah :
a) BIPAP (Bilevel Positive Airway Pressure)
b) CPAP (Continuous Possitive Airway Pressure).
2) Ventilasi mekanik dengan intubasi
Indikasi pemakaian ventilasi mekanik di sini di samping gagal napas, bisa juga
pada keadaan sakit lain yang mengancam jiwa seperti :
a) Asidosis berat
b) Hipoksemia berat (PaO2 < 40 mmHg) atau hiperkapnia berat (PaCO2 > 60
mmHg)
c) penurunan kesadaran, syok, septicemia
d) kegagalan pada pemakaian NIPPV
.
d. Rehabilitasi PPOK
Program rehabilitasi PPOK bertujuan :
1) Mengurangi keluhan dan gejala
2) Meningkatkan kualitas hidup
3) Meningkatkan toleransi aktivitas fisis dan psikis
Terdapat beberapa aktivitas rehabilitasi :
a) Latihan fisik
Latihan peningkatan kemampuan otot-otot pernapasan. Otot pernapasan pasien
PPOK banyak yang lelah sehingga perlu ditingkatkan untuk mendapatkan nilai
ventilasi yang maksimal. Latihan endurance yaitu latihan berjalan kaki banyak
dipakai akan tetapi latihan naik tangga, bersepeda, dan lain-lain juga dapat
dilakukan.

b) Latihan pernapasan
Tujuan latihan pernapasan adalah bernapas yang efektif dengan memakai otot
pernapasan (diafragma dan otot dada) seoptimal mungkin sehingga ventilasi lebih
baik.
c) Latihan pernapasan pursed-lip breathing
Latihan pernapasan pursed-lip breathing dilakukan dengan cara duduk tegak
dengan otot leher dan bahu dalam keadaan rileks. Tarik napas secara perlahan
melalui hidung selama dua hitungan. Hembuskan napas secara perlahan melalui
mulut dengan gerakan seperti meniup lilin selama empat hitungan atau lebih.
d) Latihan pernapasan diaphragmatic breathing
Latihan pernapasan diaphragmatic breathing dilakukan dengan cara duduk
atau berbaring dalam posisi nyaman dengan kepala bersandar dan lutut ditekuk.
Otot leher dan bahu dalam keadaan rileks. Tempatkan salah satu tangan di ulu hati
dan tangan lainnya di dada. Tarik napas secara perlahan melalui hidung selama dua
hitungan. Lalukan dengan cara yang benar sampai merasakan otot ulu hati dalam
keadaan rileks dan mengembang dan posisi dada tidak berubah. Kencangkan otot
ulu hati dan hembuskan napas melalui mulut empat hitungan sampai klien akan
merasakan otot ulu hati mengempis.
Perkusi dada untuk membantu mengeluarakan dahak/lendir yang berlebihan
dari paru. Perkusi dada dilakukan dengan cara merapatkan kelima jari tangan
pemeriksa membentuk mangkuk lalu tepuk-tepuk dada dan punggung klien dengan
atau tanpa bantuan orang lain secara lembut.
Referensi:
Black, J.M., and Hawks, J.H. (2005). Medical Surgical Nursing Clinical Management For
Positive Outcomes Volume2 (7th Ed). Elvesier: St.Louis Missouri
Brashers, Valentina L. (2003). Aplikasi Klinis & Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen
(Edisi 2). Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. (2008). Textbook Of Medical Surgical Nursing. Philadelphia. USA
Djojodibroto, R. & Darmanto. (2009). Respirologi. Jakarta: EGC
Johnson, J.Y. (2010). Handbook for Brunner and Suddarths Textbook of Medical Surgical
Nursing (12th Ed). Philadelphia: Lippincott William and Wilkins
Kee, Joyce L & Evelyn R. Hayes. (1996). Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: EGC
PDPI. (2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di
Indonesia. Jakarta: PDPI

Wilkinson J.M. & Ahern N.R. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan: Diagnosis NANDA
Internensi NIC Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai