PENDAHULUAN
disebabkan karena struktur anatomik dan fisiologik dari isi ruang tengkorak
yang majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak,
selaput otak, jaringan syaraf, pembuluh darah dan tulang (Retnaningsih, 2008).
Pemeriksaan klinis pada pasien trauma kepala secara umum meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan
radiologis. Pada anamnesis informasi penting yang harus ditanyakan adalah
mekanisme trauma. Pada pemeriksaan fisik secara lengkap dapat dilakukan
bersamaan dengan secondary survey. Pemeriksaan meliputi tanda vital dan
sistem organ. Penilaian GCS awal saat penderita datang ke Rumah Sakit sangat
penting untuk menilai derajat kegawatan cedera kepala. Pemeriksaan neurologis,
selain pemeriksaan GCS, perlu dilakukan lebih dalam, mencakup pemeriksaan
fungsi batang otak, saraf kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, dan refleksrefleks. Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan adalah
rontgen kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu anteroposterior dan
lateral. Idealnya penderita trauma kepala diperiksa dengan CT Scan, terutama
bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup bermakna, amnesia, atau
sakit kepala hebat.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Apa definisi trauma kepala ?
1.2.2 Bagaimana hasil epidemiologi trauma kepala ?
1.2.3 Apa saja klasifikasi dari trauma kepala?
1.2.4 Apa saja penyebab dari trauma kepala?
1.2.5 Bagaimana patofisiology trauma kepala ?
1.2.6 Apa saja tanda dan gejala trauma kepala ?
1.2.7 Apa saja pemeriksaan penunjang trauma kepala ?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan trauma kepala ?
1.2.9 Apa saja komplikasi dari trauma kepala?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan trauma kepala ?
1.3 Tujuan penulisan makalah
1.3.1 Mengetahui definisi trauma kepala
1.3.2 Mengetahui hasil epidemiologi trauma kepala
1.3.3 Memahami klasifikasi dari trauma kepala
1.3.4 Mengetahui penyebab trauma kepala
1.3.5 Memahami patofisiology trauma kepala
1.3.6 Mengetahui tanda dan gejala trauma kepala
1.3.7 Mengetahui pemeriksaan penunjang trauma kepala
1.3.8 Mengetahui bagaimana penatalaksanaan trauma kepala
1.3.9 Mengetahui komplikasi trauma kepala
1.3.10 Memahami bagaimana asuhan keperawatan trauma kepala
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Trauma kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak
(Pierc dan Neil, 2006).
Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara
langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi
yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun
permanen (Perdossi, 2006 dalam Asrini, 2008 ).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), trauma kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana dapat menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, trauma kepala
adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi baik secara
Respon
Bayi dan anak-anak
Respon membuka mata (E)
4
Spontan
3
Dengan perintah
2
Dengan rangsang nyeri
1
Tidak ada respon
Respon verbal (V)
5
Orientasi baik
4
Menangis tetapi dapat
3
ditenangkan
Menangis dan tidak dapat
ditenangkan
Menggumam
2
Menggumam dan agitatif
Tidak ada respon
1
Tidak ada respon
Respon motorik (M)
Mengikuti perintah
6
Aktif
Melokalisir rangsang nyeri
5
Melokalisir rangsang nyeri
Menghindarai rangsang nyeri
4
Menghindarai rangsang nyeri
Fleksi abnormal
3
Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal
2
Ekstensi abnormal
Tidak ada respon
1
Tidak ada respon
Total skor
15
2.4 Etiologi
Menurut Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain:
1. Kecelakaan lalu lintas,
2. Terjatuh/ terbentur.
3. Kecelakaan pada saat olah raga.
4. Cedera akibat kekerasan/ penganiayaan.
5. Tertembak peluru atau terkena benda tajam.
2.5 Manifestasi klinis
1. Cedera kepala ringan, menurut Sylvia A (2005):
a) Skala GCS 13-15 (sadar penuh, atentif dan orientatif)
b) Kebingungan saat kejadian
c) Pusing dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
d) Tidak ada kehilangan kesadaran (konkusi)
e) Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku.
2. Cedera kepala sedang, menurut Diane C (2002):
a) Skala GCS 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
b) Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai kebingungan atau
bahkan koma
c) Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, defisit neurologis,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi
sensorik, kejang otot, sakit kepala,mual muntah, vertigo dan
gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat, menurut Diane C (2002):
a) Skala GCS 3-8 (koma)
b) Amnesia
c) Pupil tidak aktual, pemeriksan motorik tidak aktual adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik
d) Nyeri, biasanya menunjukkan adanya fraktur
e) Fraktur pada kubah kranial yang menyebabkan pembengkakan pada
area tersebut.
2.6 Patofisiologi
Kecelakaan lalu lintas, terjatuh/
terbentur,terkena tembakan, dan lain-lain
Trauma kepala
Ekstra kranial
Terputusnya
kontinuitas jaringan
kulit,otot dan
vaskuler
Perdarahan dan
hematoma
MK: resiko
perdarahan
Gangguan
suplai darah
Perubahan
sirkulasi CSS
Iskemia
Peningakatan
TIK
Hipoksia
Gilus medialis
lobus temporalis
bergeser
Herniasi unkus
Mesensefalon
tertekan
Gangguan
kesadaran
- mual muntah,
papioloedema
, pandangan
kabur,
penurunan
fungsi
pendengaran,
nyeri kepala.
MK: resiko cedera
Imobilisasi
Ansietas
MK: resiko
infeksi
Tulang kranial
Intra kranial
Treputusnya
kontinuitas
jaringan tulang
Jaringan otak
rusak(kontusio
laserasi
Perubahan
autoregulasi
dan oedema
serebral
MK: Kerusakan
memori
MK:
ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
MK: Resiko
kekurangan
volume cairan
Tonsil serebrum
bergeser
MK: Hambatan
mobilitas fisik
Kejang
Gangguan
neurologis
vokal
- Bersihan jalan
nafas
- Obstruksi jalan
nafas
Defisit
- Dispnea
neurologis
- Henti nafas
- Purubahan pola
MK:
nafas
Gangguan
MK:
persepsi
Ketidakefektifa
sensori
n bersihan jalan
nafas
Kompresi medula
oblongata
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
Contoh Kasus:
Tn. A, 37 tahun dibawa ke UGD RSUD setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas saat mengendarai motornya. Lokasi kejadian berjarak 2 jam dari RSUD. Tn. A
tidak memakai helm saat dibawa dan Tn. A sempat pingsan > 15 menit ketika sadar ia
kembali mengeluh bahwa kepalanya terasa sakit dan Tn. A muntah sebanyak 3 kali.
Saat dilakukan periksaan fisik ditemukan Tn.A membuka mata saat dirangsang
nyeri dan menunjukkan fleksi abnormal pada sisi kanan dan tidak dapat digerakkan
pada sisi kiri. Tekanan darah : 80/50 mmHg, pernafasan: cheynes stokes, nadi:
52x/menit, suhu : 37,8 C .tampak jejas dengan ukuran 5x10cm pada parietal kanan.
Pupil mengalami dilatasi dan refleks cahaya pada kedua pupil menurun.
3.1 PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN UMUM
11
a. Identitas pasien
1) Nama
:
2) Umur
:
3) Jenis kelamis
:
4) Status perkawinan:
5) Agama
:
6) Suku
:
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Apakah ada penurunan kesadaran, muntah, sakit kepala, wajah tidak
simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur kepala terbuka
ataupun tertutup
2) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ada penyakit sistem persyarafan, riwayat trauma masa lalu,
riwayat penyakit darah, riwayat penyakit sistemik / pernafasan,
kardiovaskuler dan metabolik.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayat penyakit menular/ genetik.
2. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Perhatikan kepatenan jalan napas, apakah ada sumbatan, sputum/ sekret,
darah, benda asing dan sebagainya.
b. Breathing
Melihat : adanya pengembangan dinding dada, penggunaaan otot bantu
nafas, pernapasan cuping hidung, sianosis,respirasi cepat (takipnea).
Mendengar : terdengar suara nafas stridor (indikasi adanya obstruksi
parsial jalan nafas).
Merasakan : hembusan nafas.
c. Circulation
Akral dingin, kulit pucat, adanya perdarahan (dimulut, telinga, hidung),
capilarry refille time.
d. Disability
Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil
anisokor dan nilai GCS. Menurut Arif Mansjoer Et all ( 2000) penilaian
GCS beerdasarkan pada tingkat keparahan cidera :
1. Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
a) Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan
orientatif)
b) Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
c) Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
d) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
12
normal.
PENGKAJIAN SKUNDER
a. Breathing (B1)
Perubahan system persyarafan tergantung gradasi dari perubahan
serebral akibat trauma kepala.
b. Blood (B2)
1) Sering ditemukan syok hipovelemik pada cedera kepala sedang
dan berat. Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi,
takikardi dan aritmia. Frekuansi nadi cepat dan lemah Karena
homeostatis tubuh untuk menyeimbangkan kebutuhan oksigen
perifer.
2) Nadi bradikardi sebagai tanda perubahan perfusi jaringan otak
3) Kulit pucat karena penurunan kadar hemoglobin dalam darah
4) Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan
tanda-tanda awal dari syok
5) Terjadi retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus
sehingga elektrolit meningkat.
c. Brain (B3)
1) Pengkajian tingkat kesadaran : letargi,stupor,semikomatosa
sampai Koma
2) Pengkajian fungsi serebral
3) Pengkajian saraf cranial
d. Bladder (B4)
13
SYMPTOM
DS:
-
ETIOLOGI
trauma kepala
Keluarga mengatakan
perfusi jaringan
kerusakan pada
sadar
tulang tengkorak
DO:
- KU: lemah, gelisah,
kesadaran stupor
Pasien tampak
meringis menahan
-
nyeri
Palpebra edema dan
PROBLEM
Ketidakefektifan
serebral
Perdarahan
Penambahan volume
intrakranial pada
cavum serebral
Kompresi pada vena
sehingga terjadi
stagnai aliran darah
Peningkatan TIK
Penurunan aliran
14
darah ke otak
Perubahan perfusi
jaringan serebral
2.
DS:
-
Trauma
Keluarga mengatakan
pasien masih belum
sadar.
DO:
-
Ketidakefektifan
lendir
Pasien terlihat sesak
dengan frekuensi
nafas 37x/menit
serebral
Kejang
Dispnea, obstruksi
jalan nafas, bersihan
jalan nafas
terganggu
Ketidakefektifan
3.
DS:
-
Keluarga mengatakan
Resiko kekurangan
volume cairan
sadar
temporalis tergeser
DO:
-
dan lemas
Bising usus
meningkat
Konjungtiva anemis
mual muntah,
resiko kekurangan
volume cairan
15
Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC:
NIC:
1. Respiratory status :
berhubungan dengan
ventilation
2. Respiratory status :
airway patency
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x30
menit, bersihan jalan nafas
dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Mendemontrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan dispnea
(mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernapas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips).
2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(klien tidak merasa
tercekik, irama nafas,
1. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi.
2. Monitor repirasi dan
status O2
3. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
4. Monitor TTV
5. Monitor pola nafas
6. Lakukan fisio terapi
dada dan pasang
mayo jika perlu
7. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
8. Pertahankan jalan
nafas yang paten
9. Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi
10. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian
bronkodilator.
frekuensi pernapasan
16
dalam rentang
normal, tidak ada
suara napas
abnormal).
3. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah faktor
yang dapat
menghambat jalan
nafas.
2.
Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral b/d
penurunan ruangan untuk
NOC:
1. Circulation status
2. Tissue perfusion :
cerebral
perfusi serebral,
sumbatan aliran darah
serebral.
NIC:
1. Monitor adanya
daerah tertentu yang
hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tu
mpul.
2. Monitor adanya
paratese
3. Batasi gerakan pada
leher, kepala dan
punggung.
4. Monitor adanya
tromboplebitis
5. Kolaborasi pemberian
antibiotik untuk
mencegah terjadinya
infeksi pada cedera
kepala terbuka.
berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai kemampuan
5. Menunjukkan fungsi
sensori motorik
cranial yang utuh:
17
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan-gerakan
involunter.
3.
Resiko kekurangan
volume cairan
berhubungan dengan
perubahan kadar elktrolit
NOC:
NIC:
1. Fluid balance
2. Hydration
3. Nutritional status :
food and fluid intake
serum (muntah).
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x8
jam jam, kekuragan volume
cairan pasien dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Mempertahankan
urin output sesuai
dengan usia dan BB
2. TTV dalam batas
normal
3. Tidak ada tandatanda dehidrasi,
1. Monitor TTV
2. Monitor status
hidrasi
(kelembaban
membran mukosa,
nadi adekuat, TD
ortostatik)
3. Monitor intake
dan urin output
4. Monitor elektrolit
5. Monitor tanda dan
gejala dari edema
6. Monitor BB
7. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obatobatan.
elastisitas turgor
kulit baik, membran
mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
yang berlebihan.
4. Elektrolit, HB dalam
batas normal
5. PH urin dalam batas
normal
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif atau non
konginetal yang terjadi akibat rudapaksa(trauma) mekanis eksternal yang
menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik
sementara atau permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian /
kelumpuhan pada usia dini (Osborn, 2003). Kasus trauma terbanyak disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas, disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga,
jatuh dari ketinggian maupun akibat kekerasan.
Penyebab cedera kepala pada remaja dan dewasa muda adalah
kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi
cedera kepala karena trauma kemudian menurun pada usia dewasa, kecelakaan
kendaraan bermotor dan kekerasan yang sebelumnya merupakan etiologi cedera
utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.
Pemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala secara umum meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan
radiologis. Pada anamnesis informasi penting yang harus ditanyakan adalah
mekanisme trauma. Pada pemeriksaan fisik secara lengkap dapat dilakukan
bersamaan dengan secondary survey. Pemeriksaan meliputi tanda vital dan
sistem organ. Penilaian GCS awal saat penderita datang ke Rumah Sakit sangat
penting untuk menilai derajat kegawatan cedera kepala. Pemeriksaan neurologis,
selain pemeriksaan GCS, perlu dilakukan lebih dalam, mencakup pemeriksaan
fungsi batang otak, saraf kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, dan refleksrefleks. Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan adalah
rontgen kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu anteroposterior dan
19
DAFTAR PUSTAKA
20
21