Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Jembatan adalah suatu konstruksi yang berguna untuk menghubungkan
jalan yang terhalang oleh suatu rintangan baik berupa sungai, rawa-rawa dan
jurang.
Perhitungan konstruksi jembatan harus didukung oleh teori-teori, rumusrumus dan peraturan-peraturan dalam perencanaan. Dalam bab II ini akan
diuraikan mengenai peraturan-peraturan standard jembatan di Indonesia dan
rumus-rumus untuk perencanaan jembatan rangka baja.

2.1

Standard Jembatan
Merencanakan suatu jembatan, baik ditinjau dari volume lalu lintas

maupun berat lalu lintas yang melewati jembatan tersebut, maka pihak Direktorat
Jenderal Bina Marga menggolongkan jembatan atas tiga kelas, yaitu :
1.

Jembatan kelas A, lebar lantai jembatan 7,00 meter dan 2 x 1,00 meter
sebagai trotoir dengan beban 100 % dari loading Sistem Bina Marga.

2.

Jembatan kelas B, lebar jembatan 6,00 meter dan 2 x 0,50 meter sebagai
trotoir dengan beban 70 % dari loading Sistem Bina Marga.

3.

Jembatan kelas C, lebar jembatan 4,50 meter dan 2 x 0,25 meter sebagai
trotoir dengan beban 50 % dari loading Sistem Bina Marga.
Berdasarkan klasifikasi diatas, maka jembatan yang penulis rencanakan

termasuk ke dalam jembatan kelas A, dengan lebar lantai kendaraan 7 meter, lebar
trotoar 2 x 0,5 meter. Pembebanan diambil 100 % dari Loading Sistem Bina
Marga.

2.2

Beban yang Bekerja


2

Berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya


(PPPJJR SKBI-1.3.28-1987), beban-beban yang bekerja pada sebuah konstruksi
jembatan adalah beban primer, beban sekunder dan beban khusus.
2.2.1

Kombinasi Muatan
Tujuan dari kombinasi muatan adalah untuk memperoleh tegangan yang

maksimum standar dalam mendimensi rangka baja. Adapun kombinasi muatan


yang dimaksud, diperlihatkan ada tabel berikut ini, sebagai mana yang tercantum
dalam PPPJJR 1987, yaitu :

No

Kombinasi Pembebanan Dan Gaya

Tegangan Izin Keadaan Elastis

1
2
3

M + (H + K) + Ta + Tu
M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm
Kombinasi (1) + Rm + Gg + A SR + Tm + S

(%)
100%
125%
140%

M + Gh + Tag + Gg + Ahg + Tu

150%

5
6

M + P1
M + (H + K) Ta + S + Tb

130%
150%

Tabel T.2.1 Kombinasi Pembebanan

Dimana :
M

= Beban mati

(H + K) = Beban hidup dengan kejut


Ta

= Gaya tekan tanah

Tu

= Gaya angkat

Ah

= Gaya akibat aliran dan hanyutan

Gg

= gaya gesekan pada tumpuan bergerak

= Gaya angin

SR

= Gaya akibat sudut dan rangkak

Tm

= Gaya akibat perubahan

Rm

= Gaya rem

Gh

= Gaya horizontal ekivalen akibat gempa

Tag

= Gaya tekan tanah akibat gempa bumi

Ahg

= Gaya akibat aliran dan hanyutan pada saat gempa bumi

2.2.2

P1

= Gaya-gaya pada waktu pelaksanaan

= Gaya sentifugal

Tb

= Gaya tumbuk

Beban Primer
Berdasarkan PPPJJR SKBI-1.3.28-1987, yang dimaksud dengan beban

primer adalah beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan
jembatan. Beban itu meliputi :
a.

Beban Mati
Beban mati adalah beban yang diakibatkan oleh berat sendiri dari konstruksi

dan segala unsur tambahan yang dianggap satu kesatuan tetap dengannya.
Berdasarkan Struyk dan Van Der Veen (1990), berat sendiri konstruksi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus empiris, yaitu :
G = (20 + 3L) kg/m2 ............................................................................(2.1)
Keterangan :
G = Berat sendiri gelagar utama
L = Panjang bentang jembatan
Gayagaya batang pada gelagar utama akibat berat sendiri dihitung dengan
menggunakan metode Cremona. Dasar perhitungan ini merupakan segi banyak
tertutup. Seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini :

D
3
A

7
4

-S3

C
5

RA

6
2

(A)

+S5

-S1
RA

-S1 +S6
-S2

RA

RB

P
-S5

-S2
(B)

+S6

-S2
-S3

+S7
(C)

RB

-S3
+S4
(D)

RB

-S3

+S7

+S4

Gambar 2.1a Diagram Cremona gaya batang


Sumber : Mekanika Teknik I, Oleh Heinz Frick (1993)

Untuk perhitungan gaya batang digunakan skala gambar dan untuk


penentuan arah gaya dengan cara perjanjian tanda sebagai berikut :
1. Batang disebut tekan (-), apabila arah gaya menuju titik sambung.
2. Batang disebut tarik (+), apabila arah gaya meninggalkan titik sambung.

b.

Beban Hidup
Berdasarkan PPPJJR SKBI-1.3.28-1987, beban hidup yaitu semua beban

yang berasal dari kendaraan yang bergerak dan penjalan kaki yang dianggap
bekerja pada jembatan.
Beban hidup pada jembatan terdiri dari beban T yang merupakan beban
terpusat untuk lantai kendaraan dan beban D yang merupakan beban jalur untuk
gelagar. Beban D atau beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalu
lintas yang terdiri dari beban terbagi rata sebesar q ton/meter sepanjang jalur
dan beban garis P sebesar 12 ton per jalur lalu lintas tersebut.

4,0 m

Besarnya beban terbagi rata q dengan bentang 30< L < 60 meter adalah :
1,
1 q
q = 2,2 t/m1 - 60 (L-30)qt/m .............................................................(2.2)

Beban hidup permeter lebar jembatan ditentukan dengan menggunakan persamaan


sebagai berikut :
P

q (t / m2 )
2,75 .................................................................................... (2.3)
q=
P ( ton)
,75 ....................................................................................... (2.4)
P = 2
P

Keterangan :
P

q = Beban terbagi rata


P = Beban garis
L = Panjang bentang jembatan
Besarnya gaya batang akibat beban hidup dihitung dengan menggunakan
metode garis pengaruh. Metode garis pengaruh adalah suatu cara untuk
menghitung gaya batang dengan beban P = 1 ton bekerja disepanjang jembatan,
proses kerja garis pengaruh diperlihatkan pada gambar 2.1c berikut ini :

Batang Atas

Batang Bawah

Batang Diagonal

Gambar 2.1c Diagram Garis Pengaruh


Sumber : Mekanika Teknik 2, oleh Heinz Frick

Garis pengaruh batang S1 diperoleh dengan cara meletakkan beban P = 1


ton dititik D dengan memotong batang S1, S2 dan S3 diperoleh :
MD = 0
RA x (L x1) + S1 x H = 0

P x X1
L
RA =

X1
L x (L - X1) +s1 x H = 0

sehingga untuk batang atas diperoleh :


S1 = X1 (L - X1) / L x H ( - ) .....................................................................(2.5a)
Batang S1 digambarkan dibawah titik D sebagai ordinat garis pengaruh
(Y1). Garis pengaruh S1 diperlihatkan pada gambar 2.1c pada halaman 10. Ordinat
garis pengaruh batang S2 diperoleh dengan cara
yang 3.4.3
sama, Ketentuan
yaitu dengan
caraD
Gambar
Beban
Sumber : PPPJJR SKBI - 1987

meletakkan beban P = 1 ton dititik E, sehingga untuk batang bawah diperoleh :


S2 = X2 (L - X2) / L x H ( - ) ....................................................................... (2.5b)
Beban P = 1 ton dianggap bekerja pada titik buhul bawah, mengakibatkan
garis pengaruh batang S2 terjadi pemotongan seperti diperlihatkan pada gambar
2.2 garis pengaruh batang S3 diperoleh dengan cara memotong batangbatang S 1,

S2, S3, tetapi beban P = 1 ton diletakkan dititik C dan D, maka beban dititik C dan
D diperoleh :
KV = 0
RA P + S3 Sin = 0, P =1 ton
S3C = RA 1 / sin ( - )...............................................................................(2.5c)
KV = 0
RA - S3 Sin = 0
SaD = RA / Sin (+) .................................................................................(2.5d)
Garis pengaruh batang S3 diperlihatkan pada gambar 2.1c Diagram garis pengaruh
c.

Beban Kejut
Untuk menghitung pengaruh-pengaruh getaran dan pengaruh dinamis

lainnya, beban-beban yang timbul akibat beban garis P harus dikalikan dengan
koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum, sedangkan beban merata
q tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Berdasarkan (PPPJJR SKBI 1.3.28
1987), koefisien kejut diperhitungkan dengan rumus :
20
K = 1 + 50 L ......................................................................................(2.6)

Keterangan :
K = Koefisien kejut
L = Panjang bentang Jembatan (m)
2.2.3 Beban sekunder
Beban sekunder adalah beban sementara, yang dipengaruhi oleh beban
angin, pengaruh suhu dan gaya rem. Beban ini meliputi :
a.

Beban angin
Berdasarkan (PPPJJR SKBI 1.3.28 1987), tekanan angin diperhitungkan

150 kg/m2 yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Bagianbagian

sisi jembatan yang terkena angin untuk jembatan rangka diambil 30 % luas bidang
sisi jembatan dan ditambah 15 % luas sisi lainnya.
Perencanaan sebuah jembatan tekanan angin diperhitungkan bekerja pada
tiga tempat, yaitu :
1.

Tekanan angin pada lantai kendaraan(Wr).


2. Tekanan angin pada kendaraan (Wm), yang diperhitungkan bekerja setinggi
2 meter dari lantai kendaraan.

3.

Tekanan angin pada konstruksi jembatan (Wbr).


Akibat dari gayagaya angin tersebut, maka akan menimbulkan gaya
vertikal yang berpengaruh terhadap bertambah besarnya gayagaya batang untuk
perencanaan suatu konstruksi jembatan. Gaya angin yang bekerja pada konstruksi
jembatan, diperlihatkan pada gambar 2.2 dibawah ini :

Gambar 2.2 Gaya angin yang bekerja di bagian jembatan


Sumber : Jembatan, oleh Struyk dan Van Der Veen
Berdasarkan Struyk dan Van Der Veen, besarnya gaya reaksi yang timbul
pada bagian tumpuan rangka jembatan dapat dihitung dengan persamaan statis
momen, yaitu :

Wbr x hbr Wm x hm Wr x hr
b
=
.............................................(2.7)

Keterangan :

10

= Gaya reaksi yang timbul pada bagian tumpuan reaksi jembatan (Kg)

Wbr = Tekanan angin pada rangka jembatan (Kg)


Wm = Tekanan angin pada kendaraan (Kg)
Wr

= Tekanan angin pada lantai kendaraan (Kg)

hbr, hm, hr = Jarak masing masing tekanan angin terhadap tumpuan rangka
jembatan (m)
Besarnya gaya-gaya batang gelagar utama akibat tekanan angin diperoleh
dengan cara mengalikan faktor perbandingan reaksi tumpuan akibat tekanan angin
dengan reaksi tumpuan akibat berat sendiri.
reaksi tumpuan akibat beban angin
F = reaksi tumpuan akibat berat sendiri

b.

Gaya Akibat Pengaruh Suhu


Berdasarkan PPPJJR SKBI-1.3.28-1987, besarnya tegangan akibat pengaruh

suhu untuk konstrusi baja diperhitungkan apabila terjadi perbedaan suhu 15 0C.
c.

Gaya rem
Berdasarkan PPPJJR SKBI 1.3.28-1987, gaya rem dianggap bekerja

horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 meter
diatas permukaan lantai kendaraan. Besarnya gaya ini diperhitungkan 5 % dari
beban D tanpa koefisien kejut.
2.2.4 Beban khusus
Beban khusus adalah beban yang tidak langsung membebani jembatan tetapi
hanya mempengaruhi bagianbagian tertentu pada konstruksi jembatan.
Beban khusus ini terdiri dari gaya tumbukan, gaya sentrifugal, dan gayagaya lain. Dalam perhitungan ini beban khusus tidak ditinjau, karena perencanaan
hanya dibatasi pada bagian rangka utama jembatan saja.

11

2.3. Rumus-Rumus Untuk Perencanaan


Untuk merencanakan rangka baja sebuah jembatan, diperlukan beberapa
rumus yang mendukung dalam perencanaan. Rumus-rumus yang digunakan
dalam perencanaan akan dijelaskan pada sub bab dibawah ini.
2.3.1 Sandaran (railing)
Menurut Potma dan De Vries, sandaran akan menimbulkan momen akibat
berat sendiri dan beban hidup.
Tegangan yang timbul pada sandaran adalah:
Mn = b x Mn > Mu... ( 2.9 )
Keterangan :

2.3.2

Mn

= Momen desain (kN.m)

=Faktor reduksi (0,9)

Mu

= Momen maksimum yang bekerja (kN.m)

Gelagar Memanjang
Beban yang bekerja pada gelagar memanjang terdiri dari berat sendiri,

berat lembaran trapesium, berat lantai beban hidup, beban gempa, beban angin
dan beban rem.
2.3.3 Gelagar Melintang
Beban yang bekerja pada gelagar melintang terdiri dari berat sendiri, berat
lantai beban hidup, beban angin dan beban rem. Untuk perencanaan

beban

gelagar memanjang ini digunakan rumus persamaan (2.9) halaman 10.

2.3.4 Gelagar Utama


Gaya yang bekerja pada gelagar utama jembatan rangka baja adalah gaya
tekan dan gaya tarik.

12

a.

Batang Tekan
Batangbatang tekan yang mengalami gaya tekan. Panjang batang dan

tumpuan ujung ujung sangat mempengaruhi (1k). Berdasarkan PPBBI (1984),


jenis-jenis tumpuan pada batang diperlihatkan pada gambar 2.4 dibawah ini :

Gambar 2.4 Jenis-jenis tumpuan pada batang


Sumber : PPPJJR SKBI 1.3.28 1987
Adapun besarnya momen kelembanan dihitung dengan mempergunakan
persamaan :
I min = 0,483 x n x P x 1k ......................................................................(2.10 )
Keterangan :
I min = Momen kelembaman
n

= Faktor keamanan (3,5)

1k

= Panjang batang tekuk

Rumus Euler ini berlaku apabila 100 < < 200, dimana angka
kelangsingannya adalah :
lk

rmin > imin ........................................................................................(2.11)

13

Keterangan :
rmin = Jari-jari kelembaman profil

= Angka kelangsingan

Apabila 0 < < 60, maka digunakan persamaan Tetmayer, yaitu :


d = 3100 - 11,4 .(2.12a)
Apabila 0 < < 100, maka digunakan persamaan Rein, yaitu :
d = 2890 8,18 .(2.12b)
b.

Batang Tarik
Dalam merencanakan batang tarik, faktor yang harus diperhatikan adalah luas

batang profil dan perlemahan akibat sambungan. Berdasarkan LW Darmawan,


tegangan tarik yang timbul adalah

tr

P mak
F net < tr ...............................................................(2.13)

Dengan :
Fnetto

= luas tampang profil yang direncanakan diambil 80% dari luas


profil (cm)2

P max
tr
2.3.5

= besar gaya batang maksimum (kg)


= tegangan tarik profil (kg/cm)2

Ikatan Angin
Perhitungan ikatan angin terdiri dari ikatan angin atas (Ka) dan ikatan

angin bawah (Kb). Berdasarkan PPJJR beban angin diambil 150 kg/cm2.
Gaya-gaya yang mempengaruhi ikatan angin atas dan ikatan angin bawah
diperlihatkan pada gambar G.2.5 di bawah ini :

14

Gambar 2.5 Tekanan angin yang bekerja pada jembatan


Sumber : Jembatan, oleh Struyk dan Van Der Veen
Besarnya ikatan angin yang bekerja pada jembatan adalah :
a.

Ikatan Angin Atas

Wbr x hbr Wm x hm Wr x hr
H
Ka =
.............................................(2.14)
b.

Ikatan Angin Bawah


Kb = ( Wbr + Wm + Wr) Ka..............................................................(2.15)

Keterangan :
Ka

= Gaya reaksi tumpuan ikatan angin atas

Kb

= Gaya reaksi tumpuan ikatan angin bawah

Wbr

= Tekanan angin pada rangka jembatan

Wm

= Tekanan angin pada kenderaan

Wr

= Tekanan angin pada lantai kendaraan

hbr

= Jarak tekanan angin rangka terhadap tumpuan rangka jembatan

hm

= Jarak tekanan angin pada kendaraan terhadap tumpuan rangka


jembatan

= Tinggi rangka jembatan

15

2.3.6

Perhitungan Alat Sambung


Berdasarkan Darmawan LW (1987) besarnya tekanan baut didasarkan

pada perhitungan tampang satu dan tampang dua dengan ketentuan sebagai
berikut :
a.

Sambungan Tampang Satu


Bila s/d > 0,393 kekuatan baut ditinjau terhadap geser dan bila s/d < 0,393

kekuatan baut ditinjau terhadap desak. Kekuatan baut dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :
Ngs = x x d2 x ...........................................................................(2.16a)
Nds = d x s x tp...................................................................................(2.16b)
b.

Sambungan Tampang Dua


Bila s/d > 0,785 kekuatan baut ditinjau terhadap geser dan bila s/d < 0,785

kekuatan baut ditinjau terhadap desak. Kekuatan baut dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :
Ngs = 2 ( x x d2 x ).....................................................................(2.17a)
Nds = 2 (d x s x tp).............................................................................(2.17b)
Keterangan :
Ngs = Kekuatan baut terhadap geser
Nds = Kekuatan baut terhadap desak
d

= Diameter baut

= Tebal plat buhul

= Tegangan geser yang diizinkan (0,6 kg/cm)2

tp = Tegangan tumpuan yang diizinkan (1,5 kg/cm)2

= Tegangan dasar yang diizinkan

Jumlah baut yang diperlukan dihitung dengan menggunakan persamaan :

16

P
P
n = Ngs atau n = Nds ......................................................................(2.18)

2.3.7

Sambungan Gelagar Utama dengan Gelagar melintang


Berdasarkan Porma dan De Vries (1984), gaya batang bekerja pada baut

bagian atas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

R x W x e1
e2
N1 =
............................................................................(2.19)
Keterangan :
N1 = Gaya tarik baut (kg)
R = Gaya lintang atau gaya tumpuan
W = Jarak gaya lintang ketumpuan
e

= Jarak titik berat baut dengan tepi plat penyambung

Gaya tarik baut diperlihatkan pada gambar 2.7 dibawah ini :

Ganbar 2.7. Sambungan gelagar melintang dengan gelagar utama


Sumber :
Jembatan Potma dan De Vries (1984)

a.

Tegangan Tarik

tr

1 / 2 x N1
2
= 1 / 4 x 3,14 x d .................................................................(2.20)

17

b.

Tegangan Geser
R/n
2
= 1 / 4 x 3,14 x d .................................................................(2.21)

Keterangan :
tr

= Tegangan tarik baut

N1

= Gaya tarik baut

= Diameter baut

= Gaya lintang atau gaya tumpuan

= Tegangan geser baut

= Jumlah baut

Pada gelagar melintang, besarnya gaya mendatar dapat ditentukan dengan


menggunakan persamaan :
H

R xW
t
=
................................................................................(2.22)

H2 V2

............................................................................(2.23)

Tegangan tumpuan yang timbul pada baut dapat dihitung dengan persamaan :
D
tp = d x s ..................................................................................(2.24)

Keterangan :
H

= Gaya tarik mendatar baut

= Jarak antar baut tepi, atas dan bawah

= Resultante gaya

= Gaya geser baut

tp = Tegangan tumpuan pada baut

2.3.8

= Diameter baut

= Tebal plat badan gelagar melintang

Perhitungan Plat Buhul

18

Gaya-gaya yang bekerja pada plat buhul diperlihatkan pada gambar 2.8
dibawah ini :

Ganbar 2.8. Sambungan pada plat buhul


Sumber : Jembatan, Oleh Struyk dan Van Der Veen (1990)

Berdasarkan Struyk dan Van Der Veen (1990), bagian plat buhul yang Paling
berbahaya adalah pada penampang AB. Jika R gaya batang kiri dan D gaya
batang diagonal maka penampang AB menerima gaya tarik (P). Besarnya gaya
tarik tersebut dihitung dengan persamaan :
P = T Cos + R.................................................................................(2.25)
Momen yang timbul pada penampang plat AB dihitung dengan persamaan :
M = (P x e) ........................................................................................(2.26)
Akibat dari gaya tarik dan momen, maka timbul tegangan. Dimana tegangan
yang timbul harus lebih kecil dari tegangan izin. Tegangan tegangan adalah
sebagai berikut :

19

a.

Tegangan tarik

M
P
tr = F + W < tr.............................................................................(2.27)
b.

Tegangan geser
V
= F < , dimana V = T sin ..................................................... (2.28)

Keterangan :

2.3.9

= Gaya tarik pada plat buhul (kg)

= Gaya batang diagonal (kg)

= Gaya batang bawah

= Momen pada plat buhul

= Luas tampang plat buhul

= Titik tangkap momen pada plat buhul

= Gaya geser pada plat buhul

tr

= Tegangan tarik yang timbul

= Tegangan geser yang timbul

Lendutan
Berdasarkan Hukum Hooke, perubahan panjang-panjang dapat dihitung
dengan persamaan :
PxL
L = E x F ................................................................................... (2.29)

Keterangan :
L = Perubahan panjang batang
P

= Gaya batang

= Panjang batang

= Modulus elastisitas baja

= Luas penampang profil

20

Lendutan yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :


Z = L x < Z ......................................................................... (2.30)
Keterangan :
Z

= Lendutan yang terjadi

= Gaya batang akibat beban P

= Lendutan yang diizinkan

Anda mungkin juga menyukai