Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Burung Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang jauh,
ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut
juga Gemak (Bhs. Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan
bangsa burung (liar) yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat, Tahun
1870 dikembangkan ke penjuru dunia, sedangkan di Indonesia puyuh mulai
dikenal, dan diternakkan akhir Tahun 1979 kini mulai tersebar di Indonesia
(Nugroho dan Mayun, 1986). Ternak puyuh adalah salah satu ternak unggas yang
perkembangannya belum terlalu signifikan, akan tetapi ternak puyuh memiliki
potensi besar untuk dijadikan sebagai usaha dimasa sekarang dan mendatang.
Ternak puyuh juga mempunyai sifat dan kemampuan untuk menghasilkan daging
dan telur yang relatif cepat, memiliki nilai gizi yang tinggi, digemari masyarakat,
serta harganya terjangkau (Tarigan, dan siregar. 1998). Hal inilah yang menjadi
pertimbangan peternak untuk mengembangkan usaha burung puyuh untuk
menjadi sumber pendapatan yang cukup baik, sehingga terbentuklah perusahaaan
peternakan puyuh maupun usaha pemeliharaan puyuh perorangan.
Pak Robi merupakan salah satu peternak puyuh perorangan yang memasok
kebutuhan telur maupun daging burung puyuh di kawasan kota Jambi, beliau
memulai usaha peternakan puyuh pada Tahun 2007 dengan menggunakan modal
sendiri dan berbekal pengalaman yang telah didapatkan dari seorang teman yang
telah memulai usaha ternak puyuh lebih dahulu. Salah satu faktor yang sangat
menentukan keberhasilan peternak dalam menjalankan usahanya adalah
menejemen pemeliharaan yang baik. Latar belakang inilah penulis melaksanakan
kegiatan Farm Experience di Peternakan Robi The Hok dengan judul “Menejemen
Pemeliharaan Ternak Puyuh Petelur Pada Peternakan Robi The Hok Di Kelurahan
Budiman Kecamatan Jambi Timur Kota Jambi”.

1
1.2 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Farm Experience ini adalah untuk mengetahui


bagaimana menejemen pemeliharaan burung puyuh di Peternakan Robi The Hok,
dan memahami aspek apa saja yang utama diperhatikan dalam keberhasilan
pemeliharaan ternak puyuh.

1.3 Manfaat

Manfaat dari Farm Experience ini yaitu dapat menambah pengalaman dan
wawasan penulis mengenai menejemen usaha ternak puyuh, pengalaman kerja
dan dapat dijadikan sebagai sumber bacaan maupun referensi kepada pembaca
dimasa mendatang.

2
BAB II
PROSEDUR KERJA

2.1 Tempat dan Waktu

Kegiatan Farm Experience ini dilaksanakan di Peternakann Robi The Hok


di Kelurahan Budiman, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi pada Tanggal 1 Juni
s/d 1 Juli Tahun 2015 yang dilakukan setiap hari dimulai dari pukul 06.00- 13.00
WIB.

2.2. Materi dan Alat

Materi yang digunakan dalam kegiatan Farm Experience ini adalah burung
puyuh petelur umur 16 minggu sebanyak 2100 ekor, bibit puyuh yang
diternakan berasal dari hasil penetasan sendiri. Alat yang digunakan antara lain
tempat pakan, tempat minum, piring telur (wadah penampung telur), troli
(membawa pakan/kotoran), sapu, sikat, drum penampung air (sanitasi),
Sedangkan ransum yang digunakan merupakan ransum komersil yang dibeli dari
Poultry Shop Alie Ingus di Kota Jambi.

2.3. Prosedur kerja

Pelaksanaan Farm Eksperience ini dilakukan dengan cara ikut mengerjakan


pekerjaan yang ada di peternakan Robi selama satu bulan. Kegiatan rutin yang
dilakukan antara lain pengambilan telur pada setiap kandang, pemberian minum,
pemberian pakan dan pembersihan kandang yang dilakukan 3 hari sekali serta
melakukan penyortiran terhadap bibit yang akan dijadikan indukan petelur
maupun pejantan.

3
Kegiatan yang dilakukan selama Farm Experience :
 Pembersihan tempat pakan dan minum
 Penimbangan pakan
 Pemberian pakan dan minum
 Pemungutan telur puyuh
 Sanitasi kandang
 Menghitung jumlah puyuh yang mati

2.4. Analisis data

Data yang dihimpun yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
meliputi jumlah pemberian pakan, konsumsi ransum, produksi telur perhari, bobot
telur, konversi ransum, serta mortalitas. Sedangkan data sekunder meliputi
keadaan umum Farm seperti kondisi perkandangan dan luas lokasi perkandangan.
Metode pengambilan data primer yaitu dengan pengamatan secara langsung
(penimbangan dan pencatatan), data sekunder diperoleh dari wawancara dengan
pengelola Farm.
Prosedur pengambilan dan pengolahan data primer adalah sebagai berikut :
Konsumsi Ransum merupakan selisih antara jumlah ransum yang diberikan
dengan jumlah ransum yang tersisa setiap akhir minggu dibagi dengan jumlah
ternak puyuh yang dinyatakan dalam satuan gram/ekor/minggu.

Konsumsi ransum dihitung dengan persamaan berikut :

Konsumsi Ransum (gram/ekor/minggu) =


Jumlah ransum yang diberikan (gr) – Sisa ransum (gr)
Jumlah puyuh (ekor)

Produksi Telur Perhari (%) merupakan perbandingan jumlah produksi telur per
hari dengan jumlah puyuh betina produktif dikali 100%.

4
Jumlah produksi telur per hari (butir/hari) x 100 %
Produksi Telur/ hari =
Jumlah puyuh betina produktif (ekor)

Konversi Ransum adalah perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi


dengan bobot telur.
jumlah ransum yang dikonsumsi(kg/minggu)
𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑛𝑠𝑢𝑚 =
Bobot telur ( kg/minggu)

Bobot Telur = Produksi telur (butir/minggu) x Berat Telur (gr/butir)

Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian pada suatu populasi dengan satuan
persentase
Jumlah Puyuh Mati(ekor)
Mortalitas = x 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑦𝑢ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 (𝑒𝑘𝑜𝑟)

5
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Umum Peternakan Robi The Hok

Peternakan Robi The Hok ini dibangun di daerah kelurahan Budiman,


kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi pada Tahun 2007. Pada awalnya jumlah
ternak puyuh sebanyak 200 ekor yang bibitnya didapatkan dari pak budi yang
telah lebih dulu membangun usaha ternak puyuh, namun tidak selamanya usaha
tersebut berjalan dengan lancar karena pada 2 Tahun awal, usaha tersebut
mengalami kerugian akibat banyaknya ternak puyuh yang mati. Meskipun telah
mengalami kerugian, usaha ternak puyuh ini tetap dijalankan dan dimulai kembali
dengan jumlah 200 ekor, kemudian telur yang dihasilkan ditetaskan sendiri. Pada
Tahun ke-3 sampai sekarang peternakan mulai berkembang hingga mencapai
jumlah ternak sebanyak 2100 ekor.
Peternakan puyuh milik Pak Robi ini lebih berfokus pada puyuh petelur,
akan tetapi peternakan ini juga menyediakan bibit dan menjual daging burung
puyuh. Dalam sehari peternakan ini menghasilkan 1000-1600 butir telur/hari.
Bibit puyuh disediakan untuk menggantikan indukan afkir (tidak berproduksi
lagi). Bibit yang telah berumur 21 hari dipisahkan jantan dan betina dan dipilih
yang akan menjadi indukan, petelur dan sisanya dijual. Sedangkan puyuh afkir
akan dijual pada rumah makan ataupun restoran yang telah bekerjasama dengan
peternakan tersebut.

6
Berikut ini adalah gambaran denah lokasi Peternakan Robi The Hok:

20

19 18 17 16
15

8 14

3 7 13

1 12
6
11
2 5
9 10

21
4

Gambar 1. Denah Lokasi Usaha Peternakan Robi The Hok

Keterangan :
1 : Rumah pemilik usaha
2 : kandang penetesan (1x2 m)
3 : Sumur
4 : Gudang pakan (1,5x2 m)
5 : Kandang unit indukan (100x60x30 cm)
6 s/d18 : Kandang unit puyuh petelur (100x60x30 cm)
19 : Kandang pembibitan (50x100x100 cm)
20 : Gudang penyimpanan feses (2x2 m)
21 : Selokan/ saluran buang

7
3.2 Pengalaman Farm Experience

Ada beberapa rutinitas yang dilakukan selama di peternakan Robi:


Pukul 06.00-06.30 WIB : Pengambilan telur puyuh
Pukul 06.30-07.30 WIB : Pemberian pakan
Pukul 07.30-08.30 WIB : Pembersihan tempat minum dan pemberian
air minum
Pukul 09.00-13.00 WIB : Pembersihan dan pengumpulan feses yang
dilakukan 3 hari sekali

Selama menjalani Farm Experience di Peternakan Robi, penulis


didampingi langsung oleh peternak. Kegiatan dikandang dilakukan pagi hari. Dari
pengamatan penulis ada beberapa kelemahan dalam Peternakan Robi yaitu tidak
dilakukan vaksinasi pada puyuh karena vaksinasi dianggap kurang optimal dalam
mengatasi penyakit yang belum tentu akan menjangkiti puyuh, ini sesuai dengan
pendapat Malole (1988) bahwa vaksin adalah mikroorganisme atau parasit yang
dapat merangsang kekebalan terhadap penyakit tertentu saja. Kelemahan
selanjutnya yaitu ternak yang sakit tidak diisolasi dari kandang tetapi dibiarkan
tetap dalam kandang hingga puyuh mati. Hal ini bertentangan dengan pendapat
Darmawan, (2009) bahwa ternak yang sakit harus ditempatkan dalam kandang
tersendiri atau kandang karantina untuk menghindari penularan penyakit pada
ternak sehat.

3.3 Sistem Pemeliharaan

Peternakan robi memiliki 1 kandang utama. Di dalam kandang tersebut


terdapat 14 kandang unit yang terdiri dari 12 kandang petelur dan 1 kandang
indukan yang berukuran 100x60x30 cm dan setiap kandang memiliki 4 tingkat.
Setiap 1 kandang diisi dengan 45 ekor puyuh sehingga dalam satu kandang unit
terdapat ±180 ekor puyuh. Selain itu terdapat 2 kandang pembibitan umur 1-21
hari dengan ukuran 50x100x100 m dengan kapasitas tampung sekitar 400
ekor/kandang . U.S.D.A dan Clemson (1974) menyarankan ukuran perkandangan

8
dengan luas lantai 1m2 digunakan untuk 227 ekor burung puyuh umur 1-10 hari,
18 ekor untuk burung puyuh 10-42 hari dan 6 ekor untuk burung puyuh umur 42-
98 hari.

Gambar 2. Kandang Puyuh

Pada peternakan Robi atap kandang burung puyuh terbuat dari seng,
penggunaan seng sebagai atap kurang baik karena seng sangat mudah terpengaruh
oleh suhu lingkungan terutama keadaan panas, namun dengan dinding kandang
yang terbuat dari jaring dan keadaan kandang yang terbuka maka situasi tersebut
bisa diatasi dengan baik dan kenyamanan ternak masih tetap bisa dijaga. Sirkulasi
udara disekitar kandang menjadi salah satu faktor yag harus diperhatikan, karena
apabila suhu lingkungan tinggi dan sirkulasi udara buruk ternak akan rentan
terhadap stres. Hal ini sesuai dengan pendapat Priyatno (2002) bahwa ventilasi
adalah jalan keluar masuknya udara sehingga udara segar dari luar dapat masuk
untuk menggantikan udara yang kotor dari dalam kandang. Pendapat ini didukung
oleh Rasyaf (1995) bahwa pertukaran udara dalam kandang akan sangat penting
untuk membuang gas-gas amoniak yang dapat mengganggu produksi ternak.
Pola perkandangan yang diterapkan oleh peternakan Robi sudah cukup
baik karena pola perkandangan dibuat dengan, kokoh, ventilasi udara baik, dan

9
lantai yang terbuat dari semen sehinggga memudahkan dalam pembersihan
kandang.

Gambar 3. Kandang Unit Tampak Depan

Gambar 4. Kandang Unit Tampak Belakang


Peternakan Robi memiliki Tempat makan terbuat dari kayu yang
berukuran 40x15cm dengan bantuan gagang diatasnya yang berguna untuk
memudahkan peternak saat pengambilan tempat pakan dari dalam kandang dan
memasukkan tempat pakan kembali ke dalam kandang saat memberi pakan pada

10
ternak . Selain itu tempat pakan diberi jaring kawat diatas pakan dengan diameter
jaring kawat 1 cm yang berfungsi untuk mencegah ternak mengais pakan dan akan
menyebabkan pakan banyak terbuang.
Tempat minum yang digunakan berbentuk bulat dengan volume air antara
4-5L/tabungnya. Tempat minum diletakkan dibagian belakang kandang, ini
dimaksudkan agar air tidak akan tumpah didalam kandang dan akan menyebabkan
kandang menjadi lembab.

Gambar 5. Tempat Pakan Dalam Kandang

Gambar 6. Tempat Minum

11
3.4 Manejemen Pakan
3.4.1 Pemberian Pakan
Pada peternakan Robi The Hok ini pemberian pakan dilakukan sekali
sehari secara rutin yaitu pada waktu pagi hari pukul 06.30-07.30 WIB, setiap satu
tingkat kandang unit diberi pakan sebanyak 1,05 kg dengan kapasitas 45 ekor
dengan konsumsi ransum berkisar antara 19-20 gr/ekor/hari atau 139-
141g/ekor/minggu hal ini sesuai dengan pendapat Kusumoastuti (1992) bahwa
konsumsi ransum puyuh berkisar antara 127,12-165,15 g/ekor/minggu.
Pakan yang diperlukan untuk seluruh ternak puyuh petelur dengan jumlah
2100 ekor satu kali pemberian ransum sebanyak 47,7 kg/hari. Kebutuhan pakan
untuk puyuh pedaging dengan 2 buah kandang unit kapasitas 50 ekor/tingkat ( 500
ekor) memerlukan pakan sebanyak 10 kg/hari. Sedangkan untuk bibit umur 1-21
belum terlalu banyak membutuhkan pakan yaitu sekitar 2 kg/kandang, terdapat 2
kandang untuk puyuh bibit ( 8 kg/hari ).

Gambar 7. Pemberian Pakan Menggunakan Troli

Pakan yang diberikan merupakan pakan komersil puyuh petelur umur enam
minggu, bahan baku yang digunakan adalah jagung, bekatul, bungkil kedelai,
tepung daging,garam, vitamin dan mineral dengan kandungan nutrisi seperti pada
Tabel 1:

12
Tabel 1. Kandungan Gizi Ransum Yang Diberikan
Air Maks 12 %
Protein Kasar Min 19 %
Lemak Kasar 3-7 %
Serat Kasar Maks 6 %
Abu Maks 13 %
Kalsium 2,5-3,0 %
Phospor 0,6-0,9 %
Coccidiostat +
Antibioika +
Sumber: PT.Japfa Comfeed Indonesia,Tbk

Dari Tabel 1 pada Peternakan Roby dapat dilihat bahwa ransum tersebut
sesuai dengan kebutuhan protein puyuh petelur sebesar 19%. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nugroho dan Mayun, (1986) bahwa Setelah dewasa kelamin
burung puyuh akan bertelur dengan tingkat kebutuhan proteinnya adalah 20%.
Burung puyuh yang diberi pakan mengandung protein bervariasi dari 18%-28%
selama periode pertumbuhan berpengaruh baik terhadap produksi telurnya. Bila
burung puyuh diberikan pakan dengan protein 24% selama periode pertumbuhan
dan periode bertelur diberikan pakan dengan protein 20% maka hasil produksi
terbaik adalah 80,2%

13
Gambar 8. Pakan Komersil

3.4.2 Konsumsi Ransum

Tabel.2 Konsumsi Ransum Selama 30 Hari


Jumlah Jumlah Konsumsi
Pakan Sisa Konsumsi
Minggu pakan Puyuh Ransum
diberikan Pakan Ransum
ke- dimakan petelur (gr/ekor/
(kg) (kg) (kg/ekor/minggu)
(kg) (ekor) hari)
I 334 37 297 2095 0,141 20,1
II 334 38 296 2093 0,141 20,1
III 334 42 292 2092 0,139 19,9
IV 334 45 289 2073 0,139 19,9

Konsumsi ransum puyuh petelur sebesar 141 gr/ekor/minggu dan sebesar


20,1 gr/hari. Hal ini bertentangan dengan pendapat Sumbawati (1992) bahwa
tingkat konsumsi pakan burung puyuh sebesar 109,69-135,59 gr/ekor/minggu.
Namun sesuai dengan pendapat Kusumoastuti (1992) yang menyatakan bahwa

14
Rata-rata konsumsi pakan burung puyuh berkisar antara 127,12-165,15
g/ekor/minggu.

3.4.3 Konversi Ransum

Tabel 3. Konversi Ransum Puyuh


Jumlah Berat Jumlah Konversi
Minggu ke-
Telur (butir) Telur (gr) Pakan (gr) Ransum
I 11619 9,3 297000 2,74
II 11422 9,4 296000 2,75
III 11043 9,38 292000 2,81
IV 12005 9 289000 2,67
Total 46089 37,08 1174000 10,97
Rata-rata 11522,25 9,27 293500 2,74

Konversi ransum pada peternakan Pak Robi sangat baik. Hal ini
dibuktikan dari Tabel 5 diamana rata-rata konversi ransum adalah sebesar 2,74
hasil konversi ransum ini lebih kecil dari hasil penelitian Wilson et al. (1961)
bahwa konversi ransum burung puyuh sebesar 3,0. Sedangkan menurut
Yuliesynoor (1985) konversi ransum puyuh berkisar antara 3,4184-5,1918.

3.4.5 Pemberian Minum


Pada Peternakan Robi pemberian air minum dilakukan sehari sekali pada
pagi hari pukul 07.30-09.00 WIB. Pemberian air minum dilakukan dengan cara
mengumpulkan tempat minum, yang kemudian dibersihkan dengan menggunakan
air sumur. Air yang diberikan pada ternak tergantung dengan kondisi ternak,
apabila ternak sedang mengalami stres maka akan diberikan tambahan vita stres
sedangkan apabila ternak dalam keadaan normal akan diberikan air yang
ditambahkan dengan egg stimulan. Pada ternak pejantan diberikan air murni tanpa
campuran. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf, (1995) bahwa pemberian obat
dilakukan apabila puyuh terlihat gejala-gejala sakit.

15
Gambar 9. Drum Penampung Air

Air + Medi Egg : Khusus untuk puyuh petelur

Gambar 10. Medi Egg


Air + Vita Stress : Khusus diberikan pada saat puyuh stress

16
Gambar 11. Vita Stress

3.5 Sanitasi
Sanitasi merupakan pengendalian penyakit yang dilakukan dengan
memperhatikan kebersihan. Dengan sanitasi keganasan organisme yang
merugikan dapat ditekan. Sanitasi meliputi beberapa bagian yaitu :
1. Sanitasi Lingkungan : sanitasi ini meliputi lingkungan kandang/ sekitar
kandang. Pada Peternakan Robi sanitasi yang dilakukan yaitu
pembersihan kandang dari feces dilakukan 3 kali seminggu, namun pada
lingkungan kandang seperti dinding kandang tidak dilakukan
pembersihan secara rutin, penyemprotan desinfektan dilakukan secara
rutin 1 bulan sekali, penyemprotan yang dilakukan meliputi kandang
serta ternak puyuh. Menurut pendapat Rianto dan purbowati (2009)
sanitasi (higiene atau kesehatan lingkungan) ada hubungannya dengan
lingkungan dan kandang. Jadi, sanitasi berarti kesehatan yang lazim
dikaitkan dengan lingkungan kehidupan. Akan tetapi ada kekurangan di
peternakan ini pada saat sanitasi kandang tidak disemprotkan disinfektan
yang berfungsi membunuh organisme yang menimbulkan penyakit
sehingga angka kematian menjadi tinggi.
2. Sanitasi petugas. Petugas adalah orang yang melakukan aktivitas didalam
kandang. Selama melakukan Farm Experience di Peternakan penulis

17
tidak melihat adanya sanitasi petugas yang dilakuakn, karena setiap
orang bebas masuk ke dalam lingkungan kandang tanpa melakukan
kegiatan sanitasi terlebih dahulu. Menurut Sudarmono (2003) sanitasi
secara sederhana merupakan tindakan pengendalian penyakit melalui
petugas dan lingkungan.
3. Sanitasi Terhadap Puyuh. Pada peternakan Robi sanitasi pada burung
puyuh dilakukan pada saat penyemprotan desinfektan yang dilakukan
sebulan sekali, akan tetapi tidak ada penanganan terhadap ternak yang
sakit. Seharusnya ternak yang sakit segera dikeluarkan dalam kandang
dan dimasukkan kekandang isolasi, namun pada peternakan ini ternak
yang sakit tetap dibiarkan menyatu dalam kandang dan tidak mendapat
pengobatan dan apibila ternak mati maka akan dikeluarkan dari kandang
dan dibuang begitu saja. Hal ini berbeda dengan pendapat Sudarmono,
(2003) bahwa sanitasi terhadap puyuh misalnya adalah karantina
terhadap puyuh sakit, pembakaran bangkai puyuh yang sudah mati.
Sebagai catatan, penguburan bangkai dan pemanfaatan bangkai puyuh
untuk pakan hewan lain adalah tidak benar, karena hal itu akan
membantu penyebaran bibit penyakit.

3.6 Produksi Puyuh


3.6.1 Produksi Telur Puyuh

Burung puyuh merupakan burung yang berproduksi dengan cepat, yaitu


pada umur ±40 hari,waktu ini relatif lebih cepat dari jenis unggas lainnya seperti
pada jenis ayam ras yang mulai berproduksi pada umur 6 bulan. Hal ini sesuai
dengan pendapat ahli yang menyatakan bahwa burung puyuh betina mulai bertelur
pada umur 42 hari. Puncak produksi burung puyuh dicapai pada umur lima bulan
dengan persentase bertelur rata-rata 76% (Fahmy dkk, 2005)

18
Tabel.4 Produksi Telur ( Hen day )
Jumlah
Minggu Rataan Jumlah
Puyuh petelur Hen - day (%)
Ke - Telur (Butir/Hari)
(Ekor )
I 2095 1659,86 79,23
II 2093 1631,71 77,96
III 2092 1577,57 75,41
IV 2073 1333,89 64,35

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa produksi telur (Hen-day) berkisar antara
64,35%-79,23%. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuliesynoor (1985) bahwa
produksi telur Hen-day burung puyuh yang baik berkisar antara 63,26%-76,88%.
Pendapat ini didukung oleh pendapat Kusumowati (1992) bahwa produksi telur
hen day berkisar dari 54,75%-78,31%.

3.6.2 Bobot Telur

Tabel 5. Bobot Telur Puyuh


Rata-rata
Minggu Produksi Telur Bobot Telur
Bobot Telur
ke- (butir/minggu) (gr/minggu)
(gr/hari)
I 11619 9,3 108056
II 11422 9,41 107481
III 11043 9,38 103583
IV 12005 9 108045
Rata-rata 11522,25 9,27 427165

Dari Tabel 4 dapat diketahui bobot rata-rata telur berkisar antara 9-9,41 gr/
hari. Bobot telur ini sedikit lebih rendah dari hasil penelitian Nugroho dan Mayun
(1986) yang menyatakan bahwa berat telur standar burung puyuh adalah 10gr.
Bobot telur yang lebih rendah tersebut kemungkinan terjadi karena pemberian egg

19
stimulan yang tidak teratur, karena pemberian egg stimulan dilakukan hanya jika
produksi telur sudah menurun drastis.

3.7 Mortalitas

Tabel 6. Tingkat Mortalitas Selama 30 Hari


Jumlah
Minggu Kematian Mortalitas
Puyuh
ke (ekor) (%)
(ekor)
I 2100 5 0,24
II 2095 2 0,10
III 2093 1 0,05
IV 2092 19 0,91
Jumlah 27 1,29

Angka kematian pada peternakan Robi The Hok selama kurun waktu satu
bulan cukup tinggi, dengan angka mortalitas 1,29% selama satu bulan, jika dalam
waktu satu kali periode pemeliharaan selama satu Tahun yaitu 15,48% (1,29x12)
ini berarti angka kematian melebihi dari standar pemeliharaan yang hanya 5%
dalam satu periode pemeliharaan. Hal ini disebabkan oleh cuaca yang ekstrim
pada saat itu sehingga burung puyuh menjadi stres sehingga ternak puyuh banyak
yang mati. Menurut North dan Bell (1990), pemeliharaan ternak unggas
dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5% dalam
satu periode.

20
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari Farm Experience di Peternakan Robi


The Hok yaitu menejemen pemeliharaan burung buyuh sudah cukup baik, namun
terdapat beberapa kelemahan seperti rendahnya sanitasi yang dilakukan dalam
bentuk sanitasi kandang dan sanitasi petugas meskipun sanitasi peralatan
dilakukan dengan cukup baik. Selain itu juga pengamatan akan pengendalian
penyakit maupun penanganan pada ternak yang sakit belum cukup baik padahal
faktor-faktor diatas akan menentukan tinggi rendahnya produksi telur yang akan
dihasilkan.

4.2 Saran

Saran yang diberikan oleh penulis kepada peternak yaitu agar peternak lebih
memperhatikan kondisi ternak serta penanganan penyakit dan cara
pencegahannya.

21

Anda mungkin juga menyukai