Anda di halaman 1dari 13

KEJANG DEMAM

A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Kapita
Selekta Kedokteran)
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Hal ini dapat terjadi pada 2-5 %
populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan 5 tahun dan
jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia < 6 bulan atau > 3 tahun.
Tidak ada nilai ambang suhu untuk dapat terjadinya kejang demam. Selama anak
mengalami kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran disertai gerakan lengan dan
kaki, atau justru disertai dengan kekakuan tubuhnya. Kejang demam ini secara umum
dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
1. Simple febrile seizures: kejang menyeluruh yang berlangsung < 15 menit dan
tidak berulang dalam 24 jam.
2. Complex febrile seizures / complex partial seizures: kejang fokal (hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang
dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
B. Etiologi
Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital,
factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan
metabolisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif
susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya (Betz
dan Cecily L, 2002). Ada beberapa factor yang mungkin berperan dalam menyebabkan
kejang demam misalnya:
1.

Demam

2.

Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak.

3.

Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.

4.

Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5.

Ensefalitis viral (radang otak akbat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
ensefalopati toksik sepintas.

6.

Gabungan semua factor tersebut di atas.


Faktor risiko penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang
demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada

masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang
demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan
kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih.
C. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 % - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada
seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dalam waktu
yang tingkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi,
dari akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak yang menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada
suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan inilah dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
D. Tanda dan Gejala
1. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tibatiba)
2. Kejang tonik-klonik atau grand mal
3. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anakanak yang mengalami kejang demam)
4. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik)
5. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
6. Lidah atau pipinya tergigit
7. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
8. Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya)
9. Gangguan pernafasan
10. Apneu (henti nafas)
11. Kulitnya kebiruan
E. Klasifikasi

Menurut Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas dua golongan yaitu:
1. Kejang demam sederhana, kejang ini harus memenuhi criteria berikut:
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy.
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyakit apapun.
c. Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan 6 tahun.
d. lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit.
e. Kejang tidak bersifat fokal
f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
g. sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurology atau abnormalitas
perkembangan
h. kejang tidak berulang dalam waktu singkat.
2. Kejang demam kompleks
Bila kejang tidak memenuhi criteria tersebut di atas, maka digolongkan sebagai
kejang demam kompleks.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan
kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini
dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia < 12 bulan) karena gejala
dan tanda meningitis pada bayi mungkin sangat minimal atau tidak tampak. Pada
kejang demam pertama di usia antara 12-18 bulan, ada beberapa pendapat berbeda
mengenai prosedur ini. Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan
serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam
yang:

Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku leher)

Mengalami complex partial seizure

Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam


sebelumnya)

Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)

Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar


1 jam setelah kejang demam adalah normal.

Kejang pertama setelah usia 3 tahun

Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi
sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi
antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus
seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
2. EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam
yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada
penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau
segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang
tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran
gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat
prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsy
3. Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,
magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama.
Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan
sekedar sebagai pemeriksaan rutin
4. Neuroimaging. Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah
CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam
yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
G. Manajemen Terapi
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut:
1. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
2. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris,
karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
3. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

4. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan


khusus.
5. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas
kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang
menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa
menyatakan batasan menit (4).
6. Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang
berat, atau anak terus tampak lemas.
Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain
poin-poin di atas adalah sebagai berikut:
1. Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
2. Pemberian oksigen melalui face mask
3. Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah
terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus
4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
5. Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti
kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini
pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang
(mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.

Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :

Terapi
Usia
< 1 tahun
15 tahun
510 tahun
> 10 years

awal
Dosis IV (infus) (0.2mg/kg)
12 mg
3 mg
5 mg
510 mg

dengan

diazepam
Dosis per rectal (0.5mg/kg)
2.55 mg
7.5 mg
10 mg
1015 mg

Jika kejang masih berlanjut:


1.

Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang
selang infus, 0,5 mg/kg per rektal

2.

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut:


1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20 mg/kg
per infus dalam 30 menit.
2. Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung).
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif
dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.

H. Diagnosa yang Mungkin Muncul


1. Hipertermi
2. Risiko Cidera
3. Kurang Pengetahuan
I. Perencanaan Keperawatan
No

Diagno
sa
Hiperte
rmi
b/d
pros
es
pen
yaki

Tujuan
Setelah dilakukan asuhan

Intervensi
Penanganan demam

keperawatan selama 2 x 24 1.Monitor suhu klien


2.Monitor kulit klien dan adanya perubahan
jam, klien menunjukkan
warna
termoregulasi yang baik
3.Monitor nadi dan respirasi
dengan indikator:
4.Monitor kejang
5.Monitor nilai WBC, Hb, dan Hmt
suhu tubuh normal (366.Monitor intake dan output
0
7.Monitor keabnormalan elektrolit
37 C)

t
Risiko

Nadi rentang normal (100- 8.Kolaborasi pemberian antipiretik


9.Kolaborasi pemberian terapi cairan IV
190), RR dbn (30-40)
10. Dukung untuk intake cairan yang adekuat
Setelah dilakukan
Pencegahan kejang

Cid

asuhan

era

keperawatan

Faktor

selama 2 x 24

1. Pindahkan barang-barang yang dapat


membahayakan klien
2. Ajarkan keluarga tentang faktor-faktor

risik

jam, tidak

pemicu kejang, antara lain demam.

o:

terdapat cidera

disf

fisik berupa

ung

lecet, memar,

dengan posisi menyamping, bukan

si

maupun

terlentang, untuk menghindari bahaya

biok

fraktur dan

tersedak.

imia

keluarga

Manajemen kejang
1. Baringkan anak di tempat yang datar

2. Beri informasi pada keluarga supaya

keluarga dapat

jangan meletakkan benda apapun dalam

mengetahui

mulut si anak seperti sendok atau

cara mencegah

penggaris, karena justru benda tersebut

jatuh.

dapat menyumbat jalan napas.

Knowledge: Dissease

3. Kolaborasi pemberian obat antikejang


Teaching: Dissease Process

pen

Process

1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan

geta

Setelah dilakukan tindakan

hua

keperawatan minimal

selama 1 x 24 jam, klien

tanda dan gejala serta penyebab yang

b.d

dan keluarga diharapkan

mungkin

kura

dapat meningkat

ng

pengetahuannya yang

pap

ditandai dengan indikator: 4. Siapkan/berikan keluarga atau orang-

aran

Keluarga mampu

orang yang berarti dengan informasi

sum

menjelaskan kembali

tentang perkembangan klien

ber

tentang apa yang telah

info

dijelaskan (penyakit,

rma

perawatannya, dan

si

pengobatannya)

mungkin diperlukan untuk mencegah

Keluarga kooperative dan

komplikasi di masa yang akan datang dan

Kurang

keluarga tentang proses penyakit


2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit,

3. Sediakan/berikan informasi tentang


kondisi klien

5. Sediakan/berikan informasi tentang


diagnosa klien
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang

mau kerjasama saat


dilakukan tindakan

atau kontrol proses penyakit


7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi
atau pengobatan
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan
atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali pilihanpilihan atau memperoleh alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin
terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang
ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, L., Sowden, L. A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC) 6th Edition. USA: Elsevier Mosby.
Herdman, T. H., Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blakwell.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Medika Aesculapius.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. SA: Elsevier Mosby.
Pusponegoro, Hardino, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, edisi pertama.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

STASE KEPERAWATAN ANAK


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FK UGM

Nama Mahasiswa

: Hikmahtika Wulaning Akbar

NIM

: 15/392872/KU/18531

Ruang

: Poli Anak

Tanggal Pengkajian

: 20 Juni 2016

Tanggal Praktek

: 20 Juni 2016

Paraf

: __________

I IDENTITAS KLIEN
Anak
Tgl. Ke Poliklinik Anak
: 20 Juni 2016
No. Rekam Medis
: 01.72.20.xx
Nama Klien
: An. R. G.
Nama Panggilan
: An. R
Tempat, tanggal lahir
: 30 Juni 2015
Umur
: 2 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku
: Jawa
Bahasa yang dimengerti
: Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia
Orang Tua/ Wali
Nama Ayah Ibu/ wali
: Ny. M
Alamat Ayah/ Ibu/ wali
: Perum POLRI, Gowok, Sleman, Yogyakarta
II
KELUHAN UTAMA
Anak demam dan kejang, batuk dan flu
III
RIWAYAT KELUHAN SAAT INI
Pada April 2015 anak mengalami diare disertai darah, demam, dan kejang. Anak
muntah tetapi masih mau minum. Kejang yang terjadi selama kurang lebih 10 menit dan
berhenti sendiri. 3 jam SMRS, pasien kembali kejang dan diberikan diazepam oral oleh
ibu.
IV

RIWAYAT KEPERAWATAN
Saat mengalami kejang pada tahun 2015, anak tidak dirawat inap. Orang tua menolak
untuk dirawat inap. Setelah itu anak rutin kontrol ke klinik atau poli.
Anak mendapatkan terapi :
- Diazepam 0,3 mg/kg/BB apabila suhu >38oC PO
- Zinc 20 mg/24 jam PO
Pasien direncanakan untuk kontrol 2 minggu setelah pemeriksaan hari ini.

VPEMERIKSAAN FISIK
1 Keadaan umum
Kesadaran
: anak tertidur
Suhu
:37,5 C
Nadi
: 100 x/menit
Tekanan darah: tidak terkaji
Pernapasan : 40 x/ menit
Respon nyeri : 0 (Wong Baker)
Berat badan : 11,8 kg
Tinggi Badan : 85 cm
2 Kulit
Kulit kuning langsat. Akral hangat dan tidak ada luka di daerah kulit. Integritas kulit
baik.
3 Kepala
bentuk kepala normal dan tidak ada pembesaran, rambut berwarna hitam, merata,
kondisi bersih dan tidak kusam.
4 Mata
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
5
6
7

8
9

10
11

12
13

Telinga
Telinga bersih, tidak terdapat discharge, telinga kanan kiri simetris.
Hidung
Tidak ada discharge, lubang hidung kanan dan kiri simetris, keduanya bersih.
Mulut dan gigi
Tidak ada discharge, mulut bersih dan lembab. Lidah tampak bersih, tidak ada bercak
putih dan terdapat karies di beberapa gigi geraham anak.
Leher
Tidak ada peningkatan JVP
Dada
Tidak ada rambut di dada, simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi dan ketinggaln
gerak. Tampak kemerahan dan gatal pada bagian ketiak kanan dan kiri.
Payudara
An. A memilik puting payudara kanan kiri simetris dan belum berkembang.
Paru-paru
Inspeksi : kanan kiri simetris
Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak kanan dan kiri.
Perkusi : sonor kanan dan kiri
Auskultasi : RBB +/+, RBK -/Jantung
Suara normal. Tidak ada edema ekstremitas, CRT <2detik
Abdomen
Inspeksi : tidak ada jejas, kulit berwarna kuning langsat, tidak terlihat ada distensi
Perkusi : timpani, tidak ada distensi.
Palpasi : tidak ada respon nyeri dari pasien.
Auskultasi : terdengar suara peristaltik usus.

14 Genitalia
Laki-laki, hipospadia (-),

15 Anus dan rectum


Bersih, tidak terdapat benjolan dan luka
16 Muskuloskeletal
Gerak bebas, kekuatan otot
5

VI

VII
VIII

17 Neurologi
5 5 reflek patologis
Reflek fisiologis normal, tidak terdapat
TES PERKEMBANGAN PERKEMBANGAN SAAT INI (Gunakan format
Denver/ DDST)
a Personal sosial
Kemampuan personal sosial sesuai dengan tahap perkembangan usianya. Anak
sudah mampu menggosok gigi sendiri, makan sendiri, menggunakan baju dibantu
oleh orang tua/keluarga
b Adaptif motorik halus
Kemampuan adaptif motorik halus sesuai dengan tahap perkembangan usianya.
Anak sudah mampu meniru menggambar garis vertikal dan horizontal, menyusun 3
balok, meremas, dan memegang benda kecil
c Bahasa
Kemampuan bahasanya sesuai dengan tahap perkembangan usianya. Anak mampu
menggabungkan 2 kata sederhana.
d Motorik kasar
Kemampuan motorik kasar sesuai dengan tahap perkembangan usianya. Anak
mampu berdiri dengan 1 kaki selama 3-5 detik, melompat dengan 1 kaki.
Intepretasi:
Tidak ada keterlambatan dalam perkembangan pasien.
DATA PENUNJANG
Tidak ada
PATOFISIOLOGI/ CLINICAL PATHWAY
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 % - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada
seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dalam waktu
yang tingkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi,
dari akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak yang menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada
suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan inilah dapat disimpulkan bahwa terulangnya

kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
IX
INFORMASI LAIN (mencakup rangkuman kesehatan klien dari gizi,
fisioterapis, medis, dll.)
Diagnosa Medis : Kejang Demam Sederhana

Anda mungkin juga menyukai