Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Teori
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang
dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam bidang /fungsi produksi,
pemasaran, keuangan, ataupun kepegawaian. Karena manajemen sumber daya
manusia (MSDM) diangggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan
perusahaan.
Dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan, permasalahan yang dihadapi
manajemen bukan hanya terdapat hanya pada bahan mentah, alat-alat kerja,
mesin-mesin produksi, uang dan lingkungan kerja saja, tetapi juga menyangkut
karyawan (sumber daya manusia) yang mengelola factor produksi lainnya
tersebut. Karyawan baru yang belum memiliki keterampilan dan keahlian dilatih,
sehingga menjadi karyawan yang terampil dan ahli. Apabila dia dilatih lebih lanjut
serta diberikan pengalaman dan motivasi serta peningkatan kinerja individu
tersebut dia akan menjadi karyawan yang matang. Pengolahan sumber daya
manusia inilah yang disebut MSDM.
Artinya sebuah perusahaan atau instansi bila ingin mencapai tujuannya
perlu mengedepankan salah satu faktornya, yaitu faktor MSDM. Ukuran modal
manusia dalam sumber daya manusia adalah ukuran-ukuran kinerja MSDM yang
dijelaskan pada bagian selanjutnya.

1.

Dimensi MSDM

13

Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan proses mengatur manusia


dalam organisasi secara umum dan menyeluruh. Tujuan MSDM adalah
menigkatkan kontribusi produktif orang-orang yang ada dalam perusahaan
melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial.
MSDM mendorong para manajer dan tiap karyawannya untuk melaksanakan
strategi yang telah diterapkan oleh perusahaan. Untuk mendukung para pimpinan
yang mengoperasikan departemen-departemen atau unit-unit organisasi dalam
perusahaan. Fungsi manajemen yang berkenaan dengan penarikan, penempatan,
pemberian latihan dan pengembangan anggota-anggota organisasi. Terkait dengan
fungsi MSDM maka penjabaran dari Praktik MSDM itu sendiri dapat dilihat pada
penjelasan berikut ini.
a) Pemberdayaan Dan Pastisipasi.
Partisipasi terdiri dari keterlibatan karyawan dalam manajemen dan
pengambilan keputusan terkait dengan strategi, tujuan dan kebijakan perusahaan.
Menurut Chao et al.(1994), pemahaman karyawan dari nilai-nilai tujuan dan
politik perusahaan mereka yang positif dan signifikan terkait dengan kepuasan
kerja. Dimana pemberdayaan dan partsipasi tersebut merupakan salah satu
variabel penting dalam kepuasan kerja karyawan.
b) Kondisi Pekerjaan.
Kondisi kerja fisik mengandung faktor-faktor tentang pekerjaan seperti
yang nyaman, ventilasi pencahayaan tempat kerja, dan suhu, ruang kerja lebih
besar, lebih baik dan bersih, dan ruang kantor. Faktor-faktor ini mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan karena karyawan menginginkan sebuah lingkungan
kerja yang memberikan kenyamanan lebih secara fisik (Ceylan, 1998). Kondisi

14

kerja yang nyaman bukan berarti karyawan menurun kinerjanya, tetapi malah
sebaliknya.
c) Penghargaan Dan Pengakuan.
Penghargaan dan pengakuan dapat diakui sebagai salah satu faktor kunci
yang terkait dengan kepuasan karyawan. Maurer (2001) menyatakan bahwa
penghargaan dan pengakuan harus dikaitkan dengan keberhasilan organisasi
sebagai akibat dari kepuasan kerja karyawan dan mereka sering dianggap
sebagai salah satu faktor kunci yang mempengaruhi kepuasan karyawan (Jun et
al., 2006).
d) Tim Kerja.
Kerja tim yang efektif dapat memotivasi karyawan dan meningkatkan
kinerja karyawan dan efikasi diri. Meningkatnya motivasi

dan efikasi diri

ini melalui kerja sama tim dapat menjadi sumber otonom karyawan, signifikansi,
ikatan dengan anggota tim dan kepuasan. Sebagai contoh, menurut hasil Rahman
Bullock (2005), loyalitas dan sektor publik karyawan .
e) Pelatihan dan Pengembangan individu.
Pelatihan karyawan memberikan kesempatan

kepada

karyawan

memperluas pengetahuan dan kemampuan mereka untuk kerja sama tim yang
lebih efisien dan mencapai perkembangan individu (Jun et al., 2006). Ketika
pekerja menerima pelatihan pengembangan diri, tingkat kepuasan kerja mereka
lebih tinggi daripada yang tanpa pelatihan. (Saks, 1996).
2. Kepuasan kerja
Kepuasan kerja merupakan konsep praktis yang sangat penting, karena
dapat menentukan keefektifan performa dan kesuksesan dalam bekerja, sementara
kepuasan yang rendah pada organisasi adalah sebagai rangkaian penurunan moral
organisasi. Kepuasan kerja merupakan respon yang efektif terhadap fitur tertentu
dari pekerjaan dan sikap terhadap pekerjaan, loyalitas karyawan adalah respon

15

yang efektif terhadap seluruh organisasi. Bukti empiris menunjukkan bahwa


kepuasan kerja merupakan anteseden loyalitas organisasi karyawan. Ini berarti
bahwa loyalitas organisasi karyawan berkembang dari kepuasan kerja, seperti
yang menengahi efek loyalitas kepuasan terhadap variabel omset (Chen, 2006).
Sehingga dapat dikatakan kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara
harapan seseorang yang timbul berkaitan dengan pekerjaan yang disediakan
sebagai sekumpulan perasaan, kepuasan kerja yang bersifat dinamik. Untuk
mencegah dan menanggulangi berbagai masalah karyawan atau pegawai maka
Ostroff (1992) mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan dan kondisi kerja
yang baik mempunyai hubungan kerja yang signifikan dengan kinerja, selanjutnya
karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya biasanya mereka bekerja lebih
keras dan lebih baik dibanding dengan karyawan yang mengalami stress yang
disebabkan dengan kondisi kerja yang tidak kondusif. Kepuasan kerja dan sikap
karyawan merupakan suatu hal yang penting dalam menentukan perilaku dan
respon terhadap pekerjaan dan melalui perilaku tersebut organisasi yang efektif
dapat tercapai.
3. Loyalitas Kerja
Menurut Allen dan Grisaffe (2001), loyalitas kerja adalah keadaan
psikologis dan ciri hubungan seorang karyawan dengan organisasi tempat mereka
bekerja dan yang memiliki implikasi bagi keputusan mereka untuk tetap bersama
organisasi. Menurut definisi Mathieu dan Zajac (1990), loyalitas berarti sebagai
keterikatan kepada organisasi yang dapat dianggap respons emosional, terutama
ketika pekerja sangat meyakini tujuan organisasi dan nilai-nilai serta memiliki

16

keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan organisasi. Menurut


Becker et al. (1995), loyalitas dapat didefinisikan sebagai keinginan yang kuat
untuk mempertahankan anggota organisasi, kesediaan untuk menghantam pada
upaya tingkat tinggi demi organisasi; dan keyakinan yang pasti dalam diterimanya
nilai-nilai dan tujuan dari organisasi. Dengan demikian, loyalitas ditandai dengan
keinginan yang kuat untuk melanjutkan keanggotaan dari sebuah organisasi, yang
memainkan peran positif dalam retensi anggota dalam organisasi. Loyalitas
organisasi karyawan dapat didefinisikan sebagai "kekuatan relatif identifikasi
individu dengan dan keterlibatan dalam organisasi tertentu" (Wu dan Norman,
2006).
4. Komitmen Karir
Sebelum mencakup dalam komitmen karir, terlebih dahulu dijabarkan
mulai dengan pengertian komitment dalam organisasi dimana memiliki pengertian
sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak organisasi tertentu
serta tujuan tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi tersebut.
Menurut Stephen P. Robbins (2009) didefinisikan bahwa keterlibatan
pekerjaaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang
individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak
organisasi yang merekrut individu tersebut. Robbins juga menyatakan komitmen
karir adalah kondisi atau suatu keadaan dimana seorang karyawan perusahaan
atau instansi memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta
berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut.

17

B. Penelitian Terdahulu.
1. Penelitian yang dilakukan merupakan pengembangan model dari Turki
dengan judul Empirical study of public sector employee loyalty and
satisfaction oleh Turkyilmaz. A et, al (2011) yang melakukan penelitian
tentang kepuasan karyawan dan loyalitas kerja melalui variabel utama
yaitu praktik SDM (HR Praktice). Sampel yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah 220 karyawan Istanbul Branch of a Social
Security Institution di Turki pada tahun 2009. Structural Equation
Modelling (SEM) digunakan untuk menguji model dan hipotesis yang
diajukan dalam penelitian tersebut.
2. Chen D et, al (2011) dengan judul Job and career influences on the
career commitment of health care executives; The mediating effect of job
satisfaction pada bidang health care mengenai komitmen karir. Sampel
yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah 456 karyawan anggota
American College of Healthcare Executives (ACHE) di Taiwan dan
Amerika melalui penyebaran kuesioner via email. PATH ANALYSIS
digunakan untuk menguji model dan hipotesis yang diajukan dalam
penelitian tersebut.
C. Kerangka Penelitian
Untuk mempermudah arah dari penyusunan penelitian ini serta
mempermudah dalam penganalisaan masalah yang dihadapi, maka diperlukan
suatu kerangka pemikiran yang akan memberikan gambaran tahap-tahap
penelitian untuk mencapai suatu kesimpulan. Sekaran (2006) mengemukakan
bahwa kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

18

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah


yang penting. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Sumber: Turkyilmaz et al. (2011) dan Chen.D .et al. (2011)

Gambar II.1
Model Penelitian
Kerangka penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian yang
dilakukan oleh Turkyilmaz. A et al. (2011) dan Chen. D et al. (2011). Adapun
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Praktik MSDM,
Komitmen karir dan Loyalitas serta Kepuasan kerja
D. Pengembangan Hipotesis
Sebelum menjelasakan mengenai perkembangan hipotesis dapat
dikatakan penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Turkyilmaz. A
(2011). Dimana penelitian tersebut merupakan studi empiris antara kepuasan kerja
dan loyalitas kerja yang dipengaruhi oleh Praktik MSDM (Pemberdayaan dan
partisipasi, Kondisi kerja, Penghargaan dan pengakuan, Kerja tim, Pelatihan dan

19

pengembangan individu). Penelitian tersebut kemudian dikembangkan dengan


menambahkan komponen atau varibel baru yaitu komitmen karir, dimana
penelitian dilakukan oleh Chen. D (2011).
Partisipasi terdiri dari keterlibatan karyawan dalam manajemen dan
pengambilan keputusan berkaitan dengan strategi, tujuan dan kebijakan
perusahaan. Menurut Chao et al. (1994), pemahaman karyawan dari nilai-nilai
tujuan dan politik perusahaan mereka secara positif dan signifikan berhubungan
dengan kepuasan kerja. Menurut Brewer et al. (2000), manajer umum harus
mempertimbangkan karyawan dalam pengambilan keputusan proses. Bhatti dan
Qureshi (2007) menunjukkan bahwa karyawan partisipasi dalam kegiatan
organisasi dapat meningkatkan tingkat kepuasan kerja.
Pemberdayaan melibatkan menciptakan nilai bagi karyawan untuk
melakukan pekerjaan mereka secara independen tanpa intervensi terus menerus
dari manajemen (Ampofo-Boateng et al., 1997). Sedangkan Velthouse (1990)
mendefinisikan

pemberdayaan

sebagai

keyakinan

seseorang

dalam

kemampuannya untuk menggunakan pilihan. Tujuan dari pemberdayaan karyawan


adalah untuk mengembangkan kinerja individu dan organisasi dan untuk
membantu karyawan mencapai tujuan mereka dengan otorisasi karyawan untuk
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Karyawan berpikir tentang
pekerjaan mereka sendiri, dan menemukan dan memecahkan masalah yang
berkaitan dengan pekerjaan mereka (Seibert et al, 2004 dan Jun et al, 2006). Dari
sudut pandang karyawan, perasaan pemberdayaan harus memiliki dampak positif

20

pada respon sikap dan kepuasan dari pekerjaan (Snipes et al, 2005.) Dari uraian
tersebut diatas maka disusun hipotesis sebagai berikut:
H1 : Pemberdayaan dan Partisipasi berpengaruh positif pada kepuasan
kerja
Kondisi kerja mengandung faktor-faktor tentang pekerjaan seperti
kenyamanan, ventilasi penerangan tempat kerja, dan suhu, ruang kerja lebih besar,
lebih baik dan bersih, dan ruang kantor. Faktor-faktor ini mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan karena karyawan menginginkan lingkungan kerja yang
memberikan kenyamanan lebih fisik (Ceylan, 1998). Ketika hal ini disediakan
oleh perusahaan, maka kepuasan karyawan akan meningkat. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa rendahnya tingkat kepuasan pekerjaan dapat
diperhitungkan terutama untuk kondisi kerja fisik (Troyer De, 2000). Dengan
kondisi kerja fisik yang terdapat tekanan yang tinggi suatu kondisi kerja yang
nyaman mampu meningkatkan kinerja karyawan, karena merasa mendapat
dukungan dari organisasi. Sehingga dari uraian diatas hipotes yang dapat disusun
adalah
H2 : Kondisi kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Penghargaan dan pengakuan dapat diakui sebagai salah satu faktor
kunci

yang

berhubungan

dengan

kepuasan

karyawan.

Maurer

(2001)

menunjukkan bahwa penghargaan dan pengakuan harus dikaitkan dengan


keberhasilan organisasi sebagai akibat dari kepuasan kerja karyawan dan mereka

21

sering dianggap sebagai salah satu faktor kunci yang mempengaruhi kepuasan
karyawan (Jun et al., 2006).
Penelitian Pascoe et al. (2002) menunjukkan bahwa kurangnya
pengakuan dan penghargaan eksternal untuk pekerjaan seseorang terutama dalam
kebajikan sistem karena aturan dan peraturan terutama mengantisipasi pengawas
dari menawarkan "hadiah dorongan" pengakuan terhadap tugas dengan baik.
Dengan kata lain, kurangnya pengakuan yang tepat dan bermanfaat menurunkan
kepuasan kerja karyawan. Oleh karena itu, pengelolaan lembaga organisasi harus
mengembangkan sistem untuk memberikan penghargaan dan pengakuan untuk
pekerjaan baik dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
H3 : Penghargaan dan pengakuan berpengaruh positif pada kepuasan kerja
Tim Kerja yang efektif akan memotivasi karyawan dan meningkatkan
kinerja karyawan dan self-efficacy. Ini motivasi meningkat dan efektivitas diri
melalui kerja sama tim dapat menjadi sumber otonomi karyawan, signifikansi,
ikatan dengan anggota tim dan kepuasan. Sebagai contoh, menurut hasil dari
Rahman dan Bullock (2005) survei dilakukan dengan perusahaan manufaktur di
Australia dan Selandia Baru, penggunaan tim memiliki hubungan positif
bermakna dengan semangat kerja karyawan. Kami berharap hubungan positif
yang sama antara tim kerja yang efektif dan kepuasan karyawan di sektor publik.
H4 : Tim Kerja berpengaruh positif pada Kepuasan Kerja
Pelatihan karyawan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
memperluas pengetahuan dan kemampuan mereka sehingga kerja sama tim lebih
22

efisien dan mencapai peningkatan kemampuan individu (Jun et al., 2006). Ketika
pekerja menerima pelatihan pengembangan diri maka tingkat kepuasan kerja
mereka setingkat lebih tinggi daripada mereka yang tidak mendapat pelatihan
(Saks, 1996). Juga pernyataan oleh Martensen dan Gronholdt (2001) menemukan
bahwa pengembangan kompetensi individu melalui berbagai program pelatihan
memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan karyawan. Ketika karyawan
menghadiri program pelatihan, maka mereka mendapatkan rasa percaya diri untuk
melakukan pekerjaan mereka, selain itu mereka juga melihat kesempatan
pengembangan karir dan berpikir bahwa perusahaan atau organisasi mereka telah
berinvestasi di dalam pelatihan dan pengembangan tersebut (Jun et al., 2006).
Sebagai hasilnya dari situasi yang positif tersebut, sehingga kepuasan karyawan
meningkat. Dengan demikian, hipotesis disusun adalah sebagai berikut:
H5 : Pelatihan dan pengembangan individu berpengaruh positif pada
Kepuasan kerja
Komitmen Karir ditemukan berkorelasi positif dengan kepuasan kerja
(Goulet dan Singh, 2002). Ketika karyawan puas dengan sifat pekerjaan itu
sendiri, puas dengan supervisor dan rekan kerja, dan memandang kebijakan
membayar saat ini dan kesempatan masa depan untuk promosi dalam organisasi
mereka untuk menjadi yang memadai, mereka umumnya akan puas dengan
pekerjaan mereka saat ini, dan sehingga komitmen yang tinggi dapat diharapkan.
Beberapa studi menunjukkan bahwa efek dari berbagai anteseden komitmen karir
dimediasi melalui kepuasan kerja (Rhodes dan Doering, 1983).

23

Demikian pula pernyataan Farrell dan Rusbult (1981) dijelaskan


kepuasan kerja sebagai variabel intervening untuk menjadi fungsi imbalan dan
biaya yang berkaitan dengan pekerjaan, dengan komitmen kerja yang dihasilkan
dari kepuasan kerja, investasi, dan alternatif. Rusbult dan Farrell (1983)
menemukan dukungan untuk model mereka dalam penyelidikan longitudinal
dengan perawat dan akuntan dan, dengan demikian, mengidentifikasi kepuasan
sebagai anteseden komitmen. Namun, Rusbult dan Farrell (1983) model
didasarkan pada komitmen perilaku berorientasi, sedangkan penelitian ini
mengambil fokus sikap. Namun, yang lain telah menemukan bahwa kepuasan
kerja tidak menengahi efek dari anteseden lain pada komitmen, melainkan ini
anteseden mempengaruhi komitmen karir langsung (Goulet dan Singh, 2002).
H6 : Kepuasan kerja berpengaruh positif pada Komitmen karir
Menurut definisi Mathieu dan Zajac (1990), loyalitas berarti sebagai
lampiran kepada organisasi yang dapat dianggap respons emosional, terutama
ketika pekerja sangat meyakini tujuan organisasi dan nilai-nilai dan memiliki
keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan organisasi. Menurut
Becker et al., (1995), loyalitas dapat didefinisikan sebagai keinginan yang kuat
untuk mempertahankan anggota organisasi, kesediaan untuk menghantam pada
tingkat tinggi upaya demi organisasi; dan keyakinan yang pasti dalam dan
diterimanya nilai-nilai dan tujuan dari organisasi. Dengan demikian, loyalitas
ditandai dengan keinginan yang kuat untuk melanjutkan keanggotaan dari sebuah
organisasi, yang memainkan peran positif dalam retensi anggota dalam organisasi.
Loyalitas organisasi karyawan dapat didefinisikan sebagai "kekuatan relatif
24

identifikasi individu dengan dan keterlibatan dalam organisasi tertentu" (Wu dan
Norman, 2006).
H7 : Kepuasan kerja berpengaruh positif pada Loyalitas Kerja

25

Anda mungkin juga menyukai