Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya
kebutuhan masyarakat akan daging dan telur sebagai salah satu sumber protein.
Pemenuhan akan daging dan telur mempunyai prospek yang baik, maka ternak
yang ideal untuk dikembangkan adalah ayam ras. Untuk mendapatkan ayam ras
yang memiliki performans baik, maka salah satunya harus memperhatikan
kebutuhan dan tingkat konsumsi ransum ternak.
Ransum merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh
ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu yang meliputi nilai kebutuhan
gizi bagi ayam dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan.
Ransum yang dikonsumsi sebagian dicerna dan diserap tubuh. Sebagian yang
tidak dicerna diekskresikan dalam bentuk feses.
Zat-zat makanan (nutrien) dari ransum yang dicerna digunakan untuk
sejumlah proses di dalam tubuh. Penggunaannya secara pasti bervariasi,
tergantung spesies, umur, dan produktivitas unggas. Sebagian besar unggas
menggunakan zat-zat makanan yang diserap untuk fungsi esensial, seperti
metabolisme tubuh, memelihara panas tubuh, serta mengganti dan memperbarui
sel-sel tubuh dan jaringan. Penggunaan pakan untuk pertumbuhan, penggemukan,
atau produksi telur dikenal sebagai kebutuhan produksi.
Konsumsi merupakan faktor dasar untuk hidup dan menentukan produksi,
sedangkan tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh
hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara adlibitum. Beberapa faktor
yang mempengaruhi tingkat konsumsi hewan ternak adalah tingkat kesukaan
makanan yang diberikan (palatabilitas), dan lingkungan tempat hewan ternak
dipelihara.
Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya
terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada
jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh
(normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi

udara) serta bobot badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya
membutuhkan pakan yang berbeda pula.
Pada ternak unggas, kebutuhan dan tingkat konsumsi ransum menjadi
faktor yang sangat penting dalam meningkatkan performans dalam pertambahan
bobot badan dan produksi telur. Salah satu jenis unggas yang harus diperhatikan
tingkat konsumsi ransum yaitu ayam ras. Ayam ras adalah salah satu ayam yang
dikembangkan untuk komersial masal. Ayam ras yang umumnya dipelihara dan
dikembangkan untuk komersial adalah jenis ayam ras pedaging (broiler).
Ayam ras (broiler) merupakan ternak unggas yang dapat menghasilkan
daging dalam waktu yang singkat serta dapat mengkonsumsi makanan menjadi
daging secara efisien. Untuk mendapatkan tingkat performans yang baik dan
efisien, maka hal yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan ayam ras yaitu
tingkat konsumsi ransum. Oleh karena itu, peternak harus ketahui apa saja faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum ayam tersebut.
Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dan konsumsi ransum pada
ayam ras?

PEMBAHASAN
Ayam ras pedaging termasuk ternak yang mempunyai tingkat koefisiensi
yang tinggi dalam mengkonversi pakan menjadi daging. Dewasa ini para peternak
ayam ras pedaging masih tidak memperhatikan kebutuhan dan tingkat konsumsi
ransum, sehingga tingkat performans ayam ras memberikan hasil yang kurang
baik dan dapat merugikan bagi para peternak. Alhasil peternak sering mengalami
keterlambatan produksi sehingga membawa pada kerugian ekonomi.
Untuk meningkatkan performans produksi ayam ras, maka perlu
diperhatikan kebutuhan dan konsumsi ransum ayam ras tersebut. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kebutuhan dan tingkat konsumsi ransun ayam ras yaitu
sebagai berikut.
1. Temperatur Lingkungan
Indonesia merupakan negara beriklim tropis. Hal tersebut menyebabkan
perbedaan suhu udara antara siang dan malam hari yang cukup tinggi berkisar
antara 3-5 C dengan kisaran suhu udara 26-32 C sedangkan suhu udara optimal
untuk pemeliharaan ayam ras agar dapat berproduksi dengan baik adalah 21-22 C
(North dan Bell, 1990).
Lingkungan memberikan pengaruh terbesar (70%) dalam menentukan
performa ternak. Lingkungan yang kurang baik mempengaruhi konsumsi ransum
ayam ras. North (2000) melaporkan bahwa kisaran suhu udara lingkungan yang
nyaman bagi ayam untuk hidup berkisar antara 18-22 C. Tingginya suhu udara
lingkungan merupakan salah satu masalah dalam pencapaian performa ayam ras
yang optimal. Ayam ras akan mengalami stress pada suhu udara yang tinggi, yang
akan mempengaruhi penurunan konsumsi pakan sehingga terjadi penurunan bobot
tubuh (Nova, 2008).
Pemeliharaan ayam ras, selain memperhatikan faktor bibit (genetik) perlu
juga diperhatikan faktor lingkungan. Ayam yang dipelihara pada suhu udara
kandang 17 C penampilannya lebih baik daripada ayam yang dipelihara pada
suhu udara 25 C dan 29 C. Suhu udara optimum bagi pertumbuhan ayam ayam
ras adalah 21 C. Indonesia termasuk daerah beriklim tropika dengan rata-rata

suhu udara harian 25,2-27,9 C. Kisaran suhu udara itu melebihi rata-rata suhu
udara optimum untuk pertumbuhan ayam pedaging sehingga perlu diupayakan
mencari lokasi peternakan yang lebih tinggi agar suhu udara kandang tidak jauh
berbeda dengan kebutuhan optimumnya (Hawlider dan Rose, 1992). Rao et al.
(2002) menyatakan bahwa pada pemeliharaan unggas di negara-negara tropis,
suhu udara lingkungan merupakan stressor utama dengan kisaran suhu udara yang
khas untuk waktu yang lama. Menurut Griffin et al. (2005), suhu udara ideal
pemeliharaan ayam ras 10-22 C untuk pencapaian berat badan optimum, dan 1527 C untuk efisiensi pakan. Suhu udara merupakan faktor lingkungan yang
sangat berpengaruh pada industri ayam ras.
Ketinggian tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan penurunan
suhu udara rata-rata harian. Daerah dataran rendah memiliki ketinggian tempat
berkisar antara 0-250 meter dari permukaan laut (m dpl) dan daerah dataran
sedang memiliki ketinggian 250-750 m dpl. Tempat yang semakin tinggi dari atas
permukaan laut suhu udaranya semakin rendah sehingga ternak akan
mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan akan energinya.
Suhu udara yang lebih rendah daripada kebutuhan optimumnya menyebabkan
ternak akan mengkonsumsi pakan lebih banyak karena sebagian energi pakan
akan diubah menjadi panas untuk mengatasi suhu udara lingkungan yang lebih
rendah. Pemeliharaan ayam ayam ras pada daerah dataran rendah memerlukan
pakan dengan kandungan energi 2.800 kkal/kg (Suarjaya dan Nuriyarsa, 1995).
2. Palatabilitas
Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai
akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang
dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin,
manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya
tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya.
Menurut Parakkasi (1986), palatabilitas merupakan faktor yang sangat
penting untuk menentukan tingkat konsumsi pakan, dimana palatabilitas pakan
ditentukan oleh rasa, bau dan warna yang merupakan pengaruh faktor fisik dan
kimia pakan. Palatabilitas didefinisikan sebagai respon yang diberikan oleh ternak

terhadap pakan yang diberikan. Pemberian ransum atau pakan disamping harus
memenuhi zat-zat nutrisi yang dibutuhkan dengan jumlah yang tepat, pakan
tersebut harus memenuhi syarat-syarat seperti aman untuk dikonsumsi, palatabel
ekonomis dan berkadar gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak
Lawrence (1990) juga menyatakan bahwa palatabilitas merupakan hasil
keseluruhan dari faktor-faktor yang menentukan apakah dan sampai dimana
suatau pakan menarik bagi ternak. Faktor-faktor tersebut adalah bau, rasa, bentuk
dan temperatur pakan. Pond et al. (1995) mendefinisikan palatabilitas sebagai
daya tarik suatu pakan atau bahan pakan untuk menimbulkan selera makan dan
langsung dimakan oleh ternak.
Palatabilitas biasanya diukur dengan cara memberikan dua atau lebih
pakan kepada ternak sehingga ternak dapat memilih dan memakan pakan mana
yang lebih disukai. Palatabilitas ransum merupakan faktor penting dalam sistem
cafeteria feeding. Palatabilitas dapat diuji dengan cafeteria feeding yaitu dengan
cara memberi kesempatan pada ternak untuk memilih sendiri makanan atau bahan
ransum yang ada untuk dikonsumsi lebih banyak, agar kebutuhan zat-zat makanan
terpenuhi (Patrick dan Schaible, 1980). Bahan ransum yang mempunyai
palatabilitas tinggi akan dikonsumsi lebih banyak (Ewing,1963). Pada ternak
ayam ras pedaging, palatabilitas merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam memenuhi kebutuhan dan tingkat konsumsi ransum. Ayam akan
mengkomsumsi ransum lebih banyak dikarenakan rasa suka terhadap ransum
yang diberikan. Semakin banyak ransum yang dikonsumsi ayam ras, maka
semakin besar pula kenaikan performans ayam ras.
3. Selera.
Selera dipengaruhi oleh kondisi internal ternak, apakah lapar atau tidak,
bila dalam keadaan lapar maka selera ternak akan naik dengan sendirinya, bahkan
bila keadaan ini sering terjadi ternak bisa mengkonsumsi lebih dari yang di
butuhkan. Selera makan juga berbanding lurus dengan palatabilitas ransum,
palabilitas. Menurut Pond et al. (1995), palatabilitas ransum merupakan daya tarik
suatu ransum atau bahan ransum yang dapat menimbulkan selera makan ternak.

Rangsangan selera (rasa) akan menentukan apakah pakan tersebut akan


dikonsumsi oleh ternak atau tidak (Asminaya, 2007). Banyak cara yang dilakukan
para peternak ayam ras untuk menambah selera makan ternaknya, diantaranya
adalah dengan memberikan suplemen/vitamin yang tersedia ditoko-toko
peternakan dan ada pula yang memberikan pakan fermentasi. Karena tujuan utama
berternak ayam ayam ras pedaging adalah untuk diambil daging. Jadi dengan
selera makan yang baik dan dengan kesehatan yang baik pula tentunya maka akan
bisa mencapai bobot yang diinginkan.
4. Status fisiologi
Tingkat konsumsi ternak sangat di pengaruhi status fisiologis ternak yaitu
jenis kelamin, umur, dan kondisi kesehatan ternak. Menurut Sugiarti et al. (1981)
melaporkan bahwa bila ayam mengalami gangguan fisiologis, akibatnya langsung
dapat dilihat pada pertumbuhan, konsumsi pakan yang akhirnya dapat
mengakibatkan kematian.
5. Kandungan Nutrisi Pakan
Kandungan nutrisi yang paling berpengaruh dalam pakan adalah energi,
makin tinggi energi makin sedikit pakan yang di konsumsi ternak, sebaliknya
apabila semakin rendah energi semakin banyak yang dikonsumsi ternak. Menurut
Nesheim,dkk (1979) semakin tinggi kandungan energi maka konsumsi pakan akan
semakin berkurang. Pakan yang memiliki kandungan protein dan energi yang
tinggi mempunyai berat jenis yang lebih besar dibandingkan dengan pakan yang
memiliki kandunganprotein dan energi yang rendah, meskipun mempunyai
kandungan energi yang hampir sama. Hal ini terurama akan berpengaruh kepada
jumlah dan berat pakan yang dikonsumsi ayam. Dengan mengetahui pakan yang
sesuai, maka pakan dapat diberikan dengan ukuran yang tepat untuk mencapai
produktifitas yang optimal.
6. Bentuk Pakan
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk pellet atau dipotong
daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan erat dengan ukuran
partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna. Oleh karena itu, rumput yang

diberikan sebaiknya dipotong-potong menjadi partikel yang lebih kecil dengan


ukuran 3-5 cm. Sedangkan ternak unggas lebih suka dengan pakan dengan bentuk
biji-bijian.
7. Produksi
Kemampuan ternak dalam konsumsi pakan sangat dipengaruhi dengan apa
yang sedang di produksinya, baik produksi telur, berat badan, susu, woll dan lainlain (Saleh, dkk., 2000).

8. Gerak Laju Dari Makanan Di Dalam Alat Pencernaan Ternak


Laju makanan dalam alat pencernan dapat mempengaruhi jumlah makanan
yang dikonsumsi, yakni makin cepat aliran makanan dalam alat pencernaan
makin banyak pula jumlah makanan yang dikonsumsi.
9. Besar dan Berat Badan
Besar dan berat badan sangat mempengaruhi

DAFTAR PUSTAKA

Asminaya, N. 2007. Penggunaan ransum komplit berbasis sampah sayuran pasar


untuk produksi dan komposisi susu kambing perah. IPB, Bogor. Skripsi :
hlm. 29.
Ewing. 1963. Poultry Nutrition. 5th Edition. The Ray Ewing Company. Pasadena,
California.
Griffin, A. M., R. A. Renemar, F. E. Robinson, & M. J. Zuidhof, 2005. The
influence of rearing light period and the use of broiler or broiler breeder
diets on forty two day body weight, fleshing, and flock uniformity in
broiler stocks. Journal of Applied Poultry Research. 14(2): 204-216.
Hawlider, M. A. R. & S. P. Rose. 1992. The response of growing male and
female broiler chickens kept at different temperature to dietary energy
concentration feed form. J. Animal Feed Sci. and Technol. 39: 71 78.
Green, Lawrence., 1990. Health Education Planning, A Diagnostic Approuch. The
John Hopkins University: Mayfield Publish-ing Co.
North, M. O. 2000. Commercial Chicken Production Manual. 2nd Ed. AVI
Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.
North and Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual, New York.
Nova, K. 2008. Pengaruh perbedaan persentase pemberian pakan antara siang dan
malam hari terhadap performa Broiler Strain CP 707. Animal Production
10: 117-121.
Parakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik. Jakarta:
UIPress.
Patrick, H., and Schaible, P. J., 1980. Poultry : Feed and Nutrition. 2nd Ed. The
Avi Publishing Co. Inc. Wesport, Connecticut.
Pond, W. G., D. C. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and
Feeding. 4th Edition. John Willey and Sons, New York.
Rao, Q. S. V., D. Nagalashmi, & V. R. Redy, 2002. Feeding to Minimize Heat
Stress. Poultry International 41: 7.

Saleh Ellen J and , Prof.Dr.Ir. Tri Yuwanta, SU.,DEA (2000) Status fisiologi dan
pola konsumsi pakan pada dua strain ayam broiler yang mendapat
perlakuan pakan dengan aras protein dan energi yang berbeda.
Unspecified Thesis, Unspecified.
Suarjaya, M. & M. Nuriyasa. 1995. Pengaruh ketinggian tempat (altitude) dan
tingkat energi pakan terhadap penampilan ayam buras super umur 27
minggu. Laporan Penelitian Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak.
Universitas Udayana, Bali.
Sugiarti, T. Suharsono dan V.D. Rusdi. 1981. Pengaruh Cekaman Panas terhadap
Pertumbuhan dan Efesiensi Penggunaan Makanan pada Ayam Pedaging.
Lemb LPP. 1 : 9-11.
Sugiarto B. 2008. Performa Ayam Broiler Dengan Pakan Komersial yang
Mengandung Tepung Kemangi (Ocimum Basilicum). Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai