Isi
Isi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi yang mendapat
perhatian serius. Secara langsung gizi buruk disebabkan oleh kurangnya
asupan makanan dan adanya penyakit infeksi. Sementara itu, keterbatasan
pangetahuan ibu tentang gizi, cara pemberian makanan yang tidak tepat, pola
pengasuhan anak, kondisi kesehatan dan lingkungan serta ketersediaan pangan
ditingkat rumah tangga merupakan faktor penyebab tidak langsung timbulnya
gizi buruk.
Di Indonesia prevalensi balita gizi adalah 4,9% dan gizi kurang
sebesar 13,0% atau secara nasional, prevalensi balita gizi buruk dan kurang
adalah sebesar 17,9%, keduanya menunjukkan bahwa baik target target
Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk mencapai program
pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target Millenium
Development Goals pada 2015 18,5% telah tercapai. Namun masih terjadi
disparatis antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang
sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas, 2010)
Menurut Menteri Kesehatan, Nila Djuwita F Moelok (2015)
menyebutkan bahwa kasus gizi buruk yang terjadi dikarenakan kurangnya
kesadaran masyarakat membuat makanan yang kaya akan nutrisi. Secara
realita kebanyakan masyarakat tidak memahami cara meamasak bahan
makanan secara tepat yang dapat menurunkan kualitas dari bahan makanan
tersebut. Selain kurangnya pengetahuan, masalah ekonomi pun akan
mempengaruhi bahan makanan yang dibeli sehingga akan berpenguruh
terhadap kualitas makanan yang di asup.
Adapun upaya untuk menanggulangi masalah gizi bruuk ini sudah
sering dilakukan oleh pemerintah yaitu melalui dinas kesehatan yang
berkoordinasi
dengan
puskesmas
atau
rumah
sakit
setempat.Untuk
memulihkan kondisi Balita pada status normal, dibutuhkan asupan susu yang
mudah diserap tubuh. Ada 3 fase atau langkah yang harus dilakukan pada
anak yang menderita gizi buruk yaitu fase stabilisasi, fase transisi dan fase
rehabilitasi.
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati,
karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisme basal saja. Pada fase transisi makanan pada fase ini diberikan
pada minggu kedua setelah fase stabilisasi. Pemberian makanan pada fase
transisi diberikan secara perlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal
jantung yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah
banyak secara mendadak.
Nutrisi berperan penting dalam penyembuhan penyakit. Kesalahan
pengaturan diet dapat memperlambat penyembuhan penyakit.Oleh karena itu
kami tertarik membuat formula F75 untuk pasien gizi buruk pada fase
stabilisasi agar dapat membantu menstabilkan kondisi pasien lebih cepat serta
membuat formula F100 dan formula modifikasi untuk pasien gizi buruk pada
fase transisi agar dapat membantu pemulihan pasien lebih cepat.
1.2 Tujuan
Dapat membuat formula makanan bagi penderita balita gizi buruk dengan zat
gizi yang tepat agar dapat meningkatkan status gizi balita pada fase stabilisasi
dan transisi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus),
dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak
balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut
(busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan
kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di
bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah
teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun (Nency, 2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui
dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun
(baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur
menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau
sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila
jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah
salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).
2.2.
No.
1.
INDIKATOR
BB/U
2.
STATUS GIZI
Gizi sangat kurang
Gizi Kurang
Gizi Normal
Gizi Lebih
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Sangat kurus
Kurus
Normal
Kegemukan
STANDAR DEVIASI
<-3SD
-3SD s/d <-2SD
-2SD s/d 2SD
>2SD
<-3SD
-3SD s/d <-2SD
-2SD
<-3SD
-3SD s/d <-2SD
-2SD s/d 2SD
>2SD
Tabel 2.2 Status Gizi Berdasarkan Standar Antropometri WHO Tahun 2005
2.3.
dan
marasmus.
Makanan
sehari-hari
tidak
cukup
membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk
dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin,
maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya
yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu.
Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).
Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon
patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan
Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi
karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi
penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan
LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit
ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting
edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik
intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma
ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada
penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien.
Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena
tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan
waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada
ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan
onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup,
kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak
terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan
ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya
marasmus.
berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan
kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang
dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi
enteral
misalnya
infantil
gastroenteritis,
bronkhopneumonia,
Hirschpurng,
deformitas
palatum,
palatoschizis,
misalnya
renal
asidosis,
idiopathic
bentuknya
(konsistensi)
dan
kandungan
gizinya
(konsentrasinya).
Hipotermi
Dikatakan hipotermi jika suhu tubuh anak kurang dari 36,5C
pada pengukuran suhu axiler. Dalam peeriksaan suhu tubuh dengan
termometer yang diletakkan diketiak diperlukan waktu selama 3
menit. Hipotermi plaing sering terjadi pada dini hari yang suhu
11
kencing
sedikit
dan
hipoglikemi.
Untuk
12
Jenis makanan
Transisi
BB< 7kg
Frekuensi
Waktu
pemberian
Makanan Bayi :
13
-ASI
-100 sdm/6
Hari 8-9
jam
Hari 10- 11
laktosa
-100 sdm/4
Hari 12-13
-Formula 100/
jam
Makaan anak :
-Susu/ susu rendah
-100 sdm/6
Hari 8-9
laktosa
jam
Hari 10-11
-Formula 100/
-100 sdm/4
Hari 12-13
14
c. Fase Rehabilitasi
Bila anak masih medapatkan ASI,teruskan ASI, ditambah dengan
makanan formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi
untuk tubuh-kejar. Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F100, dengan penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg
diberikan makanan bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan
makanan anak. Asupan gizi 150-220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6
g/kgBB/hari. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari
pemberian Formula WHO 135 sampai makanan biasa. Adapun
persyaratan diet sebagai berikut :
1. Formula khusus sebagai formula 135/modifikasi/modosco III
2. Jumlah zat gizi :
Energi
: 150 200 Kkal/Kg BB/hari
Protein
: 4 6 gr/Kg BB/hari
Cairan
: 150 200 ml/Kg BB/hari
15
Tabel 2.3. Tata Laksana Rumah Sakit pada Penderita Gizi Buruk
2.7.
Makanan Formula
a. Pengertian Makanan Formula
Makanan formula atau bahan makanan campuran merupakan
kombinasi dari berbagai bahan yang memungkinkan penambahan
kekurangan suatu zat gizi dalam suatu bahan dalam bahan lain sehingga
menjadi sesuatu bahan yang mengandung zat-zat gizi dalam jumlah cukup
sesuai dengan kebutuhan.
b. Syarat Makanan Formula
1. Bernilai Gizi Tinggi
2. Dapat diterima baik citarasanya
3. Dibuat dari bahan makanan setempat
c. F-75 dan F-100
Dasar pertimbangan penyusunan makanan formula F75 menurut WHO
karena keadaan faal tubuh anak gizi buruk sangat berbeda dari faal tubuh
anak yang tidak gizi buruk.Kondisi faal tubuh anak gizi buruk yaitu:
1. Metabolisme dasar sangat rendah
2. Produksi ATP sangat terbatas
3. Berbagai fungsi tubuh mengalami shut down
4. Tubuh sangat kekurangan kalium
5. Terjadi hiper natremia intra sel
6. Terjadi kekurangan mg, cu, dan zn
Sedangkan dalam fase transisi pada anak gizi buruk dilakukan
pemberian makannya harus secara bertahap dan perlahan-lahan jumlahnya
16
17
yaitu sekitar 6,224 g/100 gr plus mineral zinc (Zn) yang sebesar
1,74 mg/100 g sehingga bermanfaat dalam proses penyembuhan
luka yang lebih baik. Selain itu manfaat lain dari ikan gabus ialah
mendukung perkembangan balita yang membantu dalam proses
perkembangan otak di fase emas.
Ikan gabus mengandung energy 69 kkal; protein 25,2 gr ;
lemak 1,7 gr; besi 0,9 mg; kalsium 62 mg; fosfor 176 mg;
yang
tinggi
sehingga
dapat
mengurangi
gangguan
18
19
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
3.1.1. Tempat
Praktikum Pertama Pengembangan Resep/Formula dengan tema
Makanan untuk Anak Gizi Buruk Fase Stabilisasi dan Transisi, kelompok 5
membuat Formula WHO 75, Formula WHO 100, Makanan Formula Ikan, dan
Makanan Formula Ikan Modifikasi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nama Alat
Kompor
Panci
Talenan
Pisau dapur
Gelas Ukur
Blender
Centong
Piring
Cobek
Kegunaan
Memasak bahan
Untuk merebus atau memasak
Untuk alas memotong bahan-bahan
Untuk memotong bahan-bahan
Untuk mengukur cairan
Untuk menghaluskan bahan
Untuk mengaduk bahan
Untuk wadah ikan
Untuk menghaluskan kunyit dan jeruk
Baskom
nipis
Untuk mengaduk adonan
3.2.2. Bahan
20
Nama Bahan
Jumlah
o
1
2
3
4
25 gram
100 gram
30 gram
20 ml
Nama Bahan
Jumlah
o
1
2
3
4
85 gram
50 gram
60 gram
20 ml
Nama Bahan
Jumlah
o
1
2
3
4
5
6
Tepung Beras
Daging Ikan Kakap
Gula Pasir
Minyak Sayur
Pisang Ambon
Garam Yodium
67,5 gram
90 gram
30 gram
30 gram
150 gram
Secukupnya
Nama Bahan
Jumlah
o
1
2
3
4
5
6
7
Tepung Beras
Daging Ikan Kakap
Gula Pasir
Minyak Sayur
Pisang Ambon
Labu Kuning
Garam Yodium
67,5 gram
90 gram
30 gram
30 gram
100 gram
50 gram
Secukupnya
21
22
23
24
25
Formula Ikan
1. Sebelum Modifikasi
N
o
1
2
Nama Bahan
Jumla
Tepung Beras
Daging Ikan
h
67,5 g
90 g
kakap
3
Gula pasir
30 g
4
Minyak Sayur 30 g
5
Pisang ambon 150 g
TOTAL
2. Sesudah Modifikasi
N
Nama Bahan
Jumlah
4,5
16,4
k
0.4
0,6
116,1
258,6
138
830,2 kkal
0
0
1,5
22,4 g
0
30
0,8
31,8 g
KH
53,3
0
30
0
35,1
118,3 g
KH
26
o
1
2
Tepung Beras
Daging Ikan
67,5 g
90 g
241,9
75,6
4,5
16,4
k
0.4
0,6
53,3
0
3
4
5
6
gabus
Gula pasir
Minyak Sayur
Pisang ambon
Labu waluh
30 g
30 g
150 g
50 g
116,1
258,6
138
19,5
849,7
0
0
1,5
0,4
22,8 g
0
30
0,8
0,3
32,1 g
30
0
35,1
4,4
122,7
TOTAL
kkal
Ket : frekuensi pemberian makanan dalam sehari 5x
3.7. Analisis Biaya Formula Ikan
Nama Bahan
Jumlah
Harga (Rp)
o
1
2
Tepung Beras
Daging Ikan
67,5 g
90 g
Kakap
3
Gula pasir
4
Minyak Sayur
5
Pisang ambon
Total
30 g
30 g
150 g
Nama Bahan
Jumlah
Harga (Rp)
o
1
2
Tepung Beras
Daging Ikan
67,5 g
90 g
gabus
3
Gula pasir
4
Minyak Sayur
5
Pisang ambon
6
Labu waluh
Total
30 g
30 g
150 g
50 g
27
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Nama Formula
Formula WHO 75
Uji Organoleptik
Warna : Putih
Rasa : Gurih dan Agak
Manis
Tekstur : Khas Air Susu
Aroma : Agak Manis
kuningan
Rasa : Gurih dan Manis
Tekstur : Khas Air Susu
Aroma : Manis khas susu
29
amis
Tekstur : Lunak
Aroma : Amis
Warna : Kekuningan
Rasa : Manis dan tidak terasa
amis
Tekstur : Lembek
Aroma : Manis pisang
30
4.2 Pembahasan
4.2.1. Formula WHO 75 dan Formula WHO 100
Dari hasil praktikum yang kami lakukan, kami mencoba membuat formula
makanan F75 pada fase stabilisasi dan F100 pada fase transisi. Pada Fase
stabilisasi untuk penderita gizi buruk dengan 8x pemberiaan menggunakan F75 dengan bahan susu skim bubuk, gula pasir, dan minyak sayur yang
mengandung energy sebesar 750 kkal dan Protein 9 gram. Adapun Adapun
kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi:
Cairan: 130 ml/kg/BB/hr atau 100 ml/kg BB/hr bila ada odema berat.
Dasar pertimbangan penyusunan makanan formula F75 menurut WHO
karena keadaan faal tubuh anak gizi buruk sangat berbeda dari faal tubuh anak
yang tidak gizi buruk.Kondisi faal tubuh anak gizi buruk yaitu:
a
b
c
d
31
e
f
minuman yang lain selain F75 atau dengan kata lain harus memberikan
makanan yang sudah ditetapkan oleh WHO. Untuk makanan pada fase
stabilisasi peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap. Tujuan
terapi gizi pada fase stabilisasi adalah memberikan makanan awal (starter)
supaya anak dalam kondisi stabil.
Sedangkan dalam fase transisi pada anak gizi buruk dilakukan pemberian
makannya harus secara bertahap dan perlahan-lahan jumlahnya yang
kemudian ditingkatkan karena untuk menghindari resiko gagal jantung yang
terjadi apabila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak
secara mendadak. Maka dari itu diberikan Formula WHO 100 yang berbahan
dasar susu skim bubuk , gula pasir, minyak sayur dan larutan elektrolit. Bahan
dasar ini sama dengan formula WHO 75, namun berbeda dalam jumlah yang
digunakan sehingga energy yang dihasilkan dalam formula ini sebesar 1000
kkal dan Protein 29 gram. Adapun kebutuhan zat gizi pada fase transisi:
32
pekat dan dapat dikonsumsi. Selain itu, pemasakan juga bertujuan untuk
menghasilkan cita rasa yang baik, pemasakan yang berlebihan akan
menyebabkan formula bahan seperti minyak dan bahan yang lain tidak
menyatu atau pecah-pecah, sedangkan jika pemasakan dengan pemanasan
yang kurang akan menghasilkan formula tidak mendapatkan citarasa yang
baik. Selama pemasakan harus dilakukan pengadukan secara terus menerus
agar campuran bahan susu skim, minyak, gula , dan larutan elektrolit
homogeny. Pengadukan ini bertujuan untuk memperoleh strukur dan cita rasa.
Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat menimbulkan gelembunggelembung yang dapat merusak tekstur dan penampakan akhir. Pemasakan
harus dilakukan dalam waktu yang singkat untuk mencegah hilangnya aroma,
warna, dan rasa
Pada uji organoleptik, 11 panelis menguji hasil Formula WHO 75 dan
Formula WHO 100 untuk mengetahui persentase warna, aroma, tekstur, dan
rasa sebagai hasil dari daya terima terhadap produk . Adapun hasil yang
didapat sebagai berikut :
a) Uji Warna
Tabel.4. 9. Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Warna
Kategori
Sangat Suka
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total
Formula
F-75
N
%
1
9.1
9
81.8
1
9.1
0
0
0
0
11
100.0
F-100
N
0
%
0
10
1
0
0
11
90.9
9.1
0
0
100.0
Hasil praktikum pembuatan formula F75 pada fase stabilisasi dan formula
F100 pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik warna seperti terlihat pada Tabel 4.9.Untuk Formula F75 Dapat
terlihat dengan jelas bahwa frekuensi terbesar sebesar 81,8 % adalah dengan
kategori suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 9,1%
adalah dengan
33
kategori sangat suka dan kurang suka .Sedangkan pada pembuatan formula
F100 pada fase transisi terlihat bahwa frekuensi terbesar sebesar 90,9 %
dengan kategori suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 9,1% dengan kurang
suka. Hal ini terlihat berbeda antara kedua Formula yang dibuat.
Warna memegang peranan penting dalam menentukan kesukaan panelis
terhadap suatu produk. Pada penilaian warna terdapat lebih dari 80% panelis
menyukai warna kedua warna dari formula yang kami buat sehingga daya
terima terhadap kedua produk sudah baik. Kesukaan ini menurut kami karena
adanya pengaruh warna dari susu skim bubuk yang memang pada dasarnya
memiliki warna yang bagus yaitu putih, warna putih pada susu skim bubuk ini
diakibatkan oleh dispersi yang merefleksikan sinar dari globula-globula lemak
serta partikel-partikel koloid senyawa kasein dan kalsium fosfat serta
dikarenakan tidak adanya kandungan lemak pada susu skim.(Muhamad, 2002)
Sedangkan untuk panelis yang kurang suka dikarenakan pengenceran
kedua formula dengan ditambahkan 1000ml air hangat dan campuran minyak
goreng. Susu yang semula memiliki warna dasar putih, semakin ditambah air
yang memiliki sifat panas maka susu skim yang mengandung riboflavin yang
terdegradasi sehingga membuat kandungan susu menjadi agak kekuningan.
Begitupula dengan penambahan minyak, minyak berwarna kuning berasal dari
beta karoten yang kemudian apabila ditambah dengan air yang memiliki sifat
panas maka beta karoten akan terdegradasi sehingga membuat warna menjadi
kekuningan.
Dari warna kedua formula, pada Formula F75 memiliki kuning yang lebih
muda dibandingkan dengan formula F100 karena jumlah bahan yang
digunakan lebih banyak F100 dibanding F75.
b) Uji Rasa
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Rasa
Kategori
Sangat Suka
Formula
F-75
N
%
0
0
F-100
N
0
%
0
34
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total
8
2
1
0
11
72.7
18.2
9.1
0
100.0
7
4
0
0
11
63.6
36.4
0
0
100.0
Hasil praktikum pembuatan formula F75 pada fase stabilisasi dan Formula
F100 pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik warna seperti terlihat pada Tabel 4.10. Dapat terlihat dengan
jelas bahwa frekuensi terbesar sebesar 72.7% adalah dengan kategori suka
dan frekuensi yang terkecil sebesar 9.1% dengan kategori tidak suka.
Sedangkan pada pembuatan formula F100 pada fase transisi terlihat bahwa
frekuensi terbesar sebesar 63,6 % dengan kategori suka dan frekuensi yang
terkecil sebesar 36,4 % dengan kategori kurang suka. Hal ini terlihat berbeda
antara kedua Formula yang dibuat.
Pada penilaian rasa terdapat lebih dari 60% panelis menyukai rasa
formula F75 dan Formula F100 yang kami buat sehingga daya terima
terhadap kedua produk sudah baik. Kesukaan itu dikarenakan rasa gurih dan
agak manis yang terdapat didalam susu skim. Rasa gurih dan agak manis yang
didapat karena garam-garam mineral flourida dan sitrat yang ada. Kemudian
rasa manis yang didapat akibat dari penambahan gula pasir. Sedangkan
penambahan minyak goreng tidak merubah rasa yang ada karena minyak
goreng mempunyai rasa yang natural dan hamper tidak memiliki efek aroma
sehingga tidak merusak rasa alami dari produk.
Ketidaksukaan panelis pada uji organo ini dikarenakan memang panelis
yang tidak menyukai susu. Sedangkan kekurang sukaan panelis pada Formula
F100 lebih banyak dibanding dengan formula F75 karena adanya rasa bulir
minyak apabila diminum menimbulkan rasa berminyak pada mulut dan
tenggorokan karena jumlah minyak yang ditambahkan pada F100 2 kali lebih
banyak dan gula pasir 2 kali lebih sedikit.
c) Uji Tekstur
35
Formula
F-75
N
%
0
0
9
81.8
1
9.1
1
9.1
0
0
11
100.0
F-100
N
0
%
0
8
3
0
0
72.7
27.3
0
0
11
100.0
Hasil praktikum pembuatan formula F75 pada fase stabilisasi dan Formula
F100 pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik warna seperti terlihat pada Tabel 4.11. Dapat terlihat pada
formula F75 bahwa frekuensi terbesar sebesar 81,8 % adalah dengan kategori
suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 9,1 % dengan kategori kurang suka
dan tidak suka. Sedangkan pada pembuatan formula F100 pada fase transisi
terlihat bahwa frekuensi terbesar sebesar 72,7 % dengan kategori suka dan
frekuensi yang terkecil sebesar 27,3 % dengan kategori kurang suka. Hal ini
terlihat berbeda antara kedua Formula yang dibuat.
Pada penilaian tekstur terdapat lebih dari 70% panelis menyukai tekstur
formula F75 dan Formula F100 yang kami buat sehingga daya terima
terhadap kedua produk sudah baik.. Kesukaan ini menurut kami karena
memang formula yang kami buat sama seperti minuman susu pada
umumnya .sedangkan panelis yang kurang suka itu dikarenakan tekstur susu
yang terlalu encer. Formula yang encer karena takaran yang dilakukan dalam
cara kerja sudah tepat karena takaran yang dibuat sedemikian rupa telah
memperhatikan osmolaritas (Tingkat kekentalan) yang telah disesuaikan
dengan kemampuan fungsi pencernaan anak gizi buruk, Pada anak gizi buruk
seringkali adanya gangguan pencernaan, maka dari itu pada fase stabilisasi
dan transisi diberikan pemberian makanan yang tidak memberatkan kerja
saluran pencernaan. Jika standar takaran diabaikan makan akibat yang terjadi
36
tingkat osmolaritas tidak akan tepat sehingga balita yang mengalami gizi
buruk tidak dapat menerima asupan makan dan semakin memicu gangguan
pencernaan akibat saluran pencernaan yang tidak optimal.
d) Uji Aroma
Tabel.4.12 Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Aroma
Kategori
Sangat Suka
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total
Formula
F-75
N
%
1
9.1
7
63.6
3
27.3
0
0
0
0
11
100.0
F-100
N
1
8
1
1
0
11
%
9.1
72.7
9.1
9.1
0
100.0
Hasil praktikum pembuatan formula F75 pada fase stabilisasi dan Formula
F100 pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik warna seperti terlihat pada Tabel 4.12. Dapat terlihat pada
formula F75 bahwa frekuensi terbesar sebesar 63,6 % adalah dengan kategori
suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 9,1 % dengan kategori Sangat suka
sedangkan presentase kategori kurang suka sebesar 27,3%. Pada pembuatan
formula F100 pada fase transisi terlihat bahwa frekuensi terbesar sebesar 72,7
% dengan kategori suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 9,1 % dengan
kategori Sangat suka,kurang suka dan tidak suka. Hal ini terlihat berbeda
antara kedua Formula yang dibuat.
Pada penilaian aroma terdapat lebih dari 60% panelis menyukai tekstur
formula F75 dan Formula F100 yang kami buat sehingga daya terima
terhadap kedua produk sudah baik..aroma dari produk kami. Kesukaan ini
menurut kami karena aroma dari susu skim bubuk yang pada dasarnya berbau
manis namun tidak semanis susu bubuk full cream, karena semakin manis
aroma maka kandungan lemak nya semakin tinggi sedangkan susu skim tidak
mengandung lemak .Untuk panelis yang kurang suka terhadap aroma kedua
Formula disebabkan karena aroma khas susu akan berkurang seiring
37
sehingga membentuk
hiperoksida serta asam asam lain yang akan memebrikan karakteristik bau.
Maka dari itu aroma kurang disukai pada formula F75 Karena ukuran minyak
yang ditambahkan lebih banyak apabila dibanding dengan susu skim yang ada
pada F100 dan susu skim yang ada pada F75, namun minyaknya lebih sedikit
dari F100.
38
Pada praktikum kali ini, kami memilih daging ikan kakap sebagai
daging ikan dalam formula standar, yang kemudian dimodifikasi menjadi
formula ikan gabus dan labu kuning.Penambahan bahan makanan bertujuan
untuk meningkatkan nilai gizi dan cita rasa dari suatu produk.
Pada uji organoleptik, 11 panelis menguji hasil Formula ikan standar
dan Formula Ikan yang telah dimodifikasi untuk mengetahui
warna, aroma, tekstur, dan rasa
persentase
Formula
F Ikan Standar
N
%
0
0
7
63.6
4
36.4
0
0
0
0
11
100.0
F Ikan Modifikasi
N
%
0
0
7
63.6
4
36.4
0
0
0
0
11
100.0
40
Formula
F Ikan Standar
N
%
1
9.1
3
27.3
6
54.5
1
9.1
0
0
11
100.0
F Ikan Modifikasi
N
%
0
0
7
4
0
0
11
63.6
36.4
0
0
100.0
Rasa manis yang didapat secara umum dari kedua formula ini adalah dari
pisang. Pisang yang matang akan terjadi perubahan pati menjadi gula.
Kandungan pati pada buah pisang masih muda dominan. Pada saat buah
pisang sudah matang, sebagian besar kandungan pati akan digantikan sukrosa,
glukosa, fruktosa, serta sejumlah kecil maltose yang bersamaan dengan
peningkatan kadar gula. Kandungan pati menurun sekitar 20% pada bagian
buah yang masih hijau antara 1-2% dalam buah yang matang. Karena itu buah
pisang yang telah matang terasa lebih manis.
Pada formula ikan standar yang menggunakan ikan kakap adanya rasa
amis pada produk karena ikan kakap adalah termasuk jenis ikan laut yang
memiliki enzim pencernaan yang sangat efektif untuk mencerna ikan ikan
yang lebih kecil dilaut dan ketika ikan ditangkap dan dibawa kedarat, enzim
tersebut keluar dan menguraikan daging ikan itu sendiri, sehingga daging ikan
kakap lebih amis dari ikan yang digunakan pada formula ikan modifikasi yang
memakai ikan gabus. Ikan gabus berasal dari air tawar yang tidak dapat
mencerna ikan-ikan kecil. Selain itu, ikan laut perlu proses yang lebih lama
untuk sampai kekonsumen sehingga kesegaran ikan laut akan lebih rendah
daripada ikan air tawar yang mudah di dapat konsumen.
Selain itu, tingkat kesukaan panelis lebih tinggi pada formula ikan yang di
modifikasi dengan penambahan labu karena rasa manis yang pas antara pisang
dan labu. Rasa manis dari labu karena labu secara alami sudah mengandung
gula alami dengan kadar gula yang rendah dan karbohidrat yang baik seperti
nasi. Sehingga tidak terjadi perubahan rasa yang signifikan terhadap
penambahan labu kuning dengan formula ikan.
Secara umum presentase tingkat kesukaan panelis terhadap produk
formula ikan standar dibawah 30% sehingga perlu ditingkatkan mutu daya
terima rasanya. Untuk tingkat kesukaan panelis terhadap produk ikan
modifikasi sudah baik daya terima rasanya karena presentase diatas 60%
c) Uji Tekstur
Tabel 4.15.Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Tekstur
42
Kategori
Sangat Suka
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total
Formula
F Ikan Standar
N
%
1
9.1
7
63.6
3
27.3
0
0
0
0
11
100.0
F Ikan Modifikasi
N
%
0
0
5
45.5
6
54.5
0
0
0
0
11
100.0
43
tersebut memang lembut. Dari kedua formula yang kami buat, masing masing
telah menunjukkan presentase tingkat kesukaan panelis lebih dari 60% suka
terhadap formula ikan standar. Namun pada formula ikan modifikasi tingkat
kesukaan panelis kurang dari 50% sehingga perlu ditingkatkan lagi
konsistensi air dan waktu pemasakan agar didapat tekstur lunak yang lebih
baik.
d) Uji Aroma
Tabel.4.16. Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Aroma
Kategori
Sangat Suka
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total
Formula
F Ikan Standar
N
%
0
0
3
27.3
4
36.4
3
27.3
1
9.1
11
100.0
F Ikan Modifikasi
N
%
0
0
7
63.6
4
36.4
0
0
0
0
11
100.0
tercium bau amis dari ikan. Ikan kakap termasuk jenis ikan laut yang kaya
Omega-3 dan Omega-9 , lebih banyak mengandung lemak tak jenuh dan lebih
cepat tengik karena teroksidasi, oksidasi tersebut mengubah lemak menjadi
asam organic yang berbau tak sedap sehingga pada akhirnya aroma amis yang
muncul pada produk.
Sedangkan pada formula ikan modifikasi menggunakan ikan gabus yang
aromanya tidak terlalu amis karena ikan air tawar biasanya tidak disimpan
dalam es selama beberapa hari seperti ikan laut melainkan langsung dijual di
pasar sehingga keadaannya lebih segar. Disamping itu ikan air tawar tidak
memiliki enzim pencernaan yang dapat menguraikan daging ikan seperti yang
terdapat pada ikan laut. Selain itu, aroma amis ikan gabus dapat hilang dengan
pemberian jeruk nipis dan kunyit pada ikan sebelum pengolahan dibanding
ikan kakap.
Dari presentase tingkat kesukaan panelis terhadap produk formula ikan
standar dibawah 30% sehingga perlu percobaan lebih banyak lagi pada jenis
jenis ikan laut yang dapat diterima sebagai bahan untuk formula ikan. Untuk
tingkat kesukaan panelis terhadap produk ikan modifikasi sudah baik daya
terima rasanya karena presentase diatas 60%.
45
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada kasus gizi buruk dengan status anak laki-laki yang memiliki berat
badan 9 kg dan umur 3 tahun, pada fase stabilisasi diberikan Formula
WHO 75 dan fase transisi diberikan Formula WHO 100 dan Formula
modifikasi sebanyak 5 x
Uji organoleptik dari panelis memberikan daya terima yang baik karena
rata-rata panelis menyukai Formula WHO 75 dan Formula WHO 100 ,
labu
kuning.
Hasil
Uji
organoleptik
dari
panelis
menunjukkan bahwa daya terima yang baik adalah Formula yang telah
dimodifikasi karena memiliki rasa yang enak, aroma yang baik, warna
yang baik, namun tekstur saja yg lembek. Sedangkan pada formula standar
menunjukkan daya terima yang kurang baik karena dari segi rasa formula
masih terasa amis ikan kakap, bau formula agak amis, namun untuk warna
dan tekstur masih disukai panelis, maka dari itu mutu dari Formula ikan
5.2. Saran
46
Pada pengembangan formula ikan yang menggunakan jenis ikan laut perlu
dilakukannya percobaan lebih banyak lagi agar dapat diterima sebagai bahan
untuk formula ikan Karena ikan yang termasuk jenis ikan laut kaya akan sumber
protein
47
DAFTAR PUSTAKA
Almaidah, Aan.Dkk, 2014. Politeknik Kesehatan Palangkaraya. Laporan
Praktikum Ilmu Teknologi Pangan. www. blogspot.com
Anonim. 2012 . Gizi Buruk . Universitas Sumatera Utara . file pfd
Anonim , 2012 . Mengapa Ikan berbau Amis . www.blogspot.com
Anonim, 2015. Kandungan Gizi Labu Kuning Dan Manfaat Ikan Gabus.
www.google.com
Akhyar Israr Yayan. 2009. Faculty of Medicine University of Riau. Gizi Buruk.
Situs
web:
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/08/gizi-
buruksevere-malnutrition_files_of_drsmed.pdf .
Krisnansari Diah. Purwokerto. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Situs web:
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/08/gizi-burukseveremalnutrition_files_of_drsmed.pdf.
Nefasa, Nitia A.dkk. 2013, Diponegoro University. Efek Penambahan Minyak
Kedelai terrhadap Karakteristik Organoleptik dan Kandungan Omega-6 Susu
Pasteurisasi.. Jurnal Pangan dan Gizi
Soegianto
Benny.
Makanan
Formula
WHO.
Situs
Web:
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Ilmu%20Gizi/MAKANAN
%20FORMULA%20WHO.pdf
Zillyan. November 2011. Panduan Pemberian Makanan pada Penderita Gizi
Buruk.
Situs
web:
http://zillyannurse.blogspot.com/2011/11/panduan-
pemberian-makanan-pada.html.
48
LAMPIRAN KASUS
A. FASE STABILISASI
Anak laki-laki berumur 3 tahun masuk rumah sakit kelas III karena menderita
gizi buruk, dengan BB 9kg, TB 89cm, Suhu tubuh 35,8 0 C dan kadar gula darah
51 mg/dl. terlihat juga secara fisiknya yaitu tangan dan kaki dingin, Rambut tipis
kemerahan, atrofi pada bagian pantat, Pasien mengalami konstipasi selama 2 hari
terakhir dan tampak sangat kurus, lemah, tidak nafsu makan dan ada edema di
tubuhnya.
I.
Identitas Pasien
Nama
: TN
Sex
: Laki-laki
Umur
: 3 th
Diagnosa : gizi buruk
II.
Screening
N
Indikator
o
1
Perubahan berat badan
2
Nafsu makan berkurang
3
Kesulitan mengunyah atau menelan
4
Mual muntah
5
Diare/konstipasi
6
Alergi/ intoleran zat gizi
7
Diet khusus
8
Enteral/parenteral
9
Serum albumin darah
Kesimpulan : Resiko
III.
+
+
+
-
.Nutrition Assesment
Anthropometry
BB = 9 kg
TB = 89 cm
Usia = 3 tahun
BB
914,3
=
U 14,312,7
Biokimia
Clinic
= - 3,31
49
(hipotermi)
tidak afsu makan
Menengah kebawah
kelas III
IV.
Diagnosis Gizi
Domain
NI- 5.2
Problem
Bukti
Etiologi
Kekurangan dalam
malnutrisi
mendapatkan
protein energy
makanan karena
keadaan ekonomi,
budaya atau
NC- 1.4
Sign
- Data
antropometri
BB/U = gizi
-
buruk
Data kondidi
keagamaan serta
fisik :
Rambut tipis
kurangnya
kemerahan,
pengetahuan tentang
atrofi pada
makanan gizi
bagian pantat,
Perubahan
Perubahan motalitas
fungsi
GIT, seperti
gastrointestina
gastriparesis
(kelemahan/penuruna
edema
Data kondisi :
Keluhan diare
saat masuk RS
n motalitas lambung)
V.
Nutrisi intervention
Terapi diet
: F75
Bentuk makanan
: cair
Route
: oral
1. Tujuan diet :
- Mempersiapkan anak untuk menerima cairan dan energi lebih besar.
- Menambah berat badan hingga mencapai normal.
- Mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
- Memberikan energy dan nutrisi guna mencegah dan mengatasi infeksi dan
penyakit penyerta.
50
2.
-
makanan).
VI.
Nutrition Internation
a. Perhitungan kebutuhan zat gizi :
Fase stabilisasi : F75
Cairan = 100 ml/kg BB (karena ada edema)
= 100 x 9
= 900 ml ~ 75 kkal
Energi = 80 - 100 kkal/kg BB
= 100 x 9 kg
= 900 kkal
B. FASE TRANSISI
Anak laki-laki berumur 3 tahun telah dirawat selama 4 hari di rumah
sakit kelas III karena menderita gizi buruk, dengan BB 9kg, TB 89cm, Suhu
tubuh 370 C. Kadar gula darah sudah mulai normal yaitu 55 mg/dl. Pasien
tampak kurus, namun nafsu makan telah membaik, konstipasi sudah
berkurang dan edema mulai berkurang
I.
Identitas Pasien
Nama
: TN
Sex
: Laki-laki
Umur
: 3 tahun
Diagnosa : Gizi Buruk
II. Screening
N
Indikator
o
1
2
3
_
-
atau menelan
51
4
5
Mual muntah
Diare / konstipasi
+
(sudah mulai membaik)
-
7
8
9
gizi
Diet Khusus
Enteral / parenteral
Serum albumin darah
+
-
10
Edema
+ ( Sudah mulai
berkurang
Kesimpulan : Resiko
III.Nutrition Assesment
Anthropometr
BB = 9 kg
TB = 89 cm
Usia = 3 tahun
BB/U = - 3,31
Status = Gizi buruk
kadar gula darah 55 mg/ dl (normal)
Rambut tipis kemerahan
Atrofi pada bagian pantat
Edema di beberapa bagian, tetapi sudah
Biokimia
Clinic
Dietary
mulai berkurang
Suhu badan 37o C (Normal)
Nafsu makan cukup baik
History
Ekonomi
Menengah kebawah
>> pasien
Problem
Etiologi
Sign
n
NI-5.2
Bukti
- Kekurangan
Data
Malnutrisi
dalam
mendapatkan
Antropom
Protein
etri:
52
Energi
makanan
BB/TB =
karena
-3
Status :
keadaan
ekonomi,
budaya atau
keagamaan
gizi buruk
Data
Kondisi
serta
Physical :
- Rambut
kurangnya
tipis
pengetahuan
kemerahan.
- Atrofi
tentang
makanan gizi.
pada
bagian
pantat.
- Edema di
beberapa
bagian,
tetapi
sudah
mulai
berkurang.
NC-1.4
Perubahan
Perubahan
Data
Fungsi
motalitas GIT,
Kondisi
Gastrointestin
seperti
al
gastroparesis
Physical :
- Keluhan
(kelemahan/
penurunan
Diare saat
masuk RS.
motilitas
lambung).
V.Nutrition Intervention
53
Terapi Diet
Bentuk Makanan
: lunak
Route
: Oral
1. Tujuan Diet :
-
Syarat Diet :
Diberikan F100 dan formula modifikasi (100 kalori ~ 100 ml )
Energi rendah yaitu 1500 kkal
Cairan cukup yaitu 1500 ml dalam sehari
Pemberian makan secara teratur sebanyak 6 x dalam sehari setiap 4 jam.
Selalu dipantau dan dievaluasi (mencegah kelebihan pemberian cairan dan
makanan)
VI.Nutrition Internation
a) Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi :
Fase Transisi : F100 Modifikasi
Cairan = 150 ml/kg BB
= 150 ml/kg x 9 kg
= 1350 ml ~ 100 kkal
b) Energi = 100 - 150 kkal/kg BB
= 150 kkal/kg x 9 kg = 1350 kkal
54