Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen (PERDOSSI, 2006
dalam Asrini, 2008).
Anatomi
Berdasarkan ATLS (2004), anatomi yang bersangkutan antara lain :
1. Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
Perikranium.
frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah ruang
bagian bawah batang otak dan serebelum.
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena
tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang
potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana
sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari
sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium
(ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada
arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis
(fosa media).
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus
pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat erat
pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub
araknoid
4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri atas
hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan duramater
dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat
bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai
hemisfer dominan.
Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan
mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi
sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori. Lobus
oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula oblongata.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi
dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi
yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang
berat. Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan,
terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak, dan
juga kedua hemisfer serebri.
5. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju ventrikel IV.
Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid
yang berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi
ke dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.
6. Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial (terdiri
atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa
kranii posterior).
Fisiologi
Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain :
1. Tekanan Intra Kranial
Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan
suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH 2O atau 4 sampai 15
mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas
sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih
tinggi dari normal.
Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya
dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan serebrospinal
( sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari
ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur
lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial (Lombardo,2003).
2. Hipotesa Monro-Kellie
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah
satu
dari
ketiga
komponennya
membesar, dua
komponen
lainnya
harus
TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan
tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo, 2003).
2.4. Patofisiologi Trauma Kapitis
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer
dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat
langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala
dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala
( Gennarelli, 1996 dalam Israr dkk, 2009 ).
Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada
permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada
duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan
disebut lesi kontusio coup, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi,
sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi
kontusio countercoup. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan
akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi
rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk
dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan
rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi
kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan
countrecoup ( Mardjono dan Sidharta, 2008 ).
Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak
dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi
solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat
dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(countrecoup) (Hickey, 2003 dalam Israr dkk,2009).
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia
otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera
sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap
kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang
(2004)
cedera
kepala
diklasifikasikan
dalam
berbagai
Ringan
Sedang
Berat
Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2002) antara lain:
1. Pemeriksaan kesadaran
Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang didasari pada tiga pengukuran,
yaitu : pembukaan mata, respon motorik, dan respon verbal. Skor dari masing-masing
komponen dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah 3
sedangkan nilai tertinggi adalah 15.
Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien menjadi
Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali
pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat
kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam penilaian dapat dinilai apakah
terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.
E4
3
voice
Pain
Pain
Pain
Follows simple
commands
Pulls examiners
hand away upon
M6
pressure
Pain
Flexes body
inappropriately to
pain (decorticate
posturing)
Pain
position upon
pressure
(decerebrate
posturing)
Pain
Has no motor
response
Carries on a
conversation
V5
Seems confused or
disoriented
Speech
Talks so examiner
can understand
examiner cannot
understand
Speech
Makes no noise
2. Pemeriksaan Pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya.
Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah abnormal.
Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf
okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan
akibat dari cedera kepala.
3. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer. Tonus,
kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua hasilnya harus
dicatat
Tabel 2.3 Saraf Kranial
Glasgow Coma Scale (GCS) diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun
1974 (Jennet dan Teasdale, 1974 dalam Sastrodiningrat, 2007 ). Sejak itu GCS
merupakan tolak ukur klinis yang digunakan untuk menilai beratnya cedera
kepala. GCS seharusnya telah diperiksa pada penderita-penderita awal cedera
terutama sebelum mendapat obat-obat paralitik dan sebelum intubasi. Derajat
kesadaran tampaknya mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesempatan
hidup dan penyembuhan. GCS juga merupakan faktor prediksi yang kuat dalam
menentukan prognosa ( Alberico dkk, 1987 dalam Sastrodiningrat, 2007).
Terdapat beberapa kontroversi saat menentukan GCS. Penentuan skor GCS
sesudah resusitasi kardiopulmonal, dapat mengurangi nilai prediksi GCS. Pada
beberapa
penderita, skor mata dan skor verbal sulit ditentukan pada mata yang bengkak dan
setelah tindakan intubasi endotrakeal. Skor motorik dapat menjadi prediksi yang
kuat; penderita dengan skor mototrik 1 ( bilateral flaksid ) mempunyai mortalitas
90 %. Adanya skor motorik yang rendah pada awal cedera dan usia di atas 60
tahun merupakan kombinasi yang mematikan (Kelly dkk., 1996 dalam
Sastrodiningrat, 2007).
Penentuan skor awal GCS yang dapat dipercaya dan belum diberi pengobatan
apapun atau sebelum tindakan intubasi mempunyai nilai yang sangat penting
(American Association of Neurological Surgeons, 2000 dalam Sastrodiningrat,
2007).