Diagnosis
1. Anamnesis
Pada inkontinensia urin, pasien datang dengan keluhan sering tidak dapat
menahan kencing sehingga sering kencing dicelana sebelum sampai ke kamar mandi.
Pasien juga mengatakan kadang saat tertawa terbahak, tanpa sadar terkencingkencing. Sedangkan penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis sebelumnya tidak
ada.
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah mengenali pemicu inkontinensia urin dan
membantu menetapkan patofisiologinya. Selain pemeriksaan fisik umum yang selalu
harus dilakukan, pemeriksaan terhadap abdomen, genitalia, rectum, fungsi neurologis,
dan pelvis (pada wanita) sangat diperlukan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ouslander, tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor yang potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi
kebutuhan klien dan menentukan tipe inkontinensia.
Mengukur sisa urin setelah berkemih, dilakukan dengan cara setelah buang air
kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau menggunakan
pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan kandung
kemih tidak adekuat.
Urinalisis
Dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi adanya faktor
Laboratorium tambahan
Kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium glukosa sitologi.
Tes urodinamik
Untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian bawah.
Radiologi
Pencitraan terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah.