Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi yang mendapat
perhatian serius. Secara langsung gizi buruk disebabkan oleh kurangnya
asupan makanan dan adanya penyakit infeksi. Sementara itu, keterbatasan
pangetahuan ibu tentang gizi, cara pemberian makanan yang tidak tepat, pola
pengasuhan anak, kondisi kesehatan dan lingkungan serta ketersediaan pangan
ditingkat rumah tangga merupakan faktor penyebab tidak langsung timbulnya
gizi buruk.
Di Indonesia prevalensi balita gizi adalah 4,9% dan gizi kurang
sebesar 13,0% atau secara nasional, prevalensi balita gizi buruk dan kurang
adalah sebesar 17,9%, keduanya menunjukkan bahwa baik target target
Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk mencapai program
pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target Millenium
Development Goals pada 2015 18,5% telah tercapai. Namun masih terjadi
disparatis antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang
sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas, 2010)
Menurut Menteri Kesehatan, Nila Djuwita F Moelok (2015)
menyebutkan bahwa kasus gizi buruk yang terjadi dikarenakan kurangnya
kesadaran masyarakat membuat makanan yang kaya akan nutrisi. Secara
realita kebanyakan masyarakat tidak memahami cara meamasak bahan
makanan secara tepat yang dapat menurunkan kualitas dari bahan makanan
tersebut. Selain kurangnya pengetahuan, masalah ekonomi pun akan
mempengaruhi bahan makanan yang dibeli sehingga akan berpenguruh
terhadap kualitas makanan yang di asup.
Adapun upaya untuk menanggulangi masalah gizi bruuk ini sudah
sering dilakukan oleh pemerintah yaitu melalui dinas kesehatan yang
berkoordinasi

dengan

puskesmas

atau

rumah

sakit

setempat.Untuk

memulihkan kondisi Balita pada status normal, dibutuhkan asupan susu yang

mudah diserap tubuh. Ada 3 fase atau langkah yang harus dilakukan pada
anak yang menderita gizi buruk yaitu fase stabilisasi, fase transisi dan fase
rehabilitasi.
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati,
karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisme basal saja. Pada fase transisi makanan pada fase ini diberikan
pada minggu kedua setelah fase stabilisasi. Pemberian makanan pada fase
transisi diberikan secara perlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal
jantung yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah
banyak secara mendadak.
Nutrisi berperan penting dalam penyembuhan penyakit. Kesalahan
pengaturan diet dapat memperlambat penyembuhan penyakit.Oleh karena itu
kami tertarik membuat formula F75 untuk pasien gizi buruk pada fase
stabilisasi agar dapat membantu menstabilkan kondisi pasien lebih cepat serta
membuat formula F100 dan formula modifikasi untuk pasien gizi buruk pada
fase transisi agar dapat membantu pemulihan pasien lebih cepat.
1.2 Tujuan
Dapat membuat formula makanan bagi penderita balita gizi buruk dengan zat
gizi yang tepat agar dapat meningkatkan status gizi balita pada fase stabilisasi
dan transisi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi Gizi Buruk


Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi

menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus),
dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak
balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut
(busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan
kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di
bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah
teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun (Nency, 2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui
dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun
(baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur
menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau
sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila
jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah
salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).
2.2.

Pengukuran Status Gizi


Status gizi ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:
a. Pengukuran Klinis
Metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi
buruk atau tidak.Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahanperubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal
ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,rambut,atau mata. Pada
balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada balita
kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy
pavement dermatosis).
b. Pengukuran Antropometrik

Pada metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran antara lain


pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa
pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan.

Tabel 2.1. Penentuan Status Gizi secara Klinis dan Antropometri

No.
1.

INDIKATOR
BB/U

2.

TB/U atau PB/U

BB/TB atau BB/PB

STATUS GIZI
Gizi sangat kurang
Gizi Kurang
Gizi Normal
Gizi Lebih
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Sangat kurus
Kurus
Normal
Kegemukan

STANDAR DEVIASI
<-3SD
-3SD s/d <-2SD
-2SD s/d 2SD
>2SD
<-3SD
-3SD s/d <-2SD
-2SD
<-3SD
-3SD s/d <-2SD
-2SD s/d 2SD
>2SD

Tabel 2.2 Status Gizi Berdasarkan Standar Antropometri WHO Tahun 2005
2.3.

Klasifikasi Gizi Buruk


Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau
tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.
a. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.


Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak
terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit),
rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak
sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih
merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI,
2000) :
Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak
dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
Wajah seperti orang tua
Iga gambang dan perut cekung
Otot paha mengendor (baggy pant)
Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa
lapar

Gambar 1. Balita dengan Marasmus


b. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat
adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung
kaki sampai seluruh tubuh. Berikut adalah gejala kwasiokhor adalah :
Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat
rambut kepala kusam.
Wajah membulat dan sembab
Pandangan mata anak sayu

Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba


dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir
yang tajam.
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

Gambar 2. Balita dengan Kwarshiorkor


c. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor

dan

marasmus.

Makanan

sehari-hari

tidak

cukup

mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.


Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari
normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula
(Depkes RI, 2000).
2.4.

Faktor Penyebab Gizi Buruk


Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :

1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang


dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita
penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering
diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku,
pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan,
tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan,
pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh
karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor
Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup
baik maupun gizinya (Dinkes SU, 2006).
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan
yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan
yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya
makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi
seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti
layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling
terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan
kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk
pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nency,
2005).
2.5.

Patofisiologi Gizi Buruk


Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau
anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti
suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok
dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena
keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga
mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa

membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk
dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin,
maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya
yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu.
Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).
Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon
patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan
Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi
karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi
penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan
LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit
ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting
edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik
intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma
ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada
penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien.
Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena
tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan
waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada
ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan
onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup,
kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak
terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan
ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan

penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya
marasmus.

Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai

berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan
kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang
dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi
enteral

misalnya

infantil

gastroenteritis,

bronkhopneumonia,

pielonephiritis dan sifilis kongenital.


c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan,
penyakit

Hirschpurng,

deformitas

palatum,

palatoschizis,

mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic


fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup
f. Gangguan metabolik,

misalnya

renal

asidosis,

idiopathic

hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance


g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan
bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan
tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan
kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian
susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu
membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis
2.6.

akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.


Tatalaksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit
Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit ada 10 langkah
penting yaitu Atasi/cegah hipoglikemi; Atasi/cegah hiportemia; Atasi/cegah
10

dehidrasi; Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit; Obati/cegah infeksi;


Mulai pemberian makanan; Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth); Koreksi
defisiensi nutrient mikro; Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan
emosi/mental; Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pengobatan gizi buruk terdapat 3 fase, adalah fase
stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi.Pemberian formula dan makanan
sesuai dengan fase sebagai berikut :
a. Fase Stabilisasi
Pada fase ini yang harus dilakukan, yaitu mengobati atau mencegah
Hipoglikemi dan Hipotermi
Hipoglikemi
Anak gizi buruk mempunyai resiko menderita hipoglikemia
atau kadar gula darah yang rendah (< 54 mg/dl) yang sering
menyebabkan kematian. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh
karena infeksi sistemik atau penderita kurang/terlambat makan,
terutama pada malam hari. Hipoglikemi ditandai dengan suhu
tubuh yang rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar
keringat dingin dan pucat. Keluarnya keringat dingin dan pucat
hanya terjadi ketika keadaan hipoglikemi sudah berat atau ketika
penderita hampir meninggal. Bila anak diduga menderita
hipoglikemi dan anak bisa minum, berikan teh manis hangat atau
air gula sampai kondisi anak membaik. Untuk mencegahnya,
penderita harus mendapat makanan dua jam sekali, karena pada
masa itu kemungkinan terjadi hipoglikemi dan hipotermi masih
tinggi. Selanjutnya maknan diberikan makin arang dan makin
padat

bentuknya

(konsistensi)

dan

kandungan

gizinya

(konsentrasinya).
Hipotermi
Dikatakan hipotermi jika suhu tubuh anak kurang dari 36,5C
pada pengukuran suhu axiler. Dalam peeriksaan suhu tubuh dengan
termometer yang diletakkan diketiak diperlukan waktu selama 3
menit. Hipotermi plaing sering terjadi pada dini hari yang suhu

11

lingkungannya lebih dingin dibandingkan dengan waktu lain.


Hipotermi ini dapat terjadi karena:
Paparan angin. Tubuh tidak terbungkus dengan pakaian
atau selimut yang baik.
Menempel benda yang dingin. Tidur di lantai, popok yang
basah tidak segera diganti.
Tidak diberi makan pada malam hari.
Infeksi yang tidak diobati pada malam hari.
Untuk mencegah hipotermi dan hipoglikemi, hendaknya
dilakukan:
Ruangan harus hangat, hindari angin.
Anak diberi penutup.
Tubuh tidak terkena benda yang dingin.
Mengobati atau mencegah dehidrasi dan memperbaiki
gangguan keseimbangan elektrolit.Dehidrasi disebabkan
karena kehilangan cairan tubuh da dapat disebabkan oleh
diare yang berat. Tanda-tanda dehidrasi, antara lain:
kehausan, kencing kurang, air mata kurang, selaput lendir
mulut dan lidah keringm apatis, lesu, turgor berkurang.
Apabila dehidrasi berlanjut, maka akan terjadi syok,
dengan tanda-tanda lemas, apatis, nadi tidak teraba atau
teraba lemah, ujung jari tangan dan kaki dingin dan
kebiruan,

kencing

sedikit

dan

hipoglikemi.

Untuk

mengatasinya, WHO menganjurkan pemberian larutan


Resomal.\
Mengobati infeksi.Pada penderita gizi buruk, gejala
infeksinya sering tidak menimbulkan demam, tetapi justru
menimbulkan penurunan suhu tubuh. Petugas kesehatan
maupun keluarga tidak menyadari sehingga penderits
meninggal. Sehingga apabila obat telah tersedia, berikan
obat sesuai dengan etiket. Penyebab infeksi, antara lain:
bakteri, virus, dan parasit yang akan menyebabkan

12

metabolisme tubuh lebih tinggi, nafsu makan menurun,

diare, muntah, dan daya tahan tubuh menurun.


Pemberian Diet
Pada fase stabilisasi diberikan formula 75 (f-75) dengan asupan
gizi 80-100 kkal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/kgBB/hari. ASI

tetap diberikan pada anak yang masih mendapatkan ASI


b. Fase Transisi
F-75 dianggap sebagai formula awal, dan F-100 yang "catch-up"
formula. Sebutan tersebut berarti bahwa produk masing-masing berisi 75
dan 100 kkal per 100 ml. Keduanya sangat tinggi energi, lemak, dan
protein, dan memberikan sejumlah besar nutrisi. Bahan termasuk susu
terkonsentrasi bubuk, minyak makan (kadang-kadang lemak), dan
kompleks dekstrin vitamin. Rumus dapat dibuat dengan mencampur
dengan pasokan air lokal.
Pada fase transisi anak gizi buruk pemberian makanannya harus secara
bertahap dan perlahan-lahan jumlahnya ditingkatkan karena untuk
menghindari terjadinya gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan alam jumlah banyak secara mendadak. Adapun
persyaratan diet debagai berikut:
1. Formula khusus seperti formula 100/ modifkasi/modisco I/II
2. Jumlah zat gizi
Energi
: 150 200 Kkal/Kg BB/hari
Protein
: 2 3 gr/Kg BB/hari
Cairan
: 150 ml/Kg BB/hari
Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap:
Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7
kali pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk
makanan cair (Formula 100).Fase rehabilitasi lanjutan 200-220
kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari
(Formula 100).
Fase

Jenis makanan

Transisi
BB< 7kg

Frekuensi

Waktu
pemberian

Makanan Bayi :

13

-ASI

-100 sdm/6

Hari 8-9

-Susu bayi/susu rendah

jam

Hari 10- 11

laktosa

-100 sdm/4

Hari 12-13

-Formula 100/

jam

modifikasi/modisko I/II -100 sdm/ 2


jam
BB > 7kg

Makaan anak :
-Susu/ susu rendah

-100 sdm/6

Hari 8-9

laktosa

jam

Hari 10-11

-Formula 100/

-100 sdm/4

Hari 12-13

modifikasi/modisko I/II jam


-100 sdm/2
jam

Fase Transisi (minggu ke 2)


-Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan
untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
-Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100
ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9
gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan
keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein
yang sama.

14

-Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit


formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali
pemberian (200 ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi:


1. frekuensi nafas
2. frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi
> 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan,
kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali,
ulangi menaikkan volume seperti di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

c. Fase Rehabilitasi
Bila anak masih medapatkan ASI,teruskan ASI, ditambah dengan
makanan formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi
untuk tubuh-kejar. Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F100, dengan penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg
diberikan makanan bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan
makanan anak. Asupan gizi 150-220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6
g/kgBB/hari. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari
pemberian Formula WHO 135 sampai makanan biasa. Adapun
persyaratan diet sebagai berikut :
1. Formula khusus sebagai formula 135/modifikasi/modosco III
2. Jumlah zat gizi :
Energi
: 150 200 Kkal/Kg BB/hari
Protein
: 4 6 gr/Kg BB/hari
Cairan
: 150 200 ml/Kg BB/hari

15

Tabel 2.3. Tata Laksana Rumah Sakit pada Penderita Gizi Buruk
2.7.

Makanan Formula
a. Pengertian Makanan Formula
Makanan formula atau bahan makanan campuran merupakan
kombinasi dari berbagai bahan yang memungkinkan penambahan
kekurangan suatu zat gizi dalam suatu bahan dalam bahan lain sehingga
menjadi sesuatu bahan yang mengandung zat-zat gizi dalam jumlah cukup
sesuai dengan kebutuhan.
b. Syarat Makanan Formula
1. Bernilai Gizi Tinggi
2. Dapat diterima baik citarasanya
3. Dibuat dari bahan makanan setempat
c. F-75 dan F-100
Dasar pertimbangan penyusunan makanan formula F75 menurut WHO
karena keadaan faal tubuh anak gizi buruk sangat berbeda dari faal tubuh
anak yang tidak gizi buruk.Kondisi faal tubuh anak gizi buruk yaitu:
1. Metabolisme dasar sangat rendah
2. Produksi ATP sangat terbatas
3. Berbagai fungsi tubuh mengalami shut down
4. Tubuh sangat kekurangan kalium
5. Terjadi hiper natremia intra sel
6. Terjadi kekurangan mg, cu, dan zn
Sedangkan dalam fase transisi pada anak gizi buruk dilakukan
pemberian makannya harus secara bertahap dan perlahan-lahan jumlahnya

16

yang kemudian ditingkatkan karena untuk menghindari resiko gagal


jantung yang terjadi apabila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah
yang banyak secara mendadak. Maka dari itu diberikan Formula WHO
100 yang berbahan dasar susu skim bubuk , gula pasir, minyak sayur dan
larutan elektrolit.

Gambar 3. Tabel Formula F75 dan F100


d. Formula Ikan
Formula ikan adalah salah satu contoh formula modifikasi yang dapat
digunakan untuk membantu asupan anak gizi buruk, bahan bahan yang
dibuat pada formula ikan ini antara lain tepung beras, daging ikan, gula
pasir, minyak sayur, pisang ambon, dan garam. Kandungan Gizi dari
setiap bahan per 100 gram yaitu :
Tepung Beras
Energi 364 kkal ; Protein 7 gr ; lemak 0,5 gr ; karbohidrat 80 gr ;

Fosfor 140 mg ; zat besi 1 mg ; vitamin B1 0,12 mg


Daging Ikan kakap

17

Energi 92 kkal ; protein 20 gr ; lemak 0,7 gr ; fosfor 200 mg ;

Vitamin A 30 IU ; Vitamin B1 0,05 mg ; Kalsium ; 20 mg


Gula Pasir
Energi 364 kkal ; karbohidrat 94 gr ; kalsium 5 mg ; fosfor 1 mg.
Minyak Sayur
Energi 884 kkal ; lemak jenuh 14 gr; lemak tak jenuh gandda 33
gr; lemak tak jenuh tunggal 48 gr
Pisang Ambon
Energi 99 kkal ; protein 1,2 gr ; lemak 0,2 gr ; karbohidrat 26 gr ;
kalsium 8 mg; zat besi 5 mg ; fosfor 28 mg ; Vitamin A 146 SI;
Vitamin B1 0,08 mg ; Vitamin C 3 mg

Selain bahan bahan diatas Formula ikan dapat dimodifikasi kembali


dengan bahan bahan yang terpilih dan mengandung kualitas dan nutrisi
yang dapat ditingkatkan dari formula standar. Kandungan Gizi dari setiap
bahan yang dijadikan bahan modifikasi per 100 gram yaitu :
Daging Ikan Gabus
Ikan gabus merupakan ikan yang berasal dari air tawar. Ikan
gabus mudah ditemukan di pasar dengan harga yang terjangkau
dibanding ikan laut.

Ikan gabus dikenal mengandung albumin

yaitu sekitar 6,224 g/100 gr plus mineral zinc (Zn) yang sebesar
1,74 mg/100 g sehingga bermanfaat dalam proses penyembuhan
luka yang lebih baik. Selain itu manfaat lain dari ikan gabus ialah
mendukung perkembangan balita yang membantu dalam proses
perkembangan otak di fase emas.
Ikan gabus mengandung energy 69 kkal; protein 25,2 gr ;
lemak 1,7 gr; besi 0,9 mg; kalsium 62 mg; fosfor 176 mg;

VitaminA 150 SI ; Vitamin B1 0,04 mg.


Labu Kuning
Labu kuning memiliki manfaat untuk memproteksi sistem
pencernaan agar tetap bisa bekerja dengan baik karena kandungan
serat

yang

tinggi

sehingga

dapat

mengurangi

gangguan

pencernaan. Labu kaya akan Vitamin A, C, dan E dan mineral yang

18

berfungsi untuk membantu meningkatkan kekebalan tubuh dan


antiradical bebas.
Labu kuning mengandung energy 29 kkal; protein 1,1 gr ;
lemak 0,3 gr; karbohidrat 6,6 gr ; besi 1,4 mg; kalsium 45 mg;
fosfor 64 mg; VitaminA 180 SI ; Vitamin B1 0,08 mg ; Vitamin C
5.2 mg

19

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
3.1.1. Tempat
Praktikum Pertama Pengembangan Resep/Formula dengan tema
Makanan untuk Anak Gizi Buruk Fase Stabilisasi dan Transisi, kelompok 5
membuat Formula WHO 75, Formula WHO 100, Makanan Formula Ikan, dan
Makanan Formula Ikan Modifikasi

yang dilaksanakan di Laboratorium

Teknologi Pangan Politeknik Kesehatan Jurusan Gizi Banjarmasin.


3.2.1. Waktu
Praktikum pertama pengembangan Resep/Formula dilaksanakan pada
hari Senin tanggal 4 April 2016 dari jam 09.00 sampai dengan jam 11.00
WITA.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Tabel 3.4.Nama Alat

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama Alat
Kompor
Panci
Talenan
Pisau dapur
Gelas Ukur
Blender
Centong
Piring
Cobek

Kegunaan
Memasak bahan
Untuk merebus atau memasak
Untuk alas memotong bahan-bahan
Untuk memotong bahan-bahan
Untuk mengukur cairan
Untuk menghaluskan bahan
Untuk mengaduk bahan
Untuk wadah ikan
Untuk menghaluskan kunyit dan jeruk

Baskom

nipis
Untuk mengaduk adonan

3.2.2. Bahan

20

Tabel 3.5.Nama Bahan Formula WHO 75

Nama Bahan

Jumlah

o
1
2
3
4

Susu Skim Bubuk


Gula Pasir
Minyak Sayur
Larutan Elektrolit

25 gram
100 gram
30 gram
20 ml

Tabel 3.6.Nama Bahan Formula WHO 100

Nama Bahan

Jumlah

o
1
2
3
4

Susu Skim Bubuk


Gula Pasir
Minyak Sayur
Larutan Elektrolit

85 gram
50 gram
60 gram
20 ml

Tabel 3.7.Nama Bahan Formula Ikan

Nama Bahan

Jumlah

o
1
2
3
4
5
6

Tepung Beras
Daging Ikan Kakap
Gula Pasir
Minyak Sayur
Pisang Ambon
Garam Yodium

67,5 gram
90 gram
30 gram
30 gram
150 gram
Secukupnya

Tabel 3.8.Nama Bahan Formula Ikan Modifikasi

Nama Bahan

Jumlah

o
1
2
3
4
5
6
7

Tepung Beras
Daging Ikan Kakap
Gula Pasir
Minyak Sayur
Pisang Ambon
Labu Kuning
Garam Yodium

67,5 gram
90 gram
30 gram
30 gram
100 gram
50 gram
Secukupnya

3.3. Cara Membuat

21

Cara pembuatan Formula WHO 75 atau Formula WHO 100 adalah :


1. Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata.
2. Tambahkan larutan mineral mix
3. Masukkan susu skim sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan
membentuk gel.
4. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit, sambil diaduk sampai
homogen dan volume menjadi 1000 ml
5. Masak selama 4 menit atau bisa langsung diminum.
Cara pembuatan makanan Formula Ikan adalah :
1. Siapkan masing-masing bahan sesuai jumlahnya.
2. Ikan dibersihkan dan dilumuri jeruk nipis + kunyit atau menggunakan daun
kunyit, untuk menghilangkan bau amis. Kemudian ikan direbus dengan
satu gelas belimbing air hingga matang, lalu ambil bagian daging putihnya
dan hancurkan (pisahkan dari duri/tulang ikan).
3. Pisang direbus/dikukus/dibakar agar getahnya hilang, lalu ambil bagian
putihnya (bagian tengahnya dibuang). Campurkan tepung beras dan pisang.
Kemudian aduk sambil ditekan pakai punggung sendok makan sampai
membentuk adonan. Campurkan ikan dan kaldunya ke dalam adonan, lalu
tambah gula, minyak dan garam.
4. Lanjutkan pemasakan sambil diaduk-aduk di atas api kecil hingga masak (5
menit)
*Keterangan : Frekuensi Pemberian 5 kali dan bentuk makanan lunak

Cara pembuatan makanan Formula Ikan Modifikasi adalah :


1. Siapkan masing-masing bahan sesuai jumlahnya.
2. Ikan dibersihkan dan dilumuri jeruk nipis + kunyit atau menggunakan daun
kunyit, untuk menghilangkan bau amis. Kemudian ikan direbus dengan
satu gelas belimbing air hingga matang, lalu ambil bagian daging putihnya
dan hancurkan (pisahkan dari duri/tulang ikan).
3. Pisang dan labu kuning direbus, agar pisang getahnya hilang, lalu ambil
bagian putihnya (bagian tengahnya dibuang). Campurkan tepung beras,
pisang dan labu kuning. Kemudian aduk sambil ditekan pakai punggung

22

sendok makan sampai membentuk adonan. Campurkan ikan dan kaldunya


ke dalam adonan, lalu tambah gula, minyak dan garam.
4. Lanjutkan pemasakan sambil diaduk-aduk di atas api kecil hingga masak (5
menit)
*Keterangan : Frekuensi Pemberian 5 kali dan bentuk makanan lunak
3.4. Diagram Alir
Diagram Alir Formula WHO 75 :
Campur gula dan minyak
(aduk sampai rata)
Tambahkan larutan mineral mix
Masukkan susu skim sedikit demi sedikit
(aduk sampai kalis dan membentuk gel)
Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit
(aduk sampai homogeny dan volume menjadi 1000 ml)
Masak (4 menit)
Formula WHO 75

Diagram Alir Formula WHO 100 :


Campur gula dan minyak
(aduk sampai rata)
Tambahkan larutan mineral mix
Masukkan susu skim sedikit demi sedikit
(aduk sampai kalis dan membentuk gel)
Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit
(aduk sampai homogeny dan volume menjadi 1000 ml)
Masak (4 menit)

23

Formula WHO 100

Diagram Alir Makanan Formula Ikan


Siapkan masing-masing bahan sesuai jumlahnya
Ikan dubersihkan dan dilumuri jeruk nipis + kunyit atau daun kunyit
Rebus Ikan dengan satu gelas belimbing air (hingga matang)
Ambil bagian putihnya dan hancurkan (pisahkan dari tulang ikan)
Pisang direbus/dikukus/dibakar
Ambil bagian putih putihnya (bagian tengahnya dibuang)

Campurkan tepung beras dan pisang


(aduk sambil ditekan pakai punggung sendok makan sampai membentuk
adonan)
Campurkan ikan dan kaldunya ke dalam adonan
Tambahkan gula, minyak dan garam
Masak (5 menit)
Makanan formula Ikan

Diagram Alir Makanan Formula Ikan Modifikasi


Siapkan masing-masing bahan sesuai jumlahnya
Ikan dubersihkan dan dilumuri jeruk nipis + kunyit atau daun kunyit
Rebus Ikan dengan satu gelas belimbing air (hingga matang)
Ambil bagian putihnya dan hancurkan (pisahkan dari tulang ikan)
Pisang dan labu kuning di rebus

24

Ambil bagian putih putihnya (bagian tengahnya dibuang)


Campurkan tepung beras dan pisang
(aduk sambil ditekan pakai punggung sendok makan sampai membentuk
adonan)
Campurkan ikan dan kaldunya ke dalam adonan
Tambahkan gula, minyak dan garam
Masak (5 menit)
Makanan formula Ikan
3.5. Uji Organoleptik
3.5.1. Alat
Indra penglihatan (mata)
Indra pendiuman (hidung)
Indra perasa atau pengecap (lidah)
Kuesioneruji organoleptic
Alat tulis (pulpen)
3.5.2. Bahan
Puding Formula WHO 75, Formula WHO 100, Makanan Formula Ikan,
dan Makanan Formula Ikan Modifikasi
3.5.3. Cara Kerja
Pertama panelis dari perwakilan masing-masing anggota kelompok
lain yang terdiri dari 11 kelompok , sehingga mendapat 11 panelis. 11
panelis

mencicipi produk yang kami buat kemudian mengisi lembar

kuesioner uji organoleptik yang telah disediakan. Panelis menguji


organoleptik berdasarkan warna, aroma, tekstur, dan rasa dari produk yang
kami buat dan mengisi kolom yang telah disediakan untuk menilai tingkat
kesukaan dengan cara memilih salah satu keterangan tersebut dengan
menggunakan tanda contreng dan hasilnya dibuat frekuansi dengan

25

menggunakan SPSS 18. Adapun keterangan yang terdapat pada lembar


1
2
3
4
5

kuesioner uji organoleptic adalah sebagai berikut:


Sangat suka
Suka
Kurang suka
Tidak suka
Sangat tidak suka

3.6. Analisis Zat Gizi


Formula WHO 75

Susu skim bubuk 25 gram


Gula pasir 100 gram
Minyak sayur 30 gram
Larutan elektrolit 20 ml

Kalori : 750 kkal


Protein : 9 gram
Frekuensi pemberian
8x

Formula WHO 100

Susu skim bubuk 85 gram


Gula pasir 50 gram
Minyak sayur 60 gram
Larutan elektrolit 20 ml

Kalori : 1000 kkal


Protein : 29 gram
Frekuensi pemberian
6x

Formula Ikan
1. Sebelum Modifikasi
N
o
1
2

Nama Bahan

Jumla

Tepung Beras
Daging Ikan

h
67,5 g
90 g

kakap
3
Gula pasir
30 g
4
Minyak Sayur 30 g
5
Pisang ambon 150 g
TOTAL
2. Sesudah Modifikasi
N

Nama Bahan

Jumlah

Kandungan Zat Gizi


Kalori
Protein Lema
241,9
75,6

4,5
16,4

k
0.4
0,6

116,1
258,6
138
830,2 kkal

0
0
1,5
22,4 g

0
30
0,8
31,8 g

Kandungan Zat Gizi


Kalori
Protein Lema

KH
53,3
0
30
0
35,1
118,3 g

KH

26

o
1
2

Tepung Beras
Daging Ikan

67,5 g
90 g

241,9
75,6

4,5
16,4

k
0.4
0,6

53,3
0

3
4
5
6

gabus
Gula pasir
Minyak Sayur
Pisang ambon
Labu waluh

30 g
30 g
150 g
50 g

116,1
258,6
138
19,5
849,7

0
0
1,5
0,4
22,8 g

0
30
0,8
0,3
32,1 g

30
0
35,1
4,4
122,7

TOTAL

kkal
Ket : frekuensi pemberian makanan dalam sehari 5x
3.7. Analisis Biaya Formula Ikan

Formula Ikan Standar


N

Nama Bahan

Jumlah

Harga (Rp)

o
1
2

Tepung Beras
Daging Ikan

67,5 g
90 g

Rp. 700,Rp. 10.800,-

Kakap
3
Gula pasir
4
Minyak Sayur
5
Pisang ambon
Total

30 g
30 g
150 g

Rp. 300,Rp. 450,Rp. 4.000,R 16.250,-

Formula Ikan Modifikasi


N

Nama Bahan

Jumlah

Harga (Rp)

o
1
2

Tepung Beras
Daging Ikan

67,5 g
90 g

Rp. 700,Rp. 6.000,-

gabus
3
Gula pasir
4
Minyak Sayur
5
Pisang ambon
6
Labu waluh
Total

30 g
30 g
150 g
50 g

Rp. 300,Rp. 450,Rp. 4.000,Rp. 750,Rp.12.200,-

27

28

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Gambar 4. Formula WHO 75 (kiri atas) ; Formula WHO 100(Kanan atas)


Formula Ikan standar (Kanan bawah) ; Formula Ikan Modifikasi (Kiri Bawah)

Nama Formula
Formula WHO 75

Formula WHO 100

Uji Organoleptik
Warna : Putih
Rasa : Gurih dan Agak

Manis
Tekstur : Khas Air Susu
Aroma : Agak Manis

Warna : Putih agak kekuning-

kuningan
Rasa : Gurih dan Manis
Tekstur : Khas Air Susu
Aroma : Manis khas susu

29

Formula Ikan Standar

Formula Ikan Modifikasi

Warna : Agak kehijauan


Rasa : Manis namun terasa

amis
Tekstur : Lunak
Aroma : Amis

Warna : Kekuningan
Rasa : Manis dan tidak terasa

amis
Tekstur : Lembek
Aroma : Manis pisang

30

4.2 Pembahasan
4.2.1. Formula WHO 75 dan Formula WHO 100
Dari hasil praktikum yang kami lakukan, kami mencoba membuat formula
makanan F75 pada fase stabilisasi dan F100 pada fase transisi. Pada Fase
stabilisasi untuk penderita gizi buruk dengan 8x pemberiaan menggunakan F75 dengan bahan susu skim bubuk, gula pasir, dan minyak sayur yang
mengandung energy sebesar 750 kkal dan Protein 9 gram. Adapun Adapun
kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi:

Energi : 80-100 kkal/kg BB/hr

Protein: 1-1.5 gr/kg BB/hr

Cairan: 130 ml/kg/BB/hr atau 100 ml/kg BB/hr bila ada odema berat.
Dasar pertimbangan penyusunan makanan formula F75 menurut WHO
karena keadaan faal tubuh anak gizi buruk sangat berbeda dari faal tubuh anak
yang tidak gizi buruk.Kondisi faal tubuh anak gizi buruk yaitu:
a
b
c
d

Metabolisme dasar sangat rendah


Produksi ATP sangat terbatas
Berbagai fungsi tubuh mengalami shut down
Tubuh sangat kekurangan kalium

31

e
f

Terjadi hiper natremia intra sel


Terjadi kekurangan mg, cu, dan zn
Kondisi anak gizi buruk pada tahap stabilisasi juga sangat rentan terhadap

makanan dan minuman seperti:


a
b
c

Berkadar NaCl tinggi 0,45 g/100 ml


Berkadar Energi tinggi 75 kkal/100 ml
Berkadar protein tinggi 0,9 g/100 ml
Karenanya pada fase stabilisasi tidak boleh diberikan makanan ataupun

minuman yang lain selain F75 atau dengan kata lain harus memberikan
makanan yang sudah ditetapkan oleh WHO. Untuk makanan pada fase
stabilisasi peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap. Tujuan
terapi gizi pada fase stabilisasi adalah memberikan makanan awal (starter)
supaya anak dalam kondisi stabil.
Sedangkan dalam fase transisi pada anak gizi buruk dilakukan pemberian
makannya harus secara bertahap dan perlahan-lahan jumlahnya yang
kemudian ditingkatkan karena untuk menghindari resiko gagal jantung yang
terjadi apabila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak
secara mendadak. Maka dari itu diberikan Formula WHO 100 yang berbahan
dasar susu skim bubuk , gula pasir, minyak sayur dan larutan elektrolit. Bahan
dasar ini sama dengan formula WHO 75, namun berbeda dalam jumlah yang
digunakan sehingga energy yang dihasilkan dalam formula ini sebesar 1000
kkal dan Protein 29 gram. Adapun kebutuhan zat gizi pada fase transisi:

Energi : 100-150 kkal/kg BB/hr

Protein: 2-3 gr/kg BB/hr

Cairan: 150 ml/kg/BB/hr.


Proses pemasakan yang dijalani selama kurang lebih 5 menit
menggunakan api kecil bertujuan untuk membuat formula yang berbahan susu
skim, minyak, gula , dan larutan elektrolit menjadi homogeny dan
menghilangkan air yang berlebihan sehingga formula yang dihasilkan menjadi

32

pekat dan dapat dikonsumsi. Selain itu, pemasakan juga bertujuan untuk
menghasilkan cita rasa yang baik, pemasakan yang berlebihan akan
menyebabkan formula bahan seperti minyak dan bahan yang lain tidak
menyatu atau pecah-pecah, sedangkan jika pemasakan dengan pemanasan
yang kurang akan menghasilkan formula tidak mendapatkan citarasa yang
baik. Selama pemasakan harus dilakukan pengadukan secara terus menerus
agar campuran bahan susu skim, minyak, gula , dan larutan elektrolit
homogeny. Pengadukan ini bertujuan untuk memperoleh strukur dan cita rasa.
Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat menimbulkan gelembunggelembung yang dapat merusak tekstur dan penampakan akhir. Pemasakan
harus dilakukan dalam waktu yang singkat untuk mencegah hilangnya aroma,
warna, dan rasa
Pada uji organoleptik, 11 panelis menguji hasil Formula WHO 75 dan
Formula WHO 100 untuk mengetahui persentase warna, aroma, tekstur, dan
rasa sebagai hasil dari daya terima terhadap produk . Adapun hasil yang
didapat sebagai berikut :
a) Uji Warna
Tabel.4. 9. Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Warna
Kategori
Sangat Suka
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total

Formula
F-75
N
%
1
9.1
9
81.8
1
9.1
0
0
0
0
11
100.0

F-100
N
0

%
0

10
1
0
0
11

90.9
9.1
0
0
100.0

Hasil praktikum pembuatan formula F75 pada fase stabilisasi dan formula
F100 pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik warna seperti terlihat pada Tabel 4.9.Untuk Formula F75 Dapat
terlihat dengan jelas bahwa frekuensi terbesar sebesar 81,8 % adalah dengan
kategori suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 9,1%

adalah dengan

33

kategori sangat suka dan kurang suka .Sedangkan pada pembuatan formula
F100 pada fase transisi terlihat bahwa frekuensi terbesar sebesar 90,9 %
dengan kategori suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 9,1% dengan kurang
suka. Hal ini terlihat berbeda antara kedua Formula yang dibuat.
Warna memegang peranan penting dalam menentukan kesukaan panelis
terhadap suatu produk. Pada penilaian warna terdapat lebih dari 80% panelis
menyukai warna kedua warna dari formula yang kami buat sehingga daya
terima terhadap kedua produk sudah baik. Kesukaan ini menurut kami karena
adanya pengaruh warna dari susu skim bubuk yang memang pada dasarnya
memiliki warna yang bagus yaitu putih, warna putih pada susu skim bubuk ini
diakibatkan oleh dispersi yang merefleksikan sinar dari globula-globula lemak
serta partikel-partikel koloid senyawa kasein dan kalsium fosfat serta
dikarenakan tidak adanya kandungan lemak pada susu skim.(Muhamad, 2002)
Sedangkan untuk panelis yang kurang suka dikarenakan pengenceran
kedua formula dengan ditambahkan 1000ml air hangat dan campuran minyak
goreng. Susu yang semula memiliki warna dasar putih, semakin ditambah air
yang memiliki sifat panas maka susu skim yang mengandung riboflavin yang
terdegradasi sehingga membuat kandungan susu menjadi agak kekuningan.
Begitupula dengan penambahan minyak, minyak berwarna kuning berasal dari
beta karoten yang kemudian apabila ditambah dengan air yang memiliki sifat
panas maka beta karoten akan terdegradasi sehingga membuat warna menjadi
kekuningan.
Dari warna kedua formula, pada Formula F75 memiliki kuning yang lebih
muda dibandingkan dengan formula F100 karena jumlah bahan yang
digunakan lebih banyak F100 dibanding F75.
b) Uji Rasa
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Rasa
Kategori
Sangat Suka

Formula
F-75
N
%
0
0

F-100
N
0

%
0

34

Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total

8
2
1
0
11

72.7
18.2
9.1
0
100.0

7
4
0
0
11

63.6
36.4
0
0
100.0

Hasil praktikum pembuatan formula F75 pada fase stabilisasi dan Formula
F100 pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik warna seperti terlihat pada Tabel 4.10. Dapat terlihat dengan
jelas bahwa frekuensi terbesar sebesar 72.7% adalah dengan kategori suka
dan frekuensi yang terkecil sebesar 9.1% dengan kategori tidak suka.
Sedangkan pada pembuatan formula F100 pada fase transisi terlihat bahwa
frekuensi terbesar sebesar 63,6 % dengan kategori suka dan frekuensi yang
terkecil sebesar 36,4 % dengan kategori kurang suka. Hal ini terlihat berbeda
antara kedua Formula yang dibuat.
Pada penilaian rasa terdapat lebih dari 60% panelis menyukai rasa
formula F75 dan Formula F100 yang kami buat sehingga daya terima
terhadap kedua produk sudah baik. Kesukaan itu dikarenakan rasa gurih dan
agak manis yang terdapat didalam susu skim. Rasa gurih dan agak manis yang
didapat karena garam-garam mineral flourida dan sitrat yang ada. Kemudian
rasa manis yang didapat akibat dari penambahan gula pasir. Sedangkan
penambahan minyak goreng tidak merubah rasa yang ada karena minyak
goreng mempunyai rasa yang natural dan hamper tidak memiliki efek aroma
sehingga tidak merusak rasa alami dari produk.
Ketidaksukaan panelis pada uji organo ini dikarenakan memang panelis
yang tidak menyukai susu. Sedangkan kekurang sukaan panelis pada Formula
F100 lebih banyak dibanding dengan formula F75 karena adanya rasa bulir
minyak apabila diminum menimbulkan rasa berminyak pada mulut dan
tenggorokan karena jumlah minyak yang ditambahkan pada F100 2 kali lebih
banyak dan gula pasir 2 kali lebih sedikit.
c) Uji Tekstur

35

Tabel 4.11.Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Tekstur


Kategori
Sangat Suka
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total

Formula
F-75
N
%
0
0
9
81.8
1
9.1
1
9.1
0
0
11
100.0

F-100
N
0

%
0

8
3
0
0

72.7
27.3
0
0

11

100.0

Hasil praktikum pembuatan formula F75 pada fase stabilisasi dan Formula
F100 pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik warna seperti terlihat pada Tabel 4.11. Dapat terlihat pada
formula F75 bahwa frekuensi terbesar sebesar 81,8 % adalah dengan kategori
suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 9,1 % dengan kategori kurang suka
dan tidak suka. Sedangkan pada pembuatan formula F100 pada fase transisi
terlihat bahwa frekuensi terbesar sebesar 72,7 % dengan kategori suka dan
frekuensi yang terkecil sebesar 27,3 % dengan kategori kurang suka. Hal ini
terlihat berbeda antara kedua Formula yang dibuat.
Pada penilaian tekstur terdapat lebih dari 70% panelis menyukai tekstur
formula F75 dan Formula F100 yang kami buat sehingga daya terima
terhadap kedua produk sudah baik.. Kesukaan ini menurut kami karena
memang formula yang kami buat sama seperti minuman susu pada
umumnya .sedangkan panelis yang kurang suka itu dikarenakan tekstur susu
yang terlalu encer. Formula yang encer karena takaran yang dilakukan dalam
cara kerja sudah tepat karena takaran yang dibuat sedemikian rupa telah
memperhatikan osmolaritas (Tingkat kekentalan) yang telah disesuaikan
dengan kemampuan fungsi pencernaan anak gizi buruk, Pada anak gizi buruk
seringkali adanya gangguan pencernaan, maka dari itu pada fase stabilisasi
dan transisi diberikan pemberian makanan yang tidak memberatkan kerja
saluran pencernaan. Jika standar takaran diabaikan makan akibat yang terjadi

36

tingkat osmolaritas tidak akan tepat sehingga balita yang mengalami gizi
buruk tidak dapat menerima asupan makan dan semakin memicu gangguan
pencernaan akibat saluran pencernaan yang tidak optimal.
d) Uji Aroma
Tabel.4.12 Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Aroma
Kategori
Sangat Suka
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total

Formula
F-75
N
%
1
9.1
7
63.6
3
27.3
0
0
0
0
11
100.0

F-100
N
1
8
1
1
0
11

%
9.1
72.7
9.1
9.1
0
100.0

Hasil praktikum pembuatan formula F75 pada fase stabilisasi dan Formula
F100 pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik warna seperti terlihat pada Tabel 4.12. Dapat terlihat pada
formula F75 bahwa frekuensi terbesar sebesar 63,6 % adalah dengan kategori
suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 9,1 % dengan kategori Sangat suka
sedangkan presentase kategori kurang suka sebesar 27,3%. Pada pembuatan
formula F100 pada fase transisi terlihat bahwa frekuensi terbesar sebesar 72,7
% dengan kategori suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 9,1 % dengan
kategori Sangat suka,kurang suka dan tidak suka. Hal ini terlihat berbeda
antara kedua Formula yang dibuat.
Pada penilaian aroma terdapat lebih dari 60% panelis menyukai tekstur
formula F75 dan Formula F100 yang kami buat sehingga daya terima
terhadap kedua produk sudah baik..aroma dari produk kami. Kesukaan ini
menurut kami karena aroma dari susu skim bubuk yang pada dasarnya berbau
manis namun tidak semanis susu bubuk full cream, karena semakin manis
aroma maka kandungan lemak nya semakin tinggi sedangkan susu skim tidak
mengandung lemak .Untuk panelis yang kurang suka terhadap aroma kedua
Formula disebabkan karena aroma khas susu akan berkurang seiring
37

dibiarkannya terkena udara yang bebas, namun penambahan minyak dalam


formula dapat berpengaruh terhadap aroma formula, pada formula F75
didapat presentase kurang suka lebih banyak dibanding F100. Hal ini terjadi
karena adanya proses oksidasi, secara umum proses oksidasi pada minyak
terjadi akibat adanya molekul asam lemak tak jenuh yang berubah menjadi
asam lemak terbang yang kemudian teroksidasi

sehingga membentuk

hiperoksida serta asam asam lain yang akan memebrikan karakteristik bau.
Maka dari itu aroma kurang disukai pada formula F75 Karena ukuran minyak
yang ditambahkan lebih banyak apabila dibanding dengan susu skim yang ada
pada F100 dan susu skim yang ada pada F75, namun minyaknya lebih sedikit
dari F100.

untuk yang tidak suka itu dikarenakan adanya panelis yang

memang tidak menyukai susu.

4.2.1. Formula Ikan


Makanan formula atau bahan makanan campuran merupakan
kombinasi dari berbagai bahan yang memungkinkan penambahan kekurangan
suatu zat gizi dalam suatu bahan dalam bahan lain sehingga menjadi sesuatu
bahan yang mengandung zat-zat gizi dalam jumlah cukup sesuai dengan
kebutuhan. Kunci dari makanan formula dalam dapat diterima dengan baik
citarasanya dan dapat dibuat dari bahan makanan setempat.
Formula ikan adalah salah satu contoh formula modifikasi yang dapat
digunakan untuk membantu asupan anak gizi buruk, bahan bahan yang dibuat
pada formula ikan ini antara lain tepung beras, daging ikan, gula pasir, minyak
sayur, pisang ambon, dan garam. Frekuensi pemberian makan dengan formula
ikan ini dalam sehari adalah 5 kali, karena pada kasus anak gizi buruk yang
memiliki berat badan 9 kg menggunakan 1 resep formula standar dengan
bentuk makanan lunak.

38

Pada praktikum kali ini, kami memilih daging ikan kakap sebagai
daging ikan dalam formula standar, yang kemudian dimodifikasi menjadi
formula ikan gabus dan labu kuning.Penambahan bahan makanan bertujuan
untuk meningkatkan nilai gizi dan cita rasa dari suatu produk.
Pada uji organoleptik, 11 panelis menguji hasil Formula ikan standar
dan Formula Ikan yang telah dimodifikasi untuk mengetahui
warna, aroma, tekstur, dan rasa

persentase

sebagai hasil dari daya terima terhadap

produk . Adapun hasil yang didapat sebagai berikut :


a) Uji Warna
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Warna
Kategori
Sangat Suka
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total

Formula
F Ikan Standar
N
%
0
0
7
63.6
4
36.4
0
0
0
0
11
100.0

F Ikan Modifikasi
N
%
0
0
7
63.6
4
36.4
0
0
0
0
11
100.0

Hasil praktikum pembuatan formula ikan standar dan Formula ikan


modifikasi pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik warna seperti terlihat pada Tabel 4.13. Dapat terlihat dengan
jelas bahwa frekuensi tingkat kesukaan terbesar pada formula standar sebesar
63.6% adalah dengan kategori suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 36.4%
dengan kategori kurang suka. Sedangkan pada pembuatan formula Ikan
modifikasi terlihat bahwa frekuensi terbesar sebesar 63,6 % dengan kategori
suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 36,4 % dengan kategori kurang suka.
Hal ini terlihat sama antara daya terima formula ikan standar dan formula ikan
modifikasi.
Pada formula ikan standar dan formula ikan modifikasi yang menjadi
pembeda dalam bahan pembuatannya yaitu jenis ikan yang digunakan. Pada
formula ikan standar , ikan yang digunakan dari ikan laut yaitu ikan
39

kakap.Sedangkan formula ikan modifikasi jenis ikan yang digunakan adalah


ikan tawar yaitu ikan gabus, selain itu di formula ikan modifikasi dilakukan
penambahan labu kuning sebagai tambahan jenis sayur-sayuran.
Pembuatan kedua formula ikan menggunakan dasar warna dari tepung
beras. Warna putih tepung beras karena memiliki sedikit aleuron dan
kandungan amilosa umumnya sekitar 20%, hal ini sama dengan bahan dasar
pembuat tepung nya yaitu beras. Kemudian kedua formula yang berdasarkan
tepung beras kemudian ditambah dengan pisang ambon yang sebelumnya
dikukus. Tujuan pengukusan karena untuk menghilangkan getah dari pisang
dan bertujuan untuk melunakkan tekstur dari pisang tersebut sehingga
memudahkan dalam pencampuran antara tepung beras dan pisang. Warna
pisang yang kuning diakibatkan karena adanya kandungan ethylene yang
terurai pada saat proses pematangan yang membuat warna kuning pada pisang
menjadi kehilangan sebagian klorofil (pigmen warna hijau) dan sedikitnya
pembentukkan karotenoid pada buah.
Untuk warna kedua daging ikan yaitu daging ikan kakap dan daging ikan
gabus yang digunakan memiliki warna dasar putih, hal ini karena daging ikan
yang berwarna putih sedikit mengandung pigmen, dimana myoglobin (bagian
protein sarkoplasma daging) adalah pigmen pembentuk warna merah pada
daging, kemudian dilumuri dengan kunyit dan jeruk nipis agar hilang amis
ikannya
Pada formula ikan standar, ikan yang digunakan adalah ikan kakap yang
kemudian dicampur dengan tepung beras, pisang ambon, gula , dan minyak.
Warna yang dihasilkan agak kehijauan. Hal ini dipengaruhi karena masih
adanya sebagian klorofil (pigmen warna hijau) yang masih tersisa pada daging
buah pisang ambon sehingga menyebabkan produk saat dicampurkan
berwarna agak kehijauan dalam proses pemasakan.
Sedangkan pada formula ikan standar, ikan yang digunakan adalah ikan
gabus dengan penambahan labu kuning yang kemudian dicampur dengan
tepung beras, pisang ambon, gula , dan minyak. Warna yang dihasilkan adalah

40

kekuningan. Karena tingginya kandungan karotenoid. Karotenoid pada labu


berbentuk beta karoten yang memang adalah pigmen dari warna orangekuning yang jika dicerna dalam tubuh kita menjadi vitamin A.
Dari kedua produk formula ikan standar dan formula ikan modifikasi dari
segi daya terima lebih dari 60% atau memiliki presentase tingkat kesukaan
yang baik, sehingga produk yang kami olah mutu yang didapat sudah baik.
b) Uji Rasa
Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Rasa
Kategori
Sangat Suka
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total

Formula
F Ikan Standar
N
%
1
9.1
3
27.3
6
54.5
1
9.1
0
0
11
100.0

F Ikan Modifikasi
N
%
0
0
7
4
0
0
11

63.6
36.4
0
0
100.0

Hasil praktikum pembuatan formula ikan standar dan Formula ikan


modifikasi pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik rasa seperti terlihat pada Tabel 4.14. Dapat terlihat dengan jelas
bahwa frekuensi tingkat kesukaan terbesar pada formula standar sebesar
54,.5% adalah dengan kategori kurang suka dan frekuensi yang terkecil
sebesar 9.1 % dengan kategori sangat suka dan tidak suka. Sedangkan pada
pembuatan formula Ikan modifikasi terlihat bahwa frekuensi terbesar sebesar
63,6 % dengan kategori suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 36,4 %
dengan kategori kurang suka. Hal ini terlihat berbeda antara daya terima
formula ikan standar dan formula ikan modifikasi.
Dari kedua formula, pada formula ikan standar yang dirasakan oleh
panelis adalah rasa manis dari pisang namun masih ada amis dari daging ikan
kakap yang digunakan. Sedangkan Pada formula ikan modifikasi yang
dirasakan oleh panelis adalah rasa manis yang pas antara pisang ambon dan
labu kuning dan tidak terasa amis dari ikan gabus.
41

Rasa manis yang didapat secara umum dari kedua formula ini adalah dari
pisang. Pisang yang matang akan terjadi perubahan pati menjadi gula.
Kandungan pati pada buah pisang masih muda dominan. Pada saat buah
pisang sudah matang, sebagian besar kandungan pati akan digantikan sukrosa,
glukosa, fruktosa, serta sejumlah kecil maltose yang bersamaan dengan
peningkatan kadar gula. Kandungan pati menurun sekitar 20% pada bagian
buah yang masih hijau antara 1-2% dalam buah yang matang. Karena itu buah
pisang yang telah matang terasa lebih manis.
Pada formula ikan standar yang menggunakan ikan kakap adanya rasa
amis pada produk karena ikan kakap adalah termasuk jenis ikan laut yang
memiliki enzim pencernaan yang sangat efektif untuk mencerna ikan ikan
yang lebih kecil dilaut dan ketika ikan ditangkap dan dibawa kedarat, enzim
tersebut keluar dan menguraikan daging ikan itu sendiri, sehingga daging ikan
kakap lebih amis dari ikan yang digunakan pada formula ikan modifikasi yang
memakai ikan gabus. Ikan gabus berasal dari air tawar yang tidak dapat
mencerna ikan-ikan kecil. Selain itu, ikan laut perlu proses yang lebih lama
untuk sampai kekonsumen sehingga kesegaran ikan laut akan lebih rendah
daripada ikan air tawar yang mudah di dapat konsumen.
Selain itu, tingkat kesukaan panelis lebih tinggi pada formula ikan yang di
modifikasi dengan penambahan labu karena rasa manis yang pas antara pisang
dan labu. Rasa manis dari labu karena labu secara alami sudah mengandung
gula alami dengan kadar gula yang rendah dan karbohidrat yang baik seperti
nasi. Sehingga tidak terjadi perubahan rasa yang signifikan terhadap
penambahan labu kuning dengan formula ikan.
Secara umum presentase tingkat kesukaan panelis terhadap produk
formula ikan standar dibawah 30% sehingga perlu ditingkatkan mutu daya
terima rasanya. Untuk tingkat kesukaan panelis terhadap produk ikan
modifikasi sudah baik daya terima rasanya karena presentase diatas 60%
c) Uji Tekstur
Tabel 4.15.Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Tekstur

42

Kategori
Sangat Suka
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total

Formula
F Ikan Standar
N
%
1
9.1
7
63.6
3
27.3
0
0
0
0
11
100.0

F Ikan Modifikasi
N
%
0
0
5
45.5
6
54.5
0
0
0
0
11
100.0

Hasil praktikum pembuatan formula ikan standar dan Formula ikan


modifikasi pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik tekstur seperti terlihat pada Tabel 4.15. Dapat terlihat dengan
jelas bahwa frekuensi tingkat kesukaan terbesar pada formula standar sebesar
63,6 % adalah dengan kategori suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 9.1 %
dengan kategori sangat suka , sedangkan presentase kategori kurang suka
sebesar 27,3% .Sedangkan pada pembuatan formula Ikan modifikasi terlihat
bahwa frekuensi terbesar sebesar 54,5 % dengan kategori kurang suka dan
frekuensi yang terkecil sebesar 45.5% dengan kategori suka. Hal ini terlihat
berbeda antara daya terima formula ikan standar dan formula ikan modifikasi.
Tekstur pada formula ikan standar didapat bentuk produk sudah sesuai
dengan tekstur lunak, hal ini ditunjukkan dari tingkat kesukaan panelis yaitu
63,6% dengan kategori suka yang berarti daya terima terhadap tekstur formula
ikan standar sudah cukup baik. Namun pada formula ikan modifikasi didapat
bentuk produk yang agak lembek dibandingkan dengan formula ikan standar,
hal ini dikarenakan adanya penambahan labu yang mengandung karbohidrat
yang cukup tinggi dan enzim yang terkandung dalam labu kuning yaitu enzim
amylase yang akan menghidrolisis pati menjadi maltose dan dekstrin . Enzim
protease berperan dalam pemecahan protein sehingga akan mempengaruhi
elastisitas gluten (Sufi, 1999).
Dalam penggunaan ikan yang berbeda pada kedua formula tidak
memberikan pengaruh pada perbedaan tekstur karena tekstur kedua ikan

43

tersebut memang lembut. Dari kedua formula yang kami buat, masing masing
telah menunjukkan presentase tingkat kesukaan panelis lebih dari 60% suka
terhadap formula ikan standar. Namun pada formula ikan modifikasi tingkat
kesukaan panelis kurang dari 50% sehingga perlu ditingkatkan lagi
konsistensi air dan waktu pemasakan agar didapat tekstur lunak yang lebih
baik.

d) Uji Aroma
Tabel.4.16. Distribusi Frekuensi Tingkat Kesukaan Aroma
Kategori
Sangat Suka
Suka
Kurang Suka
Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
Total

Formula
F Ikan Standar
N
%
0
0
3
27.3
4
36.4
3
27.3
1
9.1
11
100.0

F Ikan Modifikasi
N
%
0
0
7
63.6
4
36.4
0
0
0
0
11
100.0

Hasil praktikum pembuatan formula ikan standar dan Formula ikan


modifikasi pada fase transisi untuk penderita gizi buruk dapat terlihat hasil uji
organoleptik aroma seperti terlihat pada Tabel 4.16. Dapat terlihat dengan
jelas bahwa frekuensi tingkat kesukaan terbesar pada formula standar sebesar
36,4 % adalah dengan kategori kurang suka dan frekuensi yang terkecil
sebesar 9.1 % dengan kategori sangat tidak suka , sedangkan presentase
kategori suka dan tidak suka sebesar 27,3% . Kemudian pada pembuatan
formula Ikan modifikasi terlihat bahwa frekuensi terbesar sebesar 63,6 %
dengan kategori suka dan frekuensi yang terkecil sebesar 36,4 % dengan
kategori kurang suka. Hal ini terlihat berbeda antara daya terima formula ikan
standar dan formula ikan modifikasi.
Perbedaan aroma terhadap kedua formula yang di buat ini dipengaruhi
oleh perbedaan ikan yang digunakan. Aroma pada formula ikan standar masih
44

tercium bau amis dari ikan. Ikan kakap termasuk jenis ikan laut yang kaya
Omega-3 dan Omega-9 , lebih banyak mengandung lemak tak jenuh dan lebih
cepat tengik karena teroksidasi, oksidasi tersebut mengubah lemak menjadi
asam organic yang berbau tak sedap sehingga pada akhirnya aroma amis yang
muncul pada produk.
Sedangkan pada formula ikan modifikasi menggunakan ikan gabus yang
aromanya tidak terlalu amis karena ikan air tawar biasanya tidak disimpan
dalam es selama beberapa hari seperti ikan laut melainkan langsung dijual di
pasar sehingga keadaannya lebih segar. Disamping itu ikan air tawar tidak
memiliki enzim pencernaan yang dapat menguraikan daging ikan seperti yang
terdapat pada ikan laut. Selain itu, aroma amis ikan gabus dapat hilang dengan
pemberian jeruk nipis dan kunyit pada ikan sebelum pengolahan dibanding
ikan kakap.
Dari presentase tingkat kesukaan panelis terhadap produk formula ikan
standar dibawah 30% sehingga perlu percobaan lebih banyak lagi pada jenis
jenis ikan laut yang dapat diterima sebagai bahan untuk formula ikan. Untuk
tingkat kesukaan panelis terhadap produk ikan modifikasi sudah baik daya
terima rasanya karena presentase diatas 60%.

45

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada kasus gizi buruk dengan status anak laki-laki yang memiliki berat
badan 9 kg dan umur 3 tahun, pada fase stabilisasi diberikan Formula
WHO 75 dan fase transisi diberikan Formula WHO 100 dan Formula

Modifikasi dalam bentuk makanan yang lunak


Frekuensi pemberian Formula WHO 75 adalah 8 kali, Sedangkan
frekuensi pemberian Formula WHO 100 adalah 6x dan Formula

modifikasi sebanyak 5 x
Uji organoleptik dari panelis memberikan daya terima yang baik karena
rata-rata panelis menyukai Formula WHO 75 dan Formula WHO 100 ,

maka mutu dari kedua formula sudah baik


Pada Formula modifikasi, formula standar yang digunakan adalah formula
ikan kakap, kemudian di modifikasi menjadi formula ikan gabus dengan
penambahan

labu

kuning.

Hasil

Uji

organoleptik

dari

panelis

menunjukkan bahwa daya terima yang baik adalah Formula yang telah
dimodifikasi karena memiliki rasa yang enak, aroma yang baik, warna
yang baik, namun tekstur saja yg lembek. Sedangkan pada formula standar
menunjukkan daya terima yang kurang baik karena dari segi rasa formula
masih terasa amis ikan kakap, bau formula agak amis, namun untuk warna
dan tekstur masih disukai panelis, maka dari itu mutu dari Formula ikan

modifikasi lebih baik dari mutu formula ikan standar


Pada formula standar, nilai gizi yang didapat dalam 5 kali pemberian
makan adalah Energi 830,2 kkal; protein 22,4 gram; lemak 31,8 gram;
karbohidrat 118,3 gram ; sedangkan pada formula ikan yang telah di
modifikasi nilai gizi nya adalah Energi 849,7 kkal; protein 22,8 gram;

lemak 32,1 gram; karbohidrat 122,7 gram.


Harga dari formula ikan standar adalah Rp 16.250,- dan untuk harga
formula ikan yang telah dimodifikasi Rp 12.200,-

5.2. Saran

46

Pada pengembangan formula ikan yang menggunakan jenis ikan laut perlu
dilakukannya percobaan lebih banyak lagi agar dapat diterima sebagai bahan
untuk formula ikan Karena ikan yang termasuk jenis ikan laut kaya akan sumber
protein

47

DAFTAR PUSTAKA
Almaidah, Aan.Dkk, 2014. Politeknik Kesehatan Palangkaraya. Laporan
Praktikum Ilmu Teknologi Pangan. www. blogspot.com
Anonim. 2012 . Gizi Buruk . Universitas Sumatera Utara . file pfd
Anonim , 2012 . Mengapa Ikan berbau Amis . www.blogspot.com
Anonim, 2015. Kandungan Gizi Labu Kuning Dan Manfaat Ikan Gabus.
www.google.com
Akhyar Israr Yayan. 2009. Faculty of Medicine University of Riau. Gizi Buruk.
Situs

web:

https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/08/gizi-

buruksevere-malnutrition_files_of_drsmed.pdf .
Krisnansari Diah. Purwokerto. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Situs web:
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/08/gizi-burukseveremalnutrition_files_of_drsmed.pdf.
Nefasa, Nitia A.dkk. 2013, Diponegoro University. Efek Penambahan Minyak
Kedelai terrhadap Karakteristik Organoleptik dan Kandungan Omega-6 Susu
Pasteurisasi.. Jurnal Pangan dan Gizi
Soegianto

Benny.

Makanan

Formula

WHO.

Situs

Web:

http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Ilmu%20Gizi/MAKANAN
%20FORMULA%20WHO.pdf
Zillyan. November 2011. Panduan Pemberian Makanan pada Penderita Gizi
Buruk.

Situs

web:

http://zillyannurse.blogspot.com/2011/11/panduan-

pemberian-makanan-pada.html.

48

LAMPIRAN KASUS
A. FASE STABILISASI
Anak laki-laki berumur 3 tahun masuk rumah sakit kelas III karena menderita
gizi buruk, dengan BB 9kg, TB 89cm, Suhu tubuh 35,8 0 C dan kadar gula darah
51 mg/dl. terlihat juga secara fisiknya yaitu tangan dan kaki dingin, Rambut tipis
kemerahan, atrofi pada bagian pantat, Pasien mengalami konstipasi selama 2 hari
terakhir dan tampak sangat kurus, lemah, tidak nafsu makan dan ada edema di
tubuhnya.
I.
Identitas Pasien
Nama
: TN
Sex
: Laki-laki
Umur
: 3 th
Diagnosa : gizi buruk
II.
Screening
N

Indikator

o
1
Perubahan berat badan
2
Nafsu makan berkurang
3
Kesulitan mengunyah atau menelan
4
Mual muntah
5
Diare/konstipasi
6
Alergi/ intoleran zat gizi
7
Diet khusus
8
Enteral/parenteral
9
Serum albumin darah
Kesimpulan : Resiko
III.

+
+
+
-

.Nutrition Assesment
Anthropometry

BB = 9 kg
TB = 89 cm
Usia = 3 tahun
BB
914,3
=
U 14,312,7

Biokimia
Clinic

= - 3,31

Status = Gizi buruk


kadar gula darah 51 mg/ dl (hipoglikemi)
Rambut tipis kemerahan, atrofi pada bagian
pantat, edema, tangan dan kaki dingin,. tampak

49

sangat kurus dan lemah. Suhu badan 35,8o C


Dietary History
Ekonomi

(hipotermi)
tidak afsu makan
Menengah kebawah

>> pasien dirawat di

kelas III
IV.

Diagnosis Gizi
Domain
NI- 5.2

Problem
Bukti

Etiologi
Kekurangan dalam

malnutrisi

mendapatkan

protein energy

makanan karena
keadaan ekonomi,
budaya atau

NC- 1.4

Sign
- Data
antropometri
BB/U = gizi
-

buruk
Data kondidi

keagamaan serta

fisik :
Rambut tipis

kurangnya

kemerahan,

pengetahuan tentang

atrofi pada

makanan gizi

bagian pantat,

Perubahan

Perubahan motalitas

fungsi

GIT, seperti

gastrointestina

gastriparesis

(kelemahan/penuruna

edema
Data kondisi :
Keluhan diare
saat masuk RS

n motalitas lambung)
V.

Nutrisi intervention
Terapi diet
: F75
Bentuk makanan
: cair
Route
: oral
1. Tujuan diet :
- Mempersiapkan anak untuk menerima cairan dan energi lebih besar.
- Menambah berat badan hingga mencapai normal.
- Mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
- Memberikan energy dan nutrisi guna mencegah dan mengatasi infeksi dan
penyakit penyerta.

50

Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan

2.
-

pasien dan keluarganya.


Syarat diet
Energi rendah 1500 kkal
Cairan cukup yaitu 1500 ml dalam sehari.
Pemberian makan secara teratur sebanyak 6x dalam sehari setiap 4 jam.
Selalu dipantau dan dievaluasi (mencegah kelebihan pemberian cairan dan

makanan).
VI.
Nutrition Internation
a. Perhitungan kebutuhan zat gizi :
Fase stabilisasi : F75
Cairan = 100 ml/kg BB (karena ada edema)
= 100 x 9
= 900 ml ~ 75 kkal
Energi = 80 - 100 kkal/kg BB
= 100 x 9 kg
= 900 kkal
B. FASE TRANSISI
Anak laki-laki berumur 3 tahun telah dirawat selama 4 hari di rumah
sakit kelas III karena menderita gizi buruk, dengan BB 9kg, TB 89cm, Suhu
tubuh 370 C. Kadar gula darah sudah mulai normal yaitu 55 mg/dl. Pasien
tampak kurus, namun nafsu makan telah membaik, konstipasi sudah
berkurang dan edema mulai berkurang
I.

Identitas Pasien
Nama
: TN
Sex
: Laki-laki
Umur
: 3 tahun
Diagnosa : Gizi Buruk

II. Screening
N

Indikator

o
1
2
3

Perubahan berat badan


Nafsu makan berkurang
Kesulitan mengunyah

_
-

atau menelan

51

4
5

Mual muntah
Diare / konstipasi

Alergi / intoleran zat

+
(sudah mulai membaik)
-

7
8
9

gizi
Diet Khusus
Enteral / parenteral
Serum albumin darah

+
-

10

Edema

+ ( Sudah mulai
berkurang

Kesimpulan : Resiko
III.Nutrition Assesment
Anthropometr

BB = 9 kg
TB = 89 cm
Usia = 3 tahun

BB/U = - 3,31
Status = Gizi buruk
kadar gula darah 55 mg/ dl (normal)
Rambut tipis kemerahan
Atrofi pada bagian pantat
Edema di beberapa bagian, tetapi sudah

Biokimia
Clinic

Dietary

mulai berkurang
Suhu badan 37o C (Normal)
Nafsu makan cukup baik

History
Ekonomi

Menengah kebawah

>> pasien

dirawat di kelas III


IV. Nutrition Diagnosis
Domai

Problem

Etiologi

Sign

n
NI-5.2

Bukti

- Kekurangan

Data

Malnutrisi

dalam
mendapatkan

Antropom

Protein

etri:

52

Energi

makanan

BB/TB =

karena

-3
Status :

keadaan
ekonomi,
budaya atau
keagamaan

gizi buruk
Data
Kondisi

serta

Physical :
- Rambut

kurangnya

tipis

pengetahuan

kemerahan.
- Atrofi

tentang
makanan gizi.

pada
bagian
pantat.
- Edema di
beberapa
bagian,
tetapi
sudah
mulai
berkurang.

NC-1.4

Perubahan

Perubahan

Data

Fungsi

motalitas GIT,

Kondisi

Gastrointestin

seperti

al

gastroparesis

Physical :
- Keluhan

(kelemahan/
penurunan

Diare saat
masuk RS.

motilitas
lambung).
V.Nutrition Intervention

53

Terapi Diet

: F100 - Formula Modifikasi ( 100 kalori ~ 100 ml )

Bentuk Makanan

: lunak

Route

: Oral

1. Tujuan Diet :
-

Mempersiapkan anak untuk menerima cairan dan energi lebih besar.


Menambah berat badan hingga mencapai normal.
Mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
Memberikan energy dan nutrisi (zat gizi) guna mencegah dan mengatasi

infeksi dan penyakit penyerta


Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan oleh
pasien dan keluarganya.
2.

Syarat Diet :
Diberikan F100 dan formula modifikasi (100 kalori ~ 100 ml )
Energi rendah yaitu 1500 kkal
Cairan cukup yaitu 1500 ml dalam sehari
Pemberian makan secara teratur sebanyak 6 x dalam sehari setiap 4 jam.
Selalu dipantau dan dievaluasi (mencegah kelebihan pemberian cairan dan
makanan)

VI.Nutrition Internation
a) Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi :
Fase Transisi : F100 Modifikasi
Cairan = 150 ml/kg BB
= 150 ml/kg x 9 kg
= 1350 ml ~ 100 kkal
b) Energi = 100 - 150 kkal/kg BB
= 150 kkal/kg x 9 kg = 1350 kkal

54

Anda mungkin juga menyukai