hormone (FSH,LH) dapat berkembang, dan pada akhirnya hanya satu folikel yang
berhasil.
Apoptosis
Sebuah folikel sudah di tentukan untuk ovulasi pada beberapa hari sebelum
siklus haid. Folikel yang pertama tumbuh dapat berkembang pada sebagian siklus
menstruasi, namun setelah ovulasi berubah menjadi folikel luteal. Umungnya pada
fase ini di pengaruhi oleh regulasi follicle stimulating hormone (FSH) untuk
menyelamatkan folikel, selanjutnya terjadi atresia (rekruitmen siklik).
Umum pola terbatasnya potensi pertumbuhan dan cepat atresia terganggu pada
awal siklus menstruasi ketika sekelompok
menjadi esterogen. Androgen ini tidak dapat berubah menjadi esterogen, nyatanya
menginhibisi aktifitas aromatase. Selain itu juga menghambat produksi FSH pada
formasi reseptor LH, pada langkah penting pertumbuhan folikel.
Folikel Antral
Stimulasi FSH dan esterogen secara sinergi menghasilkan sejumlah cairan
yang semakin banyak, terkumpul dalam rungan antara sel granulosa. Cairan yang
semakin banyak tersebut membentuk ruangan/rongga (antrum), dan pada tahap ini
folikel disebut foxlike antral. Ruangan yang berisi cairan folikel tersebut memisahkan
sel granulosa menjadi dua, sel granulosa yang menempel pada dinding folikel dan sel
granulosa yang mengelilingi oosit. Sel granulosa yang mengelilingi oosit disebut
kumulus ooforus.
Kumulus ooforus ini berespon terhadap sinyal dari oosit, sehingga terjadi
komunikasi yang erat antara oosit dan sel granulosa. Keberadaan FSH dan esterogen
pada tahap ini dalam jumlah banyak, sedikit androgen dan tidak ada LH. Apabila LH
tinggi pada tahap ini, terjadi penurunan aktivitas mitosis pada sel granulosa, dan
peningkatan androgen, terjadi fase degenerasi. Pembentukan dari fungsi kompartemen
hormon steroid terhadap folikel : dua sistem gonadotropin.
Pada awal siklus sekresi gonadotropin (FSH,LH) meningkat perlahan, dengan
sekresi FSH lebih dominan di banding LH. Pada awal siklus (fase folikular) reseptor
LH hanya di jumpai di sel teka, sedangkan reseptor FSH hanya ada di sel granulosa.
LH memicu sel teka untuk menghasilkan hormone androgen, selanjutnya hormone
androgen memasuki sel granulosa. FSH dengan Enzim aromatase mengubah androgen
menjadi estrogen (estradiol) di sel granulosa.
Stimulus FSH tersebut menyebabkan pertumbuhan beberapa folikel antral
menjadi lebih besar, dan sekresi estrogen terus meningkat.Pada hari 5 - 7 siklus kadar
estrogen dan inhibin B sudah cukup tinggi, secara bersama keduanya menekan sekresi
FSH, te- tapi tidak sekresi LH. Sekresi FSH yang menurun tersebut mengakibatkan
hanya satu folikel yang paling "siap", dengan penampang paling besar dan
mempunyai sel granuIosa paling banyak, tetap terus tumbuh (folikel dominan).
Folikel larnnya, folikel yang lebih kecil, yang kurang "siap" akan mengalami atresia.
Folikel dominan terus membesar menyebabkan kadar estrogen terus meningkat.
Pada kadar estrogen 200 pg/ml yang terjadi sekitar hari ke-12, dan bertahan
lebih dari 50 jam, akan memacu sekresi LH, sehingga terjadi lonjakan sekresi LH.
Pada akhir masa folikuler siklus tersebut sekresi LH lebih dominan dari FSH. Pada
pertengahan siklus reseptor LH mulai didapatkan juga di sel granulosa. Peran
lonjakan LH pada pertengahan siklus tersebut sangat penting:
Menghambat sekresi Ooqtte Matwration Inbibitor (OMI) yang dihasilkan oleh
sel granulosa, sehingga miosis II oosit dimulai, dengan dilepaskannyabadan kutub
(po- lar body) I. Pada awal siklus miosis I berhenti pada tahap profase diplotene,
karena ditahan oleh OMI, dan miosis II baru mulai lagi pada saat lonjakan LH
(maturasi oosit).
Memicu sel granulosa untuk menghasilkan prostaglandin (PG). PG
intrafolikuler akan menyebabkan kontraksi dinding folikel membantu dinding folikel
untuk " pecah" agar oosit keluar saat ovulasi Memicu luteinisasi tidak sempurna dari
sel granulosa. Luteinisasi sel granulosa tidak sempurna, karena masih ada hambatan
dari oosit. Luteinisasi sel granulosa tidak sem- purna akan menyebabkan sekresi
progesteron sedikit meningkat.
Kadar progesteron yang sedikit meningkat mempunyai peran:
Lebih memacu sekresi LH, dan sekresi FSH, sehinggakadar FSH meningkat
kem- bali, dan ter1adilah lonjakan gonadotropin, LH, dan FSH dengan tetap sekresi
LH lebih dominan.Mengakti{kan enzim proteolitik, plasminogen menjadi bentuk
aktif, plasmin yang membantu "menghancurkan" dinding folikel, agar oosit dapat
keluar dari folikel saat or,,ulasi.
Kadar FSH yang meningkat pada pertengahan siklus berperan:
Membantu mengaktifkan enzim proteolitik, membantu dinding folikel
"pecah". Bersama estrogen membentuk reseptor LH di sel granulosa, sehingga
reseptor LH yangtadinyahanyaberada di sel teka, pada pertengahan siklus iuga
didapatkan di sel granulosa. Pada saat reseptor LH mulai terbentuk di sel granulosa,
inhibin A mulai berperan menggantikan inhibin B yang lebih berperan selama fase
folikuler. Inhibin A berperan selama fase luteal.
Fase Preovulasi
Folikel dominan yang terus tumbuh membesar menjadi folikel preourlasi.
Pada folikel preovulasi tampak sel granulosa membesar, terdapat perlemakan, sel teka
mengandung vakuol, dan banyak mengandung pembuluh darah, sehingga folikel
tampak hiperemi. Oosit mengalami maturasi,
Pada saat ini reseptor LH sudah mulai terbentuk di sel granulosa, dan lonjakan
LH, hasil produksi ini adalah progesteron. Progesterone pada fase preovulasi
memfasilitasi kerja feeback positif dari pada esterogen dan dibutuhkan untuk memicu
puncaknya FSH pada pertengahan siklus. Androgen intrafolikuler meningkat di sel
teka di stimulasi oleh beberapa enzymmenyebabkan, Pertama dampak lokal memacu
apoptosis sel granulosa pada folikel kecil, folikel yang tidak berhasil dominan,
menjadi atresia. Kedua dampak sistemik, androgen tinggi memacu libido.
Fase Ovulasi
Lonjakan LH sangat penting untuk proses ol.ulasi pascakeluarnya oosit dan
folikel. Lonjakan LH dipicu oleh kadar estrogen yang tinggi yang dihasilkan oleh
folikel pre- orrrlasi. Dengan kata lain, stimulus dan kapan omlasi bakal terjadi
ditentukan sendiri oleh folikel preor,ulasi. Ovulasi diperkirakan ter)adi 24 - 36 jam
pascapuncak kadar estrogen (estradiol) dan 10 - 1.2 jam pascapuncak LH. Di
lapangan awal lonjakan LH digunakan sebagai petanda/indrkator untuk menentukan
waktu kapan diperkirakan or,rrlasi bakal terjadi. Or,'ulasi terjadi sekitar 34 - 36 jam
pascaawal lonjakan LH.
Lonjakan LH yang memacu sekresi prostaglandin, dan progesteron bersama loniakan FSH yang mengaktivasi enzim proreolitik, menyebabkan dinding folikel "pecah".
Kemudian sel granulosa yang melekat pada membran basalis, pada seluruh dinding
folikel, berubah menjadi sel luteal. Pada tikus menjelang ovulasi, sel granulosa
kumulus yang melekat pada oosit, menjadi longgar aklbat enzim asam hialuronik
yang dipicu oleh lonjakan FSH. FSH menekan proliferasi sel kumulus, tetapi FSH
bersama faktor yang dikeluarkan oosit, memacu proliferasi sel granulosa mural, sel
granulosa yang melekat pada dinding folikel.
Fase Luteal
Menjelang dinding folikel "pecah" dan oosit keluar saat omlasi, sel granulosa
membesar, timbul vakuol dan penumpukan pigmen kuning, Iutein proses luteinisasi,
yang kemudian dikenal sebagai korpus luteum. Selama 3 hari pascaor,ulasi, sel
granulosa terus membesar membentuk korpus luteum bersama sel teka dan jaringan
stroma di sekitarnya. Vaskularisasi yang cepat, Iuteinisasi dan membrana basalis yang
menghilang, menyebabkan sel yang membentuk korpus luteum sulit dibedakan asal
muasalnya.
Pascalonjakan LH, pembuluh darah kapiler mulai menembus lapisan
granulosa menuju ke tengah n angan folikel dan mengisinya dengan darah. LH
memicu sel granulosa yang telah mengalami luteinisasi, untuk menghasilkan Vascwkr
Endothelial Groutlt Factor (VEGF) dan angiopoetin. Kemudian VEGF dan
angiopoetin memacu angiogenesis, dan perturnbuhan pembuluh darah ini merupakan
hal yang penting Pada proses luteinisasi. Pada hari ke-S - 9 pascaolulasi vaskularisasi
mencapai puncaknya ber- samaan dengan puncak kadar progesteron dan estradiol.
Pertumbuhan folikel pada fase folikuler yang baik akan menghasilkan korpus
luteum yang baik/normal pula. Jumlah reseptor LH di sel granulosa yang terbentuk
cukup adekuat pada pertengahan siklus/akhir fase folikuler, akan menghasilkan
korpus luteum yang baik. Korpus luteum mampu menghasilkan baik progesteron,
estrogen' maupun androgen. Kemampuan menghasilkan steroid seks korpus luteum
sangat tergantung pada tonus kadar LH pada fase luteal. Kadar progesteron meningkat
tajam segera pascaolulasi. Kadar progesteron dan estradiol mencapai puncaknya
sekitar 8 hari pasca- lonjakan LH, kemudian menurun perlahan, bila tidak terjadi
pembuahan pembuahan, sekresi progesteron tidak menurun karena adanya stimulus
dari hwnan Chorionic Gonadotrophin (hCG), yang dihasilkan oleh sel trofoblas buah
kehamilan.
Pada siklus haid normal, korpus luteum akan mengalami regresi 9 - 11 hari
pasca- omlasi, dengan mekanisme yang belum diketahui. Kemungkinan korpus
luteum menga- lami regresi akibat dampak luteolisis estrogen yang dihasilkan korpus
luteum sendiri.