Oleh :
Nur Istianah (H1A012042)
Rizka Naniek Natsir (H1A012051)
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi neonatal menunjukkan ciri khas yang tidak ditemukan pada usia kehidupan
yang lain. Sepsis neonatorum adalah infeksi sistemik oleh sebab masuknya kuman ke dalam
tubuh disertai manifestasi klinis yang terjadi pada neonatus. Neonatus, terutama bayi kurang
bulan mempunyai pertahanan fisik yang lemah dan fungsi imunitas yang imatur, sehingga
menyebabkan rentan terhadap invasi bakteri (yang secara normal hanya merupakan bakteri
komensal).Sepsis neonatorum merupakan salah satu penyebab tersering pada neonatus untuk
dirawat di rumah sakit dan kematian neonatus baik di negara berkembang maupun negara
maju. Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup, dan mencapai
13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat <1500 gram. Angka kematian 1350%, terutama pada bayi prematur (5-10 kali kejadian pada neonatus cukup bulan)
danneonatus dengan penyakit berat dini. Diperkirakan lebih dari 20% neonatus menderita
sepsis yang menyokong 30-50% dari total kematian di negara berkembang. Angka kematian
neonatus di Asia Tenggara dilaporkan 39 per 1000 kelahiran hidup. Sepsis dapat disebabkan
oleh berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri Gram positif maupun negatif, virus,
parasit dan jamur. Sepsis neonatorum dapat dibedakan atas sepsis neonatorum awitan dini
pada neonatus berusia <72 jam, dan awitan lambat pada neonatus berusia >72 jam.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sepsis Neonatorum
Definisi
Sepsis Neonatorum adalah sindrom klinis yang timbul akibat invasi mikroorganisme
ke dalam aliran darah yang timbul pada 1 bulan pertama kehidupan.1
Klasifikasi
Sepsis neonatorum dibedakan menjadi:
1. sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) : Terjadi pada usia 72 jam
2. sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) : Terjadi pada usia > 72 jam
SNAD biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari ibu, baik dalam
masa kehamilan maupun selama proses persalinan.
SNAL Dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat selama proses persalinan
tetapi manisfestasinya lambat ( setelah 3 hari) atau biasanya terjadi pada bayi-bayi yang
dirawat di rumah sakit ( infeksi nosokomial ). Perjalanan penyakit SNAD biasanya lebih
berat, dan cenderung menjadi fulminan yang dapat berakhir dengan kematian.1,2
Epidemiologi
Angka kejadian di Asia Tenggara berkisar 2,4 -16 per 1000 kelahiran hidup, di
Amerika Serikat 1 8 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Divisi Perinatologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM (th. 2003) sebesar 56,1 per 1000 kelahiran
hidup.Angka kejadian meningitis neonatorum yang merupakan komplikasi serius dari sepsis
neonatorum, berkisar antara 1 diantara 4 kasus sepsis neonatorum. 2
Etiologi
Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal dari traktus genitalia maternal. Berbagai
jenis bakteri dapat ditemukan di dalam traktus genitalia maternal, namun hanya beberapa
yang sering menyebabkan infeksi pada neonatus, sedangkan pada ibu tidak menyebabkan
penyakit. Bakteri penyebab SNAL umumnya merupakan bakteri yang berasal dari rumah
sakit
(nosokomial)
seperti
Staphylococcus
coagulase-negatif,
Enterococcus
dan
dan Listeria
reaksi
inflamasi atau antiinflamasi, homeostasis tidak dapat tercapai. Bila reaksi inflamasi lebih
dominan akan terjadi renjatan dan disfungsi organ. Sebaliknya bila reaksi antiinflamasi
berlebihan akan terjadi supresi terhadap sistem imun. Bila keadaan makin berat akan terjadi
renjatan akibat menurunnya perfusi dan transport oksigen ke jaringan dan berakhir dengan
kematian.3,4
Respon Inflamasi terhadap Sepsis
Sepsis
merupakan
respon
inflamasi
sistemik
berat
terhadap
infeksi
lain
aplastik,mielofibrosis
yang
menyebabkan
(penggantian
unsur-unsur
trombositopenia
adalah
anemia
sumsum
dengan
jaringan
tulang
penting bagi sel darah merah dalammenjalankan fungsinya untuk menghantarkan oksigen
hingga sirkulasimikrovaskular. Kemampuan ini dikarenakan oleh bentuk eritrosit dan
adanyakomponen elastik pada struktur korteks membran eritrosit.24,25 Sel eritrosit
normalyang
matang
berbentuk
lempeng
bikonkaf,
tidak
mengandung
inti
sel,
denganketebalan 2-3 mikrometer (m), dengan diameter 6-8 m, dan volume sel rata-rata90
fL. Struktur korteks membran sel eritrosit mengandung komponen spektrin yangberbentuk
seperti jaring yang memberikan resistensi saat terjadi deformitas eritrosit.Secara skematik,
bentuk dan struktur membran eritrosit dapat dilihat pada gambar5,6 :
Gambaran klinis
Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik dan berhubungan dengan karakteristik
kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman, seperti1,2 :
-
Perubahan tonus
Kelainan pada kulit : perfusi perifir buruk, sianosis, mottling, pucat, petikie, rash,
ikterus, sklerema
Pendekatan klinis
Pendekatan diagnosis dapat dilihat pada algoritme tatalaksana sepsis neonatorum
Faktor risiko sepsis neonatorum
Usia
1 hari
3 hari
7 hari
14 hari 1 bulan
IT Ratio
0,16
0,12
0,12
0,12
0,12
grup B dan E. coli. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bila hasil kultur negatif atau
dikhawatirkan negatif karena pemberian antibiotika maternal intrapartum.8
Urine
Urine dikumpulkan secara pungsi buli-buli. Dicurigai adanya infeksi bila :
-
Cairan serebrospinal
Diduga adanya meningitis bila terdapat :
-
Foto thorax
Dikerjakan untuk melihat kemungkinan adanya pnemonia
Kultur
Darah, cairan serebrospinal, urine dan feses
Tatalaksana
Pemilihan antibiotika untuk terapi inisial mengacu pada jenis kuman penyebab
tersering dan pola resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan.
Sebagai initial terapi digunakan cefotaxime, dengan dosis:
-
segera setelah didapatkan hasil kultur darah maka jenis antibiotika disesuaikan dengan kuman
penyebab dan pola resistensinya.
Lama pemberian antibiotika :
-
Amphotericin B ( Liposomal )
Dosis = 1 mg/kg/hari, dapat ditingkatkan 1 mg/kg perharinya sampai dengan
maksimal 3mg/kg/hari.
Bila no. 1 sulit didapat, dapat diganti amphotericin B dosis 0,25mg/kg/hari sampai
dengan maksimal 1mg/kg/hari.
= 24 jam
Tatalaksana non-konvensional9
Imunoglobulin intravena
Imunoglobulin intravena untuk profilaksis maupun terapi SNAD saat ini belum
bdianjurkan untuk diberikan secara rutin. Banyak penelitian mengenai hal ini menggunakan
jumlah sampel yang kecil, dan belum ada sediaan imunoglobulin yang spesifik.Beberapa efek
samping dan komplikasi telah dilaporkan seperti infeksi, hemolisis dan supresi kekebalan
tubuh pada pemberian imunoglobulin hiperimun. Pada kondisi-kondisi tertentu seperti sepsis
yang berat atau infeksi berulang pada neonatus kurang bulan, ada peneliti yang menganjurkan
pemberian imunoglobulin intravena dengan dosis 500-1000 mg/kg/kali setiap dua minggu.
Transfusi FFP ( Fresh Frozen Plasma )
FFP mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain seperti C-reactive protein
dan fibronectin. Antibodi bayi baru lahir terbatas pada spesifikasi yang dihasilkan oleh
ibunya,
antibodi protektif, namun dalam dosis 10 mL/kg, jumlah antibodi tidak adekuat untuk
mencapai kadar proteksi pada tubuh bayi. Pada pemberian secara kontinu ( seperti 10 mL/kg
setiap 12 jam ) maka kadar proteksi dapat tercapai.
Transfusi sel darah putih
Transfusi sel darah putih sebagai terapi ajuvan pada SNAD dan infeksi neonatal
umumnya masih dalam tahap uji coba dan belum dianjurkan penggunaannya.Hanya beberapa
pusat kesehatan di Amerika Serikat yang mampu mengisolasi granulosit untuk sediaan
transfusi. Transfusi granulosit juga potensial mempunyai komplikasi seperti infeksi dan
reaksi transfusi, di samping biaya tinggi dan teknik pembuatan yang sulit.
Pemberian G-CSF dan GM-CSF
Akhir-akhir ini banyak peneliti mempelajari colony-stimulating factor, yaitu suatu
protein spesifik yang penting untuk proliferasi dan differensiasi sel progenitor granulosit serta
mempengaruhi fungsi granulosit matang. Saat ini terdapat 2 jenis protein tersebut yang
banyak diteliti berkaitan dengan infeksi pada neonatus, yakni granulocyte stimulating factor
(G-CSF) dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Suatu penelitian
melaporkan peningkatan jumlah neutrofil absolut, eosinofil, monosit,limfosit dan trombosit
dengan pemberian GM-CSF rekombinan pada neonatus yang sepsis. Namun demikian masih
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguji efektivitas terapi ini.
Transfusi tukar
Secara teoritis, transfusi tukar dengan menggunakan whole blood segar pada sepsis
neonatorum bertujuan (1) mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta
mediator-mediator penyebab sepsis (2) memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan
meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah dan (3) memperbaiki sistem imun dengan
adanya tambahan neutrofil dan berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah
Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain meningitis yang dapat menyebabkan
terjadinya hidrosefalus dan/ atau leukomalasia periventrikular. Komplikasi acute respiratory
distress syndrome (ARDS) dan syok septik dapat dijumpai pada pasien sepsis neonatorum.
Komplikasi lain adalah berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti tuli dan/
atau toksisitas pada ginjal, komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit
neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental bahkan
sampai menimbulkan kematian.3,4
Prognosis
Dengan diagnosis dan pengobatan dini, bayi dapat terhindar dari sepsis yang
berkepanjangan; namun bila tanda klinis dan/atau adanya faktor risiko yang berpotensial
menimbulkan infeksi tidak terdeteksi, maka angka kesakitan dan kematian dapat meningkat.
Gejala sisa neurologis timbul pada 15-30% neonatus dengan meningitis.
3,4
Prognosis pasien
adalah lebih baik bila diagnosis dilakukan lebih dini dan terapi yang diberikan tepat. Angka
kematian dapat meningkat bila tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum
tidak dapat dikenali dengan baik. Rasio kematian pada sepsis neonatorum dua sampai empat
kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan.
2.2 Ulkus
Definisi
Ulkus adalah ekstravasi yang berbentuk lingkaran maupun ireguler akibat dari
hilangnya epidermis dan sebagian atau seluruh dermis.10
Patofisiologi Ulkus
Komposisi jaringan lunak bervariasi pada satu anggota tubuh dengan anggota tubuh
lainnya sehingga pada aktivitas normal dapat melakukan adaptasi pada tekanan yang beragam
tanpa terjadi kerusakan. Kolagen dan elastin merupakan dua komponen yang memperkuat
jaringan lunak. Secara fisiologis, jaringan mengalami tekanan yang berlebihan maka akan
memicu sel saraf untuk mengirimkan impuls ke otak. Tekanan yang berlebihan akan diartikan
sebagai nyeri sehingga tubuh akan berespon untuk mengistirahatkan daerah tersebut.11
Respon lokal yang terjadi di jaringan tersebut berupa pelepasan fibrin, neutrofil,
platelet, dan plasma beserta peningkatan aliran darah yang menyebabkan edema. Edema
ternyata dapat menekan pembuluh kapiler yang menyuplai nutrisi sehingga jaringan dapat
mengalami kematian. Kematian jaringan ini justru akan semakin meningkatkan pelepasan
mediator inflamasi. Kulit memberikan tekanan internal untuk mengeluarkan akumulasi sel-sel
debris dan radang tersebut. 11
suppurating lesion on the skin or an internal mucosal surface of the body, as in the
duodenum,
resulting
in
necrosis
of
the
tissue).
Dorland's
Medical
Dictionary
menggambarkan bahwa ulkus (Latin, ulcus; Yunani, heliosis) adalah suatu kerusakan pada
permukaan organ atau jaringan yang terjadi akibat inflamasi jaringan nekrosis.19
Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) tahun 1989, ulkus
dekubitus adalah suatu daerah tertekan yang tidak nyeri dengan batas yang tegas, biasanya
batas penonjolan tulang, yang mengakibatkan terjadi iskemik, kematian sel dan nekrosis
jaringan. (As an area of unrelieved pressure over a defined area, usually over a bony
prominence, resulting in ischemia, cell death, and tissue necrosis).19
Terbentuknya ulkus dekubitus dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi tekanan yang
menyebabkan iskemik adalah penyebab utama. Setiap jaringan mempunyai kemampuan
untuk mengatasi terjadinya iskemik akibat tekanan, tetapi tekanan yang lama dan melewati
batas pengisian kapiler akan menyebakan kerusakan jaringan yang menetap.12,13,
Penyebab ulkus dekubitus lainnya adalah kurangnya mobilitas, kontraktur, spastisitas,
berkurangnya fungsi sensorik, paralisis, insensibilitas, malnutrisi, anemia, hipoproteinemia,
dan infeksi bakteri. Selain itu, usia yang tua, perawatan di rumah sakit yang lama, orang yang
kurus, inkontinesia urin dan alvi, merokok, penurunan kesadaran mental dan penyakit lain
(seperti diabetes melitus dan gangguan vaskuler) akan mempermudah terjadinya ulkus
dekubitus.15,16
Tabel 1. Klasifikasi Bakteri pada Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak1
Patofisologi
Ulkus dekubitus dapat terbentuk karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Allman (1989), Anthony (1992) dan Brand (1976) membagi mekanisme terbentuknya ulkus
dekubitus berdasarkan faktor yang mempengaruhinya menjadi patomekanikal dan
patofisilogi.12,15,19,21
a.
Patomekanikal
diphosphat (ADP), hidrogen dan asam laktat akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Reaksi kompensasi sirkulasi akan tampak sebagai hiperemia dan reaksi tersebut masih
efektif bila tekanan dihilangkan sebelum periode kritis terjadi yaitu 1-2 jam. Suatu
penelitian histologis memperlihatkan bahwa tanda-tanda kerusakan awal terjadi di dermis
antara lain berupa dilatasi kapiler dan vena serta edema dan kerusakan sel-sel endotel.
Selanjutnya akan terbentuk perivaskuler infiltrat, agregat platelet yang kemudian
berkembang menjadi hemoragik perivaskuler. Hal yang menarik, pada tahap awal ini, di
epidermis tidak didapatkan tanda-tanda nekrosis oleh karena sel-sel epidermis memiliki
kemampuan untuk bertahan hidup pada keadaan tanpa oksigen dalam jangka waktu yang
cukup lama. Selain itu, perubahan patologis oleh karena tekanan eksternal tersebut terjadi
lebih berat pada lapisan otot daripada pada lapisan kulit dan subkutaneus. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Daniel dkk (1981) yang mengemukakan bahwa iskemia primer terjadi
pada otot dan kerusakan jaringan kulit terjadi kemudian sesuai dengan kenaikan besar dan
lamanya tekanan12,15,19,21
Pada tahun 1930, Land melakukan mikroinjeksi pada cabang arteriol dari kapiler pada
jari manusia untuk mempelajari tekanan darah kapiler. Dia melaporkan bahwa tekanan
darah arteriol sekitar 32 mmHg, tekanan darah pada midkapiler sebesar 22 mmHg dan
tekanan darah pada venoul sebesar 12 mmHg. Tekanan pada arteriol dapat meningkat
menjadi 60 mmHg pada keadaan hiperemia.19,21
Kosiak (1959) membuktikan pada anjing, bahwa tekanan eksternal sebesar 60 mmHg
selama 1 jam akan menimbulkan perubahan degeneratif secara mikroskopis pada semua
lapisan jaringan mulai dari kulit sampai tulang, sedangkan dengan tekanan 35 mmHg
selama 4 jam, perubahan degeneratif tersebut tidak terlihat.19,21
Sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang
yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami ulkus dekubitus selama
dapat mengganti posisi beberapa kali perjammnya.12,16,18
2.
daerah antara tubuh dan permukaan sandaran. Tekanan antar permukaan dipengaruhi oleh
kekakuan dan komposisi jaringan tubuh, bentuk geometrik tubuh yang bersandar dan
karakteristik pasien. Russ (1991) menyatakan bahwa tekanan antar permukaan yang
melebihi 32 mmHg akan menyebabkan mudahnya penutupan kapiler dan iskemik.19,20
Faktor yang juga berpengaruh terhadap tekanan antar permukaan adalah kolagen.
Pada penderita sklerosis amiotropik lateral risiko untuk terjadinya ulkus dekubitus
berkurang karena adanya penebalan kulit dan peningkatan kolagen dan densitasnya
(Seiitsu, 1988; Watanebe, 1987).17,19
3.
Luncuran
Luncuran adalah tekanan mekanik yang langsung paralel terhadap permukaan
bidang. Luncuran mempunyai pengaruh terhadap terbentuknya ulkus dekubitus terutama
pada daerah sakrum. Brand (1976) dan Reichel (1958) menjelaskan bahwa gerakan
anguler dan vertikal atau posisi setengah berbaring akan mempengaruhi jaringan dan
pembuluh darah daerah sacrum sehingga berisiko untuk mengalami kerusakan.
Penggunaan tempat tidur yang miring seperti pada bedah kepala dan leher akan
meningkatkan tekanan luncuran sehingga memudahkan terjadinya ulkus dekubitus
(Defloor, 2000).17,19
4.
Gesekan
Menurut Makebulst (1983), gesekan adalah gaya antar dua permukaan yang saling
berlawanan. Gesekan dapat menjadi faktor untuk terjadinya ulkus dekubitus karena
gesekan antar penderita dengan sandarannya akan menyebabkan trauma makroskopis dan
mikroskopis. Kelembaban, maserasi dan kerusakan jaringan akan meningkatkan tekanan
pada kulit. Kelembaban yang terjadi akibat kehilangan cairan dan inkontinensia alvi dan
urin akan menyebabkan terjadinya maserasi jaringan sehingga kulit cenderung lebih mudah
menjadi rusak.14,19
5.
Immoblitas
Seorang penderita immobil pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas
kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit
mencapai 30-45 mmHg. Lindan dkk menyebutkan bahwa pada pasien posisi telentang,
tekanan eksternal 40-60 mmHg merupakan tekanan yang paling berpotensi untuk terbentuk
ulkus pada daerah sacrum, maleolus lateralis dan oksiput. Sedangkan pada pasien posisi
telungkup, thoraks dan genu mudah terjadi ulkus pada tekanan 50 mmHg. Pada pasien
posisi duduk, mudah terjadi ulkus bila tekanan berkisar 100 mmHg terutama pada
tuberositas ischii. Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi
nekrosis jaringan kulit.12,22
Berbeda dengan orang tidur, untuk mengatasi tekanan yang lama pada daerah
tertentu secara otomatis akan terjadi perubahan posisi tubuh setiap 15 menit. Gerakan
perubahan posisi pada orang tidur biasanya lebih dari 20 kali setiap malam. Bila kurang
dari 20 kali, maka akan berisiko untuk terjadinya ulkus dekubitus.12,21
b.
Patofisiologi
Faktor patofisiologi (faktor instrinsik atau sekunder) terbentuknya ulkus dekubitus
meliputi demam, anemia, infeksi, iskemik, hipoksemia, hipotensi, malnutrisi, trauma
medula spinalis, penyakit neurologi, kurus, usia yang tua dan metabolisme yang
tinggi.12,21,23
Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih lambat sehingga kulit
akan tipis (tortora & anagnostakos, 1990). Kandungan kolagen pada kulit yang berubah
menyebabkan elastisitas kulit berkurang sehingga rentan mengalami deformasi dan
kerusakan. Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem arteriovenosus
yang kurang kompeten menyebabkan penurunan perfusi kulit secara progresif. Sejumlah
penyakit yang menimbulkan ulkus dekubitus seperti DM yang menunjukkan insufisiensi
kardiovaskuler perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler seperti pada sistem
pernapasan menyebabkan tingkat oksigenisasi darah pada kulit menurun.
Gizi yang
Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan
sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini umumnya reversibel dan dapat
sembuh dalam 5 - 10 hari.
2.
Stadium 2
Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke jaringan adiposa.Terlihat
eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10 - 15 hari.
3.
Stadium 3
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah mulai terganggu
dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur fibril. Tepi ulkus tidak
teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan fibrosis. Kadang-kadang terdapat
anemia dan infeksi sistemik. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
4.
Stadium 4
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi. Dapat terjadi
artritis septik atau osteomielitis dan sering disertai anemia. Dapat sembuh dalam 3 - 6
bulan.
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan
perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi
tiga:16,22,23
1. Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5 oC dibandingkan kulit
sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena
iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh
darah sebenarnya baik.
2. Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada
pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus disamping
faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
Satu hal penting yang harus diperhatikan sebagai ciri ulkus dekubitus adalah adanya bau
yang khas, sekret luka, jaringan parut, jaringan nekrotik, dan kotoran yang berasal dari
inkontinensia urin dan alvi. Ciri tersebut dapat menunjukkan kontaminasi bakteri pada ulkus
dekubitus dan penting untuk penatalaksanaan.13,15,18
Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4 walaupun dapat juga pada ulkus yang
superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain infeksi (sering brsifat multibakterial,
baik yang aerobik atau pun anerobik), keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti
periostitis, osteitis, osteomielitis, artritis septik, septikemia, anemia, hipoalbuminemia,
bahkan kematian.13,18,20
2.6 Pemeriksaan12,15,22
2.
Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat leukosit dan toksin
Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.
3.
Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan pengobatan
yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah terjadi proses yang
mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang
menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4.
Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih dan laju endap
darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis.
5.
Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses penyembuhan ulkus
dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level, prealbumin level, transferrin
level, dan serum protein level,
6.
Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat osteomyelitis.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X, scan tulang atau MRI.
Pemilihan
terapi,
tergantung
pada
stadium
ulkus
dekubitus
dan
tujuan
pengobatan.seperti proteksi, pelembaban dan membuang jaringan nekrosis. Hal yang harus
diperhatikan dalam penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah,15,17,20,23
1.
2.
Perawatan luka dengan metode nonoperatif dilakukan untuk ulkus dekubitus stadium
1 dan 2, sedangkan untuk stadium 3 dan 4 harus menggunakan metode operatif.
3.
Sekitar 70-90% ulkus dekubitus adalah superfisial dan sembuh dengan penyembuhan
sekunder.
4.
Categories
Alginates (sheets and Exudate absorption, obliterate dead space, and
fillers)
Foams
autolytic debridement
(sheets
fillers)
Gauzes
(woven
nonwoven)
Hydrocolloids
and fillers)
Occlusion,
retain
moisture,
and
autolytic
debridement
Wound fillers
Wound pouches
Exudate control
Kompres yang diberikan pada ulkus dekubitus adalah semipermiabel dan tertutup,
yang memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan transfer penguapan air dari kulit dan
mencegah maserasi kulit. Selain itu, kompres dapat mencegah terjadinya infeksi
sekunder dan mencegah faktor trauma. Tetapi, kompres ini tidak berfungsi baik pada
pasien dengan diaforesis dan eksudat yang banyak.
Beberapa kategori untuk kompres dan topikal yang dapat digunakan adalah
antimikrobial,
moisturizer,
emollient,
topical
circulatory
stimulant,
kompres
Mechanical debridement.
3.
trimethoprim.
4.
5.
Tindakan bedah
Tindakan
bedah
bertujuan
untuk
membersihkan
ulkus
dan
mempercepat
penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan
karenanya sering dilakukan tandur kulit, myocutaneous flap, skin graft serta intervensi
lainnya terhadap ulkus.
Intervensi terbaru terhadap ulkus dekubitus adalah Negative Pressure Wound
Therapy, yang merupakan aplikasi tekanan negatif topikal pada luka. Teknik ini
menggunakan busa yang ditempatkan pada rongga ulkus yang dibungkus oleh sebuah
lapisan yang kedap udara. Dengan demikian, eksudat dapat dikeluarkan dan material
infeksi ditambahkan untuk membantu tubuh membentuk jaringan granulasi dan
membentuk kulit baru. Terapi ini harus dievaluasi setiap dua minggu untuk menetukan
terapi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Infectious Diseases. Dalam: Gomella TL, Cunnigham MD, Eyal FG, Zenk KE,
penyunting. Neonatology : Management, procedures, on call problems, diseases,
drugs. Lange Medical Book/McGraw-Hill, edisi ke-4;1999: 408-440.
Guerina NG. Bacterial and fungal infections. Dalam : Cloherty JP, Stark AR,
penyunting. Manual of neonatal care. Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins,
1998,h.271-300
Pourcyrous M, Bada HS, Korones SB, Baselski V, Wong SP. Significance of serial Creactive protein responses in neonatal infection and other disorders. Pediatrics 1993;
92:431-5
Bone RC. The sepsis syndrome : definition and general approach to management.
Clin Chest Med 1996; 17:175-80
Powell KR. Sepsis and shock. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Philadelphia : WB Saunders, 2000.h.747-51
Smith JB. Bacterial and fungal infection of the neonate. Dalam : Pomerance JJ,
Richardson CJ, penyunting. Neonatology for the clinician. Connecticut : Appleton &
Lange, 1993.h.185-200
The Royal Womens Hospital; Intensive and Spesial Care Nurseries. Clinicians
Handbook. February 2003.h.166
10 James WD, Timothy GB & Dirk ME. Cutaneous Signs and Diagnosis. In:
AndrewsDisease of The Skin, Clinical Dermatology 10th edition. Philadelpia: WB
Saunders Company, 2000; 18.
11 South H. Wound Care for People Affected by Leprosy: A Guide for Low Resource
Situation. Greenville: American Leprosy Missions, 2001.
12 Pendland, Susan L., dkk. Skin and Soft Tissue Infections. Dalam Joseph T. DiPiro,
dkk, editor.
13 Staf Mayoklinik. 2007. Bedsores (pressure sores). Availaible from URL: www.mayoclinic.com
diakses tanggal 20 April 2016
14 Jr, Don R Revis. 2008. Decubitus Ulcer. Availaible from URL: www.emedicine.com
diakses tanggal 20 April 2016
15 Hidayat, Djunaedi, Sjaiful Fahmi Daili, dan Mochtar Hamzah. Ulkus Dekubitus .
Dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 64, Tahun 1990.
16 Wilhelmi, Bradon J. 2008. Pressure Ulcers, Surgical Treatment and Principles.
Availaible from URL: www.emedicine.com
17 Anonim. 2008. Bedsores. Availaible from URL: www.dermnetnz.org
18 Salcido, Richard. 2006.
www.emedicine.com
19 Thomas, David R. Prevention and treatment of pressure ulcers: What works? What
doesnt? Dalam Cleveland Clinic Journal Of Medicine. Volume 68 Number 8
Augustus 2001. Availaible from URL: www.ccjm.org
20 Kirman,Christian N. 2008. Pressure Ulcers, Nonsurgical Treatment and Principles.
Availaible from URL: www.emedicine.com
21 Pershall, Linda D.2008. Decubitus Ulcer Information and Stages of Wounds. from
URL: http://expertpages.com
22 Anonim. 2006. Decubitus Ulcers. Availaible from URL: www.expertlaw.com
23 Susanto, Heri. 2008. Integumen Disorder. Availaible from URL: http://els.fk.umy.ac.id
24 Anonim 2008. Pressure Sores, Pressure Ulcers or Decubitus Ulcers. Availaible from
URL: www.apparelyzed.com
Keterangan :
* Septic Markers :
-
Jumlah leukosit
Jumlah trombosit
CRP
IT Ratio
Pungsi lumbal : hanya dikerjakan pada SNAL atau pada SNAD dengan hasil kultur
darah ( + )
Foto Rntgen dada : pada neonatatus dengan gejala sindrom gawat napas