Pembimbing :
dr. Thianti Sylviningrum, M.Pd.Ked, MSc., Sp. KK.
Disusunoleh :
Susanti
G4A015067
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
MORBUS HANSEN TIPE MULTI BASILER
Disusunoleh :
Susanti
G4A015067
Pembimbing
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Agama
Tanggal Pemeriksaan
No. CM
: Ny. E
: Perempuan
:42 tahun
:Tayemtimur RT 001/004 Karangpucung
: Ibu rumah tangga
:Islam
:25 Juni 2016
:00244286
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
: jari-jari tangan dan kaki menghitam
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan dari RSUD Majenang datang ke Klinik Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada tanggal 24
Juni 2016 dengan keluhan jari-jari pada kedua tangan dan kaki
menghitam disertai dengan luka. Keluhan kehitaman pada jari-jari tangan
hingga sebatas pergelangan tangan, sedangkan pada jari-jari kaki hingga
sebatas tungkai bawah dan sedikit pada tungkai atas.Keluhan muncul
sejak 6 hari yang lalu dan semakin berat.Keluhan sangat mengganggu
pasien hingga pasien sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari.Pasien
sudah menjalani pengobatan di RSUD Majenang selama 5 hari tetapi
keluhan tidak membaik.
Menurut keterangan pasien, pasien pernah menjadi tenaga kerja
wanita di Singapura 16 tahun yang lalu selama 2 tahun.Enam tahun yang
lalu pasien pernah mengalami demam tinggi disertai dengan munculnya
lenting-lenting pada kedua kulit kaki hingga tungkai dan kemudian
menyebar ke kedua tangan serta wajah.Lenting-lenting tidak terasa gatal
maupun nyeri.Sejak 6 tahun yang lalu, pasien mengalami kerontokan
pada kedua alisnya.Hidung pasien sempat membesar sebesar buah jambu
air kemudian mengempis dan timbul perdarahan. Demam kemudian turun
dan keluhan lain membaik.
Enam hari yang lalu pasien mengalami demam tinggi sehingga
dirawat di RSUD Majenang.Selama 5 hari perawatan, pasien mengaku
jari-jari pada keempat anggota geraknya menjadi biru dan kemudian
Kepala
: Lemah
: Compos mentis
: BB :54 kg
TB :150 cm
IMT : 24 kg/m2 (normoweight)
:120/80 mmHg
Nadi :88 x/menit
RR
:20 x/menit
Suhu :36,6oC
:Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata
Vital sign
: TD
Telinga
Mulut
Tenggorokan
Thorax
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
: deformitas (
baal (
pusing, dan juga kerontokan pada kedua alis. Pasien pernah menjadi
tenaga kerja wanita di Singapura selama 2 tahun sekitar 16 tahun yang
lalu.
2. Riwayat keluhan yang sama, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal, maupun alergi disangkal.
3. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama, hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, maupun alergi disangkal.
4. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa madarosis silia,
deformitas dan bekas perdarahan pada hidung, terdapat deformitas pada
keempat ekstremitas disertai dengan edema dan perasaan baal.
5. Status dermatologispada regio manus dextra et sinistra, femur dextra et
sinistra, cruris dextra et sinistra, serta pedis dextra et sinistra terdapat
makula hiperpigmentasi multiple, polimorfik, difus di atas kulit yang
eritem, disertai erosi, ekskoriasi, serta krusta kekuningan.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tabel 1.1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 24 Juni 2016 di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Pemeriksaan
Hasil
Interpretasi
Hemoglobin
5,2 gr/dL
Low
Leukosit
8340 U/L
Normal
Hematokrit
17 %
Low
Eritrosit
2,5.10^6/uL
Low
Trombosit
81.000/uL
Low
Total protein
8,37 gr/dL
High
Globulin
6,64 gr/dL
High
Albumin
1,73 gr/dL
Low
SGOT
54 U/L
High
SGPT
14 U/L
Low
Ureum darah
70,6 mg/dL
High
Kreatinin
1,16 U/L
Normal
2. Pemeriksaan mikrobiologi (pada telinga kanan, telinga kiri, tangan kanan,
dan tangan kiri)
a) BTA (+)
b) Leukosit (+)
c) Epitel (+)
F. Diagnosis Kerja
Morbus Hansen tipe Multi Basiler
Anemia berat
G. Tatalaksana
1. Nonmedikamentosa
a. Bed rest
b. Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakit kusta.
c. Mencegah iritasi pada daerah yang hipestesi
d. Menjaga kebersihan kulit
e. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan yang
bergizi.
f. Menjelaskan kepada pasien tentang penularan, pengobatan dan
komplikasi penyakit kusta.
g. Meminta anggota keluarga pasien untuk memonitor pasien minum
obat.
2. Medikamentosa
a. IVFD RL 20 tpm
b. MDT MB selama 12-18 bulan
1) Hari ke-1
a) Rifampisin tablet 600 mg dosis tunggal (diminum 1x/bulan di
depan petugas kesehatan)
b) Dapsone tablet 100 mg dosis tunggal (diminum 1x/bulan di
depan petugas kesehatan)
c) Clofazimine kaplet 100 mg dosis tunggal (diminum 1x/bulan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
H. Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
Quo ad kosmetikum
:dubia ad bonam
:dubia ad malam
:dubia ad bonam
: dubia ad malam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa India, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum.Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun
1874 menemukan kuman penyebab kusta, sehingga penyakit ini disebut
Morbus Hansen.Kusta adalah penyakit infeksi granulomatous
kronik
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium
leprae,
100%.Tipe
atau
antara
campuran,
Ti
dan
berarti
Li
disebut
campuran
tipe
antara
10
sedang
BL
dan
Li
lebih
banyak
menjadi
multibasilar
(MB)
dan
pausibasilar
membuat Indonesia menjadi salah satu Negara di dunia yang dapat mencapai
eliminasi kusta sesuai target yang ditetapkan oleh World Health Organisation
yaitu tahun 2000.
D. Etiologi dan Faktor Risiko
Kuman penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan
oleh G. A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. Mycobacterium
11
leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 m x 0,5m, tahan asam dan
alkohol, berjenis Gram positif. Di luar tubuh dapat hidup selama 2-9
hari.Masa pembelahan atau generation time rata-rata 20 hari (Kosasihet
al., 2011).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit
kusta, antara lain (Smith, 2011):
1. Ras
Ras Asia terutama negara tropis seperti Indonesia merupakan daerah
endemik kusta.
2. Jenis Kelamin
Kusta pada umumnya lebih sering mengenai pria daripada wanita dengan
perbandingan 1,5 : 1.
3. Usia
Kusta dapat mengenai semua orang pada semua usia, tetapi pada
umumnya di negara berkembang termasuk Indonesia, anak-anak usia di
bawah 10 tahun lebih rentan terkena kusta. Kusta jarang mengenai
infants, namun dapat berisiko tinggi pada ibu hamil yang menderita kusta
pada tipe tertentu.
E. Patofisiologi
M. leprae masuk ke dalam lapisan kulit dimana terdapat
phenolicglycolipid-1 (PGL-1) PGL-1 + laminin 2 di lamina basalis pada
akson sel Schwann di SST demyelinisasi sel Schwann M.leprae
bergabung dengan ikatan demyelinisasi sel Schwann demyelinisasi
menjadi cepat kompleks cell-mediated immunity inflamasi sitokin
IL-2, IL-12, IFN manifestasi klinis lepra (Stephenet al., 2006).
Prinsip transmisi dari kusta adalah lewat udara yang
tersebar dari sekresi nasal yang terinfeksi ke mukosa nasal
dan mulut.Kusta secara umum tidak disebabkan oleh kontak
langsung dari kulit yang intak. Periode inkubasi dari kusta
adalah 6 bulan hingga 40 tahun atau lebih, dengan rata-rata
4 tahun untuk tipe tuberkuloid dan 10 tahun untuk tipe
lepromatous (Lewis, 2010).
Area yang sering terkena kusta adalah saraf perifer
superfisial, kulit, membran mukosa dari saluran napas atas,
12
ruang
anterior
merupakan
mata,
bagian
dan
yang
testis.Area-area
dingin
dari
tersebut
tubuh
(Lewis,
dan
kerusakan
saraf.Afinitas
pada
sel
Schwann,
klinis
dari
kusta.Cell-mediated
immunity
ke
arah
tuberkuloid,
sedangkan
SIS
rendah
menghancurkan
kuman
kemudian
kuman
imunitas
selular
tinggi
sehingga
makrofag
sel
datia
Langhans.Massa
epiteloid
dapat
13
yang
progresif,
cuping
telinga
menebal,
facies
dapat
terjadi
pada
kusta,
dibagi
berdasarkan
16
arkus pedis. Gejala pada kerusakan n. fasialis adalah cabang temporal dan
zigomatik menyebabkan lagoftalmus dan cabang bukal, mandibular serta
servikal
menyebabkan
kehilangan
ekspresi
wajah
dan
kegagalan
mata
pada
kusta
dapat
primer
dan
sekunder.
Primermengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat
mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan oleh rusaknya n.
facialis yang menyebabkan paralisis orbikularis palpebrarum sebagian atau
seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya, menyebabkan
kerusakan bagian-bagian mata lainnya. Secara sendiri atau bersama-sama
akan menyebabkan kebutaan.Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit
yang terdiri atas kelenjar keringat, minyak dan folikel rambut dapat
mengakibatkan kulit kering dan alopesia.Pada tipe lepromatous dapat timbul
ginekomastia akibat gangguan keseimbangan hormonal dan oleh karena
infiltrasi granuloma pada tubulus seminiferus testis(Kosasih et al., 2011;
Lewis, 2010).
Kusta histioid, merupakan variasi lesi pada tipe lepromatous yang
titandai dengan adanya nodus yang berbatas tegas, dapat juga berbentuk
nodus yang berbatas tegas, dapat juga berbentuk plak.Bakterioskopik positif
tinggi. Umumnya timbul sebagai kasus relapse sensitive atau relape resistent.
Relapse sensitive terjadi bila penyakit kambuh setelah menyelesaikan
pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dapat terjadi oleh karena
kuman yang dorman aktif kembali atau pengobatan yang diselesaikan tidak
adekuat, baik dosis maupun lama pemberiannya(Kosasih et al., 2011; Lewis,
2010).
Gejala pada reaksi kusta tipe I adalah perubahan lesi kulit, demam
yang tidak begitu tinggi, gangguan konstitusi, gangguan saraf tepi, multiple
small satellite skin makulopapular skin lesion dan nyeri pada tekan
saraf.Reaksi kusta tipe I dapat dibedakan atas reaksi ringan dan berat.Pada
reaksi kusta tipe II adalah neuritis, gangguan konstitusi, dan komplikasi organ
17
tubuh.Reaksi kusta tipe II juga dapat dibedakan atas reaksi ringan dan
berat(Kosasih et al., 2011; Lewis, 2010).
Fenomena lucio berupa plak atau infiltrat difus, merah muda, bentuk
tidak teratur, dan nyeri.Lesi lebih berat tampak lebih eritematosa, purpura,
bula, terjadi nekrosis dan ulserasi yang nyeri.Lesi lambat sembuh dan
terbentuk jaringan parut.Dari hasil histopatologi ditemukan nekrosis
epidermal iskemik, odem, proliferasi endotelial pembuluh darah dan banyak
basil M.leprae di endotel kapiler(Kosasih et al., 2011; Lewis, 2010).
Eritema nodosum lepromatous (ENL), timbul nodul subkutan yang
nyeri tekann dan meradang, biasanya dalam kumpulan.Setiap nodul bertahan
selama satua atau dua minggu tetapi bisa timbul kumpulan nodul baru.Dapat
terjadi demam, limfadenopati, dan arthralgia (Kosasih et al., 2011; Lewis,
2010).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Histopatologi
Pemeriksaan ini membutuhkan potongan jaringan yang didapat
dengan cara biopsi dengan pisau atau punch. Jaringan yang telah
dipotong dimasukkan ke dalam larutan fiksasi (formalin 10% atau
formalin buffer) supaya menjadi keras dan sel-selnya mati.Selanjutnya
dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pengolahan dan pemeriksaan
(Kosasih et al., 2011).
2. Pemeriksaan bakterioskopik
Pemeriksaan bakterioskopik
digunakan
untuk
membantu
18
dapat
bersifat
spesifik
terhadap
M.
leprae,
yaitu
19
22
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis penyakit kusta pada kasus ini didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan
anamnesis diketahui bahwa pasien adalah seorang perempuan berusia 42
tahun yang datang ke Klinik Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo dengan keluhan jari-jari pada kedua tangan dan kaki menghitam
sejak 6 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan luka yang terasa kebas,
namun terkadang terasa nyeri.Keluhan dirasakan sangat mengganggu hingga
pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari.Pasien sudah menjalani
pengobatan di RSUD Majenang selama 5 hari tetapi keluhan tidak kunjung
membaik. Pasien memiliki riwayat demam tinggi, muncul lenting-lenting
pada keempat anggota gerak dan wajah, muntah darah, hidung membesar
disertai perdarahan, pusing, dan juga kerontokan pada kedua alis. Pasien
pernah menjadi tenaga kerja wanita di Singapura selama 2 tahun sekitar 16
tahun yang lalu.
Dari pemeriksaan
fisik
didapatkan
adanya
kelainan
berupa
konjungtiva anemis pada kedua mata, kerontokan pada alis kedua mata,
deformitas pada hidung yang disertai dengan bekas perdarahan,dan adanya
deformitas serta edema pada keempat ekstremitas. Adapun kelainan kulit
yang didapatkan pada regio manus dextra et sinistra, femur dextra et sinistra,
cruris dextra et sinistra, serta pedis dextra et sinistra berupa makula
23
ekskoriasi,
serta
krusta
kekuningan.
Selanjutnya
dilakukan
dan
pemeriksaan
c.
d.
e.
f.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Morbus Hansen atau lepra atau kusta adalah suatu penyakit infeksi
granulomatous kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang
25
terutama mengenai kulit, sistem saraf perifer, namun juga dapat terjadi
pada sistem pernapasan bagian atas, mata, kelenjar getah bening, testis,
dan sendi-sendi.
2. Diagnosis morbus Hansen tipe multibasiler dan anemia berat pada pasien
E ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan.
3. Tatalaksana pada pasien E meliputi tatalaksana nonmedikamentosa dan
medikamentosa sesuai dengan pedoman penatalaksanaan kusta tipe
multibasiler.
4. Umumnya kusta tidak menimbulkan kematian, namun apabila penyakit ini
tidak dideteksi dan ditatalaksana sejak dini, akan menimbulkan suatu
kecacatan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
26
27