Anda di halaman 1dari 10

BAB II

ISI

2.1.

Defini Sariawan
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) atau yang biasa disebut dengan sariawan
merupakan kondisi ulseratif pada rongga mulut yang paling umum terjadi
yang ditandai dengan ulser yang rekuren dan terbatas pada mukosa mulut dari
pasien yang tidak memiliki berbagai tanda dari penyakit lainnya.

2.2.

Etiologi Sariawan
Berikut ini faktor yang menyebabkan adanya stimatitis aftosa rekuren:
2.2.1. Faktor defiesiensi, dimana adanya defisiensi zat besi,asam folat,
vitamin B12 atau B Kompleks
2.2.2. Faktor trauma, terbentuknya ulser pada daerah setelah bekas
terjadinya luka penentrasi
2.2.3. Faktor herediter, dimana adaya riwayat penyakit RAS pada
keturunannya.
2.2.4. Faktor infeksi, dipengaruhi oleh faktor virus dan bakteri yang
meyerang rongga mulut sehingga terbentuk RAS.
2.2.5. Faktor hormonal, pada umumnya terjadi pada wanita yang mengalami
fase mensturasi sehingga memicu terbentuknya RAS.
2.2.6. Faktor psikologis, dipengaruhi oleh faktor stres berat sehingga
menimbulkan RAS pada rongga mulut.
2.2.7. Faktor imunologi abnormal, yaitu sistem imun yang bekerja didalam
tubuh kurang baik, sehigga apabila terserang oleh virus atau bakteri
dengan mudahnya kita dapat terserang penyakit termasuk RAS.

2.2.8. Faktor penyakit sistemik, yaitu terdapat riwayat penyakit sistemik,


misalnya penyakit anemia dan Tuberculosis ternyata dapat memicu
terbentuknya RAS pada rongga mulut.
2.3.

Pathogenesis Terjadnya Sariawan


2.3.1. Genetik
Pada pasien predisposisi genetik, pengaruh faktor pemicu tertentu
memulai kaskade sitokin promflamasi, ditujukan terhadap daerah yang
dipilih dari mukosa mulut. Pada pengamatan mikrokopik dari wilaya aptha
mengungkapkan infiltrasi leukosit besar, yang bervariasi tergantung pada
durasi penyakit dan tingkat keparahan. Dalam tahap awal yang didahului
pembentukan ulkus monosit dan limfosit bersama sama dengan mast
tunggal dan plasmatic menumpuk dibawah lapisan sel basal. Pada tahap
lebih lanjut polinuklear dan leukosit mendominasi bagian tengah,
sedangkan tepi lesi sel mononukleas infiltrasi yang berlimpah dapat
diamati.

2.3.2. Anemia
Diagnosis gejala anemia didukung dari adanya gejala klinis pasien
seperti mudah lelah dan pusing, serta timbul ulser minor, multipel dan
menyebar. Pasien juga mengeluh telapak tangannya selalu berkeringat dan
jantungnya sering berdebar-debar. Anemia menyebabkan gangguan
transpor oksigen. Jaringan diberi oksigen oleh sel darah merah melalui
sirkulasi darah, jadi apabila sel darah merah menurun, hemoglobin
menurun, maka terjadi kekurangan oksigen. Anemia yang kronis

menyebabkan munculnya manifestasi klinis pada pasien seperti mudah


lelah, lesu dan palpitasi.
Patofisiologi anemia dapat menyebabkan terjadinya RAS, adalah
anemia menyebabkan aktivitas enzim-enzim pada mitokondria dalam sel
menurun karena terganggunya transpor oksigen dan nutrisi, sehingga
menghambat diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel. Akibatnya proses
diferensiasi terminal sel-sel epitel menuju stratum korneum terhambat dan
selanjutnya mukosa mulut akan menjadi lebih tipis oleh karena hilangnya
keratinisasi normal, atropi, dan lebih mudah mengalami ulserasi. Anemia
juga menyebabkan terjadinya kerusakan imunitas seluler, berkurangnya
aktivitas bakterisidal dari lekosit polymorphonuclear, respon antibodi
tidak adekuat dan abnormalitas pada jaringan epitel. Kondisi ini sering
terjadi pada seseorang yang menderita defisiensi vitamin B12, folat, dan
zat besi. Penyebab anemia yang sering terjadi adalah kekurangan zat besi.
2.3.3. Stress
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan manifestasi yang
timbul dalam rongga mulut yang dipicu oleh faktor predisposisi. Beberapa
faktor predisposisi SAR yaitu kekurangan hematinik (zat besi, folat, dan
vitamin B12), tahap menstruasi, stres, alergi, alergi makanan, dan AIDS.
Etiologi SAR hingga saat ini masih tidak diketahui dengan pasti. Terdapat
beberapa faktor yang dikatakan berperan dalam pemunculan SAR, yaitu
genetik, defisiensi hematinik, hipersensivitas makanan, infeksi bakteri dan
virus, perubahan hormonal, stress.
Dalam pengertian umum, stress adalah suatu tekanan atau sesuatu
yang terasa menekan dalam diri individu. Sesuatu tersebut dapat terjadi

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara harapan dan kenyataan yang


dinginkan oleh individu, baik keinginan yang bersifat jasmaniah maupun
rohaniah.
Oleh karena itu, kondisi individu yang mengalami stress gejalagejalanya dapat dilihat baik secara fisik maupun secara psikologis. Gejala
secara fisik individu yang mengalami stress, antara lain ditandai oleh:
gangguan jantung, tekanan darah tinggi, ketegangan pada otot, sakit
kepala, telapak tangan dan atau kaki terasa dingin, pernapasan tersengalsengal, kepala terasa pusing, perut terasa mual-mual, gangguan pada
pencernaan, susah tidur, bagi wanita akan mengalami gangguan
menstruasi, dan gangguan seksual (impotensi) (Waitz, Stromme, Railo,
1983: 52-71).
Ketegangan pada otot dapat diakibatkan oleh stress yang diderita
individu. Pada umumnya, ketegangan terjadi pada kelompok otot di daerah
tengkuk, leher, bahu, dan rahang. Ketegangan otot di sekitar tengkuk akan
mengganggu suplai darah ke otak, akibatnya kepala terasa nyeri karena
kekurangan suplai darah. Jika kondisi seperti itu berlangsung lama maka
akan membahayakankesehatan individu. Untuk itu, diperlukan relaksasi
pada kelompok otot yang relatif mudah tegang akibat stress tersebut.
Pada umumnya, individu yang mengalami ketegangan akan
mengalami kesulitan dalam memanajemen kehidupannya, sebab stress
akan memunculkan kecemasan (anxiety) dan sistem syaraf menjadi kurang
terkendali. Pusat syaraf otak akan mengaktifkan saraf simpatis, sehingga
mendorong sekresi hormon adrenalin dan kortisol yang akhirnya akan
memobilisir hormonhormon lainnya. Individu yang berada dalam kondisi

stress, kondisi fisiologisnya akan mendorong pelepasan gula dari hati dan
pemecahan lemak tubuh, dan bertambahnya kandungan lemak dalam darah
(Waitz, Stromme, Railo, 1983:2).
Kondisi tersebut akan mengakibatkan tekanan darah meningkat
dan darah lebih banyak dialihkan dari sistem pencernaan ke dalam otototot, sehingga produksi asam lambung meningkat dan perut terasa
kembung serta mual. Oleh karena itu, stress yang berkepanjangan akan
berdampak pada depresi yang selanjutnya juga berdampak pada fungsi
fisiologis manusia, di antaranya gagal ginjal dan stroke.
2.4.

Pemeriksaan Ekstra dan Intra Oral


2.4.1. Pemeriksaan Extraoral (Kepala dan leher)

Penampilan kepala Dan wajah: perhatikan perubahan bentuk,


ketikharmonisan wajah, sindrom, Derek traumatik Dan

kelumpuhan wajah.
Kulit: lesi kulit pada wajah harus diperiksa mengenai
warnanya, apakah terkelupas, perdarahan, ada lapisan kerak
kulit, Dan di palpasi tekstur serta ada konsistensinya serta
apakah terjadi perlekatan atau tidal atau menonjol dari

jaringan di sekitarnya.
Mata: pwrhatikan abnormalitas seperti Mata melebar
(proptosis), retraksi kelopak Mata, dan ptosis (menutup
kelopak Mata). Perhatikan konjungtiva apakah ada kemosis
(pembengkakan), kepucatan, misalnya anemia atau sakit
kuning. Serta melakukan pemeriksaan oftalmoskopi (iris &

pupil)
Telinga: pemeriksaan menggunakan auroakop
8

Leher: diperiksa Dari muka Dan di palpasi dari belakang,


perhatikan warna kulit, pembengkakan, arteri Dan vena.

2.4.2. Pemeriksaan Intraoral (mukous)

Sulkus bibir RA & RB: Tarik bibir dengan mulut setengah

terbuka.
Mukos pipi: Dengan terbuka lebar pipi di tarik me samping.
Sulkus pipi RA & RB: sulkus pipi ke samping , dwngan

mulut setengah terbuka.


Ulangi tahap 2 &3 utk sisi sebelahnya.
Lidah: Dorsum. Periksa pada saat istrahat Dan di julurkan.
Catat bila ada hambatan pergerakan. Tepi lateral, gunakan
kasa sterile untuk menggerakkannya ke satu sisi.Tarik pipi
dan periksa tepi lateral lidah.ulangi prmeriksaan yg sama

untuk sisi yang lain.


Dasar mulut & ventral lidah: Dasar mulut diperiksa dengan
cara meminta pasien menyentuhkan ujung lidahnya ke

palatum.
Palatum durum & palatum molle: tekan lidah dengan
menggunakan spatel lidah. Palatum durum diperiksa secara
visual disertai palpasi. Palatum molle diperiksa secara visual,

termasuk mobilitasnya. Minata pasien mengucapkan Ah


Kerongkongan: Tekan lidah menggunakan spatel lidah.
Minta pasien mengucapkan Ah dan periksa lengkung
posterior rongga mulut, tonsil, uvula, dan orofaring.

2.5.

Jenis-Jenis Sariawan
2.5.1. Stomatitis apthosa minor

80% pasien penderita bentuk minor.

Ulser bulat atau oval dangkal.

Diameter kurang dari 5mm.

Dikelilingi oleh pinggiran yang eritmatus.

Cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin (mukosa


labial, mukosa bukal dan dasar mulut).
Ulserasi bisa tunggal atau kelompok yang terdiri dari 1-5 ulser.
Dapat sembuh dalam jangka waktu 10-14 hari tanpa

meninggalkan bekas.
Gejala Klinis:
Ulserasi mulut yang bersifat rekuren dan sakit.
Pasien dapat mengalami rasa kesemutan.
Kegiatan makan, berbicara dan menelan akan meningkatkan
rasa sakit dan ketidaknyamanan.
Nodus limfatik servikal dapat membesar dan ada nyeri tekan.
Tanda Klinis:
Lokasi: mukosa bukal,mukosa labial, dasar mulut dan

terkadang dorsum lidah.


Jumlah ulserasi: 1,2, atau 3 lesi.
Ukuran: 2-5 mm.
Bentuk: bulat atau lonjong dan dangkal.
Dasar lesi kekuningan.
Tepi lesi meradang.
Jarang terjadi infeksi sekunder. bila ada, akan menimbulkan
limfadenopayi.

2.5.2. Stomatitis apthosa mayor


Diderita oleh kira-kira 10% penderita ras.
Ulser berdiameter 1-3 cm.
Dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut
termasuk daerah berkeratin.
Berlangsung selama 4 minggu atau lebih.
Gejala Klinis:
10

Ulserasi rekuren, sakit, dan berukuran besar.


Berat badan menurun akibat rasa sakit yang terjadi pada saat pasien
berusaha makan.
Tanda Klinis:

Lokasi: bagian posterior mulut termasuk daerah yang memiliki

keratinisasi.
Namun, seluruh daerah di rongga mulut termasuk mukosa
yang tidak mengalami keratinisasi pada palatum molle dan
daerah tonsil yang jarang terkena dapat menjadi lokasi sftosa

mayor ditemukan.
Jumlah ulserasi: soliter atau multiple.
Ukuran: lebih dari 1 cm.
Bentuk: bulat atau lonjong.
Dasar lesi: kekuningan atau keabuan.
Tepi lesi: merah dan meradang.
Jaringan dasar tetap lunak.

2.5.3. Herpetiformis
Dapat terdiri atas 100 ulser kecil pada satu waktu.
berlangsung selama 3-4 hari saja tetapi segera setelah ulser
hilang akan terbentuk ulser yang baru.
Gejala Klinis:
Ulserasi mulut yang rekuren, multiple dan sakit.
Tanda Klinis:
Lebih banyak ditemukan pada wanita.
Lokasi: lidah,dasar mulut, dan mukosa bukal.
Jumlah lesi: multiple, bisa mencapai 100 lesi pada saat yang

bersama, beberapa lesi dapat bergabung menjadi satu.


Ukuran lecil, berdiameter 1-3mm.
Bentuk tidak beraturan.

11

2.6.

Dasar lesi keabuan.


Tepi lesi tidak tegas.
Daerah kemerahan yang luas pada membrane mukosa.

Diagnosis Banding dari Sariawan


Sariawan biasanya didiagnosis

berdasarkan

penyakit-penyakit,

pemeriksaan klinis, dan dampak dari penyakit lain yang diderita pasien.
Biasanya lesi diduga sebagai sariawan padahal bisa saja termasuk stomatitis,
herpes, herpangina etoma, planus, dan pemphigus atau pemphygoid. Selain
itu, beberapa penyakit sistemik lainnya diketahui memiliki pengaruh terhadap
kemunculan sariawan, antara lain sindrom Behcet, gangguan hematologis,
defisiensi vitamin, gangguan gastrointestinal, neutropenia siklik, sindrom
reiter, sindrom magic, PFA-PA (demam periodik, aphthous pharyngitis, dan
adenopathy servical), sindrom sweet, dan defisiensi imun.
2.7.

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditentukan erdasarkan riwayat lesi dan pemeriksaan klinis.
Meskipun demikian perlu dilakukan pemeriksaan darah untuk mencari
adanya kondisi defisiensi. Dalam pemeriksaan tersebut perlu diperiksa
hitung sel darah lengkap, kadar ferritin dalam serum, kadar vit B12 dan
asam folat dalam sel darah merah.

2.8.

Terapi
2.8.1. Terapi yang dapat diterapkan pada penderita sariawan:

Vitamin: thiamin (B1), pyridoxine (B6).

Obat Kumur: klorheksidin glukonat, benzydamine hydrochloride.

Kortikosteroid secara topikal: triamcinolone acetonide.

Antimikroba: tetrasiklin secara topical.

Imunomodulator: levamisole, colchicine, dapsone, thalidomine


.

12

2.8.2. Terapi dapat dibedakan berdasarkan penggolongan sariawan.

RAS minor RAS minor memberikan respon kepada


amlexanox, kortikosteroid topical, agen koagulasi & kauterisasi,

dan menghindari makanan tertentu.


RAS major Pemberian steroid (topical, intralesi, atau sistemik)

dapat mempercepat penyembuhan dan mengurangi jaringan parut.


Herpetiformis Ulserasi herpetiformis sangat merespon
pemberian larutan tetrasiklin, baik secara topical maupun
sistemis.

13

Anda mungkin juga menyukai