Anda di halaman 1dari 17

BAB II

ISI

A. Patomekanisme Diskolorisasi
1. Perdarahan intra pulpa

Trauma yang mengenai struktur gigi menyebabkan pecahnya pembuluh darah


kapiler dalam kamar pulpa dan terjadi perdarahan. Darah atau komponen darah
yag menggenangi kamar pulpa masuk ke dalam tubuli dentin secara difusi,
kemudian sel-sel darah merah mengalami proses degradasi dan melepaskan
komponen besi. Komponen besi bersenyawa dengan hidrogen sulfida yang
merupakan produk bakteri, menghasilkan senyawa feric sulfat berwarna hitam
yang kemudian mengadakan penetrasi ke dalam tubuli dentin menyebabkan
perubahan warna pada mahkota gigi. Jika pulpanya nekrosis, perubahan warna
biasanya menetap. 1

2. Nekrosis pulpa

Iritasi karena bakteri, mekanik atau kimia pada pulpa dapat menyebabkan atau
menghasilkan jaringan yang nekrotik dan pelepasan disintegrasi oleh produk yang
dapat menembus tubulus dan menghitamkan dentin disekitarnya. Tingkat dari
perubahan warna (diskolorisasi) yaitu dikaitkan secara langsung dari seberapa
lama pulpa telah nekrotik. Semakin lama senyawa perubahan warna hadir di ruang
pulpa, maka semakin besar perubahan warna.2 Gigi dengan trauma pulpa
mengalami diskolorisasi menjadi warna abu-abu hingga coklat.3

B. Faktor Resiko Nekrosis Pulpa

Lamanya paparan dentin pada respon pulpa kontroversial. Di satu sisi, asumsi
ini nampaknya didukung oleh studi klinis dimana nekrosis pulpa meningkat secara
signifikan pada gigi yang fraktur mahkota dan tidak diobati dengan keterpaparan
dentin yang luas. Tapi ada penelitian yang menunjukkan bahwa pada gigi dengan
fungsional, vitalitas pulpa (tidak ada kontaminasi cedera luksasi), dentin dapat
memberikan ketahanan yang cukup besar terhadap masuknya bakteri. Selain itu,
secara eksperimental telah ditemukan bahwa pada gigi dengan sirkulasi pulpa
yang utuh , dentin dapat memberikan ketahanan yang cukup besar terhadap invasi
bakteri. Dentin yang telah terpapar pada lingkungan mulut untuk jangka waktu
yang lebih lama hingga nampak dari kurangnya permeabilitas dari dentin yang
terbuka. Faktor prognostik mengenai resiko nekrosis memiliki efek sigifikan yang
meliputi : (1) adanya cedera periodontal yang bersamaan, (2) kematangan apikal,
(3) waktu saat perawaatan darurat, (4) jenis fraktur . Pada gigi dengan trauma
akibat fraktur mahkota, jika masalah pulpa timbul biasanya akan terjadi dalam
enam bulan pertama setelah cedera. Namun, perubahan inflamasi dapat bersifat
sementara jika pasokan vaskular pulpa tetap utuh.4
Hasil dari gigi pasca traumatik ditentukan tingkat keparahannya : nekrosis
pulpa, perubahan warna gigi, periodontitis apikalis, fistula, dll. Hasil dari trauma
gigi tergantung dari jenis cedera, waktu perawatan darurat dan kualitas
pengobatan. Pertimbangan yang harus diberikan bahwa komplikasi trauma gigi
dapat terjadi pada beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah cedera.
Cedera gigi yang traumatis pada jaringan keras gigi dan pulpa seperti fraktur
mahkota dapat disertai nekrosis pulpa. Konsekuensi cedera gigi traumatis pada
jaringan sekitarnya, jika terjadi avulsi atau intrusi bahkan bisa lebih serius lagi.
fraktur mahkota yang uncomplited ditemukan komplikasi nekrosis pulpa jarang
terjadi, hanya sekitar 2% - 5% jika ditangani secepatnya. Dan tingkat
kelangsungan hidup atau vitalitas pulpa pada fraktur mahkota yang yang parah
sekitar 63-94% mengalami nekrosis. Metode pengobatan yang dipilih dan jangka
waktu antara trauma dan inisiasi pengobatan memiliki pengaruh yang signifikan.
Dua jenis nekrosis pulpa berhubungan dengan traumatik : Nekrosis iskemik yang
disebabkan oleh terganggunya suplai darah pada foramen apikal dan Nekrosis
Liquif terakit dengan infeksi bakteri. Prevalensi nekrosis yang dilaporkan
bervariasi, jelas bahwa fraktur mahkota yang ditangani secepatnya akan
membawa resiko nekrosis pulpa rendah. Jika tidak, maka garis patah dapat
bertindak sebagai jalur bakteri untuk memasuki ruang pulpa. Juga diyakini bahwa
penetrasi bakteri ke tubulus dentin dengan fraktur yang dalam dan tidak diobati
selama lebih dari 24 jam terjadi. 5
Perubahan akibat trauma pada dasarnya berkisar dari kuning atau pink sampai
kelabu atau hitam. Warna kuning merupakan akibat dari obliterasi/penyumbatan
sebagian saluran pulpa karena proses kalsifikasi. Gigi ini biasanya vital dan
berubah warna karena kalsifikasi berat pada mahkota dan sistem saluran akar.
Gigi ini bisa atu tidak merespon electric pulp test (EPT) atau tes termal. warna
pink kemungkinan akibat pigmen darah yang masuk ke tubulus dentin saat
trauma. Gigi berwarna kelabu atau hitam umumnya merupakan akibat kematian
pulpa. Tidak semua perubahan warna diindikasikan untuk dilakukan perawatan
saluran akar.6
Proses nekrosis karena fraktur ½ mahkota dapat lebih cepat tejadi jika fraktur
disertai dengan luksasi. pada luka luxation usia pasien dan tingkat keparahan
trauma berperan. Semakin parah trauma, kemungkinan pulpa akan menjadi
nekrotik semakin besar. Pada pasien muda, peran vascularisasi sangat penting
karena foramen apical yang masih cukup luas untuk vaskularisasi. 6
Hal ini jika dikaitkan dengan kasus, fraktur ½ mahkota dan posisi
mesipalatoversi, maka dapat disimpulkan proses nekrosis dan perubahan warna
yang terjadi sangat cepat. Gigi pada awalnya mengalami perubahan warna karena
perdarahan intra pulpa pasca trauma. Hal ini terus berlanjut karena tidaka adanya
penangan yang didapatkan oleh pasien, kemudian gigi mengalami proses nekrosis
karena invasi bakteri melalui pulpa yang terbuka akibat fraktur. Selain itu proses
nekrosis juga dapat dipercepat oleh karena foramen apical yang terganggu akibat
trauma hal ini dikarenakan bahwa keadaan mesiopalatoversi diasumsikan terjadi
pasca trauma.6

C. Patomekanisme Terjadinya Penyakit Periapikal

Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, saraf dan sel odontoblast; memiliki
kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu kemampuan untuk
mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan. Akan tetapi apabila terjadi
inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan proses lanjut dari radang
jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa/ nekrosis pulpa. Hal ini
sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau
penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang meradang semakin
berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya. Nekrosis
pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria pada jaringan
pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan
lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan direct pulpa exposure,
hal ini memudahkan infeksi bakteri ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang
pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada
pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam
pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat
diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, erosi dan abrasi. Dari
dentinal tubules inilah infeksi bakteri dapat mencapai jaringan pulpa dan
menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure bisa disebabkan
karena proses trauma, operative procedure dan yang paling umum adalah karena
adanya karies. Pada kasus diskenario bahwa gigi 11 dengan fraktur ½ mahkota hal
ini mengakibatkan invasi bakteri dan menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi
peradangan jaringan pulpa.7

Akibat peradangan pulpa dikarenakan trauma dan invasi bakteri melalui


tubulus dentin yang terbuka , maka sebagai konsekuensi dari pelepasan mediator-
mediator inflamasi dalam jumlah yang banyak. Terjadi peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, stasis pembuluh darah, dan migrasi leukosit ke sisi dimana iritasi
berlangsung. Peningkatan tekanan dan permeabilitas pembuluh darah membuat
cairan bergerak dari pembuluh darah menuju ke jaringan interstitial, menimbulkan
edema dan peningkatan tekanan jaringan. Pulpa terletak di dalam dinding yang
kaku, dimana tidak terdapat sirkulasi kolateral. Karena kekurangan sirkulasi
kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada
pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini
memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke pembuluh darah kecil pada
apeks. Peningkatan kecil dari tekanan jaringan dapat menyebabkan kompresi
pasif, bahkan kolapsnya pembuluh venul dan limfe secara total di sekitar lokasi
iritasi pulpa berlangsung. Kolapsnya pembuluh venul dan limfe akibat
peningkatan tekanan jaringan, serta kurangnya sirkulasi akhirnya menyebabkan
eksudat dan akan berlanjut menjadi nekrosis pulpa.8
Secara garis besar, terdapat 2 jalur penghubung antara jaringan pulpa dan
periodontal, yaitu jalur anatomis dan jalur non anatomis. Jalur anatomis terbagi
menjadi 3, yaitu foramen apikal, kanal lateral, dan tubulus dentin.9

Foramen apikal adalah jalur penghubung langsung antara jaringan pulpa dan
periodontal. Bila pulpa mengalami nekrosis, produk bakteri seperti enzim,
metabolit, dan antigen dapat mencapai periodontium melalui foramen apikal, lalu
memicu respon inflamasi. 9

Selain foramen apikal, kanal lateral juga berperan sebagai jalur penghubung
antara saluran akar utama dengan ligamen periodontal. Ramifikasi saluran akar
adalah semua percabangan pada saluran akar yang menghubungkan saluran akar
utama dengan ligamen periodontal. 9

Ketika pulpa terpapar oleh bakteri dan produk toksin nya, jaringan pulpa
diinfiltrasi secara lokal oleh leukosit polimorfonuklear (PMN). Bakteri dapat
mengkolonisasi dan bertahan pada area nekrosis. Jaringan pulpa akan tetap
mengalami inflamasi untuk jangka waktu yang lama dan nekrosis cepat atau
lambat dapat terjadi. Kondisi nekrosis menjadi akses untuk masuk ke jaringan
periapikal melalui foramen apikal, sehingga jaringan periapikal melakukan
pertahanan melalui inflamasi. Bila sistem imun tidak mampu melawan bakteri
maka kelebihan cairan dan eksudat tidak dapat dikeluarkan dan terjadi
8
pembengkakan yang keadaan ini disebut sebagai abses periapikal.
Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang
terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur. Sel darah putih merupakan
sistem pertahanan tubuh yang melawan infeksi dan setelah memfagositosis
bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah akan
membentuk nanah, dan akumulasi nanah ini maka jaringan sekitarnya akan
terdorong dan menjadi dinding pembatas abses.10

Abses periapikal kronik memiliki patomekanisme yang sama dengan abses


apikalis akut, ketika terbentuk ketika nanah keluar dari dinding ruang pulpa dan
saluran akar melalui foramen apikal. Daerah nanah dan akumulasi cairan yang
terbentuk mengelilingi apeks gigi. Abses periapikal kronik bisa menyebabkan
resorbsi tulang dan meluas ke daerah sekitarnya dapat mengarah ke osteomielitis
atau lebih sering menyebar ke jaringan lunak, jika berlanjut dapat menyebabkan
selulitis dan bengkak. 10

Beberapa studi menunjukkan bahwa bakteri yang terdapat pada kronik


apikalis akut antara proporsi dari Streptococcus spp (50%) dan Porphorymonas
spp (41,7%) tidak begitu jauh, yang diikuti dengan bakteri Propionibacterium
spp (8,3%).11
Pada kasus di skenario, bahwa suatu abses kronik mungkin tidak
memberikan rasa sakit atau hanya sakit yang ringan. Adanya radiolusensi pada
ujung akar merupakan defek dari kerusakan osseus yang nyata terlihat secara
radiografik dan menunjukkan suatu daerah yang difus rarefaksi tulang dan
ligamentum periodontal yang menebal. 12

D. Penyebab Sering Timbul Pus Pada Gingiva

Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam suatu kantung yang terbentuk
dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri, parasit
atau benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan tubuh untuk
bertujuan mencegah agen-agen infeksi menyebar ke jaringan bagian tubuh
lainnya. Pus merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel
darah putih, organisme penyebab infeksi atau benda-benda asing dan racun yang
dihasilkan oleh abses untuk drainase.12

Jika jaringan periapikal telah mengalami titik inokulasi dengan bakteri,


terjadilah suatu infeksi yang aktif yang akan menyebar ke berbagai arah terutama
ke daerah yang mempunyai resistensi minimal. Infeksi akan menyebar ke tulang
cancellous menuju plat kortikal. Bila plat kortikal tipis, infeksi akan mengerosi
tulang dan masuk ke dalam jaringan lunak, dan dapat menyebar ke jaringan
lainnya, biasanya terlokalisir menjadi fistula.13

Pada kasus dimana saat respon spesifik mulai bekerja dan sistem imun mulai
berhasil melawan bakteri maka akan terbentuk sinus track yang dibantu dengan
proliferasi dari rest of mallaisez yang diransang oleh sitokin dan lipopolisakarida
yang berasal dari bakteri dan terbentuklah tissue path dan eksudat akan
dikeluarkan melalui fistula atau bisul gusi. Jadi, saat bakteri yang menyerang
meningkat maka sistem imun juga akan meningkat, itulah mengapa sering timbul
bisul di area gingiva dikarenakan adanya respon spesifik.14

Fistula merupakan suatu saluran abnormal diantara dua organ atau antara satu
organ dengan permukaan luar sebagai drainase karena abses periapikal mencari
jalan keluar menuju ke permukaan gingiva sehingga membentuk sebuah saluran
fistula biasanya mencegah eksaserbasi atau pembengkakan dengan mengadakan
drainase lesi periradikuler terus menerus. Apabila dijumpai tidak ada fistula maka
debris dan bakteri akan difagositosis oleh makrofag dan cairan diabsorbsi melalui
pembuluh darah dan limfe.12

E. Diagnosis Kasus 10,15,16,17


- Pemeriksaan Subjektif
a. Identitas pasien
 Usia 18 tahun
b. Keluhan utama
 Gigi depan berubah warna lebih gelap dibanding gigi tetangganya
 Sering timbul bisul di daerah gusi
c. Riwayat Penyakit
 Pernah terbentur benda keras 3 tahun yang lalu

Yang perlu ditekankan adalah perlu kita sebagai operator melakukan history
taking yang dimana apakah pasien pernah mengalami sakit sebelumnya dan waktu
sakit serta intensitas sakit untuk mengetahui suatu penyakit dalam keadaan akut
atau kronik.

- Pemeriksaan Objektif
a. Intraoral :
 Gigi 11 fraktur setengah mahkota tanpa karies dan berwarna lebih
gelap dari gigi sebelahnya serta posisi giginya mesiopalatoversi
 Tes vitalitas (-) artinya bahwa gigi tersebut sudah nonvital,
 perkusi (-) artinya gigi tersebut dalam keadaan kronis dikarenakan
daerah apikal yang dicurigai adanya abses telah mengalami
drainase sehingga daerah periapikal sudah tidak terdapat kumpulan
pus yang dimana kumpulan pus dapat menyebabkan rasa sakit.
 palpasi (-) artinya bahwa pasien datang dengan keadaan tidak
terdapat bisul saat melakukan pemeriksaan.
- Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografi
 Tampak gambaran radiolusensi di ujung akar yang dimana suatu
tanda bahwa terdapat keterlibatan jaringan periapikal.

Berdasarkan hasil pemeriksaan pada skenario, maka diagnosis yang sesuai


yaitu abses apikalis kronis dengan pulpa yang sudah nekrosis yang telah
membentuk abses dan sinus tract atau fistel sebagai jalan keluar pus ke daerah
mukosa intraoral. Selain itu, pasien juga tidak mengeluhkan adanya rasa sakit,
disertai adanya radiolusensi pada apikal gigi dan mengeluhkan sering timbulnya
bisul pada gusi. Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala klinis abses apikalis kronis
yang bersifat asimtomatik.

F. Perawatan Bleaching18,19

Perubahan warna gigi terutama gigi anterior dapat menimbulkan suatu


problema estetika yang mempunyai dampak psikologi yang cukup besar bagi
penderitanya. Pada saat ini, perkembangan cosmetic dentistry sangat menonjol
dalam menanggulangi hal tersebut yaitu dengan cara restoratif misalnya pelapisan
mahkota atau dengan cara bleaching, yaitu suatu cara pemulihan kembali gigi
yang berubah warna, sampai mendekati warna gigi asli dengan proses perbaikan
secara kimiawi dan tujuannya mengembalikan faktor estetik penderita.
Tehnik bleaching ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain lebih
baik dari segi estetik karena tidak mengambil jaringan keras gigi dan tehnik
perawatan relatif lebih mudah dibandingkan dengan pembuatan suatu mahkota
tiruan. Bleaching dapat dilakukan pada gigi vital maupun gigi non vital yang
mengalami perubahan warna. Perubahan warna gigi dapat dihubungkan dengan
periode perkembangan gigi misalnya pada dentiogenesis imperfekta atau setelah
selesai perkembangan gigi yang disebabkan oleh pulpa nekrosis.
Perubahan warna gigi disebabkan oleh sejumlah noda pada permukaan
gigisetelah gigi erupsi. Noda alamiah mungkin berada pada permukaan atau
berikatan di dalam struktur gigi, kadang-kadang diakibatkan defek email atau
karena cedera trauma.
Contoh penyebab noda alamiah adalah sebagai berikut :
1. Pulpa nekrosis
Produk kerusakan jaringan yang dilepaskan masuk kedalam tulubus dentin
dan mewarnai dentin di sekitarnya.
2. Perdarahan intrapulpa
Disebabkan oleh trauma pada gigi dan akan menyebabkan perdarahan dan
lisiseritrosit. Produk disintegrasi darah diduga sebagai ion sulfida, masuk
ke dalam tulubus dentin sehingga menyebabkan perubahan warna gigi
yang makin lama makin meningkat.
3. Metamorfosis kalsium
Pembentukan dentin sekunder ireguler secara ekstensif di dalam kamar
pulpa atau pada dinding saluran akar menyebabkan translusensi mahkota
gigi berkurang atau warna gigi berubah menjadi kekuningan atau kuning
kecoklatan. Pada pasien yang sudah tua,perubahan warna gigi terjadi
secara fisiologis sebagai akibat aposisi dentin secara berlebihan disamping
karena penipisan dan perubahan optik dalam email.
4. Defek perkembangan
Perubahan warna dapat terjadi karena kerusakan pada saat perkembangan
gigi. Bahan pemutih gigi dapat berperan sebagai oksidator atau reduktor,
kebanyakan preparat yang tersedia adalah oksidator.

Macam-macam bahan-bahan pemutih gigi adalah sebagai berikut:


a. Hidrogen peroksida
Hidrogen peroksida merupakan oksidator kuat dan tersedia dalam berbagai
konsentrasi, yang paling umum di pakai adalah konsentrasi 30-35 %.
Contoh larutan hidrogen peroksida adalah superoxol, perhidrol. Cairan ini
merupakan cairan bening tidak berwarna dan tidak berbau.
b. Pirozon
Pirozon adalah larutan hidrogen peroksida 25 % dalam eter 75 %. Larutan
ini bersifat kaustik, mudah menguap juga baunya merangsang
menyebabkan rasa mual pada pasien.
c. Natrium perborat
Natrium perborat dapat diperoleh dalam bentuk bubuk. Bahan yang masih
baru mengandung kira-kira 95 % perborat dalam 9,9 % oksigen. Bahan ini
bersifat alkali,lebih mudah dikontrol dan lebih aman daripada cairan
hidrogen pekat.
d. Karbamid peroksida
Karbamid peroksida dikenal sebagai urea hidrogen peroksida, dapat
diperoleh dalam berbagai konsentrasi antara 3-15 %. Umumnya preparat
ini mempunyai pH5-6,5% dan mengandung kira-kira 10 % karbamid
peroksida, biasanya mengandung gliserin atau propilen glikol, natrium
stannat, asam fosfat atau asam sitrat dan aroma.
e. Larutan Mc. Innes
Larutan ini terdiri atas 5 bagian asam klorida 36 %, 5 bagian hidrogen
peroksida 30 % dan 1 bagian eter, biasanya digunakan untuk
menghilangkan noda pada kasus fluorosis.
f. Natrium peroksiborat monohidrat
Contoh bahan ini adalah amosan, yang melepaskan oksigen lebih banyak
daripada natrium perborat, diindikasikan untuk pemutihan gigi secara
internal.

Tehnik bleaching (pemutihan) gigi :


1. Tehnik Bleaching secara Eksternal
Pewarnaan pada gigi vital biasanya disebabkan oleh karena pewarnaan
tetrasiklin dan faktor ekstrinsik, misalnya karena fluorosis atau defek
superfisial.
2. Bleaching Tehnik Mouthguard
Tehnik ini biasanya dipakai pada perubahan yang ringan, dianjurkan
sebagai tehnik pemutihan di rumah, biasa disebut juga tehnik pemutihan
dengan matriks. Tehnik ini dapat dilakukan pada malam hari saat tidur
disebut nightguard vital bleaching atau dipakai pada siang hari.

3. Tehnik Walking Bleach


Tehnik ini memakai campuaran superoxol dan natrium perborat,
prosedurnya adalah sebagai berikut:
a. Jaringan sekitar gigi yang akan dirawat dilindungi dengan vaselin.
b. Isolasi gigi dengan karet isolator (rubberdam).
c. Kamar pulpa dan tanduk pulpa dibersihkan, kemudian dentin
bagianlabial dalam kamar pulpa dikurangi 0,5 mm dengan bor
kecepatan rendah.
d. Kurangi guttaperca dengan plugger panas sebanyak 2 mm ke arah
apikal.
e. Daerah orifis ditutup dengan semen seng oksida eugenol setebal 1
mm.
f. Bersihkan kamar pulpa dengan xylene atau isopropil alkohol 70 %,
kemudian keringkan dengan aliran udara. Menurut Hyess (1986) dapat
juga dipakai asam fosfat 37 % yang dioleskan dalam kamar pulpa
selama 1 menit, kemudian bilas dengan air dan keringkan.
g. Letakkan pasta campuran natrium perborat dengan superoxol di dalam
kamar pulpa, tekan dengan kapas ke arah dinding labial kemudian
tutup dengan tumpatan sementara seng oksida eugenol.
h. Kujungan berikutnya dilakukan 3-7 hari kemudian. Bila pemutihan
gigi belum berhasil, ulangi prosedur di atas, tetapi bila sudah berhasil,
bersihkan gigi kemudian lakukan tumpatan tetap dengan resin
komposit.
4. Teknik Kombinasi
Tehnik kombinasi ialah cara bleaching yang menggabungkan tehnik
walking bleach dengan tehnik termokatalitik secara bergantian, sehingga
hasilnya lebih cepat dan memuaskan.Prosedur tehnik kombinasi adalah
langkah pertama sama dengan tehnik termokatalitik, setelah dilakukan
pemanasan, kapas yang telah dibasahi hidrogen peroksida dalam kamar
pulpa dikeluarkan lalu gigi dikeringkan. Kemudian pasta hasil
pencampuran superoxol dengan bubuk natrium perborat diletakkan dalam
kamar pulpa.
5. Tehnik Foto Oksidasi Ultra Violet
Lampu ultraviolet diletakkan pada permukaan labial gigi yang akan
diputihkan. Cairan hidrogen peroksida 30-35 % diletakkan di dalam kamar
pulpa dengan kapas, lalu disinari dengan lampu ultraviolet selama 2 menit.

Mekanisme Bleaching:
Hidrogen peroksida merupakan suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk
Menembu email mencapai email dan dentin yang terkena pewarnaan.Penembusan
ini terjadi karena berat molekul hidrogen peroksida yang rendah dan mempunyai
kemampuan denaturasi protein sehingga dapat meningkatkan gerakan ion-ion
melalui gigi.Menurut beberapa peneliti, terjadinya pemutihan gigi ini disebabkan
oleh adanya reaksi oksidasi. Noda-noda yang ada di email dan dentin akan
dioksidasi oleh hidrogen peroksida yang bersifat sebagai oksidator kuat. Bahan
oksidator ini mempunyai kemampuan untuk merusak molekul-molekul zat warna,
melalui reaksinya dengan oksigen bebas yang dilepaskan, sehingga warna menjadi
netral dan menyebabkan terjadinya efek pemutihan.
Hidrogen peroksida merupakan suatu bahan yang dapat menghasilkan radikal
bebas, HO2* + O* yang sangat reaktif. Pada proses pemutihan gigi, hidrogen
peroksida berdifusi melalui matriks organik email dan dentin. Radikal bebas
bermuatan merupaka radikal yang tidak stabil dan akan bereaksi dengan molekul
organik atau radikal bebas lainnya terutama molekul-molekul zat warna di dalam
gigi setelah zat warna dirusak sehingga terjadi efek pemutihan.

G. Penanganan Restorasi 20,21,22,23,24,25

Pada gigi anterior dengan struktur gigi di atas supragingiva kurang dari ½ dan
sisa dentin saluran akar tipis maka penggunaan pasak disarankan untuk
meningkatkan retensi dan stabilisasi untuk memperkuat gigi.

Pasak merupakan retensi tambahan yang diletakkan di dalam saluran akar gigi
yang telah dirawat saluran akar. Pasak bertujuan sebagai pemegang inti dan
mahkota serta membantu melindungi penutupan apikal dari kontaminasi bakteri
yang disebabkan karena kebocoran mahkota. Fungsi dari pasak dan inti adalah
untuk meningkatkan daya tahan struktur jaringan gigi terhadap tekanan lateral dan
mendistribusikan ke seluruh jaringan gigi yang ada. Pasak dapat dibedakan
berdasarkan jenis yaitu :

a. Costum-cast post

Costum-cast post di buat di klinik dan laboratorium dari hasil reproduksi


negatif saluran akar yang telah dipreparasi. Dengan menggunakan bahan
Alloy emas (Tipe III dan IV) merupakan logam pilihan yang digunakan
hingga saat ini dengan teknik tuang.

b. Pasak Prefabricated

Pasak ready made atau prefabricated dapat terbuat dari metal dan non-
metal yang memiliki ukuran sesuai standar yang ditentukan. Pasak metal
pada umumnya memiliki retensi yang baik (tapi mempunyai modulus
elastis yang berbeda dengan dentin sehingga tekanan yang jatuh pada gigi
terkonsentrasi dan dapat menimbulkan fraktur.

Berdasarkan bahan pembuatan yaitu pasak logam dan nonlogam. Beberapa


pasak non logam yaitu:

- pasak fiber
- keramik
- fiber reinforced polymer. Fiber reinforced polymer terbuat dari karbon
atau serat silica yang terselubungi oleh polimer resin, biasanya merupakan
epoxy resin dan disebut pasak fiber reinforced composites (FRC).

Pasak fiber memiliki nilai estetik yang baik karena sewarna dengan gigi atau
bersifat translusen, sehingga tidak membutuhkan opaquer dan cocok untuk semua
bahan restorasi termasuk mahkota komposit dan all-ceramic. Biokompatibilitas
baik, tidak toksik, tidak korosif, tidak galvanic, tidak terlalu invasif dibandingkan
pasak logam, mudah diperbaiki atau dikeluarkan, dan tidak memberi efek sensitif
terhadap gigi. Apabila dilakukan sementasi dengan baik, maka dapat mencegah
terjadinya kebocoran mikro. Penggunaan pasak fiber diperlukan pembuatan inti
untuk meggantikan struktur mahkota yang hilang dan dikombinasikan dengan sisa
jaringan mahkota.

Namun, kasus yang sesuai dengan skenario dengan usia 18 tahun, untuk pasak
yang digunakan pada kasus adalah pasak Custom fabricated dengan alasan
mengingat bahwa usia pasien yaitu 18 tahun, dengan kemungkinan ruang pulpa
masih cukup lebar sehingga perlu pemberian pasak dengan ukuran yang sesuai
dengan teknik tuang sehingga bahan akan mengalir mengisi ruang pulpa yang
lebar, dibandingkan untuk penggunaan pasak dengan material fiber, walaupun
diunggulkan dengan estetika, tidak mengakibatkan korosi dan dapat digunakan
untuk semua bahan jenis restorasi dan modulus elastisitasnya yang mirip dentin
sehingga dapat memiminimalkan fraktur akar, tetapi dengan pertimbangan bahwa
pasak prefabricated yang berbahan fiber hanya memiliki ukuran sehingga
mungkin untuk kasus yang ruang pulpanya lebih besar, maka tentunya jika
penggunaan pasak fiber yang tidak pas maka tidak akan cocok apabila jika kita
ingin mendapatkan hasil retensi yang baik pada intraradikular.

Tetapi, terlepas dari segala hal tersebut apabila saat pentalaksanaan ditemukan
ruang pulpa dan kecocokan terhadap pasak dengan berbahan fiber, tentunya akan
lebih menguntungkan dikarenakan keunggulan dari pasak fiber tersebut.

Pada skenario ini, mengapa resin komposit tidak digunakan, karena dengan
pertimbangan perlunya perbaikan kondisi malposisi gigi. terlepas dari kondisi
malposisi gigi, resin komposit jauh lebih baik digunakan apabila gigi masih
mempunyai marginal ridge, cingulum dan incisal edge yang baik. Hal ini karena
gigi anterior tekanan fungsionalnya kecil. Akan tetapi, beberapa kasus gigi
anterior setelah perawatan endodontik dengan kerusakan cukup luas
membutuhkan penggunaan mahkota penuh dengan pasak inti karena
pertimbangan resistensi restorasi dan estetik. Meskipun demikian, pasak tidak
dapat menguatkan gigi yang telah dirawat endodontik, karena fungsinya nadalah
sebagai retensi inti, bila jaringan gigi yang tersisa tidak dapat mendukung
restorasi korona. Penyelamatan struktur gigi yang masih sehat dijadikan aspek
yang paling penting dalam meningkatkan pasca perawatan endodontik pada gigi
anterior.

Dalam penanganan fraktur dengan diskolorisasi tanpa adanya perubahan


posisi gigi sebaiknya menggunakan resin komposit gigi yang telah dirawat saluran
akarnya, selanjutnya melalui prosedur pemutihan intrakorona , untuk
mendapatkan restorasi yang memuaskan dengan estetik yang baik, maka restorasi
komposit dilakukan dengan menggunakan konsep “layering”. Pada prinsipnya
komposit dengan karakteristik optik yang mendekati struktur gigi diaplikasikan
lapis demi lapis, sehingga mampu merefleksikan warna gigi secara alami, serta
kadang diperlukan penambahan material efek seperti apaquer dan tinter untuk
mendapatkan detil.

Pada skenario modul kali ini, jika ditinjau dari gigi 11 mesiopalatoversi yang
mengalami fraktur ½ mahkota dan terdapat perubahan warna pada gigi, sebaiknya
digunakan restorasi mahkota penuh yaitu restorasi porcelain fused to metal
dengan melihat indikasinya yaitu, untuk estetis, menutup mahkota secara penuh,
karies yang luas, gigi yang memerlukan kekuatan dan retensi besar, memperbaiki
malposisi gigi, gigi fraktur dan gigi yang mengalami pewarnaan. Kotraindikasinya
yaitu pasien dengan karies aktif, penyakit periodontal yang tidak dirawat, gigi
dengan kontak oklusi besar, pasien dengan kebiasaan bruxism & cleanching.
Adapun keuntungan porcelain fused to metal dibanding all porcelain yaitu
kekuatan restorasi lebih tinggi serta pengurangan proksimal dan lingual lebih
konservatif dibanding yang dibutuhkan untuk mahkota all porcelain. Dengan
menggunakan restorasi porcelain fused to metal, maka selain frakturnya yang
tertangani, maka posisi gigi mesiopalatoversi juga turut teratasi.

H. Prognosis Kasus26,27

- Prognosis Baik
Jika korona retak, diamati dengan bagiannya tidak bergerak atau tidak
mobile dan pasien tidak memiliki gejala, maka prognosisnya baik.
- Prognosis sedang
Jika gigi sensitif saat melakukan probing, dengan bagian mengalami
mobile, maka prognosisnya lebih berhati-hati. Pasien harus mengerti
bahwa perawatan endodontik yang tertunda mungkin tidak dapat
menyelesaikan gejala yang ada dan prognosisnya hanya sedang. Jika
perawatan endodontik dilakukan, maka akses dinding interior harus
diperiksa dengan hati-hati, sebaiknya dilakukan pemeriksaan untuk
menentukan retakan telah mencapai ruang kanal atau tidak. Jika ini
diamati, pasien harus diberi tahu tentang potensi yang lebih
membahayakan prognosis.

- Prognosis Buruk

Jika pulpa gigi didiagnosis telah mengalami nekrose, dengan karies yang
sedikit dan riwayat restorasi dan memiliki poket periodontal yang dalam
dan sempit, serta adanya fraktur mahkota hingga pada bagian akar, maka
akan mendapatkan prognosis yang buruk.

Jika dihubungkan dengan pasca perawatan pada kasus, maka prognosis dapat
ditegorikan dalam prognosis yang baik. Jika setelah melakukan perawatan retensi
dan resistensi dapat bertahan lama dan tidak mengalami penyusutan dan kerapatan
marginal yang baik pada restorasi tersebut. Retensi dilakukan untuk ketahanan
pasak terhadap kekuatan tarik kearah vertikal. Sedangkan resistensi pada restorasi
ditunjukkan pada kekuatan mahkota pasak tersebut.

Anda mungkin juga menyukai