TINJAUAN PUSTAKA
2. Klasifikasi Jalan
Jalan dapat diklasifikasikan menurut beberapa macam kriteria yaitu:
a. Klasifikasi menurut fungsi jalan
b. Klasifikasi menurut kelas jalan
c. Klasifikasi menurut medan jalan
d. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan
a. Klasifikasi menurut fungsi jalan
Menurut PP RI no. 26 tahun 1985 tentang Jalan, klasifikasi menurut fungsi jalan
terbagi atas:
1) Jalan Arteri
2) Jalan Kolektor
3) Jalan Lokal
1) Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien,
2) Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi,
3) Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Skema klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini:
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar
dari 10 ton;
b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton;
c. Jalan kelas IIIA, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidakmelebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton;
d. Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton;
e. Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
c. Klasifikasi menurut medan jalan
Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan
medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
Klasifikasi menurut medan jalan dapat dilihat dalam Tabel I.
9
TABEL I
KLASIFIKASI MENURUT MEDAN JALAN
dapat
menahan
beban-beban
roda.
Sebelum
menentukan
teknik. Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR 50%, PI 4%) dapat
digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan
stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
4. Lapis Permukaan
Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course).
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk
lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan
terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu
dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai
manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
C. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Baru
1. Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
a. Lalu Lintas
1) Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
13
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang
menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka
jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut tabel II di bawah ini:
TABEL II
JUMLAH LAJUR BERDASARKAN LEBAR PERKERASAN
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada
jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini:
TABEL III
KOEFISIEN DISTRIBUSI KENDARAAN (C)
14
LEP =
LHR j x C j x E j
j=1
15
LEA =
Catatan:
LHR j (1+i)UR x C j x E j
j=1
j = jenis kendaraan.
d) Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
LET = x (LEP + LEA)
e) Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
LER = LET x FP
Faktor penyesuaian (FP) tersebut di atas ditentukan dengan Rumus:
FP = UR/10.
b. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi
(gambar 4). Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan
atau CBR laboratorium.
Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar
dilakukandengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBRnya. Dapat juga mengukur langsung di lapangan (musim hujan/direndam). CBR
16
Gambar 4: korelasi DDT dan CBR (sumber: Departemen PU, 1987: 13)
jumlah
terbanyak
dinyatakan
sebagai
100%.
Jumlah
lainnya
TABEL V
FAKTOR REGIONAL (FR)
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekuivalen
rencana (LER), menurut tabel VI di bawah ini:
TABEL VI
INDEKS PERMUKAAN PADA AKHIR UMUR RENCANA (IP)
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
Catatan: Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT / jalan murah atau jalan darurat maka IP dapat diambil 1,0.
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta kekokohan) pada
awal umur rencana, menurut tabel VII.
a. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif (a) (dapat dilihat pada tabel VIII) masing-masing
bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah,
ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat
tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk
bahan lapis pondasi bawah). Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan
(stabilitas) bahan beraspal bisa diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard
Field, dan Smith Triaxial.
20
TABEL VII
INDEKS PERMUKAAN PADA AWAL UMUR RENCANA (IPO)
dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 station wagon, dengan kecepatan
kendaraan 32 km
per jam.
Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan pada alat roughometer
melalui
kabel yang dipasang ditengah-tengah sumbu belakang kendaraan, yang
selanjutnya dipindahkan kepada counter melalui "flexible drive.
Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan vertikal antara
sumbu
belakang dan body kendaraan. Alat pengukur roughness type lain dapat digunakan
dengan mengkalibrasikan hasil yang diperoleh terhadap roughometer NAASRA.
21
TABEL VIII
KOEFISIEN KEKUATAN RELATIF (a)
22
Angka 1, 2 dan 3 : masing-masing untuk lapis permukaan lapis pondasi dan lapis
pondasi bawah.
24