Chapter I PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Puskesmas

Kabupaten/Kota

merupakan
yang

Unit

bertanggung

Pelaksana
jawab

Teknis

Dinas

menyelenggarakan

Kesehatan

pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai penyelenggara pembangunan kesehatan,


puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan per orangan dan
upaya kesehatan masyarakat, yang ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional
merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (Depkes RI, 2009).
Pada saat ini Puskesmas telah didirikan hampir di seluruh pelosok tanah air.
Untuk menjangkau wilayah kerjanya puskesmas diperkuat dengan puskesmas
pembantu, puskesmas keliling dan untuk daerah yang jauh dari sarana pelayanan
rujukan, puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat inap (Depkes RI, 2009).
Sekalipun telah banyak keberhasilan yang dicapai oleh puskesmas dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun dalam pelaksanaanya masih
banyak terjadi masalah-masalah yang dapat menghambat puskesmas berfungsi
maksimal. Masalah-masalah tersebut dapat memengaruhi pemanfaatan puskesmas
yang pada ujungnya berpengaruh pada status kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya (Oleske, 2002).
Hal ini terlihat antara lain pada tingkat pemanfaatan pelayanan KB di rumah
sakit pemerintah sebesar 3,2%, pemanfaatan puskesmas 12%, pemanfaatan pustu

Universitas Sumatera Utara

4,5%, poskesdes atau polindes 1,5%. Pencapaian terhadap target indikator SPM yang
mengikuti MDGs antara lain cakupan terhadap kunjungan ibu hamil K4 sebesar
61,3% sementara target SPM 95%, cakupan peserta KB aktif 53,9% sementar target
SPM 70%, cakupan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan 82,3% sementara
target nasional 90% dan cakupan kunjungan neonatus 60,6% sementara target SPM
90% (Riskesdas 2010).
Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan baik milik pemerintah maupun
swasta antara lain karena inefisiensi dan buruknya kualitas dalam sektor kesehatan,
buruknya kualitas infrastruktur dan banyaknya pusat kesehatan yang tidak memiliki
perlengkapan yang memadai, jumlah dokter yang tidak memadai di daerah terpencil
dan tingginya ketidakhadiran dokter di puskesmas, serta kurangnya pendidikan
tenaga kerja kesehatan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah pendapatan
yang meningkat, pengetahuan yang lebih baik akan pilihan pelayanan kesehatan dan
meningkatnya ekspektasi terhadap standar pelayanan (World Bank, 2008).
Untuk mengantisipasi hal itu, sebaiknya puskesmas mampu meningkatkan
kualitas pelayanan profesi (quality of care) dan kualitas pelayanan manajemen
(quality of service) karena mutu pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan
kepada pelanggan dan pelanggan akan memanfaatkan ulang dan merekomendasikan
pelayanan kesehatan tersebut kepada orang lain (Muninjaya, 2004).
Beberapa pandangan yang berkembang di masyarakat terkait rendahnya
jumlah kunjungan masyarakat ke puskesmas ialah buruknya citra pelayanan di
puskesmas, di antaranya pegawai puskesmas yang tidak disiplin, kurang ramah,

Universitas Sumatera Utara

kurang profesional, pengobatan yang tidak manjur, fasilitas gedung maupun peralatan
medis dan non medis kurang memadai di mana masyarakat harus dirujuk untuk
melanjutkan pengobatan atau pemeriksaan yang sebenarnya masih dapat dilakukan di
puskesmas, atau untuk membeli obat-obatan yang tidak tersedia di puskesmas
padahal kondisi geografis di beberapa tempat tidak mendukung akibat jauhnya jarak
tempuh, tidak ada transportasi, jam buka puskesmas yang terbatas dan lain-lain. Di
samping itu petugas kesehatan juga melakukan praktik swasta di luar jam kerja
puskesmas yang memungkinkan persaingan terselubung dengan puskesmas, yang
berpengaruh terhadap angka kunjungan ke puskesmas (Muninjaya, 2004).
Dalam hal manajemen, puskesmas juga dinilai belum cukup mampu
melaksanakan fungsinya dengan baik. Kepala puskesmas yang pada umumnya
dipimpin oleh dokter, cenderung lebih berorientasi kepada pelayanan kesehatan
kuratif. Sistem informasi puskesmas belum mampu menunjang proses perencanaan
strategis puskesmas misalnya dalam hal kebutuhan jumlah dan latar belakang
pendidikan sumber daya manusianya, program-program kesehatan masyarakat yang
perlu dikembangkan sesuai kebutuhan wilayahnya dan dengan fungsi promotif dan
preventif puskesmas yang semakin terabaikan dibandingkan dengan fungsi
kuratifnya. Kemampuan pimpinan puskesmas dalam melakukan advokasi terhadap
lintas sektor di tingkat kecamatan maupun di tingkat kabupaten juga masih sangat
kurang, sehingga pembangunan berwawasan kesehatan masih disikapi secara pasif
oleh sektor di luar kesehatan karena adanya anggapan bahwa masalah pembangunan
berwawasan kesehatan hanya tugas sektor kesehatan (Muninjaya, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 32 tahun 2004 yang memberikan


wewenang otonomi pada daerah, Pemerintah Kabupaten Simalungun menyikapi
dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No. 13 tahun 2004 tentang pembebasan tarif
puskesmas untuk seluruh pelayanan kesehatan dasar yang berlaku bagi semua
penduduk Kabupaten Simalungun baik yang mampu maupun yang kurang mampu.
Tujuan kebijakan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat untuk
hidup sehat. Namun sejak diberlakukannya pembebasan tarif, peningkatan kunjungan
ke puskesmas dan pemanfaatan puskesmas oleh penduduk masih sekitar 38,50%,
tidak jauh berbeda dengan sebelum diberlakukannya pembebasan tarif yakni sekitar
36,82%, meskipun sudah di atas target indikator kinerja (Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten Simalungun, 2011).
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/
X/2003, Standar Pelayanan Minimal Kesehatan (SPM) merupakan tolak ukur kinerja
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di daerah. Oleh karena itu keberhasilan
kinerja pelayanan kesehatan diukur dengan mengacu kepada Indikator Kinerja SPM
2010 yang disesuaikan dengan Indikator MDGs. Dibandingkan dengan indikator
kinerja SPM 2010, pelayanan kesehatan di Kabupaten Simalungun masih tergolong
rendah, karena pada umumnya cakupan pelayanan di Kabupaten Simalungun masih
di bawah Target Indikator SPM 2010, seperti cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu dan
Anak, Pelayanan Anak Pra Pekolah, Pelayanan KB, Pelayanan Gizi, Kesehatan
Lingkungan, dan Perilaku Sehat.

Universitas Sumatera Utara

Untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan ini dibutuhkan penyediaan


dana yang cukup besar, namun Pemerintah Kabupaten Simalungun tidak serta-merta
mempertimbangkan menaikkan anggaran untuk melengkapi kebutuhan puskesmas
maupun meningkatkan insentif bagi petugas puskesmas.
Menurut Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pembiayaan
kesehatan dilakukan melalui pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat,
swasta dan sumber lain. Besar anggaran melalui APBN minimal sebesar 5 % dan
melalui APBD minimal sebesar 10%. Untuk Kabupaten Simalungun besaran
anggaran kesehatan setiap tahunnya mengalami peningkatan, namun besaran
anggaran tersebut masih kurang dari yang diamanatkan. Untuk tahun anggaran 2010
yakni besar anggaran kesehatan sebesar Rp 99.466.284.500,- atau sekitar 5,57% dari
APBD TA. 2010 atau sekitar Rp121.639,-/kapita/tahun (Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten Simalungun, 2011).
Tinggi rendahnya pembiayaan pelayanan kesehatan berdampak kepada mutu
pelayanan itu sendiri karena alokasi dana untuk program penunjang kesehatan tidak
memadai. Apabila hal ini terus terjadi, maka puskesmas semakin lama akan
ditinggalkan oleh pengguna jasanya dan hanya digunakan oleh masyarakat miskin
yang tidak mempunyai pilihan lain (Trisnantoro, 2005).
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di Kabupaten Simalungun,
terdapat 34 puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan, dan ditemukan salah satu
dari 34 puskesmas tersebut dengan kunjungan rendah yaitu Puskesmas Bandar
Huluan. Dibandingkan dengan indikator kinerja SPM 2010, pelayanan kesehatan di

Universitas Sumatera Utara

Puskesmas Bandar Huluan masih tergolong rendah, karena pada umumnya cakupan
pelayanan masih di bawah Target Indikator SPM 2010, seperti cakupan pelayanan ibu
hamil K4 (86,7%), cakupan kunjungan bayi (74,4%), cakupan penemuan penderita
TB (71,9%), cakupan pelayanan kesehatan anak pra sekolah dan usia sekolah (0%),
cakupan bayi yang mendapat ASI eksklusif (2,5%). Angka kematian bayi 10 dari 507
kelahiran hidup, Angka kesakitan juga masih tinggi, adanya kasus Chikungunya pada
sekitar 200 orang serta angka demam berdarah sebanyak 64 kasus pada tahun 2010,
angka penyakit ISPA 856 kasus, darah tinggi 820 kasus dan diare 312 kasus (Profil
Puskesmas Bandar Huluan 2011).
Untuk selanjutnya jumlah kunjungan pasien sejak tahun 2008 sampai tahun
2010 dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Tabel 1.1. Data Kunjungan Pasien
Kunjungan
Jumlah
Persentase
pasien
penduduk
2008
1752
26518
6,60%
2009
1851
26518
6,98%
2010
1835
26728
6,86%
Sumber: Register Pasien Puskesmas Bandar Huluan (data diolah)
Tahun

Dengan demikian terlihat bahwa tingkat pemanfaatan Puskesmas Bandar


Huluan belum mencapai target nasional yaitu sebesar 15%.
Berdasarkan survey pendahuluan tentang gambaran Puskesmas Bandar
Huluan dilihat dari lokasi, Puskesmas Bandar Huluan dapat dijangkau sebagian
masyarakat dengan kendaraan umum, namun sebagian lagi harus menggunakan

Universitas Sumatera Utara

kendaraan pribadi. Kondisi jalan juga tidak seluruhnya baik dan sebagian masyarakat
merasa cukup jauh untuk ditempuh. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai
petani atau karyawan perkebunan yang ada di wilayah Kecamatan Bandar Huluan.
Sebagian besar petugas puskesmas tinggal di wilayah Kotamadya Pematang Siantar
yang cukup jauh dari wilayah puskesmas dan sebagian lagi berdomisili di wilayah
kecamatan. Fasilitas kesehatan yang ada selain puskesmas adalah Rumah Sakit
Perkebunan yang berlokasi di wilayah kecamatan dan poliklinik perkebunan di lokasi
yang jauh dari Rumah Sakit, disamping itu juga adanya 3 praktik dokter dan adanya
petugas kesehatan yang tinggal di wilayah kecamatan, di mana mereka menerima
pasien bervariasi antara 2-10 orang perhari. Hal ini diduga berpengaruh terhadap
angka kunjungan ke Puskesmas Bandar Huluan

khususnya pada pasien umum

meskipun untuk seluruh Kabupaten Simalungun telah diberlakukan kebijakan


pelayanan kesehatan dasar gratis di puskesmas.
Menyadari pentingnya puskesmas dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan

masyarakat,

maka

berbagai

masalah

atau

kekurangan

dalam

penyelenggaraan pelayanan puskesmas perlu diteliti. Masalah-masalah tersebut


berasal dari dalam maupun luar lingkungan puskesmas. Dari dalam puskesmas
misalnya dari perilaku dan keterampilan petugas. Dari luar puskesmas misalnya dari
karakteristik pengguna pelayanan itu sendiri, dari sosiokultur masyarakat maupun
dari faktor organisasi.

Universitas Sumatera Utara

1.2

Permasalahan
Dari latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini

adalah apakah ada pengaruh faktor organisasi (ketersediaan sumber daya manusia,
fasilitas yang dimiliki, akses geografi) dan faktor pemberi pelayanan (perilaku
petugas dan keterampilan petugas) terhadap pemanfaatan kembali Puskesmas Bandar
Huluan Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor organisasi

(ketersediaan sumber daya manusia, fasilitas yang dimiliki, akses geografi) dan faktor
pemberi pelayanan (perilaku petugas dan keterampilan petugas) terhadap
pemanfaatan kembali Puskesmas Bandar Huluan Kecamatan Bandar Huluan
Kabupaten Simalungun oleh pasien umum.

1.4

Hipotesis
Ada pengaruh faktor organisasi (ketersediaan sumber daya manusia, fasilitas

yang dimiliki, akses geografi) dan faktor pemberi pelayanan (perilaku petugas dan
keterampilan petugas) terhadap pemanfaatan kembali Puskesmas Bandar Huluan
Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun oleh pasien umum.

1.5

Manfaat Penelitian
a. Dapat memberikan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan
Kabupaten Simalungun dalam mengambil kebijakan khususnya untuk

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan pemanfaatan kembali puskesmas dan mengkaji kebijakan


yang dapat menghambat peningkatan pemanfaatan kembali puskesmas.
b. Dapat memberi masukan bagi Puskesmas Bandar Huluan dalam
perencanaan dan manajemen pelayanan kesehatan.
c. Menambah khasanah ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat yang
berkaitan dengan peningkatan pemanfaatan kembali puskesmas.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai