Anda di halaman 1dari 17

Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus adalah keadaan dimana tubuh tidak menghasilkan atau memakai insulin
sebagaimana mestinya. Insulin adalah hormon yang membawa glukosa darah ke dlaam sel-sel
dan menyimpannya sebagai glikogen (Tambayong, dalam Susetyo,2012)
Diabetes merupakan gangguan metabolic yang kompolek dan kronik yang ditandai dengan
hiperglikemia dan gangguan sekresi insulin. Hiperglikimea kronik dapat menyebabkan disfungsi
organ jangka panjang terutama mata, ginjal, persarafan, jantung, dan pembulu darah.
Klasifikasi Diabetes Mellitus
Sebagian besar pasien penderita diabetes dapat dikelompokan mnjadi dua kelompok utam,
penderita diabetes tipe 1 dan

penderita diabetes tipe 2. Penyebab diabetes tipe 1 adalah

defisiensi mutlak sekresi insulin. Gangguan sekresi insulin ini merupakan akibat penghancuran
sel beta pancreas secara autoimun. Tanda penghancuran adalah autoantibodi sel pulau
Langerhans (ICA, islet cel autoantibodies). Kecepatan sel pulau Langerhans bervariasi dan
sebagian anak-anak dan orang dewasa mengalami ketoasidosis sebagai manifestasi pertama
penyakit diabetes. Ketika penghancuran sel pulau Langerhans terjadi, pasien membuat insulin
sendiri untuk bertahan. Mungkin ada hubungan genetic sebagai penyebab diabetes tipe 1 dan
pasien diabetes tipe 1, jarang yang mengalami kegemukan. Jumlah penderita diabetes tipe 1
berkisar 10% sampai 20% dari seluruh kasus diabetes dan awitan terjadi terutama selama anakanak atau saat pubertas.
Diabetes tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin yang sering kali merupakan defisiensi insulin
yang bersifat relative dari pada mutlak. Sebagian besar pasien penderita diabetes tipe ini tidak
membutuhkan insulin, minimal pada awalnya. Penyebab khusus resistensi insulin tidak
diketahui, namun pasien ini tidak mengalami penghancuran sel islet pancreas secara autoimun.

Sebagian besar pasien mengalami kegemukan dan kegemukan sendiri dapat menyebabkan
resistensi insulin. Ketoasidosis jarang terjadi pada diabetes tipe ini karena pasien tetap
mensekresi insulin dalam jumlah yang cukup untuk menghindari penyakit kritis. Ketika pasien
mengalami komplikasi berat akibat hiperglikemia, biasanya ia menderita penyakit lain secara
bersamaan seperti infark miokard, infeksi, atau trauma. Karena tingginya insiden resistensi
insulin dan tingginya insiden defisiensi insulin relative, status hiperglikemik hyperosmolar
(HHS) biasanya terjadi pada pasien diabetes tipe 2 ketika pasien tersebut sakit kritis
Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus (DM)
Kedua-kedua jenis diabetes memiliki gejala yang sangat mirip. Gejala pertama berhubungan
dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Gula tumpah ke dalam urin ketika kadar
gula darah naik di atas 160-180 mg / dL. Ketika tingkat gula dalam urin meningkat lebih tinggi
lagi, ginjal mengeluarkan air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar gula, maka
menghasilkan air seni yang berlebihan, jadi penderita diabetes sering buang air kecil dengan
volume yang banyak
(poliuria). Buang air kecil yang berlebihan mengakibatkan rasa haus yang tidak normal
(polidipsia). Selain itu disebabkan kehilangan kalori yang berlebihan dalam urin, maka berat
badan penderita Diabetes Mellitus (DM) akan menurun. Untuk mengkompensasinya, penderita
DM akan sering merasa lapar. Gejala lain untuk Diabetes Mellitus (DM) termasuk penglihatan
kabur, pusing, mual, dan menurunnya daya tahan semasa melakukan aktivitas ( Kishore, P. MD,
2008).
Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe I, gejalanya sering muncul secara tiba-tiba dan dramatis.
Dalam Diabetes Mellitus Tipe I ini bisa terjadinya ketoasidosis diabetikum. Hal ini terjadi karena
tubuh tidak bisa menghasilkan insulin atau penghasilan insulinnya tidak adequate, maka sel-sel

tubuh tidak dapat menggunakan gula yang terdapat di dalam darah, jadi sel-sel tubuh akan
menjalani mekanisme back-up untuk memperolehi energi supaya sel-sel tubuh bisa hidup. Sel-sel
lemak akan mulai lisis dan menghasilkan keton. Keton ini memberikan energi kepada sel tetapi
akan menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum
adalah rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan, penurunan berat badan, rasa mual, muntah,
kelelahan, dan pada anak-anak terutmanya sakit perut. Selain itu, pasien Diabetes Mellitus Tipe I
juga cenderung untuk bernafas lebih dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keadaan keasaman dalam darah. Di samping itu, pasien Diabetes Mellitus Tipe I ini nafasnya
berbau seperti penghapus cat kuku. Jika tidak diobati, ketoasidosis diabetikum ini bisa
mengakibatkan koma dan kematian dalam beberapa jam ( Kishore, P. MD, 2008).
Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II mungkin tidak memiliki gejala apapun selama bertahuntahun atau berpuluhan tahun sebelum mereka didiagnosis. Gejala yang mungkin muncul adalah
gejala yang halus. Gejala-gelaja yang bisa didapati pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II pada
awalnya adalah peningkatan urinasi dan haus yang ringan dan keadaannya akan menjadi semakin
buruk. Akhirnya, penderita DM Tipe II
Komplikasi Diabetes Mellitus :
Komplikasi yang dapat timbul adalah komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut
termasuk ketoasidosis diabetik, hipoglikemi dan hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. Untuk
ketoasidosis diabetik adalah kedaaan dekompesasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh
trias,terutama diakibatkan oleh defisiensi insulin absolute atau insulin relative. Hipoglikemia
adalah penurunan kadar glukosa dalam darah dan biasanya disebabkan peningkatan kadar insulin
yang kurang tepat, asupan karbohidrat yang kurang. Hiperglikemia Hiperosmolar non ketotik
pula adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien diabetes tanpa disertai adanya ketosis,

gejalanya adalah dehirasi berat, hiperglikemia berat, dan gangguan neurologis (Gustaviani, R.,
2007).
Diabetes Mellitus juga bisa menyebabkan komplikasi kronis yaitu mikroangiopati dan
makroangiopati. Dimana mikroangiopati meliputi retinopati diabetikum, nefropati dan neuropati.
Yang dimaksudkan retinopati diabetekum adalah disebabkan karena kerusakan pembuluh darah
retina. Faktor tejadinya retinopathy diabetik adalah lamanya menderita diabetes, umur penderita ,
control gula darah, serta faktor sitemik seperti hipertensi dan kehamilan. Nefropati diabetikum
yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam urin dan disebabkan adanya
kerusakan pada glomerulus . Nefropati diabetikum merupakan faktor resiko untuk menjadi gagal
ginjal kronik. Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangya rasa sensorik terutama
bagian distal diikuti dengan hilangnya reflex. Selain itu juga bisa terjadi poliradikulopati
diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu atau lebih
akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik. Makroangiopati adalah penyakit
jantung koronor. Diabetes Mellitus mempercepat pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis)
dalam pembuluh darah yang lebih besar.Penyakit jantung koroner adalah disebabkan kurangnya
supply darah ke jantung (Gustaviani, R., 2007) (universitas Su) (capteh II _9)

Ketoacidosis
Diabetic ketoacidosis adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila
tidak ditangani secara tepat. lnsiden kondisi ini bisa terus meningkat, dan tingkat mortalitas 1-2
persen telah dibuktikan sejak tahun 1970- an. Diabetic ketoacidosis paling sering terjadi pada
pasien penderita diabetes tipe 1 (yang pada mulanya disebut insulin-dependent diabetes
mellitus), akan tetapiketerjadiannya pada pasien penderita diabetes tipe 2 (yang pada mulanya

disebut non-insulin dependent diabetes mellitus), terutama pasien kulit hitam yang gemuk adalah
tidak sejarang yang diduga. Penanganan pasien penderita Diabetic ketoacidosis adalah dengan
memperoleh riwayat menyeluruh dan tepat serta melaksanakan pemeriksaan fisik sebagai upaya
untuk mengidentifikasi kemungkinan faktor faktor pemicu. Pengobatan utama terhadap kondisi
ini adalah rehidrasi awal (dengan menggunakan isotonic saline) dengan pergantian potassium
serta terapi insulin dosis rendah. Penggunaan bikarbonate tidak direkomendasikan pada
kebanyakan pasien. Cerebral edema, sebagai salah satu dari komplikasi Diabetic ketoacidosis
yang paling langsung, lebih umum terjadi pada anak anak dan anak remaja dibandingkan pada
orang dewasa. Follow-up paisen secara kontinu dengan menggunakan algoritma pengobatan dan
flow sheets dapat membantu meminimumkan akibat sebaliknya. Tindakan tindakan preventif
adalah pendidikan pasien serta instruksi kepada pasien untuk segera menghubungi dokter sejak
dini selama terjadinya penyakit
PATOGENESE DIABETIC KETOACISODIS
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan Diabetic Ketoacidosis
(DKA) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada DKA (diabetic ketoacidosis) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin (Gambar 7) Menurunnya
transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan hyperglycaemia yang
meningkatkan glycosuria. Meningkatnya lipolysis akan menyebabkan over-produksi asam asam
lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (dirubah) menjadi ketone, menimbulkan
ketonnaemia, asidosis metablik dan ketonuria. Glycosuria akan menyebabkan diuresis osmotik,
yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolite-seperti sodium, potassium, kalsium,
magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia

pra renal dan dapat menimbulkan shock hypofolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian
akan dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul). Muntahmuntah
juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolite. Sehingga,
perkembangan DKA adalah merupakan rangkaian dari iklus interlocking vicious yang
seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid
normal.
Definisi Asidosis metabolik
Asidosis metabolic adalah keasamamn darah yang berlebihan yang ditandai dengn rendahnya
kadar bikabornat dalam darah. Bila peningkatan keasamam melaapui system penyangga PH
darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya PH adalah, pernafasan
menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh menurunkn kelebihan asam dalam
darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusahan
menkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengelluarkan asam kedalam air kemih
Penyebab
penyebab asidosis metabolic dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok utama :
1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsusmsi suatu asam atau suatu
bahan yang dirubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila
dimakan diaggap beracun. Contoh : methanol
2. Tubuh dapat mengahsilkan asam lebih banyak melalui metabolism. Tubuh dapat
menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu aibat dari beberapa penyakit saah
satunya diantaranya adalah diabetes militus type 1. Jika diabetets tidakterkendali dnegna
baik, tubuh akan mencegah lemah dan mengasilkan asam yang disebut keton. Asam yang
berebihan ditemukan juga pada syok stadium lanjut, dimna asam laktat dibentuk dari
metabolisme gula.

3. Asidosis metabolic bias tejadi jika ginjal tidak mampu membuang asam dalam jumlah
yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normalpun bias mneyebabkan asidosis jika
ginjal tidak berfungsi secara normal. Klien fungsi ginjal ini dikenal dnegan asidosis
tubulus renalis, yang bias diderita pada pasien gagal ginjal atau penderita klinan yang
mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam
Definis Keton
Badan Keton adalah bahan bakar yang penting bagi jaringan ekstrahepatik (Botham,
2006). Badan keton terdiri dari asetoasetat, -hidroksibutirat (3-hidroksibutirat), dan
aseton yang merupakan produk penguraian asetoasetat (Marks, Marks & Smith, 2000).
Sintesis Badan Keton
Sintesis badan keton terjadi apabila kadar asam lemak dalam darah meningkat, yaitu
selama berpuasa, kelaparan, atau akibat makanan tinggi lemak rendah karbohidrat.
Apabila kadar asam lemak dalam darah meningkat, asam lemak akan masuk ke dalam sel
hati. Di dalam mitokondria hati, terjadi proses oksidasi- yang menghasilkan asetil ko-A,
NADH, dan ATP. Pada keadaan ini (berpuasa atau diet tinggi lemak rendah karbohidrat),
rasio

glucagon/insulin

tinggi,

dan

hati

mensitesis

glukosa

melalui

proses

gluekoneogenesis di sitosol. NADH yang dihasilkan oleh oksidasi- membantu


mendorong oksaloasetat menjadi malat. Dengan demikian sedikit oksaloasetat yang
tersedia untuk reaksi yang dikatalisis oleh sitrat sintase, dan terjadi penimbunan asetilkoA Dua molekul asetil-koA bereaksi untuk membentuk asetoasetil KoA melalui
pembalikan reaksi tiolase. Asetil KoA lain bereaksi dengan asetoasetil KoA,
menghasilkan 3-hidroksi-3-metilglutaril koA(HMG-KoA) dan membebaskan koenzim A
yang tidak mengalami asilisasi. Enzim yang mengkatalisis reaksi ini adalah HMG-KoA
sintetase. Enzim ini terinduksi sewaktu puasa dan dihambat oleh salah satu produknya,

KoASH. Dalam reaksi selanjutnya, HMG-KoA liase memutuskan HMG-KoA untuk


membentuk asetil koA dan asetoasetat.
Asetoasetat memiliki tiga nasib. Asetat dapat langsung masuk kedalam darah atau dapat
direduksi oleh dehydrogenase dependen-NAD menjadi badan keton kedua., hidroksibutirat, yang kemudian masuk kedalam darah. Reaksi dehydrogenase ini bersifat
reversible dengan mudah dan berfungsi untuk interkonversi kedua badan keton ini. Kedua
badan keton masuk kedalam darah dan berpindah dari hati ke jaringan lain tempat
keduanya dioksidasi untuk menghasilkan energy. Nasib ketiga asetoasetat adalah
dekarboksilasi spontan, dimana terjadi reaksi non enzimatik yang membebaskan CO2 dan
menghasilkan aseton. Metabolism aseton selanjutnya tidak segera terjadi. Karena mudah
Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dlan bisa
menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan

kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah)
menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan
menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti
sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi
secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik.
Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad
ventilasi (peranfasan Kussmaul).
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini
akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan
elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang
berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga
500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin
yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.
Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik
terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan
bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik
Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi glikogen dan 20 % sampai 40 % diubah
menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat

defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah
sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi
maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal
ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke selsel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu
banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila
terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya
bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini
apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price, 1995).

Penatalaksanaan
Prinsip:
Pasien harus dirawat di Perawatan high care Segera menangani pasien Pencatatan kondisi pasien
Dilakukan dengan tertib, baik dan Lengkap Konsultasi kepada Endokrinologis atau spesialis
Anak dengan pelatihan endokrin
Tujuan Pengobatan KAD
1. Memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki keadaan asidosis
2. Menghentikan ketogenesis melalui pemberian insulin, sehingga menghentikan proses
proteolisis dan lipolisis
3. Koreksi gangguan elektrolit
4. Mencegah komplikasi (edema intraserebral, hipoglikemia dan hipokalemia)
Terapi Cairan
1. gunakan cairan kristaloid rl atau asetat atau nacl 0,9%
2. umumnya digunakan perkiraan dehidrasi 10% pada anak atau 15% pada bayi dengan kad
berat

3. apabila syok, berikan bolus 20cc/kgbb dengan cairan kristaloid atau albumin pada jamjam pertama hingga perfusi jaringan membaik
4. hitung kebutuhan rumatan
5. hitung kebutuhan cairan rehidrasi dan rumatan. jumlah tersebut dikurangi bolus yang
telah diberikan dan jumlah cairan yamg digunakan untuk pengenceran insulin. jumlah
cairan tidak melebihi 4000ml/m/hari
6. bila osmolalitas > 320 mosm/l, koreksi untuk 36 jam. bila osmolalitas > 340 mosm/l,
koreksi untuk 48 jam
7. setelah pemberian bolus dengan nacl 0,9% dapat diberikan rumatan dengan nacl0,45%
pada pasien hiperosmolalitas. bila dipilih cairan rl atau asetat dapat diteruskan
gangguan elektrolit
1. bila hipokalemia, dikoreksi dengan 20-40 mmol/l melalui cairan infus
2. bikarbonat jarang diperlukan terutama bila ph darah masih
> 7,0 bila ph < 7,0
pertimbangkan pemberian bikarbonas
insulin
1. regular insulin (ri) dapat segera diberikan atau menunggu perbaikan perfusi jaringan,
dengan dosis 0,1 iu/kgbb/jam. berikan dengan infusion pump secara terpisah dengan iv
line untuk cairan rehidrasi. untuk memudahkan perhitungan, campurkan ri 10 iu dlm
cairan resusitasi 100 cc, sehingga didapatkan kadar 1 cc campuran = 0,1 iu ri sehingga
dosis insulin
adalah 1 cc/kgbb/jam.
evaluasi apakah dosis insulin cukup untuk menurunkan glukosa sesuai target (penurunan
glukosa darah sebaiknya tidak > 216 mg/dl/jam), bila tidak, sesuaikan dosis insulin
2. Bila glukosa darah mencapai 250 mg/dl, atau lebih rendah, segera Tambahkan cairan
dextrose 5%, Bila lebih rendah dari 150 mg/dl Tambahkan dextrose 10% dan Sesuaikan
dosis insulin menjadi 0,05 iu/kgbb/jam
3. Jangan sekali-kali Menghentikan insulin, karena Insulin dibutuhkan secara Berkelanjutan
oleh tubuh Untuk Mencegah ketosis

4. Bila kadar glukosa darah Sudah mencapai < 200 mg/dl, Pertimbangkan untuk mulai
Pemberian insulin sc ( setengah Jam atau 15 menit sebelum Makan). Perubahan ini
dilakukan Selagi dextrose masih terpasang Untuk setengah jam dan Kemudian dapat
dilepaskan
5. Keputusan di atas diambil bila Pasien sudah dapat makan Peroral, keton urin negatif dan
Kadar glukosa sudah mencapai 200 mg/dl Atau kurang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi glukosa darah, kimiawi, osmolitas, celah anion, ph, GDA,
aseton urine, dan glukosa urin. Hasil yang mungkin di temukan antara lain hiperosmolalitas,
peniongkatan celah anion (>7mEq/l), penurunan bikarbonat (<10mEq/l), dan penurunan ph <
7,4. Glukosa serum dapat memiliki rentang antara 300-800 mg/dlnatau lebih tinggi. Natrium,
kalium, kreatinin, dan BUN meningkat. Magnesium dan fosfat juga mungkin meningkat.
Pemeriksaan diagnostic
Biakan tenggorok, urine, dan darah juga dapat dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
Pemeriksaan sinar-x dada harus di lakukan untuk menyingkirkan infeksi akut dan EKG juga
harus di lakukan.
Ketosis dan asidosis Akibat mayor kedua dari defisiensi insulin berat adalah ketogenesis yang
tidak terkendali. Saat asam keton masuk ke CES, ion hydrogen dilepaskan dari molekul dan di
netralkan dengan bergabung dengan buffer ion bikarbonat, sehingga mempertahankan pH CES
dan menghasilkan residu anion asam keton. Asam karbonat yang terbentuk di pecah menjadi air
dan gas karbondioksida, yang di hembuskan keluar.

Seiring penumpukan anion asam keton, anion asam keton secara progresif menggantikan
bikarbonat dari CES. Pemeriksaan laboratorium biasa yang digunakan untuk menentukan
elektrolit tidak mengukur konsentrasi asam keton secara langsung. Namun, kelebihan kation
(natrium dan kalium) total yang di ukur melebihi jumlah anion (klorida dan bikarbonat) yang di
ukur merupakana tanda adanya anion yang tidak terukur ini. Kelebihan ini, di sebut celah anion,
dapat digunakan sebagai pengukur tidak langsung jumlah asam keton yang ada.
Rumus berikut digunakan untuk menghitung celah anion :
(natrium)-(klorida+karbonat dioksida)
Nilai normal celah anion kurang dari 15 mEq/l. hasil yang abnormal menunjukkan asidosis
metabolic. Sebagai contoh, jika natrium = 26 mEq/l, maka celah anion adalah 26 mEq/l, suatu
nilai yang menunjukkan asidosis metabolic berat. Ketika asam keton terus menumpuk,
bikarbonat serum menurun dan celah anion meningkat. Jika hal ini terus berlanjut. pH darah
turun dan asidosis menjadi kondisi yang mengancam jiwa.
Penyebab lain asidosis metabolic pada DKA adalah pembentukan asidosis asam akibat
kurangnya perfusi jaringan dan hipovolemia. Hal ini memperburuk celah anion, yang
menurunkan kadar bikarbonat serum. Netralitas cairan tubuh di lindungi terutama oleh system
buffer bikarbonat, yang menuntukan ph setiap saat dengan perbandingan anion bikarbonat
terhadap karbondioksida plasma. Jika anion bikarbonat menurun karna di gantikan oleh anion
asam keton, kelebihan gas karbondioksida harus di buang melalui perut dengan cara
hiperventilasi. Proses ini menjaga perbandingan anion bikarbonat terhadap karbondioksida
plasma pada atau mendekati nilai biasanya, yaitu 20:1 dan mempertahankan ph mendekati nilai
fisiologisnya, yaitu 7,4. Hiperventilasi, yang terjadi secara bertahap pada awalnya dan kemudian

terjadi sangat cepat dan makin jelas ketika ph arteri turun di bawah 7,2, merupakan temuan fisik
pada DKA. Peningkatan cepat pada ventilasi ini, yang terjadi lebih cepat dalam peningkatan
kedalaman nafas dari pada peningkatan kecepatan nafas, di kenal sebagai pernafasan kussmaul.
Pernafasan kussmaul di hubungkan dengan nafas berbau buah yang klasik terjadi pada DKA.
Adanya pernafasan kussmaul yang mencolok merupakan tanda bahwa ph CES adalah 7,2 atau di
bawah 7,2, yang secara relative merupakan derajat asidosis berat.
PENGKAJIAN
Analisis laboratorium awal harus mencakup pemeriksaan kadar glukosa segera menggunakan
sampel darah vena dan pengukuran glukosa meter di tempat tidur untuk memastikan diagnosis.
Ketika data awal ini di kumpulkan, ke jalur intravena di pasang dan mulai penggantian cairan
dilakukan pengkajian lebih lanjut, dan dimulai dengan rincian riwayat dan pemeriksaan fisik,
mencari factor pencetus, dan pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
Riwayat dan pemeriksaan
Jika diduga kuat terjadi ketoasidosis, dilakukan upaya untuk menentukan diagnosis dengan
segera sehingga terapi untuk mempertahankan hidup dapat dimulai. Pengumpulan data awal
meliputi pengkajian riwayat singkat yang didapat dari keluarga atau teman pada pasien yang
tidak sadar, pencarian kartu pengenal diabetes, dan pengkajian cepat terhadap tanda-tanda klinis
penurunan volume. Setelah bertanya tentang regimen diabetic, obat-obatan, dan perubahan
terbaru dalam status kesehatan, dilakukan tinjauan system. Pertanyaan ditujukan pada nafsu
makan, perubahan berat badan, asupan makanan dan cairan, rasa haus, kembung dan
ketidaknyamanan abdomen, fungsi usus, dan frekuensi dan jumlah urine. Tingkat kognisi dan
respons dapat diobservasi ketika mewawancarai pasien. Hasil yang mungkin ditemukan meliputi
usus, sering berkemih, nafsu makan menurun, mual dan muntah, kram abdomen, keletihan,
kelemahan, dan mengantuk. Pasien juga dapat mengalami gejala terkait infeksi saluran kemih,
infeksi pernafasan atas, dan gejala pada dada karena infeksi sering kali menjadi factor pencetus.
Pemeriksaan fisik meliputi tekanan darah, frekuensi jantung dan pernapasan, pola napas, bunyi
dan irama jantung, bunyi napas, pengisian kapiler, warna dan kehangatan ekstremitas, suhu
tubuh, tanda-tanda hidrasi (mis., turgor kulit, pengumpulan mucus di bawah lidah), reflex tendon
dalam, tingkat kesadaran, dan pemeriksaan abdomen. Hasil yang mungkin ditemukan yaitu

hiperventilasi, pernapasan Kussmaul dan napas berbau buah, dehidrasi, distensi abdomen,
membrane mukosa kering, kulit kemerahan, turgor kuit dan perfusi buruk, hipotensi, takikardia,
dan berbagai derajat tingkat respons dari letargi sampai koma.
Tanda-tanda Ketoasidosis Diabetikum (DKA)

Hiperventilasi
Pernapasan Kussmaul dan napas berbau buah
Latergi, stupor, koma
Hiperglikemia
Glikosuria
Penurunan volume
Hiperosmolalitas
Peningkatan celah anion (>7 mEq/l)
Penurunan bikarbonat (<10 mEq/l)
Penurunan pH (<7,4)

Hiperglikemia dan Hiperosmolalitas


Akibat mayor pertama dari DKA adalah hiperosmolalitas akibat hiperglikemia. Hiperglikemia
yang terjadi pada DKA merupakan akibat produksi glukosa hati yang berlebihan, pada defisiensi
insulin, kadar glukosa plasma meningkat. Efek yang terjadi bersamaan dari hormone pengatur
keseimbangan, terutama kortisol dan katekolamin, makin memperburuk hiperglikemia dengan
meningkatkan glukoneogenesis, resistansi insulin, dan lipolisis.
Mekanisme utama yang melindungi terhadap hiperosmolalitas adalah ekskresi glukosa oleh
ginjal. Pada peredaran volume darah normal dan muatan glukosa normal, semua glukosa
direabsorpsi ke dalam aliran darah. Namun, ketika gula darah melebihi ambang normal sekitar
180 mg/dl, glukosa mulai lolos ke dalam urine karena kapasitas reabsorpsi tubulus dilampaui.
Saat jumlah glukosa yang difiltrasi meningkat, glukosa secara cepat dibuang ke dalam urine.
Akhirnya hampir semua glukosa tambahan yang berada dalam sirkulasi dibuang ke dalam urine.
Katup pengeluaran ginjal berfungsi sebagai alat pelindung untuk mencegah penumpukan
glukosa yang berlebihan di dalam darah. Tentu saja, pada penderita diabetes yang memiliki
volume darah sirkulasi yang terpelihara dengan baik, sangat tidak umum menemukan kadar gula
darah lebih dari 500 mg/dl karena dieresis glukosa yang berlebihan. Sebaliknya, beberapa pasien
yang kadar gula darahnya lebih tinggi dari nilai tersebut, mengalami penurunan volume darah
sirkulasi, kerusakan ginjal, atau keduanya.

Glikosuria merupakan penyebab utama penurunan volume. Lingkaran setan terjadi pada pasien
yang diabetesnya tidak dikontrol dan pasien diabetes yang tidak mengonsumsi natrium dan air
dalam jumlah yang cukup untuk mengkompensasi kehilangan melalui urine. Hiperglikemia
menyebabkan penurunan volume, yang pada gilirannya menurunkan hilangnya glukosa lewat
urine dan memungkinkan gula darah meningkat bahkan lebih tinggi.
Hiperosmolalitas cairan tubuh dan dehidrasi ini dapat menyebabkan latergi, stupor, dan akhirnya
koma yang terjadi bila DKA memburuk. Pasien diabetes yang mengalami ketoasidosis tanpa
hiperosmolalitas cenderung tidak mengalami perubahan kesadaran.

Anda mungkin juga menyukai