Anda di halaman 1dari 15

1

Daftar Isi

Daftar Isi...................................................................................................................I
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................3
BAB III ANALISA JURNAL..................................................................................6
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................8
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................13
Daftar Pustaka........................................................................................................14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dewasa ini Art Terapi merupakan salah satu cara penyembuhan
non komplementer yang cukup diminati karena selain tidak menimbulkan
efek samping Art Terapi juga memiliki berbagai kebermanfaatan yang
berbeda beda tergantung
sendiri. Art

terapi

dapat

kebutuhan dari masing masing individu itu


diartikan

sebagai

seni

yang

menjadi

media terapi atau melakukan kegiatan seni sebagai terapi. Melalui


aktifitas seni tersebut individu diasumsikan mendapat media paling
aman

untuk

memfasilitasi komunikasi melalui eksplorasi pikiran,

persepsi, keyakinan, dan pengalaman, khususnya emosi, dalam hal ini


memiliki berbagai macam kebermanfaatan salah satu nya bagi penyandang
Autisme.
Menurut WHO, terdapat sekitar 7 10 % anak berkebutuhan
khusus dari total populasi anak di Dunia. Di Indonesia sendiri belum ada
data akurat tentang jumlah dan kondisi anak berkebutuhan khusus, namun
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007, terdapat
82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia, dimana
sekitar 8,3 juta jiwa di antaranya adalah anak berkebutuhan khusus
(Pedoman Umum Perlindungan

kesehatan Bagi Anak Berkebutuhan

Khusus, 2010). Anak penyandang autis masuk ke dalam kelompok besar


tersebut. Karakter anak-anak penyandang autis umumnya muncul dengan
kurangnya

kemampuan

untuk

berkomunikasi,

bersosialisasi

dan

berimajinasi. Seberapa besar kekurangan yang muncul tergantung pada


setiap individu. Ciri-ciri lain yang umum ada pada anak-anak penyandang
autis yaitu perilaku obsessive-compulsive-disorder, menyakiti diri sendiri
atau mengamuk kepada orang lain atau biasa disebut juga dengan tantrum
(biasanya muncul karena tidak nyaman dengan keadaan sekitar dan tidak
dapat mencurahkan rasa frustasinya tersebut).

Melukis sebagai terapi, berkaitan dengan aspek kontemplatif atau


sublimasi. Kontemplatif atau sublimasi merupakan

suatu

cara atau

proses yang bersifatmenyalurkan atau mengeluarkan segala sesuatu yang


bersifat kejiwaan, sepertiperasaan,

memori,

pada

saat kegiatan

berkarya seni berlangsung sehingga di harapkan dengan melukis atau


menjalankan art terapi seorang anak autis dapat mempromosikan
pengobatan autis dengan kreatifitas untuk meningkatkan kemampuan fisik,
psikologis dan spiritual. Anak-anak penyandang autis dalam berkarya,
dapat dengan bebas mengungkapkan rasa, dan imajinasi mereka. Karyanya
merupakan ungkapan hati, caranya berkomunikasi dan berinteraksi
terhadap orang lain. Dengan menggambar anak-anak penyandang autis
dapat menggunakan seni sebagai sarana mengenal diri sendiri dan ekspresi
diri.
B. Tujuan
a) Untuk mengetahui apa itu Art Terapi
b) Untuk mengetahui apa saja gangguan yang dapat di atasi dengan Art
Terapi
c) Untuk mengetahui penerapan art terapi yang tepat dilakukan bagi
anak autisme
d) Untuk mengetahui manfaat art terapi bagi penyandang Autisme

BAB II TINJAUAN TEORI


Autisme mengacu pada problem dengan interaksi sosial, komunikasi, dan
bermain imajinatif, yang mulai muncul sejak anak berusia di bawah 3 tahun.
Mereka mempunyai keterbatasan pada level aktivitas dan interest. Hampir 75%
dari anak autis mengalami beberapa derajat Retardasi Mental. Autisme biasanya
muncul sejak tiga tahun pertama kehidupan seorang anak (Priyatna, 2010).
Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak pada anak yang
ditandai munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,
komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya. Autisme
merupakan kelainan perilaku yang penderitanya hanya tertarik pada aktivitas
mentalnya sendiri. Autis dapat terjadi di semua kalangan masyarakat
(Veskarisyanti, 2008).
Klasifikasi autisme Menurut Veskarisyanti (2008), ada beberapa klasifikasi
autism, diantaranya : 1) Aloof Anak dengan autisme dari tipe ini senantiasa
berusaha menarik diri dari kontak sosial, dan cenderung untuk menyendiri di
pojok. 2) Passive Anak dengan autisme tipe ini tidak berusaha mengadakan
kontak sosial melainkan hanya menerima saja. 3) Active but odd Sedangkan pada
tipe ini, anak melakukan pendekatan namun hanya bersifat repetitif dan aneh.
Gangguan Anak Autisme Menurut Yatim (2007), adalah sebagai berikut :
1. Gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non verbal Gangguan
dalam berkomunikasi verbal maupun non verbal meliputi kemampuan
berbahasa dan keterlambatan, atau sama sekali tidak dapat berbicara.
Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim
digunakan. Berkomunikasi dengan bahasa tubuh, dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti
orang lain (bahasa planet). Tidak mengerti atau tidak menggunakan katakata dalam konteks yang sesuai. Meniru atau membeo (Ekolalia),
menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya (Yatim, 2007) .

2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial Gangguan dalam bidang interaksi


sosial meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak
senang atau menolak bila dipeluk. Bila menginginkan sesuatu ia akan
menarik tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut
melakukan sesuatu untuknya. Ketika bermain, ia selalu menjauh bila
didekati.
Seni berpotensi menawarkan pada semua anak-anak kesempatan untuk
mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman. Seorang anak
akan melukis atau menggambar apa yang dia telah alami, dikaitkan dengan apa
yang dia gambar sehingga mendorong tahap lebih lanjut yakni membuat koneksi.
Seni menawarkan potensi untuk bekerja dengan cara yang berlapis-lapis, dalam
konteks memotivasi, bermakna dan energi. Hal ini dimungkinkan untuk
memanfaatkan proses bermain (dengan cara alami pada proses belajar semua
anak). (Peter, 1998, hal.171)
Pendidikan seni dapat sangat meningkatkan kualitas hidup dari seorang anak
dengan autisme. Ada outlet emosional dan kreatif yang luas bisa diperoleh melalui
studi seni. Anakanak dengan autisme akan memperoleh keterampilan hidup dan
menemukan diri mereka pada jalan penemuan diri melalui karya seni mereka
(Petrus, 1998). Dengan mencerahkan anak, pendidikan seni melepaskan potensi
yang belum dimanfaatkan dalam tiap individu dengan autisme. Akhirnya,
pendidikan seni dapat memberikan anak dengan autisme kesempatan untuk
bersenang-senang. Makalah ini akan mengeksplorasi cara-cara di mana
pendidikan seni dapat digunakan untuk memperkaya kehidupan mereka.
Seni dapat mengenalkan anak-anak pada kreatif dan mengekspresikan
emosional diri yang lebih baik. Manfaat pendidikan seni juga dapat mencakup
peningkatan keterampilan motorik halus anak dan penemuan diri. Yang terpenting,
seni memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi anak dengan autisme.
Seni memberikan kesempatan untuk menjalin kebersamaan antara anak autis dan
terapis atau guru, untuk terbangunnya komunikasi verbal dan cara mengetahui
pengembangan kognitif.

Sistem otak yang mengontrol komunikasi dan ketrampilan sosial pada anak
autis tidak berfungsi secara normal sebagaimana pada anak-anak normal.
Pengajaran tentang komunikasi dan sosialisasi memberi mereka kemampuan dan
kesempatan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi dan sosialisasi mereka,
seperti menjalin hubungan persahabatan.
Terapi seni sebagai komponen ketrampian dan sosial pelatihan dapat
meningkatkan keinginan anak-anak untuk berpartisipasi karena seni merupakan
kegiatan yang mereka anggap dapat menerima mereka. Terapi seni menawarkan
cara untuk memecahkan masalah visual. Hal ini memaksa anak autis menjadi
lebih bisa untuk mengekspresikan diri dan menawarkan cara untuk tidak
mengacam dan menangani penolakan. Hal ini dapat menggantikan tantrum
sebagai respon pengekspresian diri, dan memungkinkan anak untuk dapat
menenangkan dirinya sendiri.
Langkah yang harus dilakukan adalah :
a.
b.
c.
d.

Anak-anak datang dan embentuk kelompok yang dipimpin oleh brainstrom


Menilai ketrampilan percakapan dalam cara terstruktur (10 menit)
Melakukan kegiatan terstruktur selamma 30 menit dengan instruksi terapis
Waktu luang tidak terstruktur selama 20 menit, siswa dapat memilih
aktivitasnya seperti : bermain game, membuat seni dll

BAB III ANALISA JURNAL


A. Jurnal 1
1. Judul :
Outcome-Based Evaluation of a Social Skills Program Using Art
Therapy and Group Therapy for Children on the Autism Spectrum.
2. Nama peneliti
Kathleen Marie Epp
3. Tempat dan waktu penelitian
a. Tempat penelitian: Ridgefield, Connecticut, Amerika Serikat
b. Waktu Penelitian : Januari 2008
4. Tujuan penelitian
Meningkatkan

hasil

berdasarkan

penelitian

yang

menganalisa

efektivitas program terapi untuk anak pada spektrum autisme


5. Metode penelitian
a. Metode penelitian ini : eksperimen dengan rancangan one group
pretest posttest
b. Populasi dalam penelitian adalah 44 orang diambil seluruhnya
menjadi sampel
c. Uji statistik yang digunakan adalah uji paired t-test.
6. Hasil penelitian
a. Terjadi peningkatan score secara signifikan pada perilaku asertif
(9.30 menjadi 10.32)
b. Terjadi penurunan score secara signifikan pada perilaku

Internalizing (6.64 menjadi 5.89)

Hiperaktif (8.77 menjadi 7.81)

c. Tidak terjadi perubahan score pada perilaku tanggung jawab


B. Jurnal II
1. Judul
2. Penulis
3. Jenis
4. Tahun
5. Halaman
C. Jurnal III
1. Judul

: Art Therapy As An Intervention For Autism


: Melinda J. Emery
: Journal of the American Art Therapy Association
: 2004
: 143-147
: Gambar Anak-Anak Autis: Studi Kasus Di Sekolah

Dasar Luar Biasa Negeri Lamongan.


2. Penulis
: Habib Mustopo Kridho Leksono
3. Jenis
: Jurnal Pendidikan Seni Rupa Volume 01 Nomor 01
Tahun
4. Tahun
5. Halaman

: 2013
: 56-64

BAB IV PEMBAHASAN
A. Jurnal I
1. Dalam penelitian ini dilakukan pada anak dengan autis dengan
memberikan terapi seni yang digabungkan dengan terapi kelompok
dalam program SuperKids dengan hasil yang diinginkan adalah
meningkatkan kemampuan sosial anak dengan kategori meningkatnya
ketrampilan sosial dan menurunnya masalah perilaku.
2. Perilaku yang dinilai dari keterampilan sosial yaitu :
a. Kooperatif
b. Asertif
c. Tanggung jawab
d. Kontrol diri
3. Perilaku yang dinilai dari maslah perilaku yaitu :
a. Ekstrovert
b. Introvert
c. Hiperaktif
4. Intervensi yang diberikan adalah
a. Mendukung

anak

mengungkapkan

perasaannya

dengan

memberikan pertanyaan mengenai kejadian paling mengesankan


yang terjadi di hari itu dalam waktu 10 menit.
b. Mengintruksikan anak-anak untuk menggambar atau menuliskan
sesuatu yang mereka sukai dalam sebuah kertas putih dengan
waktu 30 menit.
c. Mendukung

anak-anak

mengekspresikan

dirinya

dengan

membiarkan anak memilih aktivitas yang dilakukan secara

berpasangan atau berkelompok seperti bermain atau membuat


karya seni.
5. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pre and post test
menggunakan instrumen SSRS
6. Hasil Penelitian
d. Terjadi peningkatan score secara signifikan pada perilaku asertif
(9.30 menjadi 10.32)
e. Terjadi penurunan score secara signifikan pada perilaku

Internalizing (6.64 menjadi 5.89)

Hiperaktif (8.77 menjadi 7.81)

f. Tidak terjadi perubahan score pada perilaku tanggung jawab


7. Kelebihan
Intervensi yang diberikan dilakukan bersamaan antara group dan art
therapy memberikan pengaruh yang lebih signifikan terhadap perubahan
perilaku
8. Kekurangan

Tidak adanya kelompok kontrol usia untuk mengetahui kemungkinan


adanya perbaikan perilaku seiring bertambahnya usia.

Tidak ada bukti statistik bahwa terapi seni ataupun terapi kelompok
sangat penting diberikan untuk memperbaiki perilaku anak autis.

B. Jurnal II
Jenis terapi
Populasi

: Art Therapy
: Beberapa siswa di sekolah luar biasa dan seorang anak

dengan autisme
Outcome
: Sebagai terapi untuk meningkatkan beberapa kemampuan
anak dengan autisme
Hasil Analisis Jurnal

10

Dari beberapa jurnal tersebut kami juga menemukan beberapa


fakta. Fakta tersebut yaitu perilaku anak dengan autism yang tidak dapat
dikontrol, tidak dapat fokus, tidak dapat diidentifikasi, dan tidak dapat
diprediksi.
Tidak dapat dikontrol artinya, anak autis tidak dapat dikendalikan
dalam proses menggambar. Mereka menggambar dengan sesuka
hati, dan tidak dapat dipaksa. Jika hati mereka sedang senang maka
mereka akan menggambar dengan baik, namun jika suasana hati
mereka sedang tidak baik maka mereka tidak dapat dipaksa untuk
menggambar, karena mereka akan mengabaikan perintah atau

instruksi yang kita perintahkan.


Tidak dapat fokus artinya, anak-anak autis sering kali berubah
pikiran maupun tingkah lakunya dan sifatnya. Dalam menggambar
anak autis tidak jarang mereka melakukan hal-hal di luar dugaan.
Misalnya pada waktu mereka sedang menggambar tiba-tiba salah
satu dari mereka ada yang menangis tanpa sebab, tertawa sendiri
tanpa sebab bahkan sampai lari-larian di kelas. Dalam proses
menggambar mereka juga sering berubah pikiran. Awalnya
menggambar obyek 1, namun obyek 1 belum selesai sudah
menggambar obyek 2, dan seterusnya. Yang awalnya menggambar
di media kertas namun gambarnya belum selesai mereka sudah
melirik media meja maupun tembok untuk dicoret-coret. Hal
seperti ini menunjukkan anak autis tidak dapat fokus dalam

menggambar.
Tidak dapat diidentifikasi artinya, gambar anak-anak autis tidak
dapat diidentifikasi sesuai kriteria pada tahapan-tahapan yang
disebutkan oleh Lowenfeld pada gambar anak normal. Misalnya,
gambar anak autis usia 10 tahun yang tidak sesuai dengan kriteria
gambar anak normal usia 10 tahun menurut Lowenfeld. Jika
gambar anak normal usia 10 tahun sudah dapat diidentifikasi
sebagai gambar anak masa berkelompok melalui kriteria gambar
masa berkelompok, maka untuk gambar anak autis usia 10 tahun
tidak dapat diidentifikasi sebagai gambar anak masa berkelompok,

11

hal ini dikarenakan kriteria gambar anak autis masih sulit

disesuaikan dengan kriteria pada masa berkelompok.


Tidak dapat diprediksi artinya, dalam menggambar anak autis
belum tentu usia sebagai ukuran dalam tahapan menggambar
sesuai dengan teori Lowenfeld. Bisa saja usia yang seharusnya
masuk masa bagan namun dalam kenyataan masih terlambat di
masa prabagan. Jadi gambar yang diciptakan oleh anak usia 7-9

tahun hasilnya belum tentu sesuai dengan masa bagan.


Selain itu karakteristik perilaku yang mendefinisikan sindrom autisme
adalah keterlambatan dalam perkembangan bahasa, kurangnya respon
terhadap isyarat-isyarat sosial, dan integrasi sosial, komunikatif, dan
emosional perilaku yang kurang.
1. Tujuan art therapy sesuai dengan jurnal yang diambil adalah
Meningkatkan perkembangan bahasa anak
Meningkatkan interaksi sosial anak
Membantu anak untuk mengungkapkan emosi yang dirasakan anak
Meningkatkan kepercayaan diri anak
2. Proses menggambar dan dampak interaksi selama menggambar
Tujuan Art therapy akan dicapai dengan maksimal jika art therapy
khususnya menggambar dilakukan secara berulang ulang baik

disekolah maupun dirumah.


Adanya interaksi anak, terapis dan orang tua selama menggambar
akan mendorong keberanian dan meningkatkan kepercayaan diri
anak dalam mengekspresikan apa yang anak rasakan dan apa yang

anak inginkan.
Interaksi dan komunikasi dengan bahasa yang baik, muda
dipahami dan mendukung akan meningkatkan kemampuan bahasa
dan interaksi anak dengan orang orang disekitarnya. Anak juga
tidak

segan

untuk

mengekspresikan

rasa

bangga

dan

kegembiraannya ketika anak berhasil menggambar sesuai yang


diinginkannya.
3. Contoh perkembangan anak setelah dilakukan art therapy :
Dari hasil pengamatan terapis mengatakan bahwa kegembiraan
anak dalam proses menggambar terlihat luar biasa. Menjelang

12

akhir tahap tengah terapi, anak mampu bercakap cakap dengan


terapis walaupun masih suara yang terdengar masih kurang jelas

dan kurang sistematis.


Terapis mengarahkan anak untuk menggambar mobil untuk pergi
ke restoran McDonald. Kemudian kesan yang dilihat oleh terapis
bahwa anak terlihat cemas dan mengamati lingkungan tempat anak
bermain. Terapis memberikan anak beberapa dorongan dan
instruksi untuk menggambar mobil, mobil menurutnya sendiri, dan
meyakinkan dia bahwa itu akan menjadi mobil yang indah. Anak
mulai menggambar mobil. Ketika terapis berkata bahwa mobil itu
adalah mobil yang indah. Dia gembira dan dengan spontan datang
dan memeluk sang terapis. Kemampuannya dalam membuat mobil,
menempatkan dirinya dan ibunya di dalam mobil dan dapat
menampilkan perasaan bangga atas prestasinya menunjukkan

kemajuan luar biasa dalam belajar.


Ketika anak bermain dengan mainan bus sekolah dan telah
memilih tokoh-anak sekolah dan menempatkan mereka dalam bus.
Namun, salah satu bentuk lain yang anak pilih adalah anjing
mainan. Terapis berkomentar, "Sepertinya seseorang membawa
anjing mereka ke sekolah. "nada saya suara tersirat lelucon halus.
Dia tertawa spontan dan menikmati lelucon saya, karena kemudian
anak mengganti anjing mainan dari bus sekolah dan menggantinya
dengan mainan anak yang lain. Kemampuan bahasa, berinteraksi
dan

menikmati

lelucon

yang

di

tunjukkan

oleh

mengungkapkan kemajuan penting dalam perkembangannya.

anak

13

BAB V KESIMPULAN
Dari hasil analisis jurnal yang kami lakukan, kami mengambil
kesimpulang bahwa anak autism mempunya perilaku yang tidak dapat dikontrol,
tidak dapat fokus, tidak dapat diidentifikasi, dan tidak dapat diprediksi.
karakteristik perilaku yang mendefinisikan sindrom autisme adalah keterlambatan
dalam perkembangan bahasa, kurangnya respon terhadap isyarat-isyarat sosial,
dan integrasi sosial, komunikatif, dan emosional perilaku yang kurang.
Oleh karena itu di dalam penelitian ini dilakukan pada anak dengan autis
dengan memberikan terapi seni yang digabungkan dengan terapi kelompok dalam
program SuperKids dengan hasil yang diinginkan adalah meningkatkan
kemampuan sosial anak dengan kategori meningkatnya ketrampilan sosial dan
menurunnya masalah perilaku. Diharapkan art therapy memberikan pengaruh
yang lebih signifikan terhadap perubahan perilaku anak autism.
Tujuan art therapy sesuai dengan jurnal yang diambil adalah
1.
2.
3.
4.

Meningkatkan perkembangan bahasa anak


Meningkatkan interaksi sosial anak
Membantu anak untuk mengungkapkan emosi yang dirasakan anak
Meningkatkan kepercayaan diri anak

Dari hasil pengamatan terapis mengatakan bahwa kegembiraan anak dalam


proses menggambar terlihat luar biasa. Menjelang akhir tahap tengah terapi, anak
mampu bercakap cakap dengan terapis walaupun masih suara yang terdengar
masih kurang jelas dan kurang sistematis. Adanya interaksi anak, terapis dan
orang tua selama menggambar akan mendorong keberanian dan meningkatkan
kepercayaan diri anak dalam mengekspresikan apa yang anak rasakan dan apa
yang anak inginkan
Namun masih ada kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini yaitu Tidak
adanya kelompok kontrol usia untuk mengetahui kemungkinan adanya perbaikan
perilaku seiring bertambahnya usia dan tidak ada bukti statistik bahwa terapi seni
ataupun terapi kelompok sangat penting diberikan untuk memperbaiki perilaku
anak autis

14

Daftar Pustaka

Epp, K. M. (2008). Outcome-Based Evaluation of a Social Skills Program Using


Art Theraphy for Children on the Autism Spectrum. Journal of Child and
School Vol.30, 27-36.
J.Emery, M. (2004). Art Theraphy as Intervention for Autism. Journal of the
American Art Theraphy Association Vol 21, 143 - 147.
Laksono, H. M. (2013). Gambar Anak - Anak Autis:Studi Kasus di Sekolah Luar
Biasa Negeri Lamongan. Jurnal Pendidikan Seni Rupa Vol.1, 56 - 64.
Nurfarina, A. (2013). Kreatif dalam Konteks Pendidikan seni Bagi Anak Autis.
Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 4.
Pacheco, I. (2013). "The Effect of Art Theraphy on the Language Abilities of
Asutistic Children". Mount Saint Mary College Journal of Psychology
Research Proposal, 11 - 16.

Anda mungkin juga menyukai