Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS PEMBAGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

JOURNAL READING

Immune Regulation in Pathophysiology and


Targeted Therapy for Itch in Atopic Dermatitis
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Kesehatan Ilmu Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Pembimbing:
dr. Hiendarto, Sp.KK
Disusun Oleh:
Fajar Arismunandar
1420221152

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

LEMBAR PENGESAHAN
JURNAL READING

Immune Regulation in Pathophysiology and Targeted Therapy for


Itch in Atopic Dermatitis
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan
Klinik
di Departemen Kesehatan Ilmu Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh:
Fajar Arismunandar
1420221152

Telah Disetujui Oleh Pembimbing

Pembimbing

: dr. Hiendarto, Sp.KK

Tanggal

Mei 2016

Regulasi Kekebalan Tubuh dalam Patofisiologi dan Target Terapi


untuk Gejala Gatal pada Dermatitis Atopik
Chih-Hung Lee

ABSTRAK
Gatal adalah persepsi tidak menyenangkan yang merangsang keinginan untuk
menggaruk. Gatal merupakan hasil dari aktivasi ujung saraf bebas di kulit.
Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit kulit inflamasi yang selalu ditandai
dengan gatal yang intens. DA melibatkan banyak komponen dari jaringan limfoid
kulit terkait (SALT). Sebagai suatu penyakit dengan sel T helper 2 yang
teraktivasi, AD melibatkan infilrasi eosinofil dan immunoglobulin E, interleukin
(IL)-2, IL-4, IL-13, dan IL-3. Sebagai penyakit dengan gangguan sawar kulit, AD
ditandai dengan meningkatnya sejumlah allergen secara transepidermal dan
thymus stroma lymphopoietin (TSLP) dari keratinosit epidermis, yang
memperburuk perkembangan penyakit. Kedua komponen yaitu kekebalan tubuh
dan faktor epidermal yang berinteraksi dengan komponen saraf kulit, termasuk
reseptor transient potensial (TRP) dan reseptor opioid, menyebabkan persepsi
gatal dari kulit ke otak. Selain mengobati gatal melalui saluran TRP dan reseptor
opioid, ada kemungkinan untuk menargetkan berbagai komponen seluler SALT,
termasuk keratinosit, eosinofil, dan faktor lain, seperti IL-31, IL-4, IL-13, IL- 31,
dan TSLP.
Kata kunci : Dermatitis atopik, IL-31, gatal, SALT, TSLP

PENDAHULUAN
Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit kambuhan kronis umum yang
ditandai dengan gatal yang intens. DA biasanya disertai dengan riwayat pribadi
atau keluarga yang memiliki penyakit alergi, termasuk rhinitis alergi, asma, dan
konjungtivitis alergi. Gatal adalah gejala utama dari DA. Gejala ini sangat
mengganggu kualitas hidup pasien dan dapat mengganggu sekolah atau pekerjaan
dan memicu kecemasan dan depression. Prevalensi DA diperkirakan 6-9% di
Taiwan. Sementara, patogenesis dari AD masih diselidiki lebih lanjut, baik
penurunan fungsi sawar kulit ataupun aktivasi kekebalan tubuh yang menyimpang
dimana keduanya memainkan peran penting dalam patogenesis.
PERSEPSI GATAL : DARI INISIASI DI KULIT SAMPAI AKTIVASI DI
OTAK
Gatal adalah persepsi yang unik yang merangsang suatu keinginan untuk
menggaruk untuk menyingkirkan rangsangan bahaya. Batuk, yang dapat
disebabkan oleh bahan kimia berbahaya atau partikel, adalah tindakan serupa yang
digunakan untuk mengusir rangsangan bahaya tersebut. Epidermis dipersarafi
oleh serat C kecil. Persepsi gatal yang ditransmisikan dari ujung perifer saraf (C
fiber) dalam epidermis diteruskan ke badan neuron di ganglion akar dorsal yang
terletak di sumsum tulang belakang. Selanjutnya, sinaps di sumsum tulang
belakang mentransmisikan sinyal dalam traktus spinotalamikus kontralateral ke
talamus, dan akhirnya sinyal dipancarkan ke neuron kortikal.
Pada kulit, rasa gatal bisa dihasilkan dari kedua jenis penyakit, yaitu
penyakit inflamasi dan non-inflamasi. DA adalah penyakit kulit inflamasi yang
selalu disertai dengan gatal intens. Individu yang terkena penyakit kulit inflamasi
lainnya, seperti lupus erythematosus dan pitiriasis lichenoides, dapat mengalami
atau tidak mengalami rasa gatal. Di antara penyakit kulit non-inflamasi, beberapa
penyakit (misalnya, uremic pruritus) dapat menyebabkan gatal, tetapi yang lain
(misalnya, stabil vitiligo) mungkin tidak mengalami rasa gatal. Pada penyakit
dengan kondisi peradangan, faktor kekebalan tubuh mungkin memainkan peran
penting dalam inisiasi gatal. Di sisi lain, pada mereka penyakit dengan kondisi

non-inflamasi, faktor neurogenik dapat memainkan peran yang lebih signifikan


dalam patofisiologi gatal.
Beberapa studi pencitraan fungsional telah dilakukan untuk mengamati
aktivasi fungsional sinyal gatal di otak. Namun, penyakit yang berbeda terkait
dengan gatal dapat menyebabkan perbedaan dalam aktivasi korteks otak.
Selanjutnya, gatal yang diinduksi histamine ataupun tidak diinduksi histamine
menyebabkan perbedaan dalam aktivasi dari korteks otak.
SAWAR KULIT YANG TERGANGGU DAN PERSEPSI GATAL
DA ditandai dengan penurunan fungsi sawar kulit. Epidermis merupakan
jaringan utuh yang melindungi tubuh manusia dari lingkungan luar yang
berbahaya dan terdiri dari keratinosit yang terorganisir dan memiliki lapisan
kornea padat. Namun, sawar kulit terganggu pada DA yang memungkinkan
masuknya alergen potensial, yang kemudian memicu respon inflamasi dan dengan
demikian memperburuk fungsi sawar kulit, menciptakan siklus setan. Filaggrin,
protein penting yang mengikat keratin, penting untuk integritas sawar kulit.
Dalam DA, sekitar setengah dari pasien dipengaruhi oleh mutasi pada filaggrin.
Hilangnya atau mutasi dari filaggrin, yang menurunkan kemampuan kulit untuk
menahan air, merusak fungsi sawar kulit. Di sisi lain, meningkatkan fungsi sawar
kulit meningkatkan efek terapi pada DA. Kami sebelumnya menemukan
hubungan antara disfungsi sawar, peningkatan kehilangan air transepidermal
(TEWL), dengan intensitas gatal. Semakin besar TEWL, semakin buruk gatal
yang dirasakan. Bahkan, peningkatan TEWL telah berkorelasi positif dengan
peningkatan pH kulit, yang merangsang aktivitas protease serin yang dapat
merusak sawar kulit dan merangsang rasa gatal.
SKIN ASSOCIATED LYMPHOID TISSUE (SALT)
Sebelum kita membahas peran respon imun yang menyimpang dalam
patofisiologi DA, topik jaringan limfoid terkait kulit (SALT) perlu ditinjau. Dalam
saluran pencernaan, struktur limfoid yang terdapat di beberapa daerah submukosa,
yang juga disebut sebagai Mucous Associated Lymphoid Tissue (MALT). MALT
mempunyai fungsi khusus dalam mempresentasikan antigen dari organ-organ

limfoid sekunder (kelenjar getah bening). Memperhatikan kesamaan dalam


presentasi antigen terhadap sel T dari kulit ke kelenjar getah bening, Streilein et
al1 memperkenalkan istilah "jaringan limfoid terkait kulit" (SALT) dan
mengusulkan bahwa SALT bertindak sebagai sistem imunosurveilans terintegrasi
untuk kulit. SALT terdiri dari: (1) sel langerhans epidermal; (2) sel T; (3)
keratinosit; dan (4) sekumpulan sel yang berfungsi untuk drainase cairan limfe,
seperti sel endotel. Ono dan Kabashima mengusulkan istilah "SALT-inducted"
karena mereka menemukan bahwa interleukin IL-1 diproduksi oleh keratinosit
yang menarik sel dendritik kulit melalui sinyal CXCL2 dalam kondisi
peradangan, sama seperti model dermatitis kontak.
PERAN DARI SELULAR DAN KOMPONEN SALT DALAM DA
Eosinofil
Hubungan antara infiltrasi eosinophil dan persepsi gatal dikenal
keterkaitannya pada infeksi skabies. Pasien dengan skabies mengalami rasa gatal,
dan kulit mereka padat disusupi oleh eosinofil. Pasien dengan pemfigoid bulosa
juga mengalami gatal yang signifikan dan ditandai dengan infiltrasi eosinophil
dalam jumlah sedang. Tikus dengan defisiensi eosinofil mengalami gangguan
respon hipersensitivitas, dan berkurangnya respon menggaruk. Namun, tetap ada
beberapa perdebatan apakah eosinofil dan gatal mungkin hanya memiliki
hubungan yang kebetulan melalui interaksinya dengan imunoglobulin E (IgE)
dan sel mast.
Fibroblas
Jaringan parut keloid terjadi akibat proliferasi fibroblas dan deposisi tidak teratur
dari matriks ekstraselular, dan sering mengalami rasa gatal yang intens. Bekas
luka kulit keloid memiliki serabut saraf lebih banyak. Penting juga untuk
diketahui bahwa, fibroblas dermal mengeluarkan artemin, faktor neurotropik, dan
fibroblast artemin ini meningkat pada kulit dengan DA.
Keratinosit

Luasnya inervasi kulit tergantung pada keseimbangan antara faktor elongasi saraf
[misalnya, faktor pertumbuhan saraf (NGF)] dan faktor penghambat saraf
(misalnya, semaphorin 3A), yang keduanya dapat diproduksi oleh keratinosit
epidermis. Konsentrasi NGF darah berkorelasi baik dengan intensitas rasa gatal
pada pasien dengan DA. Selanjutnya, dalam penelitian sebelumnya tentang
keratinosit, kami menemukan bahwa IL-31 menginduksi aktivasi STIM1, sinyal
transduser dan penggerak transkripsi STAT3, yang menghasilkan beta-endorphin,
dan dalam penelitian lain, kami menemukan bahwa kadar beta-endorfin
berkorelasi baik dengan intensitas gatal.
Thymic stromal lymphopoietin (TSLP), sitokin lain yang dihasilkan oleh
keratinosit, memainkan peran penting dalam patofisiologi DA. Ekspresi TSLP
meningkat pada keratinosit di DA. Keratinosit yang memberikan sinyal melalui
TSLP untuk sel-sel kekebalan tubuh memiliki peranan penting dalam DA. TSLP
langsung mengaktifkan neuron sensorik kulit untuk merangsang persepsi gatal.
Tidak diragukan lagi, keratinosit memainkan peran penting dalam inisiasi gatal.
Bahkan, salah satu studi internasional kami sebelumnya menemukan hubungan
antara kecenderungan genetik dari ORAI1 dan pengembangan AD. Penelitian
tersebut menemukan hubungan antara polimorfisme gen tunggal ORAI1, protein
saluran kalsium yang dapat menginduksi produksi TSLP, berkaitan erat dengan
pengembangan dan keparahan DA di kedua populasi Jepang dan Taiwan.
Sel Mast
Histamin adalah sebuah pruritogen yang dilepaskan dari sel mast akibat
dari ikatan dengan IgE pada penyakit urtikaria. Hal ini memungkinkan dalam
penggunaan anti histamine yang memiliki target reseptor H1 dan H2 untuk
mengobati rasa gatal pada berbagai penyakit, namun gatal yang menyertai AD
mungkin tidak terkait dengan reseptor histamine H1 dan H2 karena pemakaian
antihistamin tidak mengurangi rasa gatal. Upaya lebih lanjut, telah dibuat untuk
menargetkan reseptor histamin lain, H4R, untuk mengobati gatal. Sebuah studi
fase di Jepang menunjukkan bahwa antagonis H4 (JNJ-39758979) meredakan
gatal pada pasien dengan DA. Selain itu, penggunaan omalizumab sebagai agen
anti-IgE mengurangi keparahan klinis DA pada pasien dengan IgE yang sangat

tinggi, hal ini menunjukkan bahwa manfaat terapi anti-IgE tidak hanya dari
netralisasi IgE tetapi juga dari penurunan regulasi reseptor IgE-Fc pada basofil
dan sel mast.

Sel T dan sitokin


IL-2
Dosis tinggi IL-2, yang telah digunakan sebagai agen imunoterapi
terhadap karsinoma sel ginjal metastatik dan melanoma maligna, menginduksi
gatal yang akut. Injeksi IL-2 ke dalam pasien sehat atau ke pasien dengan DA
menginduksi gatal dalam 48 72 jam. Siklosporin, suatu inhibitor kalsineurin,
menurunkan sintesis IL-2 dan mengurangi gatal pada pasien dengan DA. Namun,
apakah efek antipruritus dari siklosporin dimediasi melalui penurunan IL-2 atau
melalui efek imunosupresif dalam DA masih kontroversial.
IL-31
Overekspresi dari sitokin IL-31 dalam limfosit menginduksi pruritus akut
dan dermatitis atopik seperti yang terjadi pada tikus. IL-31 diekspresikan oleh sel
T helper 2 (Th2). Kadar IL-31 meningkat pada banyak pasien dengan penyakit
kulit gatal, termasuk DA, uremic pruritus, urtikaria kronis, dan prurigo nodularis.
Selanjutnya, kadar IL-31 darah berkorelasi dengan keparahan penyakit pada
pasien dengan DA. Berhubungan dengan temuan ini, IL-31 menginduksi aktivasi
STIM1, diikuti oleh aktivasi STAT3 dan pelepasan beta-endorfin dari keratinosit
kulit. Berkaitan dengan temuan ini, menunjukkan bahwa IL-31 dapat ditargetkan
dalam pengobatan gatal. Bahkan, uji klinis Tahap 1 sedang dilakukan untuk
menguji efek anti-IL-31 (NCT01614756).
IL-4 dan IL-13
Reseptor IL-4 dan IL-13 memiliki subunit umum. Seperti sitokin Th2
lainnya, IL-4 dan IL-13 penting dalam pengembangan DA. Overekspresi
transgenik dari IL-4 atau IL-13 pada tikus menyebabkan penyakit atopic. IL-4 dan
IL-13 meningkat pada kulit DA. Dalam darah, tingkat IL-13 meningkat pada DA

dan berkorelasi dengan keparahan penyakit. Sebuah penelitian tikus menunjukkan


bahwa IL-13 menginduksi gatal di DA setidaknya sebagian melalui aktivasi
TRPA1 suatu reseptor kation yang menginduksi rasa gatal. Pengobatan dengan
antibodi monoklonal terhadap IL -4, dupilumab, mengurangi persepsi gatal di DA
oleh lebih dari setengah penderita DA. Singkatnya, kedua sitokin dapat memediasi
perkembangan gatal sampai batas tertentu.
KOMPONEN SARAF DALAM PERSEPSI GATAL
Transient receptor potential (TRP) channels
Saluran TRP, terdapat dalam berbagai sel, termasuk keratinosit, melanosit,
dan saraf di kulit, dapat bertindak dalam pengolahan fungsi sensorik. Beberapa
kelas-kelas lain dari protein TRP, termasuk TRPV1, TRPA1, dan TRPM8, terlibat
dalam persepsi gatal.
Ekspresi TRPV1 meningkat pada lesi kulit dengan DA, dan aktivasi
reseptor tersebut merangsang baik respon imun maupun rasa gatal dengan
mengeluarkan factor factor larut air. Amagai et al melaporkan bahwa tikus
dengan AD, yang dilakukan stimulasi inhibisi TRPV1 dapat mengurangi perilaku
menggaruk, dan dapat digunakan sebagai pengobatan atopik gatal. Namun, satu
percobaan klinis baru-baru ini menyelidiki efek topikal TRPV1 inhibitor
(SB705498) gagal menunjukkan kemanjurannya dalam mengatasi rasa gatal.
TRPA1 adalah transduser dikenal sebagai penyebab rasa gatal yang
berhubungan dengan histamine. Komponen ini terdapat dalam saraf sensorik, sel
mast, dan keratinosit. TRPA1, yang meningkat di DA, memediasi rasa gatal dalam
patofisiologi DA yang diinduksi IL-13. Namun , efek biologis TRPA1 yang
menyebabkan rasa gatal pada DA dinilai rumit. Di satu sisi, TRPA1 menginduksi
sinyal-sinyal gatal; di sisi lain, aktivasi TRPA1 merangsang pemulihan sawar
kulit.
Reseptor Opioid
Morfin, suatu analgesik yang kuat, menginduksi atau meningkatkan gatal
di sebagian besar individu yang sehat. Namun, antagonis reseptor -opiat
menghambat gatal tapi tidak sakit. Gatal yang diinduksi oleh morfin mungkin

berkaitan dengan fakta bahwa morfin berikatan dengan reseptor isoform -opioid
MOR1D, yang mirip dengan gastrin-releasing receptor peptida yang berfungsi
sebagai sinyal rasa gatal. Reseptor -agonis TRK-820 (nalfurafine) menghambat
factor pruritogen yang mengakibatkan keinginan untuk menggaruk, hal ini
menunjukkan bahwa reseptor -opioid mungkin memainkan peran dalam
modulasi gatal. TRK-820 telah terbukti efektif dalam mengurangi gatal pada
pasien hemodialisa.
TATA LAKSAN UNTUK MENGATASI INFLAMASI DAN GATAL
Dokter telah mengetahui selama bertahun tahun bahwa antihistamin
mampu mengatasi gatal seluruhnya pada pasien dengan DA. Penggunaan steroid
sistemik yang dapat menghilangkan berbagai penyebab inflamasi, sangat berguna
dalam mengontrol gejala akut gatal pada DA. Pada fase subakut, inhibitor
calcineurin yaitu cyclosporine juga sangat membantu dalam mengontrol gejala
gatal. Banyak materi biologis monoclonal sedang dikembangkan atau sudah
dikembangkan untuk mengatasi rasa gatal yang berhubungan dengan respon
inflamasi pada DA. Sedikit contoh, misalnya dupilumab, suatu monoclonal
antibody terhadap IL-4, terbukti menurunkan gejala gatal pada pasien DA, dan
antibody monoclonal terhadap IL-13, lebrikizumab, yang mana sedang dalam
percobaan dalam mengatasi gatal pada DA, menunjukkan hasil yang menjanjikan
pada pasien pasien dengan asma.
KESIMPULAN
Gatal pada DA selalu terjadi bersamaan dengan adanya inflamasi dan
keinginan untuk menggaruk. Siklus yang berbahaya ini yaitu menggaruk,
inflamasi, dan gatal membuat gatal yang berhubungan dengan DA menjadi
problema klinis. Berbagai komponen yang didiskusikan pada artikel ini dapat
digunakan sebagai target dalam mengurangi rasa gatal pada DA. Regulasi dari
berbagai komponen yang dihasilkan SALT dapat merangsang respon imunitas
pada kulit. Pembelajaran mengenai komponen SALT, termasuk keratinosit,
eosinofiil, dan berbagai faktor larut seperti IL-31, IL-4, IL-13, dan TSLP, dapat

menjadi titik terang baru untuk mengembang strategi dalam mengobati rasa gatal
pada DA.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai