Anda di halaman 1dari 11

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSU Anutapura Palu


Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako

REFLEKSI KASUS

DISUSUN OLEH:

Bulan Putri Pertiwi


N 111 15 13

PEMBIMBING:
dr. Andi Soraya Tenri Uleng, M.Kes, Sp. KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016

REFLEKSI KASUS
GANGGUAN PSIKOTIK NON ORGANIK YTT (F.29)
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. N

Umur

: 26 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Jalan Kartini, Lorong Ongka Malino No.8C

Pekerjaan

: Mahasiswa

Agama

: Islam
1

Status Perkawinan

: Tidak Kawin

Warga Negara

: Indonesia

Pendidikan

: SMA

Tanggal Pemeriksaan : 1 Februari 2016


Tempat Pemeriksaan : Poliklinik Jiwa RSU Anutapura Palu
A. Deksripsi
Seorang laki-laki berusia 26 tahun datang ke Poliklinik RSU
Anutapura dengan keluhan bicara sendiri yang dirasakan sejak 3 minggu
yang lalu. Berdasarkan keterangan yang didapatkan dari ibu pasien, pasien
sering berbicara sendiri, selain itu pasien juga sering menyanyi sendiri,
banyak bicara, sering tertawa sendiri, tidak bisa tidur di malam hari dan
gelisah.
Ibu pasien mengaku, perubahan prilaku di alami pasien sejak 3
minggu yang lalu. Menurut pengakuan ibu pasien, pasien sering berbicara
sendiri siang dan malam hari. Berbicara tidak jelas dan tidak nyambung
ketika ditemani berbicara. Pasien sering bernyanyi tidak jelas. Marah apabila
dikatai gila oleh keluarganya.
Pasien telah melakukan pengobatan di bagian kejiwaan sebelumnya,
pada tahun 2011 berobat ke RSUD Undata. Dulunya, pasien tampak seperti
orang

ketakutan,

melihat

bayangan-bayangan

orang

besar

hitam,

mengatakan kalo ia didatangi oleh Tuhan sehingga ia merasa ingin mati.


Pasien sempat membaik setelah 2 tahun pengobatan. Kemudian berhenti
berobat. Setelah berhenti berobat pasien tidak pernah mengalami perasaan
takut lagi, tidak pernah melihat bayangan-bayangan, tidak ada perilaku yang
aneh dari kesehariannya dirumah dan pasien sering bermain musik bersama
teman-temannya.
Akhir tahun lalu, pasien ingin merantau ke luar kota (Jakarta) untuk
mengikuti keinginannya dalam grup band-nya, namun tidak diizinkan oleh
ayahnya. Sejak saat itu, pasien mulai mengalami bicara sendiri, menyanyi
tidak jelas, banyak bicara dan susah tidur.
2

B. Emosi Terkait
Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien merupakan pasien lama yang
memiliki riwayat berobat ke psikiater, namun putus pengobatan.
C. Evaluasi
a. Pengalaman Baik
Kasusnya cukup menarik untuk ditelusuri.
b. Pengalaman Buruk
Karena informasi yang didapatkan dari pasien masih kurang, sehingga
dilakukan heteroanamnesis dari ibu pasien.

D. Analisis
Seorang laki-laki berusia 26 tahun datang ke Poliklinik RSU
Anutapura dengan keluhan bicara sendiri yang dirasakan sejak 1 bulan yang
lalu. Berdasarkan keterangan yang didapatkan dari ibu pasien, pasien sering
berbicara sendiri, selain itu pasien juga sering menyanyi sendiri, banyak
bicara, sering tertawa sendiri, tidak bisa tidur di malam hari dan gelisah. Ibu
pasien mengaku, perubahan prilaku di alami pasien sejak 1 bulan yang lalu.
Menurut pengakuan ibu pasien, pasien sering berbicara sendiri siang dan
malam hari. Berbicara tidak jelas dan tidak nyambung ketika ditemani
berbicara. Pasien sering bernyanyi tidak jelas. Marah apabila dikatai gila
oleh keluarganya. Pasien telah melakukan pengobatan di bagian kejiwaan
sebelumnya, pada tahun 2011 berobat ke RSUD Undata. Dulunya, pasien
tampak seperti orang ketakutan, melihat bayangan-bayangan orang besar
hitam, mengatakan kalo ia didatangi oleh Tuhan sehingga ia merasa ingin
mati. Pasien sempat membaik setelah 2 tahun pengobatan. Kemudian
berhenti berobat. Akhir tahun lalu, pasien ingin merantau ke luar kota
(Jakarta) untuk mengikuti keinginannya dalam grup band-nya, namun tidak
diizinkan oleh ayahnya. Sejak saat itu, pasien mulai mengalami bicara
sendiri, menyanyi tidak jelas, banyak bicara dan susah tidur.
3

Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien


mengalami gangguan psikotik non organik YTT. Psikotik adalah gangguan
jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu menilai kenyataan
yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau/aneh.
Psikotik terbagi atas gangguan organik dan fungsional (non-organik). Bila
terdapat gangguan organik :
1 Kesadaran yang menurun (delirium)
2 Kognitif yang menurun (demensia)
3 Daya ingat yang menurun (sindrom amnestik)
4 NAPZA (drug abuse)
5 Halusinasi/waham organik (gangguan kepribadian organik akibat
disfungsi otak).
Bila terdapat gangguan fungsional (non-organik):
1

2
1
2
3
4
5

Gangguan persepsi (halusinasi,ilusi), perilaku, pemikiran (waham),


perasaan
a Kurang dari 1 bulan psikotik akut
b Lebih dari 1 bulan skizofrenia
Gangguan isi pikiran 3 bulan gangguan waham
Untuk mendiagnosis gejalah pasti gangguan psikotik akut adalah :
Halusinasi misalnya mendengar suara yang tak ada sumbernya atau
melihat sesuatu yang tidak ada bendanya.
Waham
Agitasi atau perilaku aneh (bizar)
Pembicaraan aneh dan kacau (disorganisasi)
Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (irritable)
Menurut buku Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan

Jiwa (PPDGJ-III), gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku atau
psikologi seseorang, yang secara klinis cukup bermakna, dan yang khas
berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (disstres) atau hendaya
(disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Pada
gangguan psikotik gejalanya seperti halusinasi, waham, perilaku kataton,
perilaku kacau, pembicaraan kacau yang pada umumnya (tidak selalu)
disertai tilikan yang buruk. Gejala psikotik mendominasi gambaran
klinisnya baik dalam intensitas dan lama perjalanan penyakit.
4

Diagnosis gangguan psikotik non organik dapat ditegakkan jika


gangguan psikotik tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia (F20) atau
untuk gangguan afektif yang bertipe psikotik (F30-F39) dan gangguangangguan psikotik yang tidak memenuhi criteria gejala untuk gangguan
waham menetap (F22).
Berdasarkan PPDGJ-III dikatakan gangguan jiwa apabila ditemukan
yaitu:
1 Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa :
Sindrom atau Pola Perilaku
Sindrom atau Pola Psikologik
2 Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), antara lain
dapat berupa : rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu,
3

disfungsi organ tubuh, dll.


Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas (disability) dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk
perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, dll).
Dikatakan gangguan jiwa psikotik apabila terdapat hendaya berat

dalam menilai realita berupa waham, halusinasi, ilusi, bicara yang kacau,
mengamuk.
Psikosis

adalah

gangguan

jiwa

yang

ditandai

dengan

ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat


halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh. Psikotis akut adalah
sekelompok gangguan jiwa yang berlangsung kurang dari satu bulan dan
tidak disertai gangguan mood, gangguan berhubungan dengan zat, atau suatu
suatu gangguan psikotik karena kondisi medis umum.
Kategori gangguan psikotik non-organik yang tak tergolongkan
(F.29) digunakan untuk pasien yang mempunyai gejala psikotik (contoh:
waham, halusinasi, dan perilaku serta bicara kacau) tetapi yang tidak
memenuhi kriteria diagnostik gangguan psikotik lain yang mempunyai
definisi spesifik. Pada beberapa kasus, diagnosis gangguan psikotik yang
tidak tergolongkan dapat digunakan bila tidak cukup tersedia informasi
5

untuk menegakkan diagnosis tertentu. Kriteria DSM-IV-TR diberikan pada


gangguan berikut yaitu pada tabel berikut:
Kategori tersebut meliputi simtomatologi psikotik (seperti waham, halusinasi, bicara
kacau, perilaku katatonik, atau kekacauan menyeluruh); terdapat informasi tidak
adekuat untuk membuat diagnosis spesifik atau kontradiksi informasi, atau gangguan
dengan gejala psikotik yang tidak memenuhi kriteria untuk setiap gangguan psikotik
spesifik.
Contoh meliputi:
1 Psikosis pascapartus yang tidak memenuhi kriteria gangguan mood dengan
gambaran psikotik, gangguan psikotik singkat, gangguan psikotik yang
2

disebabkan kondisi medis umum, atau gangguan psikotik akibat zat.


Gejala psikotik berlangsung kurang dari 1 bulan tetapi belum remisi, sehingga

3
4

kriteria gangguan psikotik singkat tidak terpenuhi.


Halusinasi pendengaran persisten tanpa gambaran lain.
Waham tidak bizar persisten dengan periode episode mood yang saling tumpang

tindih dan telah ada sebagai gejala penyerta gangguan waham yang bermakna.
Situasi yang klinisinya menyimpulkan bahwa gangguan psikotik ada tetapi tidak
mampu menentukan apakah primer, disebabkan kondisi medis umum, atau akibat
zat.
Pada pasien ini diperlukan terapi yang dibagi menjadi 2, yaitu

medikamentosa dan non medikamentosa. Medikamentosa yaitu dengan


pemberian obat-obatan, antipsikotik yaitu salah satunya seperti golongan
Benzisoxazole seperti risperidon (tab 1-2-3 mg). Di berikan risperidon dapat
bekerja pada gejala positif ataupun gejala negatif dan memiliki efek samping
yang minimal. Terlebih lagi usia pasien masih usia produktif.
Risperidon merupakan antipsikosis golongan II yang bekerja secara
atipikal. Disamping berafinitas terhadap Dopamine D2 Receptors, juga
terhadap : Serotonin 5 HT2 Receptors (serotonin-dopamin antagonists),
sehingga efektif untuk gejala negatif. Dosis untuk risperidone adalah 2-6
mg/hari.
Obat antipsikosis bekerja dalam menghambat jalur dopamin.
Berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu:
6

Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala


positif pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways
memproyeksikan badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum
area (VTA) di batang otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah
limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya
halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Antipsikotik
bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamin
D2. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan

gejala positif meningkat.


Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke
daerah serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal
dopamin pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif dan
kognitif pada penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif
disebabkan terjadinya penurunan dopamin di jalur mesokortikal terutama
pada daerah dorsolateral prefrontal korteks. Penurunan dopamin di
mesokortikal dopamin pathways dapat terjadi secara primer dan
sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang
berlebihan pada jalur ini atau melalui blokade antipsikotik terhadap
reseptor D2. Peningkatan dopamin pada mesokortikal dapat memperbaiki

gejala negatif atau mungkin gejala kognitif.


Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra
pada batang otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini
merupakan bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin
di nigostriatal dopamin pathways dapat menyebabkan gangguan
pergerakan seperti yang ditemukan pada penyakit parkinson yaitu
rigiditas, bradikinesia dan tremor. Namun hiperaktif atau peningkatan
dopamin di jalur ini yang mendasari terjadinya gangguan pergerakan

hiperkinetik seperti korea, diskinesia atau tik.


Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah
hipotalamus

ke

hipofisis

anterior.

Dalam

keadaan

normal

tuberoinfundibular dopamin pathways mempengaruhi oleh inhibisi dan


7

penglepasan aktif prolaktin, dimana dopamin berfungsi melepaskan


inhibitor pelepasan prolaktin. Sehingga jika ada gangguan dari jalur ini
akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi
peningkatan prolaktin yang dilepas sehingga menimbulkan galaktorea,
amenorea atau disfungsi seksual.
Penggunaan obat antipsikotik menimbulkan beberapa efek samping
diantaranya sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik seperti
hipotensi, antikolinergik (seperti mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi,
hidung tersumbat dan mata kabur), gangguan endokrin serta gangguan
ekstrapiramidal (dystonia akut, akathisia, sindrom Parkinson: tremor,
bradykinesia, rigiditas).
Adapun pemberian obat antikolinergik, terutama diberikan bila terjadi
efek samping sindroma ekstrapiramidal seperti dystonia akut, akathisia atau
parkinsonism. Biasanya terlebih dahulu dilakukan penurunan dosis dan bila
tidak

dapat

ditanggulangi

diberikan

obat

antikolinergik

seperti

Trihexyphenydil dengan dosis 3 kali 2 mg per hari.


Untuk memberikan efek sedatif dan menangani kegelisahan dari
pasien dapat diberikan obat antianxietas. Obat antianxietas yang digunakan
yaitu golongan benzodiazepine. Untuk obat golongan benzodiazepin dapat
bekerja dengan cara mengikat secara spesifik reseptor GABA yang
berpengaruh dalam neurotransmitter pemicu kecemasan. Adapun untuk obat
antiansietas tidak hanya berfungsi untuk mengatasi kecemasan tetapi juga
biasanya memiliki efek sedasi, relaksasi otot, amnestik dan antiepileptic.
Contoh obat yang digunakan adalah diazepam. Pemberian obat diazepam
untuk memberikan efek sedatif dimana pada kasus ini pasien mengalami
gangguan tidur. Dosis untuk diazepam adalah 2 10 mg, 2 4 kali sehari.
Sedangkan untuk non medikamentosa seperti psikoterapi yaitu
memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan
keinginannya sehingga pasien merasa lega. Serta memberikan penjelasan
kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga tercipta dukungan
8

sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses


penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.
E. Kesimpulan
Dikatakan gangguan jiwa psikotik apabila terdapat hendaya berat
dalam menilai realita berupa waham, halusinasi, ilusi, bicara yang kacau,
mengamuk. Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat
halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh. Psikotis akut adalah
sekelompok gangguan jiwa yang berlangsung kurang dari satu bulan dan
tidak disertai gangguan mood, gangguan berhubungan dengan zat, atau suatu
suatu gangguan psikotik karena kondisi medis umum.
Kategori gangguan psikotik non-organik yang tak tergolongkan
(F.29) digunakan untuk pasien yang mempunyai gejala psikotik (contoh:
waham, halusinasi, dan perilaku serta bicara kacau) tetapi yang tidak
memenuhi kriteria diagnostik gangguan psikotik lain yang mempunyai
definisi spesifik. Pada beberapa kasus, diagnosis gangguan psikotik yang
tidak tergolongkan dapat digunakan bila tidak cukup tersedia informasi
untuk menegakkan diagnosis tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
1

Irawati, I,. Kristiana, S,. Buku Ajar Psikiatri. Ed. 2. Badan Penerbit FKUI :

Jakarta. 2013.
Benjamin, JS,. Virginia, AS,. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Penerbit

Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 2010.


Rusdi, M,. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya : Jakarta. 2013.
9

Syarif, dkk., Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Badan Penerbit FKUI: Jakarta.

2011.
Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya, Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai