Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH EKONOMI ISLAM

ZAKAT SEBAGAI ALTERNATIF PENGENTASAN KEMISKINAN


Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester 3
Mata Kuliah Ekonomi Islam yang dibina oleh Dr. Aji Dedi Mulawarman, S.P.,
MSA., Ak.

Disusun oleh:
Indra Purwanto
135020307111016

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
2014/2015

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. wr. wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Zakat Sebagai Alternatif Pengentasan Kemiskinan ini dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi ujian akhir semester mata kuliah Ekonomi
Islam di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Aji Dedi Mulawarman, S.P., MSA.,
Ak. atas bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Wassalamualaikum. wr. wb

Malang, 8 Desember 2014

Indra Purwanto

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Zakat
2.2 Etimologi Zakat
2.3 Sejarah Zakat
2.4 Hukum zakat
2.5 Jenis zakat
2.6 Yang berhak menerima dan Yang tidak berhak menerima Zakat
2.7 Beberapa Faedah Zakat
2.8 Hikmah dan Fungsi Zakat
BAB III Diskursus
BAB IV Kesimpulan
Daftar Pustaka

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zakat termasuk ibadah yang wajib dijalankan oleh setiap muslim yang memiliki
kemampuan mencukupi biaya hidup sehari-hari atau memiliki kekayaan mencapai
nisab. Zakat berfungsi sebagai modal pembangunan negara sehingga perlu
dibuatkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara penerimaan,
pengelolaan dan penyaluran dana zakat kepada kelompok masyarakat yang berhak
menerima.
Pada era Orde Baru rakyat Indonesia belum memiliki ketentuan hukum yang jelas
mengenai tata cara pengelolaan dan pemanfaat dana zakat. Baru pada tahun 1999
disahkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan
Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Undang-undang
No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Dasar hukum ini diperkuat lagi dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor
581 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat dan
Urusan Haji Nomor D tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Dengan demikian, lembaga amil zakat di Indonesia memiliki ketentuan yang
mengikat dalam menerima, mengelola dan menyalurkan dana zakat kepada kaum
dhuafa.
Beragam manfaat zakat akan terwujud bila terdapat dasar hukum yang mengatur
kegiatan amil zakat mulai dari pengumpulan zakat, pengelolaan, hingga
penyalurannya. Undang-undang zakat ini juga mengharuskan setiap lembaga amil
zakat bersikap profesional dan amanah dalam menyalurkan dana zakat masyarakat
Islam kepada mereka yang berhak menerima.
Selain itu, dengan pemberlakukan ketentuan hukum tentang zakat di Indonesia
maka masyarakat muslim Indonesia bisa mendapatkan informasi yang tepat
seputar pelaksanaan ibadah zakat. Peran negara dalam hal ini adalah sebagai
penyedia sarana dan prasarana

peribadahan warga negaranya sehingga tercipta pemerataan kemakmuran lahir


dan batin di masyarakat.
Tren penerimaan zakat terus meningkat dari tahun ke tahun. Presiden Direktur
Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini mengatakan, tiap tahun penerimaan zakat naik
sekitar 20% - 30%. Untuk tahun ini sampai dengan Juli 2014, penerimaan zakat
sudah mencapai Rp 91 miliar. "Itu belum termasuk yang di cabang, jika
dijumlahkan mungkin sudah lebih dari Rp 100 miliar," ujar dia kepada Kontan.
Ahmad menambahkan, Dompet Dhuafa menargetkan penerimaan zakat tahun ini
sebesar Rp 250 miliar. Pada 2013 lalu, mereka berhasil membukukan penerimaan
zakat sebesar Rp 214 miliar. Dari perolehan dana itu, sesuai ketentuan, sebesar
12,5% digunakan sebagai dana operasional.
Dompet Dhuafa memiliki empat jalur untuk menyalurkan zakat yang
terkumpul. Yaitu melalui pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi dan
pengembangan sosial. Bidang pendidikan mereka memberikan sekolah gratis,
beasiswa mahasiswa 400 orang, juga melatih guru-guru. Di bidang kesehatan, ada
klinik gratis di 7 propinsi, rumah sakit di Parung, Bogor dan pos sehat yang
tersebar di seluruh Indonesia.
Selain itu, mereka juga memberikan pendampingan terhadap usaha kecil dan
pemberdayaan komunitas agar bisa mandiri. Penyaluran zakat Dompet Dhuafa
juga diberikan untuk korban-korban bencana alam dan perang.
Ahmad mengatakan untuk menentukan siapa yang berhak menerima zakat,
mereka membentuk tim penilai. Tim akan melakukan survei untuk mendata
masyarakat yang berhak menerima zakat. "Kriteria miskin kami itu lebih rendah
dari BPS," jelas Ahmad.
Sementara itu, Direktur Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Teten
Kustiawan. mengatakan penerimaan zakat secara nasional pada 2013 telah
mencapai Rp 2,7 triliun. "Termasuk baznas propinsi, kabupaten kota dan delapan
belas lembaga amil zakat," kata Teten.
Tahun ini, penerimaan zakat pun diperkirakan akan sesuai target naik menjadi Rp
3,3 triliun. Teten menambahkan, biasanya saat Ramadhan, sekitar 25%- 40% dana

didapatkan. Tahun ini ditargetkan Rp 30 miliar didapat saat Ramadhan, atau naik
dua kali lipat dibanding tahun lalu.(Republika.com)
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah zakat sebagai alternatif pengentasan kemiskinan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui zakat sebagi alternatif pengentasan kemiskinan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Zakat
Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang
beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir
miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak.
Zakat merupakan rukun ketiga dari Rukun Islam.
2.2 Etimologi
Secara harfiah zakat berarti tumbuh, berkembang, menyucikan, atau
membersihkan. Sedangkan secara terminologi syariah, zakat merujuk pada
aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu
untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan.
2.3 Sejarah zakat
Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan
Allah. Kewajiban ini tertulis di dalamAl-Quran. Pada awalnya, Al-Quran hanya
memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak
wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar
zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad
melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi
mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin.
Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan
bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai
jumlah zakat tersebut.
Pada zaman Khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan didistribusikan
kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin,
janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang
dan tidak mampu membayar. Syariah, mengatur dengan lebih detail mengenai
zakat dan bagaimana zakat itu harus

dibayarkan. Kejatuhan para khalifah dan negara-negara Islam menyebabkan zakat


tidak dapat diselenggarakan dengan berdasarkan hukum lagi.
2.4 Hukum zakat
Zakat merupakan salah satu rukun islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi
tegaknya syariat islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas
setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam
kategori ibadah seperti shalat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci
berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah. Zakat juga merupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan ummat manusia.
2.5 Jenis zakat
Zakat terbagi atas dua jenis yakni:
1. Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada bulan
Ramadhan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan
pokok yang ada di daerah bersangkutan.
2. Zakat maal (harta)
Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil
ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki
perhitungannya sendiri-sendiri.
2.6 Yang berhak menerima dan Yang tidak berhak menerima Zakat
Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat :
1.Fakir : Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2.Miskin : Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasar untuk hidup.
3.Amil : Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.Muallaf : Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan barunya

5.Hamba Sahaya : yang ingin memerdekakan dirinya


6.Gharimin : Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak
sanggup untuk memenuhinya
7.Fisabilillah : Mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah, perang dsb)
8.Ibnu sabil : Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.
Yang tidak berhak menerima Zakat :
1.Orang kaya. Rasulullah bersabda, Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi
orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga. (HR Bukhari).
2.Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
3.Keturunan Rasulullah. Rasulullah bersabda, Sesungguhnya tidak halal bagi
kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat). (HR Muslim).
4.Orang yang dalam tanggungan yang berzakat, misalnya anak dan istri.
5.Orang kafir dan musyrik.
2.7 Beberapa Faedah Zakat
1. Faedah Diniyah (segi agama)
Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari Rukun
Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan
keselamatan dunia dan akhirat. Merupakan sarana bagi hamba untuk
taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan
karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan. Pembayar
zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana
firman Allah, yang artinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah (QS: Al Baqarah: 276).
2. Faedah Khuluqiyah (Segi Akhlak)
Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada
kepada pribadi pembayar zakat.
3. Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat
hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian
besar negara di dunia.Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum
Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam

kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fii sabilillah.


Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol
yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika
melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan
harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan
permusuhan mereka.
Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang,
karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan
lebih banyak pihak yang mengambil manfaat. (Nurul Fata:2013)
2.9 Hikmah dan Fungsi Zakat
Hikmah dan fungsi zakat sangat banyak dan tidak dapat dimuat secara
keseluruhan dalam lembar-lembar makalah ini. Yang jelas, secara global hikmah
dan fungsinya kembali kepada kebaikan pemberi dan penerima zakat, yang pada
tahap selanjutnya, memberikan kebaikan dan kesejahteraan sosial secara
menyeluruh. Berikut adalah sebagian hikmah dan fungsi zakat:
1. Zakat dapat membiasakan muzakki (pemberi zakat) untuk bersifat dermawan,
dan melepaskan dirinya dari sifat-sifat bakhil, apalagi jika ia mampu merasakan
manfaatnya, serta menyadari bahwa zakat mampu mengembangkan harta yang
dimiliki.
2. Zakat dapat memperkuat jalinan ukhuwah dan mahabbah antara diri muzakki
dan orang lain. Jika kepopuleran zakat dapat tergambarkan, hingga setiap muslim
sadar diri untuk menunaikannya, maka tergambarkan pula nuansa kasih sayang,
kuatnya persatuan, dan teguhnya persaudaraan.
3. Zakat mampu memperkecil jarak kesenjangan sosial, menghilangkan
kecemburuan sosial dan meredam tingkat kejahatan.
4. Zakat mampu mengentaskan kemiskinan yang pada akhirnya memperkecil
angka pengangguran dan membangkitkan geliat perekonomian.
5. Zakat adalah sarana yang paling manjur dalam mensucikan hati dari sifat-sfat
dengki, hasud dan dendam, dimana ketiga sifat ini adalah penyakit utama
masyarakat yang paling mematikan. Dalam hal ini Allah berfirman:

(103 : )

Artinya: ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka. (QS. At-Taubah: 103)
6. Zakat menghilangkan sifat cinta dunia, yang merupakan sumber segala
kesalahan
7. Zakat

adalah

pelebur

dosa

dan

penyakit (Assunniyyah :2013)

penyembuh

berbagai

macam

BAB III
DISKURSUS
Semua umat Islam meyakini dan mengakui bahwasannya Islam merupakan agama
rahmatan lil aalamiin, yang mengajarkan kepada setiap umatnya untuk
mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram, dan harmonis antara si
miskin dan si kaya kapan dan dimanapun berada. Namun realitasnya, kondisi
umat Islam sendiri masih jauh dari ideal, misalnya tingkat kemampuan ekonomi
umat masih sangat rendah dan belum merata. Keadaan tersebut terjadi karena
potensi-potensi yang dimiliki umat belum termanfaatkan dan dikembangkan
secara optimal sehingga tidak mampu mengubah taraf kehidupan umat ke arah
yang lebih baik. Zakat adalah salah satu di antara lima pilar yang menegakkan
bangunan Islam.
Selain itu zakat yang menjadi bagian dari rukun Islam, keberadaannya telah diatur
sedemikian rupa dalam alquran dan assunnah, sehingga bila tidak dilaksanakan,
yang bersangkutan bisa dikategorikan kufur. Salah satu potensi ajaran Islam yang
belum ditangani dengan baik oleh pemerintah adalah zakat, yang secara bahasa
berarti membersihkan, bertambah dan tumbuh. Zakat merupakan ibadah yang
bercorak sosial-ekonomi, sebagai kewajiban seseorang muslim atau badan hukum
yang dimilikinya untuk mengeluarkan sebagian hak miliknya kepada pihak yang
berhak untuk menerimanya (mustahiq) agar tercipta pemerataan ekonomi yang
berkeadilan.
Zakat merupakan ibadah yang mempunyai dimensi yang sangat luas. Bila dilihat
dari sasarannya, zakat bukan hanya berdimensi sosial-agama, tetapi juga
berdimensi sosial-politik. Ini dapat dilihat dari sasaran zakat yang berkaitan
dengan pemerintah, yaitu penanganan muallaf (aspek dakwah) dan penegakan
agama Allah (sabilillah). Oleh sebab itulah, Untuk memperkuat argumen, saya
mengambil salah satu pendapat dari Yusuf Qardhawi bahwa dalam agama Islam
harus ada jamaah dan kekuasaan yang mengumpulkan zakat melalui para
petugasnya dan kemudian mengeluarkannya untuk menyebarkan dakwah
menyebarkan agama Allah, yang termasuk ke dalam makna sabilillah.

Dalam zakat terdapat unsur mengembangkan sikap gotong-royong dan tolongmenolong. Sebab zakat dapat membantu orang-orang yang terjepit kebutuhan dan
membatu
menyelesaikan hutang bagi orang-orang yang sedang pailit. Zakat juga menolong
orang-orang yang sedang dalam perantauan, pengungsi, sampai orangtua yang
pikun atau jompo. Dengan zakat pula, dakwah Islam dapat diperluas cakupannya,
termasuk untuk menjinakkan hati para muallaf. Misi sosial zakat yang begitu
idealis tersebut tidak dapat dipenuhi dengan baik tanpa adanya lembaga
pengelolaan zakat yang dijalankan secara profesional. Menurut Yusuf Qardhawi,
zakat juga merupakan salah satu dari aturan jaminan sosial dalam Islam, dan Islam
memperkenalkan aturan ini dalam ruang lingkup lebih luas dan mendalam yang
mencakup semua segi kehidupan manusia
Dari buku referensi yang pernah saya baca, Zakat dipadang sebagai aturan
jaminan sosial pertama yang tidak bergantung pada pertolongan penguasa secara
sistematis. Tujuan akhirnya adalah memenuhi kebutuhan orang-orang yang
membutuhkan, baik pangan, sandang, papan, maupun kebutuhan hidup lainnya.
Pelaksanaan kewajiban zakat ini sangatlah penting, bahkan Allah sering
mengaitkannnya dengan kewajiban melaksanakan sholat. Untuk memperkuat
argumen, saya mengambil salah satu penafsiran dari Muhammad Abduh, dimana
penggabungan antara sholat dan zakat menunjukan peran penting keduanya dalam
kehidupan manusia. Dengan sholat setiap muslim diharapkan memiliki jiwa yang
bersih dan suci dari perbuatan keji dan kotor. Sedangkan dengan zakat, umat
Islam diharapkan menjadi masyarakat yang kokoh dan berpadu dalam segala
bidang.
Pada masa awal Islam, zakat merupakan salah satu sumber pendanaan negara dan
sangat berperan aktif dalam memberdayakan serta membangun kesejahteraan
umat, terutama dalam bidang ekonomi. Oleh karena itu, menurut saya, setidaknya
terdapat tiga aspek yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban zakat. Pertama
aspek moral dan psikologis, pada segi ini diharapkan zakat dapat mengikis habis
ketamakan dan keserakahan si kaya yang memiliki kecenderungan cinta harta.
Kedua aspek sosial, dalam hal ini zakat sebagai bertindak sebagai alat khas yang

diberikan Islam untuk menghapus taraf kemiskinan masyarakat dan sekaligus


menyadarkan orang-orang kaya akan tanggungjawab sosial yang yang dibebankan
agama kepada mereka. Dan ketiga aspek ekonomi, di sini zakat difungsikan untuk
mencegah penumpukan harta pada sebagian kecil orang dan mempersempit
kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Dengan kata lain, zakat sebagai effort to
flowing yang difungsikan sebagai
pengendalian terhadap sifat manusia yang cenderung senang terhadap akumulasi
kekayaan dan kehormatan sebagaimana saya mengambil 2 surat dari firman Allah:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)
(QS. Ali Imran [3]: 14); bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai
engkau masukke dalam kubur (QS. At-Takaatsuur [102]:1-2).
Jadi peran zakat sangat penting dalam usaha pemberdayaan potensi ekonomi
umat. Agar pelaksanaannya dapat efektif, Menurut Yusuf Qardhawi menyatakan
bahwa urusan zakat sebaiknya jangan dikerjakan sendiri oleh muzakki (orang
yang mengeluarkan zakat), melainkan dipungut oleh petugas zakat yang telah
ditunjuk oleh negara (dalam konteks Indonesia adalah Badan atau Lembaga Amil
Zakat).
Betapa penting peran dan manfaat zakat sehingga pada masa Rasulullah SAW dan
pemimpin Islam setelahnya tidak menyerahkan urusan zakat kepada kerelaan
orang-perorang semata, tetapi menjadi tanggungjawab pemerintah (lembaga yang
ditunjuk oleh negara), baik dalam proses pemungutan maupun pendistribusian.
Oleh karenanya, yang aktif menarik dan mendistribusikan zakat adalah pejabat
yang telah ditunjuk oleh negara. Dalam melaksanakan tugasnya mereka diberi
kewenangan untuk menggunakan paksaan seperti yang pernah dilakukan oleh
Abu Bakar r.a. dengan memerangi orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat.
Pada akhirnya apabila zakat benar-benar dapat berjalan efektif, diharapkan
tercapai sosial safety nets (kepastian terpenuhinya hak minimal kaum papa) serta
berputarnya roda perekonomian umat, mendorong pemanfatan dana diam (idle),

mendorong inovasi dan penggunaan IPTEK serta harmonisasi hubungan si kaya


dan si miskin. Sehingga pada akhirnya kehidupan umat yang ideal dengan
sendirinya akan terwujud. Amin.

BAB IV
KESIMPULAN
Kewajiban zakat adalah keajaiban Islam. Uraian-uraian di atas adalah diantara
bukti-bukti akan hal itu. Tidak ada satu pun syariat Islam yang tidak memberikan
kesejahteraan kepada umat, tidak terkecuali zakat, disamping

sebagai modal

dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan mendapatkan ridhoNya,
yang selanjutnya mendapatkan rahmatNya di Surga.
Dari defenisi, sejarah, hukum dan hikmah dan fungsinya, jelas zakat meyakinkan
sebuah janji, akan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, terpupuknya rasa persatuan,
dan wujudnya kesejahteraan dan keberuntungan di dunia dan akhirat. Sungguh
Allah maha kuasa, maha sempurna dan maha mengetahui atas keadaan
hambaNya. Alangkah meruginya mereka yang tidak mau menyadari dan tidak
mau melihat keajaiban zakat ini.
Tak bisa dipungkiri juga bahwa peran sejumlah kecil zakat begitu besar artinya
bagi fakir miskin. Melalui zakat, fakir miskin dan mustahik yang lain dijamin
kelangsungan hidupnya sebagai bagian dari masyarakat. Namun dalam
implementasinya, zakat tidak bisa berjalan sendirian dalam upaya menyelesaikan
berbagai permasalahan umat terutama di bidang perekonomian. Untuk bisa
optimal, pelaksanaan zakat harus sesuai dengan posisinya dalam perspektif
ekonomi Islam.
Berdasarkan kedua karakteristik di atas, penulis beranggapan bahwa zakat tidak
selayaknya dipakaskan sebagai modal usaha dalam rangka program yang sifatnya
produktif. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa mustahik zakat di Indonesia
pada umunya belum bisa memenuhi kebutuhan dasar yang menjamin
kelangsungan hidupnya. Dengan memberikan harta zakat yang sangat terbatas
(bahkan untuk kebutuhan dasar pun belum cukup) sebagai modal usaha, apalagi
yang sifatnya dana bergulir, akan menambah beban yang harus dihadapi oleh para
mustahik. Di samping kesulitan mencukupi kebutuhan hidup, mustahik juga akan
merasa terbebani pada kenyataan bahwa dia harus mengembalikan sesuatu yang
seharusnya menjadi haknya.

Namun dalam hal ini, bukan berarti penulis menganjurkan kepada lembaga amil
zakat untuk membagi-bagikan harta zakat seperti acara reality show pada stasiun
televisi swasta.
Penyaluran dana zakat haruslah disertai dengan pembinaan kepada mustahik yang
memiliki potensi untuk keluar dari kemustahikannya seperti pemberian pelatihan
ketrampilan, maupun motivasi untuk lebih giat bekerja dan keutamaan menjadi
orang yang kaya.
Dalam skala kenegaraan, zakat memiliki potensi yang besar untuk membantu
upaya pemerintah mengentaskan kemiskinan. Hal tersebut melihat bahwa zakat
memiliki potensi yang besar dalam hal jumlah mengingat mayoritas penduduk
Indoneisa khusunya adalah umat Islam. Namun perlu dicatat bahwa zakat secara
sendiri sangat sulit untuk mengatasi permasalahan tersebut. Zakat harus
dikombinasikan secara simultan dengan instrumen ekonomi Islam yang lain
seperti infak, sedekah dan wakaf. Tidak bermaksud meremehkan atau apa, peran
zakat hanya sebatas mencukupi kebutuhan perut mustahik saja. Sedangkan untuk
kebutuhan modal usaha bisa menggunakan harta zakat jika masih ada. Jika tidak,
masih banyak alternatif lain pembiayaan atau pemberian modal melalui peran
BMT, BPRS maupun Bank Syariah untuk memberikan modal melalui prinsipprinsip ekonomi Islam seperti mudharabah, musyarakah, maupun pinjaman yang
sifatnya qardhul hasan.

DAFTAR PUSTAKA
Sari kartika, Elsi. 2007. Zakat dan Wakaf. Jakarta: PT.Grasindo.
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema
Insani.
Hafidhuddin, Didin. 1998. Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, dan Sedekah.
Jakarta: Gema Insani.
Utomo Budi, Setiawan. 2009. Metode Praktis Penetapan Nisab Zakat. Bandung:
PT.Mizan Pustaka.
Hasbiyallah. 2008. Fikih. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Riswanto, Munandar Arif. 2008. Khazanah Buku Pintar Islam. Garut: Pesantren
Persatuan Islam.
Didin, Hafidhuddin. 2007. Agar Harta Berkah dan Bertambah. Jakarta: Gema
Insani Press.
Ahmad, Shofian Nor, Mohd Husin Amir. 2002. Zakat Membangun Ummah. Kuala
Lumpur: Sanon Printing Corporation.

Anda mungkin juga menyukai