Laporan Pendahuluan Ppok
Laporan Pendahuluan Ppok
Sistem pernapasan terdiri atas suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan
udara luar agar menuju membran kapiler alveoli. Saluran penghantar udara hingga
mencapai paru-paru meliputi 2 bagian yaitu saluran pernafasan bagian atas (upper
respiratory Airway) dan saluran pernafasan bagian bawah.
Secara umum fungsi utama dari saluran pernafasan atas adalah:
1. Air conduction kepada saluran nafas bagian bawah untuk pertukaran gas.
2. Protection saluran nafas bagian bawah dari benda asing.
3. Warming filtration dan humadification dari udara yang inspirasi.
Saluran ini dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara dari luar masuk,
proses pertama yang dialami adalah disaring, dihangatkan dan dilembabkan di
rongga hidung. Proses ini dilakukan oleh Sinus paranasalis. Fungsi dari sinus
adalah membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan berat tulang
tengkorak, serta mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.
Kemudian partikel yang halus hasil penyaringan akan terjerat dalam lapisan
mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam ronga
hidung dan menuju faring. Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan esopagus pada ketinggian tulang
rawan krikoid. Kemudian udara mengalir dari faring menuju laring. Laring terdiri
atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
Ruang berbentuk segitiga diantara pita suara bermuara ke dalam trakea dan
membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah yang disebut glotis.
Laring ini berperan sebagai pintu yang mengerahkan cairan dan makanan agar
masuk ke dalam esofagus.
Selanjutnya saluran pernafasan bagian bawah (lower airway), terdiri dari:
1. Trakea
Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang
rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
disebelah belakang trakea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
2. Bronkus dan bronkiolus
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris
dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot
polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai
tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
3.Alveoli
Alveoli yaitu tempat pertukaran gas sinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.
Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris
terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer
memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan
mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus yang melapisi rongga
toraksdipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
4. Paruparu
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi
oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikn. Paru kanan dibagi atas tiga
lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik
yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus
sternokleidomastoideus. Otot sklaneus menaikkan tulang iga ke-1 dan ke-2 selama
inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding dada. Otot
sternokleidomastoideus mengangkat sternum. Otot parastemal,trapezius, dan
pektoralis juga merupakan otot tambahan inspirasi yang berguna untuk
meningkatkan kerja panas. Diantara tulang iga terdapat otot interkostal. Otot
interkostal eksternum yang menggerakkan tulang iga ke atas dan ke depan,
sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada.
Diafragma terletak di bawah rongga toraks. Pada keadaan relaksasi, diafragma ini
berbentuk kubah. Pengaturan otot diafragma (nervus frenikus) terdapat pada
tulang belakang (spinal cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu, jika terjadi
kecelakaan pada syaraf C3, maka akan menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru. Paru-paru dibungkus
oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua): (1) Pleura
viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus
paru-paru; dan (2) Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah
luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.
Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna
untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paruparu dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.
Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringanjaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi 2 proses
utama yaitu:
1. Ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru,
karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat
kerja mekanik dari otot-otot.
2. Transportasi, yaitu tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi
gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari
0,5 urn). Kekuatan untuk melakukan pemindahan ini adalah selisih tekanan
II.
jugakanlebih
rentan
mengalami
bronkhitis
kronik
dibandingkan
Prinsip aktivitas antiprotease pada serum dan jaringan interstisial adalah 1-AT
(antiprotease lainnya adalah secretory leukoprotease inhibitor pada mukus
Pengeluaran granula neutrofil elastase ini mampu dihambat oleh 1-AT, akan
tetapi karena secara genetik individu tersebut sudah mengalami defisiensi 1-AT
maka kinerja dari 1-AT tidak maksimal sehingga tidak dapat menghambat
polusi
yang
terus-menerus
menyebabkan
seseorang
terkena
peradangan pada jalan napas, parenkim, dan pulmonari. Sel yang mengalami
peradangan akan mengeluarkan limfosit T sitotoksin (CD8), leukotrin B4, TNF
(nekrosis tumor), yang mampu merusak struktur paru atau peradangan neutrofil
yang terus-menerus. Hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya PPOK. (Kumar,
V., Abbas, A., Fausto, N., 2005)
D. Faktor Risiko
1. Merokok (baik perokok aktif maupun pasif)
Merokok merupakan faktor resiko utama penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK).Sekitar 80-90% orang yang terkena PPOK diakibatkan oleh kebiasaan
merokok dalam jangka waktu lama. Selain itu, perokok pasif juga memiliki
resiko yang besar terhadap PPOK akibat asap rokok yang dihirupnya.
2. Pajanan debu pekerjaan
Seseorang yang bekerja di luar ruangan dan lingkungan yang kotor akan
beresiko terkena PPOK. Debu-debu pekerjaan seperti kadmium, emas, dan
batu bara akan memicu respon inflamasi dan menghambat saluran napas. Oleh
karena itu, pekerja yang berada di luar ruangan sebaiknya menggunakan
masker untuk menghindari pajanan debu pekerjaan
3. Polusi Udara
4. Infeksi Berulang pada Masa Kanak-kanak
Anak-anak yang mengalami infeksi pernapasan memiliki resiko tinggi terkena
PPOK. Infeksi pernapasan pada masa kanak-kanak dalam waktu yang lama
memicu perburukan kondisi saluran napas sehingga meningkatkan resiko
III.
dan berulang kali mengalami infeksi pernapasan yang dapat berlangsung selama
bertahun-tahun sebelum tampak gangguan fungsi. Akan tetapi, timbul gejala pada
waktu pasien melakukan kegiatan fisik.
b. Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
1) Kelemahan badan
2) Batuk
3) Sesak napas
4) Napas pendek
5) Mengi atau wheezing
6) Ekspirasi memanjang
7) Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8) Penggunaan otot bantu pernapasan
9) Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
10) Edema kaki / ekstremitas dan atau asites
11) Penurunan toleransi terhadap aktifitas
IV.
Patofisiologi (WOC/mindmap)
V.
Komplikasi
- Hipoksemia, dapat diartikan sebagai nilai tekanan parsial O 2 (PO2) yang
rendah di dalam darah.Tekanan parsial ini berkaitan dengan jumlah O2 yang
larut dalam darah. Semakin banyak O2 yang larut maka akan semakin tinggi
tekanan parsialnya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah O2 yang larut
maka semakin rendah tekanan parsialnya.Darah yang ada di kapiler sistemik
memiliki tekanan parsial sebesar 100 mmHg, sedangkan sel-sel tubuh
memiliki tekanan parsial O2 yang bervariasi, bergantung pada aktivitas
metabolisme sel tersebut (Sherwood, 2001). Semakin tinggi aktivitas sel maka
semakin
banyak
pula
O2
yang
dikonsumsi
dan
semakin
rendah
dari kapiler sistemik ke sel-sel tubuh. Resistensi pernapasan yang terjadi pada
PPOK menyebabkan berkurangnya aliran O2 yang masuk. Jumlah O2 yang
terlarut dalam darah lama-kelamaan akan menurun karena pemakaian O2 oleh
sel terus berjalan. Dengan berkurangnya jumlah O2 yang larut maka akan
mengurangi
tekanan
parsial
gas
tersebut
dalam
darah,
sehingga
Gambar 2.Diagram skematik aliran O2 dari alveolus menuju sel-sel tubuh dengan
menyertakan tekanan parsial di sepanjang aliran.
(Sumber: Pearson Education, Inc. copyright 2007)
-
Emfisema
Bronkitis
Peningkatan
Kronis
Peningkatan
dan
usaha
dan
usaha
Asma Bronkhial
Peningkatan
dan
usaha
dan
frekuensi
frekuensi
frekuensi
frekuensi
pernapasan,
pernapasan,
pernapasan,
pernapasan,
serta
serta
serta
serta
penggunaan otot
penggunaan otot
penggunaan otot
penggunaan otot
bantu
bantu
bantu
bantu
pernapasan
pernapasan
pernapasan
pernapasan
(sternokleidoma
(sternokleidoma
(sternokleidoma
(sternokleidoma
stoid).
stoid).
stoid).
stoid).
Bentuk
dada Bentuk
dada Bentuk
barrel
chest
barrel
chest
akibat
udara
akibat
udara Gerakan
barrel chest.
dada Inspeksi
dada
terutama melihat
postur
tubuh,
yang
yang
pernapasan
bentuk,
terperangkap,
terperangkap,
masih simetris.
kesimetrisan.
penipisan massa
penipisan massa
otot,
otot,
bernapas
dengan
bibir
bibir
anteroposterior,
yang dirapatkan,
reaksi otot-otot
dan pernapasan
dan pernapasan
intercostalis,
abnormal
abnormal
yang
Pada
lanjut,
yang Pada
tidak efektif.
tahap Pada
dyspnea
lanjut,
dyspnea
terjadi
pada
berbagai
Dyspnea
keadaan.
pada
beraktifitas
beraktifitas
kehidupan
kehidupan
sehari-hari
sehari-hari
seperti
seperti
makan
lanjut,
tahap
tahap
dyspnea
dan mandi.
dengan
produktif
sputum
dengan
persisten dengan
dengan
sputum purulen
yang lengket.
dengan
sputum
kuning
purulen disertai
kehijauan
demam
demam
sampai
mengindikasikan
mengindikasikan
kecoklatan
adanya
adanya
karena
pertama infeksi
pernapasan.
Ekspansi
meningkat
taktil
pertama infeksi
pernapasan.
Ekspansi
dan meningkat
fremitus taktil
biasanya
tanda
darah.
Taktil
hipersonor
ekspansi,
taktil
biasanya
hipersonor
fremitus Kesimetrisan,
fremitus
sampai normal
hitam
bercampur
dan
fremitus
normal.
menurun.
menurun.
Suara
perkusi Suara
perkusi Suara
normal
sputum
warna
purulen disertai
tanda
berbagai
dan mandi.
produktif
terjadi
keadaan.
Perkusi
diameter
yang dirapatkan,
tidak efektif.
Palpasi
Peningkatan
bernapas
dengan
dan
sampai resonan
seluruh
perkusi Suara
perkusi
pada normal
lapang hipersonor
sampai
sedangkan
sedangkan
diafragma
diafragma
mendatar
Auskult
menurun.
Bunyi
asi
ronchi
paru.
sedangkan
diafragma
/ menurun.
napas Bunyi
dan
mendatar
menurun.
napas Jika abses terisi Bunyi
napas
ronchi
dan
penuh
dengan
vesikuler
yang
wheezing sesuai
wheezing sesuai
meningkat
tingkat
tingkat
drainage
yang
disertai ekspirasi
keparahan
keparahan
buruk,
maka
bunyi
napas
obstruktif
bronkhiolus.
pada
obstruktif
pada
bronkhiolus.
Setelah
akan melemah.
terjadi Jika
infeksi,
klien
bronkhus
paten
dan
kali
inspirasi,
dengan
bunyi
napas tambahan
mengalami
drainagenya
utama wheezing
mengi
baik
pada
berkepanjangan
adanya
saat ekspirasi.
konsolidasi
ditambah
akhir
ekspirasi.
di
sekitar
abses,
maka
bunyi
napas
akan
terdengar
brokhial
dan
ronchi basah.
2. Pemeriksaan diagnostik (lab/radiologi)
a. Pemeriksaan radiologi
Pada bronkhitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
Pada bronkhitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1,
KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal
expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil ( small airways ). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
Bila batuk kronis atau pasien merokok, bisa menunjukkan adanya infeksi,
neoplasma, atau penyakit paru difus. Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks,
sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif
awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan penyakit,
apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap
sering kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi
pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien
dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya.
Foto thorak PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain pada
empisema terlihat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar,
diafragma mendatar.
b. Analisis gas darah
Pada bronkhitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
c. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari
d.
e.
f.
g.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebuh dari 20%
h. CT SCAN
Digunakan untuk menentukan stadium tumor atau mendiagnosis penyakit paru
difus. Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan stabil yang
ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal,
kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan beras bronkhovaskuler,
bronkhiektasis, dan emifesema perisikatriksial. CT Scan resolusi tinggi mendeteksi
dini dan menilai jenis derajat empisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto
thorak polos. Scan ventilasi perfusi mengetahui fungsi respirasi paru.
i. Bronkoskopi
Digunakan untuk menyingkirkan benda asing atau mengambil jaringan untuk
mendiagnosis tumor.
j. Monitor PH esophagus
Kadang kadang digunakan untuk mendiagnosis penyakit refluks.
3. Masalah keperawatan dan diagnosis yang mungkin muncul
1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ventilasi dan sumbatan
sputum
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigen yang tidak adekuat dan dispnea.
4) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu
makan, penurunan kekuatan, dan dyspnea.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakefektifan bersihan paru.
4. Prioritas diagosis
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ventilasi dan sumbatan
sputum
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigen yang tidak adekuat dan
dispnea.
Diagnosa
Bersihan jalan
napas tidak
efektif
Tujuan / Kriteria
Evaluasi
1. Keluhan sesak
berkurang.
2. Tidak
menggunakan
otot-otot
pernapasan.
3. Jalan napas
kembali efektif
ditunjukan
dengan TTV
klien stabil.
Intervensi
1. Observasi tanda-tanda
vital.
2. Auskultasi bunyi
pernapasan.
3. Pertahankan posisi semi
fowler.
4. Anjurkan kepada Tn. X
untuk minum air hangat.
Beri pasien 6 sampai 8
gelas cairan/hari kecuali
terdapat kor pulmonal.
5. Ajarkan dan berikan
dorongan penggunaan
teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
6. Bantu dalam pemberian
Rasional
1. Untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
2. Bunyi napas tidak
normal menandakan
masih adanya
masalah.
3. Posisi semi fowler
dapat mengurangi
sesak.
4. Mengencerkan dahak
agar mudah keluar.
5. Batuk tidak terkontrol
yang melelahkan dan
tdak efektif
menyebabkan frustasi.
6. Pemberian nebulizer
dapat membantu
pengenceran dahak.
tindakan nebuliser,
inhaler dosis terukur,
atau IPPB
7. Lakukan drainage
postural dengan perkusi
dan vibrasi pada pagi
Kerusakan
Klien akan
yang diharuskan.
1. Monitor pola dan jumlah 1. Dapat
menunjukkan
keadaan terburuknya
berhubungan
pertukaran gas
sehingga
dengan
menyebabkan
penurunan
ditandai dengan
tanda
kematian
ventilasi
sumbatan
mukus
dari 60 mmHg, pH
dan
hiperkapnia.
gejala
Laporkan
diberikan
dalam batas
untuk
hipoksemia.
24%-31%)
sesuai
Kelebihan pemberian
atau saturasi
kebutuhan
dengan
oksigen
ventury mask.
nasal
atau
memperbaiki
70%)
dapat
mengurangi
kontrol
dalam keadaan
pernapasan
dan
normal,ansietas
meningkatkan retensi
minimal.
3. Bantu klien ke posisi
karbon dioksida
3. Posisi tegak lurus
meningkatkan
high fowler
pengembangan
dan
paru
meningkatkan
pertukaran udara.
4. Bronkodilator
4. Berikan
jika
bronkodilator
dibutuhkan.
Kaji
mengistirahatkan otot
efek samping
halus
bronkus,
memfasilitasi
aliran
biasa
terjadi
terhadap
penggunaan
3.
opioid,
jantung.
5. Depresan
dapat
merusak ventilasi.
Intoleransi
Klien akan
aktifitas
mengembagkan
dan
toleransi aktivitas
permintaan
yang ditandai
aktivitas
dan ketidakmampuan
saturasi
oksigen
meningkatkan
oksigen
dengan
menemukan
mempertahankan
permintaan
tingkat aktivitas
mengakibatkan
realistis dan
mendemonstrasi-
saturasi oksigen.
kan teknik
konservatif energi
pernapasan,
perubahan
dan
pernapasan,
pada
jantung
sirkulasi
menandakan
intoleransi aktivitas
aktivitas.
membantu
meringankan
dan
latihan
meningkatkan
toleransi aktivitas.
4. Jadwalkan latihan aktif 4. Fungsi paru maksimal
setelah terapi
oksigen
atau
medikasi
(contohnya
dosis
inhaler).
5. Peningkatan bertahap
klien
dalam
menjadwalkan
peningkatan
aktivitas
bertahap
dan
latihan 6. Faktor
harian.
ini
meningkatkan
6. Anjurkan
klien
menghindari
yang
dan
pengaruh obat.
bronkodilator
5. Bantu
pengobatan
untuk
resistensi
perifer
keadaan
vaskular,
dimana
meningkatkan
permintaan
oksigen,
meningkatnya beban
kerja
jantung
dan
kebutuhan oksigen.
7. Teknik
konservasi
teknik
energi
menyelesaikan tugas
konservatif,
seperti
dengan
terbatas.
dengan
istirahat,
dan
energi
bernapas
maksimal
klien
untuk
menggunakan fungsi
menggunakan
respirasi.
pernapasan
dengan
diagfragma
selama aktivitas.
Bernapas
mengerucutkan bibir
meninggalkan
tekanan ekspirais dan
inspirasi didalam paru
dan
membantu
mempertahankan
jalan napas terbuka.
a)
b)
c)
d)
b. Terapi Oksigen
Pemberian O2
(Ht > 55 %)
c. Ventilasi Mekanik
Indikasi penggunaan ventilasi mekanik pada keadaan PPOK adalah bila terdapat gagal
napas akut dan atau kronik.
1) Ventilasi mekanik tanpa intubasi dalam bentuk NIPPV (non-invasive intermittent
possitive pressure). Jenis yang banyak dipakai saat ini adalah :
a) BIPAP (Bilevel Positive Airway Pressure)
b) CPAP (Continuous Possitive Airway Pressure).
2) Ventilasi mekanik dengan intubasi
Indikasi pemakaian ventilasi mekanik di sini di samping gagal napas, bisa juga
pada keadaan sakit lain yang mengancam jiwa seperti :
a) Asidosis berat
b) Hipoksemia berat (PaO2 < 40 mmHg) atau hiperkapnia berat (PaCO2 > 60
mmHg)
c) penurunan kesadaran, syok, septicemia
d) kegagalan pada pemakaian NIPPV
.
d. Rehabilitasi PPOK
Program rehabilitasi PPOK bertujuan :
1) Mengurangi keluhan dan gejala
2) Meningkatkan kualitas hidup
3) Meningkatkan toleransi aktivitas fisis dan psikis
Terdapat beberapa aktivitas rehabilitasi :
a) Latihan fisik
Latihan peningkatan kemampuan otot-otot pernapasan. Otot pernapasan pasien
PPOK banyak yang lelah sehingga perlu ditingkatkan untuk mendapatkan nilai
ventilasi yang maksimal. Latihan endurance yaitu latihan berjalan kaki banyak
dipakai akan tetapi latihan naik tangga, bersepeda, dan lain-lain juga dapat
dilakukan.
b) Latihan pernapasan
Tujuan latihan pernapasan adalah bernapas yang efektif dengan memakai otot
pernapasan (diafragma dan otot dada) seoptimal mungkin sehingga ventilasi lebih
baik.
c) Latihan pernapasan pursed-lip breathing
Latihan pernapasan pursed-lip breathing dilakukan dengan cara duduk tegak
dengan otot leher dan bahu dalam keadaan rileks. Tarik napas secara perlahan
melalui hidung selama dua hitungan. Hembuskan napas secara perlahan melalui
mulut dengan gerakan seperti meniup lilin selama empat hitungan atau lebih.
d) Latihan pernapasan diaphragmatic breathing
Latihan pernapasan diaphragmatic breathing dilakukan dengan cara duduk
atau berbaring dalam posisi nyaman dengan kepala bersandar dan lutut ditekuk.
Otot leher dan bahu dalam keadaan rileks. Tempatkan salah satu tangan di ulu hati
dan tangan lainnya di dada. Tarik napas secara perlahan melalui hidung selama dua
hitungan. Lalukan dengan cara yang benar sampai merasakan otot ulu hati dalam
keadaan rileks dan mengembang dan posisi dada tidak berubah. Kencangkan otot
ulu hati dan hembuskan napas melalui mulut empat hitungan sampai klien akan
merasakan otot ulu hati mengempis.
Perkusi dada untuk membantu mengeluarakan dahak/lendir yang berlebihan
dari paru. Perkusi dada dilakukan dengan cara merapatkan kelima jari tangan
pemeriksa membentuk mangkuk lalu tepuk-tepuk dada dan punggung klien dengan
atau tanpa bantuan orang lain secara lembut.
Referensi:
Black, J.M., and Hawks, J.H. (2005). Medical Surgical Nursing Clinical Management For
Positive Outcomes Volume2 (7th Ed). Elvesier: St.Louis Missouri
Brashers, Valentina L. (2003). Aplikasi Klinis & Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen
(Edisi 2). Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. (2008). Textbook Of Medical Surgical Nursing. Philadelphia. USA
Djojodibroto, R. & Darmanto. (2009). Respirologi. Jakarta: EGC
Johnson, J.Y. (2010). Handbook for Brunner and Suddarths Textbook of Medical Surgical
Nursing (12th Ed). Philadelphia: Lippincott William and Wilkins
Kee, Joyce L & Evelyn R. Hayes. (1996). Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: EGC
PDPI. (2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di
Indonesia. Jakarta: PDPI
Wilkinson J.M. & Ahern N.R. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan: Diagnosis NANDA
Internensi NIC Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: EGC