Anda di halaman 1dari 16

EVALUASI PENDIDIKAN GIZI MENGENAI GIZI LEBIH PADA REMAJA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Gizi


Dosen Pengampu Dr. Suminah, M.Si
Program Studi Magister Ilmu Gizi
Peminatan Human Nutrition

Oleh
Rizqi Dwi Annisa
S531808042

PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Overweight dan obesitas saat remaja merupakan faktor risiko penyebab penyakit
kronis dan berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas dimasa dewasa sebesar 50%-
80% (Alberga et al., 2012). Kelebihan berat badan dapat dicegah dengan mengubah pola
hidup sehat seperti mengubah pola makan dan meningkatkan aktivitas fisik serta
melakukan upaya peningkatan kesehatan di masyarakat seperti memberikan pendidikan
kesehatan sebagai upaya tindakan preventif dan promotive (Notoadmojo, 2007)
Overweight dan obesitas dapat terjadi pada semua golongan usia termasuk usia
remaja dikarenakan kelompok ini berada pada fase pertumbuhan yang pesat (growth
spurt) sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih besar jumlahnya yang dapat
menimbulkan masalah gizi, lingkungan serta pola hidup dan menyebabkan kelebihan gizi
(Aritonang & Iriyanton, 2009). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2013, diketahui bahwa prevalensi obesitas di Indonesia pada kelompok usia 5-12 tahun
sebesar 18,8% (10,8% kegemukan dan 8,0% obesitas) dan pada kelompok usia 13-15
tahun sebesar 10,8% (8,3% kegemukan dan 2,5% obesitas). Sedangkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018, prevalensi obesitas sentral pada anak usia
15 tahun sebesar 31%. (Kemenkes, 2018).
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan
masyarakat yang dapat mempengaruhi perilaku hidup sehat yang pelaksanaannya dapat
dilakukan di sekolah (Hadisaputro, dkk. 2011). Pendidikan gizi menghasilkan
peningkatan pengetahuan, kesadaran dan perubahan perilaku untuk mencapai keadaan
gizi dan kesehatan yang optimal. Pendidikan gizi perlu ditingkatkan pada anak sekolah
dan dalam pelaksanaannya perlu kerjasama dengan sector (Riskesdas. 2010). Pendidikan.
Pendidikan gizi di sekolah dapat diberikan oleh guru yang telah mendapat pelatihan
pendidikan gizi atau diberikan langsung petugas gizi. Materi pendidikan gizi dapat
disusun dalam mata pelajaran muatan lokal atau pada mata pelajaran lain yang
merupakan kegiatan ekstra kurikuler di sekolah.
Evaluasi merupakan sebuah proses penilaian yang penting, namun sering tidak
mendapat perhatian, karena dianggap mencari kesalahan, kegagalan dan kelemahan dari
suatu kegiatan tertentu (Safatari, 2017). Evaluasi yang dilakukan dimaksudkan untuk
melihat kembali apakah pendidikan tersebut telah dapat dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan dan tujuan yang diharapkan. Dari kegiatan evaluasi tersebut akan diketahui
hal-hal yang telah dicapai, apakah suatu pendidikan dapat memenuhi kriteria yang telah
ditentukan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis evaluasi pendidikan gizi mengenai obesitas pada remaja sekolah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui evaluasi pendidikan gizi
b. Mengetahui langkah-langkah evaluasi pendidikan gizi
c. Mengetahui model-model evaluasi pendidikan gizi
d. Mengetahui alat-alat yang digunakan pada saat evaluasi pendidikan gizi
e. Mengetahui point-point evaluasi pendidikan gizi
f. Menganalisis pendidikan gizi mengenai kejadian obesitas pada remaja
BAB II
PEMBAHASAN

A. Evaluasi Pendidikan Gizi


1. Pengertian
Evaluasi adalah proses yang dilakukan secara teratur dan sistematis pada
komparasi antara standar atau kriteria yang telah ditentukan dengan hasil yang
diperoleh. Melalui hasil perbandingan tersebut kemudian disusun suatu kesimpulan
dan saran pada setiap aktivitas pada program (Azwar, 1996).
Pendidikan gizi merupakan salah satu unsur yang terkait dalam meningkatkan
status gizi masyarakat jangka panjang. Dengan adanya sosialisasi dan penyampaian
pesan-pesan gizi yang praktis akan membentuk suatu keseimbangan bangsa antara
gaya hidup dengan pola konsumsi masyarakat. Pengembangan pedoman gizi seimbang
baik untuk petugas maupun masyarakat adalah salah satu strategi dalam mencapai
perubahan pola konsumsi makanan yang ada di masyarakat dengan tujuan akhir yaitu
tercapainya status gizi masyarakat yang lebih baik. Evaluasi pendidikan gizi
merupakan proses menilai yang terkait dengan perubahan lebih baik dalam
meningkatkan status gizi masyarakat jangka panjang dengan membuat suatu keputusan
(Safatri, 2017)
2. Prinsip-prinsip Evaluasi
a. Prinsip belajar dari pengalaman yaitu mengambil pengalaman yang baik akan
dilanjutkan, dan yang belum baik akan ditingkatkan. Tidak akan mengulang
kegagalan dua kali.
b. Prinsip penilaian formatif yaitu penilaian yang bertujuan untuk mencari feedback
atau masukan bagi perbaikan atau penyempurnaan program, kegiatan atau
organisasi. Berbeda dengan evaluasi sumatif yang bertujuan untuk mengetahui
tahap kemampuan peserta yang akan digunakan untuk penempatan tingkat, kelas
atau jenjang.
c. Evaluasi dilakukan secara kesinambungan untuk memperoleh informasi yang
diperlukan, untuk menjamin dan meningkatkan mutu kegiatan serta hasilnya.
d. Manfaat hasil evaluasi akan optimal manakala dikomunikasikan secara tepat kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
3. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Dengan diketahuinya makna dari penilaian, maka dapat dikatakan bahwa
fungsi penilaian menurut Arikunto (2013) adalah sebagai berikut:
a. Penilaian berfungsi selektif.
Dengan cara penilaian pemberi pendidikan mempunyai cara untuk
mengadakan seleksi atau penilaian terhadap objeknya.
b. Penilaian berfungsi diagnostik.
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi syarat, maka
dengan melihat hasilnya guru dapat mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu
akan diketahui pula sebab-sebab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian
pemberi pendidikan sebanarnya melakukan diagnosis kepada objeknya.
c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan
Setiap siswa sejak lahir telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga
belajar akan lebih efektif jika di sesuaikan dengan pembawaan yang ada. Untuk
dapat menentukan dengan pasti kelompok mana yang sesuai dengan kemampuan
siswa, maka digunakan suatu penilaian.
d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.
Fungsi ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu mana suatu program
berhasil diterapkan kepada siswa.Jadi dapat disimpulkan bahwa penilaian berfungsi
sebagai alat ukur keberhasilan dalam proses belajar.
4. Subjek dan Sasaran Evaluasi
Menurut Arikunto (2013), subjek dan sasaran evaluasi adalah sebagai berikut:
a. Subjek Evaluasi:
Orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat di sebut
sebagai subjek evaluasi untuk setiap tes, di tentukan oleh suatu aturan pembagian
tugas atau ketentuan yang berlaku. Ada pandangan lain yang mengatakan subjek
evaluasi adalah siswa, yakni orang yang di evaluasi, dalam hal ini yang di pandang
sebagai objek evaluasi adalah mata pelajarannya.
b. Sasaran Evaluasi
Adapun sasaran evaluasi di sini mencakup beberapa sasaran penilaian untuk
unsure-unsurnya, meliputi : Input, Transformasi dan Out put.
- In Put : Berkenaan dengan hal ini ada beberapa aspek yang harus di perhatikan
untuk mencapai hasil yang di inginkan, yaitu :kemampuan, kepribadian, dan
sikap
- Transformasi : Di sini ada beberapa unsur yang dapat menjadi sasaran atau objek
pendidikan demi di perolehnya hasil pendidikan yang di harapkan, yaitu
kurikulum/materi, metode dan cara penilaian, media, sistem administrasi,
pendidik dan anggotanya
- Out Put : Penilaian atas hal yang di lakukan untuk mengetahui seberapa jauh
tingkah pencapaian atau prestasi belajar mereka selama mengikuti program
tersebut dengan menggunakan tes pencapaian
B. Langkah-langkah Evaluasi Pendidikan Gizi
Menurut Mubarak (2009), langkah-langkah dalam evaluasi adalah:
1. Menentukan tujuan evaluasi
Tujuan dari evaluasi harus dimengerti, sebab hal ini mempengaruhi bagian apa
dari program yang perlu diamati, selanyutnya mempengaruhi pula jenis informasi yang
akan dikumpulkan.
2. Menentukan bagian apa dari program yang akan dievaluasi
Apa yang akan dievaluasi, apakah masukannya, proses, keluaran, atau
dampaknya, atau kombinasi dari bagian-bagian tersebut.
3. Mengumpulkan data awal (baseline data)
Data ini dapat digunakan sebagai perbandingan, antara sebelum diadakan suatu
kegiatan dengan situasi sesudah diadakan kegiaatan. Data awal yang diperlukan
bergantung pada apa yang akan dinilai dan maksud penilaian.
4. Mempelajari tujuan program
a. Tujuan program merupakan syarat penting suatu program, agar penilaian dapat
dilakukan dengan baik
b. Tujuan harus dapat diukur dan jelas
c. Tujuan dapat dirumuskan menjadi tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang.
d. Tujuan jangka pendek adalah tujuan yang ingin dicapai dalam waktu dekat,
merupakan loncatan untuk bisa sampai pada tujuan jangka menengah.
e. Tujuan jangka menengah yaitu untuk bisa sampai pada tujuan akhir harus dicapai
dulu, kemudian bisa mencapai tujuan jangka panjang.
f. Tujuan jangka panjang merupakan tujuan akhir dari suatu program
5. Menentukan tolak ukur (indicator)
Perlu ditetapkan patokan apa yang akan digunakan sebagai dasar pengukuran.
Dengan kata lain, harus ditentukan apa yang akan diukur.
6. Menentukan cara atau metode menilai, alat penilaian, dan sumber datanya
7. Mengumpulkan data
8. Mengolah dan menyimpulkan data yang didapat
9. Umpan balik (feedback) dan saran-saran tindakan lebih lanjut kepada program
berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut
C. Model-model Pendidikan Gizi
Dalam mengevaluasi suatu program ada banyak model yang di kemukakan oleh
para ahli. Meskipun antara satu dan yang lainnya berbeda, namun maksud dan tujuannya
sama. Model evaluasi menurut Tayib Nafis adalah model desain evaluasi oleh para pakar
dan ahli yang dikutip dari Safatari (2017) . Sebagai berikut :
1. Goal Oriented Evaluation / Model Tyler
Dalam model ini, yang menjadi objek pengamatan adalah tujuan dari program
yang sudah di tetapkan jauh sebelum program di mulai. Evaluasi ini di lakukan secara
berkesinambungan untuk mengetahui sejauh mana tujuan tersebut sudah terlaksana di
dalam proses pelaksanaannya. Model ini menggunakan tujuan program sebagai
kriteria untuk menentukan keberhasilan dari program. Evaluator mencoba mengukur
sampai di mana tujuan dari program telah di capai.
2. Goal Free Evaluation Model ( Michael Schriven )
Menurut Schriven, dalam pelaksanaan evaluasi program, Evaluator tidak perlu
memperhatikan apa yang menjadi tujuan program, akan tetapi bagaimana bekerjanya
suatu program, dengan cara mengidentifikasi penampilan – penampilan yang terjadi,
baik hal – hal positif maupun yang negatif. Alasannya karena ada kemungkinan
evaluator terlalu rinci mengamati tiap –tiap tujuan khusus. Jika tujuan – tujuan khusus
tercapai artinya terpenuhi dalam penampilan.
Dalam model ini, evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan
program, berfokus pada hasil yang sebenarnya bukan hasil yang di rencanakan,
hubungan evaluator dan peserta di buat seminimal mungkin, dan tujuan yang telah di
rumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan untuk menyempitkan fokus evaluasi.
3. CIPP Model ( Context, Input, Process, Product )
Konsep evaluasi model CIPP pertama kali di tawarkan oleh stufflebeam pada
tahun 1965 sebagai hasil dari usahanya dalam mengevaluasi ESEA ( The Elementary
and Secondary education Act ). Sufflebeam menawarkan konsep tersebut dengan
pandangan bahwa tujuan penting dari sebuah evaluasi adalah bukan untuk
membuktikan sesuatu, akan tetapi adalah untuk memperbaikinya. Evaluasi model
CIPP dapat di terapkan dalam bidang pendidikan, manajemen, perusahaan dan
sebagainya, serta dalam berbagai jenjang, baik proyek, program maupun institusi.
4. Model Empat Level Donald L. Kirkpatrick
Model Empat Level Donald L. Kirkpatrick merupakan model evaluasi
pelatihan yang di kembangkan pertama kali oleh Kirkpatrick ( 1959 ) dengan
menggunakan empat level dalam mengkategorikan hasil – hasil pelatihan. Empat level
tersebut dapat di rinci sebagai berikut :
a. Evaluasi Reaksi ( Evaluating Reaction )
Reaksi dilakukan untuk mengukur tingkat reaksi yang di desain agar
mengetahui opini para peserta pelatihan mengenai program pelatihan
b. Evaluasi Pembelajaran ( Evaluating Learning )
Ada tiga hal yang dapat Instruktur ajarkan dalam program training, yaitu
pengetahuan, sikap dan keterampilan.
c. Evaluasi Tingkah Laku ( Evaluating Behavior )
Penilaian tingkah laku di fokuskan pada perubahan tingkah laku setelah
peserta kembali ke tempat kerja.
d. Evaluasi Hasil / Dampak Program Pelatihan ( Evaluating Result )
Evaluasi hasil di fokuskan pada hasil akhir ( final Result ) yang terjadi
karena peserta telah mengikuti suatu program.
5. Model UCLA
Evaluasi model ini dikembangkan oleh Alkin pada tahun 1969. Alkin
mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih
informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi.
Lima macam evaluasi yang dikemukakan Alvin :
a. System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi
sistem.
b. Program Planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan
berhasil memenuhi kebutuhan program.
c. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah di
perkenalkan kepada kelompok tertentu.
d. Program Improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program
berfungsi dan bagaimana program berjalan.

e. Program certification, yang memberikan informasi tentang informasi atau guna


program
6. Model Formatif vs Sumatif
Model ini di kembangkan oleh Scriven pada tahun1967. Menurut Scriven
evaluasi terhadap program dapat di bedakan menjadi dua :
a. Evaluasi Formatif; menyediakan dan menggunakan informasi untuk di jadikan
dasar pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas produk atau
program instruksional.
b. Evaluasi Sumatif; evaluasi yang dilaksanakan saat program telah selesai dan bagi
kepentingan pihak luar atau para pengambilan keputusan.
7. Model Kesesuaian
Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat (congruence)
antara tujuan dengan hasil belajar yang telah di capai.
8. Model Pengukuran
Pengukuran di gunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat ( attribute )
tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa dalam bentuk unit ukuran
tertentu.

9. Model Yang berorientasi pada tujuan


Model evaluasi ini menggunakan tujuan pembelajaran umum ( TPU ) dan
tujuan pembelajaran khusus ( TPK ) sebagai criteria untuk menentukan keberhasilan.
Tujuan model ini membantu guru merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan
antar tujuan dengan kegiatan.

D. Alat-alat Evaluasi Pendidikan Gizi


Menurut Arikunto (2013). Untuk melakukan evaluasi pendidikan, penyuluhan dan
konsultasi dapat melakukannya dengan cara:
1. Skala bertingkat
Skala beringkat ini menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap
sesuatu hasil.
2. Kuisioner
Kuisioner juga sering dikenal dengan angket merupakan sebuah daftar
pertanyaan yang harus diisi sehingga kita dapat mengetahui keadaan responden.
3. Daftar cocok (Chek list)
Daftar cocok (Chek list) adalah deretan pernyataan yang diisi oleh responden
dengan membubuhkan tanda chek list (√) ke dalam tempat yang sudah disediakan.
4. Wawancara
Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk mendapat jawaban dari
responden dengan jalan tanya jawab sepihak.
5. Pengamatan
Pengamatan adalah tindakan dengan mengamati objek yang akan diamati
secara sistematis.
E. Point-point Evaluasi Pendidikan Gizi
Berdasarkan apa yang akan dinilai, penilaian dibagi dalam 2 kategori, yaitu:
1. Penilaian terhadap pencapaian tujuan
Penilaian ini ditujukn untuk klien berdasarkan berhasil atau tidaknya klien
merubah perilakunya terhadap diet dan kesehatan.
2. Penilaian terhadap proses pelaksanaan
Penilaian terhadap proses pelaksanaan yaitu cara pelaksanannya secara lebih
rinci poin penilaian bisa dibagi sebagai berikut:
a. Penilaian terhadap masukan (input), penilaian ketepatan materi yang disampaikan
oleh ahli gizi terhadap masalah kesehatan yang dihadapi klien.
b. Penilaian terhadap proses, penlaian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana aksi
reaksi yang tercipta, hal ini perlu dilakukan sebab proses menentukan apakah
materi yang disampaikan bisa dimengerti atau tidak.
c. Penilaian terhadap keluaran (output),penilaian ini didasarkan pada reaksi klien
setelah mendapat penyuluhan atau konseling gizi.
d. Penilaian terhadap outcome, evaluasi ini dilihat berdasarkan perubahan sikap klien
setelah disuluh oleh ali gizi terhadap diet dan kesehatan
F. Menganalisis Evaluasi Pendidikan Gizi Mengenai Kejadian Gizi Lebih pada
Remaja
Pendidikan gizi atau kesehatan dapat dilakukan dengan cara penyuluhan maupun
dengan cara lain seperti pemberian poster. Untuk merubah perilaku konsumsi makanan
jajanan mungkin yang paling berkaitan adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan
dan gizi (Nuryanto, dkk. 2014). Untuk mengetahui mengenai pengaruh pendidikan gizi
terhadap tingkat pengetahuan dan perubahan asupan makan terhadap remaja, maka
dilakukan evaluasi terhadap proses pelaksanaan pendidikan. Adapun beberapa contoh
penelitian mengenai pendidikan gizi terhadap remaja sebagai berikut :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmasyita, Bagoes , dan Ani (2015) menyatakan
bahwa pendidikan gizi pada remaja kelebihan berat badan dapat menurunkan IMT
remaja melalui peningkatan pengetahuan tentang gizi. Pengetahuan gizi remaja
kelebihan berat badan dapat menurunkan Tingkat Kecukupan Energi, Tingkat
Kecukupan Protein, persentase asupan karbohidrat, persentase asupan lemak dan
meningkatkan asupan serat. Beberapa point dalam evaluasi pendidikan ini yaitu :
a. Tujuan dari penelitian ini tercapai yaitu mengetahui pengaruh intervensi pendidikan
gizi terhadap peningkatan pengetahuan gizi, perubahan asupan zat gizi (Tingkat
Kecukupan Energi, Tingkat Kecukupan Protein, persentase asupan karbohidrat,
persentase asupan lemak dan asupan serat) dan Indeks Massa Tubuh remaja dengan
kelebihan berat badan.
b. Bagian yang akan di evaluasi yaitu pengetahuan gizi, asupan zat gizi, dan indeks
massa tubuh
c. Data awal diperoleh dengan cara memberikan tes awal pengetahuan gizi,
melakukan recall asupan zat gizi, dan menghitung IMT dari pengukuran berat
badan dan tinggi badan
d. Tujuan dari pendidikan ini dirancang untuk mengetahui pengaruh pendidikan
terhadap ketiga aspek tersebut dan tujuan dapat diukur dengan jelas
e. Penentuan tolak ukur sebagai dasar pengukuran sudah ditentukan dengan
menetapkan skor pada masing-masing aspek
f. Metode pendidikan gizi diberikan dengan ceramah atau dengan metode
pembelajaran di kelas dan materi yang disampaikan disusun dalam buku modul
yang dibagikan ke siswa. Alat penilaian dalam pendidikan gizi ini berupa
kuiesioner dan wawancara yang bersumber dari siswa/siswi.
g. Pengumpulan data dilakukan selama 3 bulan pembelajaran
h. Pengolahan data dan penyimpulan data berdasarkan hasil dari metode pre-post
design, yaitu membandingkan data sebelum dan sesudah pendidikan gizi dilakukan.
i. Umpan balik dari pendidikan gizi yang dilakukan adalah dampak perilaku dalam
pemilihan makanan. Peningkatan pengetahuan yang dimiliki siswa dapat merubah
pola konsumsi makanan menjadi lebih baik yang sesuai dengan anjuran kesehatan.
Perilaku gizi yang kurang tepat dapat diubah melalui pendidikan gizi dan upaya-
upaya pendidikan gizi pada remaja lebih efektif dilakukan di sekolah. Faktor lain
yang mempengaruhi dalam proses pendidikan ini ialah ada faktor informasi media
lain, faktor ketersediaan makanan dalam keluarga dan lingkungan sekolah serta
faktor aktivitas fisik individu. Selama 3 bulan pelaksanaan, faktor-faktor tersebut
diduga berperan dalam pemberian pendidikan gizi yang dilaksanakan
2. Penelitian yang dilakukan oleh Simbolon, Windy, dan Dahrizal (2018) menyatakan
bahwa edukasi gizi yang diberikan secara signifikan dapat meningkatkan pengetahuan
remaja namun belum dapat menurunkan berat badan remaja obesitas dan overweight.
Beberapa point dalam evaluasi pendidikan ini yaitu :
a. Tujuan dari penelitian ini tercapai yaitu untuk mengetahui pengaruh edukasi gizi
terhadap penurunan berat badan remaja overweight dan obesitas pada remaja SMP
b. Bagian yang akan di evaluasi yaitu tingkat pengetahuan remaja
c. Data awal diperoleh dengan cara memberikan tes pengetahuan berupa pertanyaan
sebelum pendidikan
d. Tujuan dari pendidikan ini dirancang untuk mengetahui edukasi gizi dapat berperan
dalam penurunan berat badan lebih pada remaja dengan.
e. Penentuan tolak ukur sebagai dasar pengukuran berdasarkan rata-rata skor dari
siswa/siswi .
f. Metode pendidikan gizi diberikan dengan ceramah atau dengan metode
pembelajaran di kelas dan materi yang disampaikan disusun dalam buku modul
yang dibagikan ke siswa. Alat penilaian dalam pendidikan gizi ini berupa
kuiesioner yang bersumber dari siswa/siswi.
g. Pengumpulan data diberikan 4 kali dalam satu bulan (1 kali/minggu). Pengukuran
pengetahuan, perubahan berat dan tinggi badan dilakukan pada awal dan setelah 2
bulan intervensi.
h. Pengolahan data dan penyimpulan data berdasarkan hasil dari metode pre-test and
post-test design yaitu membandingkan data sebelum dan sesudah pendidikan gizi
dilakukan
i. Umpan balik dari pendidikan gizi yang dilakukan adalah remaja memiliki
peningkatan pengetahuan mengenai gizi. Hal ini dapat dilihat dari skor yang diukur
saat sebelum dan sesudah tes bahwa para remaja sudah dapat menyerap pendidikan
dengan mampu menjawab aspek pertanyaan dibanding sebelum adanya pendidikan
gizi.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Dieny (2016) melakukan pendidikan gizi
dengan cara konseling gizi pada remaja obesitas dan hasil penelitian menunjukan
bahwa terdapat penurunan asupan lemak jenuh sebelum dan sesudah dilakukan
konseling gizi. Beberapa point dalam evaluasi pendidikan ini yaitu :
a. Tujuan dari penelitian ini tercapai yaitu untuk memperbaiki perilaku makan remaja
obesitas.
b. Bagian yang akan di evaluasi yaitu perubahan asupan lemak yang dikonsumsi
remaja
c. Data awal diperoleh dengan cara menilai konsumsi makanan sebelum dilakukan
tahapan konseling gizi berupa kuisioner food recall 3x24 jam
d. Tujuan dari pendidikan ini dirancang untuk mengetahui pengaruh edukasi gizi
dalam penurunan asupan lemak jenuh.
e. Penentuan tolak ukur sebagai dasar pengukuran berdasarkan rata-rata skor asupan
remaja
f. Metode pendidikan gizi diberikan dengan teknik komunikasi, teknik konseling gizi,
dan materi mengenai isi konseling, yaitu gizi pada remaja, obesitas pada remaja,
dan pengaturan pola makan khususnya asupan serat serta lemak jenuh pada remaja
obesitas. Pada akhir pelatihan konselor diminta untuk melakukan simulasi
konseling. Alat penilaian dalam pendidikan gizi ini berupa kuiesioner yang
bersumber dari siswa/siswi.
g. Pengumpulan data diberikan menjadi 2 tahap, yaitu 4 pertemuan pertama diberikan
materi sesuai dengan materi konseling yang diberikan kepada konselor, yaitu materi
mengenai gizi seimbang pada remaja, obesitas remaja, asupan lemak jenuh pada
remaja obesitas, sedangkan 2 pertemuan lainnya digunakan pengulangan materi
mengenai asupan lemak jenuh, serta memotivasi agar merubah perilaku makannya
khususnya untuk meningkatkan asupan serat dan menurunkan asupan lemak jenuh.
Media komunikasi yang digunakan berupa leaflet.
h. Pengolahan data dan penyimpulan data berdasarkan hasil dari asupan lemak jenuh
yang dikumpulkan kembali selama 3x24 jam menggunakan food recall.
i. Umpan balik dari pendidikan gizi yang dilakukan adalah pengetahuan remaja
mengenai makanan-makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi meningkat
sehingga remaja lebih selektif dalam memilih makanan, selain itu remaja mampu
mengurangi asupan makanan dengan kandungan lemak jenuh tinggi yaitu dengan
mengurangi frekuensi dan jumlah konsumsi makanan-makanan tersebut. Hambatan
yang terjadi selama proses berlangsung adalah subjek mulai tampak jenuh dan tidak
aktif dalam mengikuti proses konseling yang disebabkan oleh model konseling
yang sama serta jarak antara pertemuan materi yang dekat yaitu 2x dalam
seminggu. Maka dari itu, perlunya keterampilan yang baik untuk membangkitkan
suasana konselor terhadap subjek dan pengaturan frekuensi pembelajaran diatur
kembali.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Evaluasi pendidikan gizi merupakan proses menilai yang terkait dengan perubahan
lebih baik dalam meningkatkan status gizi masyarakat jangka panjang dengan
membuat suatu keputusan.
2. Langkah-langkah dalam melakukan evaluasi ialah menentukan tujuan evaluasi,
menentukan bagian apa dari program yang akan dievaluasi, mengumpulkan data awal
(baseline data) , mempelajari tujuan program, menentukan tolak ukur (indicator),
menentukan cara atau metode menilai, alat penilaian, dan sumber datanya,
mengumpulkan data, mengolah dan menyimpulkan data yang didapat, dan menilai
umpan balik (feedback) dan saran-saran tindakan lebih lanjut .
3. Terdapat berbagai macam model evaluasi pendidikan yang digunakan sesuai dengan
kebutuhan
4. Berbagai alat evaluasi pendidikan dapat digunakan antara lain skala bertingkat ,
kuisioner, daftar cocok (Chek list), wawancara, dan pengamatan
5. Point yang perlu diperhatikan dalam evaluasi ada 2 yaitu penilaian terhadap
pencapaian tujuan dan penilaian terhadap proses pelaksanaan
6. Beberapa penelitian mengenai pendidikan gizi dapat mempengaruhi perubahan
tingkat pengetahuan. Hal ini dapat membantu untuk mengurangi atau membantu
dalam menangani kejadian kelebihan berat badan lebih pada remaja
B. Saran
Fasilitas kesehatan diharapkan terus melakukan penilaian ssecara berkala terhadap
status gizi remaja untuk monitoring indeks massa tubuh dan pemberian edukasi gizi dan
kesehatan meningkatkan pengetahuan. Diharapkan pada pemberi materi edukasi memiliki
keterampilan yang dapat membangun motivasi remaja, serta pengaturan frekuensi
konseling sebaiknya dilakukan satu kali dalam seminggu untuk menghindari kebosanan
subjek penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Alberga, A., Sigal, R., Goldfield, G., Prud'Homme, D., & Kenny, G. (2012). Overweight and
obese teenagers: why is adolescence a critical period? Pediatric obesity, 7(4), 261-273.

Arikunto, S. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Azwar, A. (1996) Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Hadisaputro, Soeharyo., Nizar, Muhammad., Suwandono, Agus 2011, Epidemiologi


Manajerial Teori dan Aplikasi, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Kementerian Kesehatan RI, 2013 . Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2018 . Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta : Kemenkes RI.

Lestari Eni, Fillah Fithra Dieny. 2016. Pengaruh Konseling Gizi Sebaya Terhadap Asupan
Serat dan Lemak Jenuh Pada Remaja Obesitas di Semarang. Journal of Nutrition
College, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016. Semarang : Program Studi Ilmu Gizi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Mubarak, W.I., & Chayatin, N. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi.
Jakarta : Salemba Medika

Nurmasyita, Bagoes Widjanarko, Ani Margawati. 2015. Pengaruh intervensi pendidikan gizi
terhadap peningkatan pengetahuan gizi, perubahan asupan zat gizi dan indeks massa
tubuh remaja kelebihan berat badan. Jurnal Gizi Indonesia (ISBN : 1858-4942) Vol. 4,
No. 1, Desember 2015: 38-47. Semarang : Universitas Diponegoro

Nuryanto, Adriyan Pramono , Niken Puruhita, Siti Fatimah Muis. 2014. Pengaruh pendidikan
gizi terhadap pengetahuan dan sikap tentang gizi anak Sekolah Dasar. Jurnal Gizi
Indonesia (ISSN : 1858-4942) Vol. 3, No. 1, Desember 2014: 32-36

Notoatmodjo, Soekidjo 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta

Riskesdas 2010, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes, Jakarta

Safatari Dini B. 2017. Media Konseling Gizi. Makalah. Bandung : Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Bandung

Simbolon Demsa, Windy Tafrieani, Dahrizal. 2018. Edukasi Gizi dan Perubahan Berat Badan
Remaja Overweight dan Obesitas. Jurnal Kesehatan, Volume 9, Nomor 2, Agustus 2018,
hlm 289-294. Bengkulu : Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu

Anda mungkin juga menyukai