Anda di halaman 1dari 19

DEPRESI PADA GERIATRI

EPIDEMIOLOGI
Saat ini pada umumnya diterima pendapat yang mengatakan bahwa beban
depresi pada orang usia lajut adalah cukup tinggi. Berdasarkan penelitian, ada
sekitar 1- 4% populasi orang usia lanjut secara umum mengalami gangguan depresi
mayor, sedangkan depresi minor sekitar 4 3%. Sama dengan kelompok usia
lainnya, perbandingan wanita dengan pria yang usia lanjut yang mengalami ganggua
depresif adalah sekitar 2: 1. Meningkatnya prevalensi depresi pada orang usia lanjut
kemungkinan berhubungan dengan meningkatnya disabilitas, kerusakan kognitif,
turunnya status ekonomi, dll.
DEFINISI
Pasien geriatri merupakan pasien usia lanjut berusia lebih dari 60 tahun yang
mempunyai ciri khas multipatologi, tampilan dan gejalanya tidak khas, daya
cadangan faali menurun, dan biasanya disertai gangguan fungsional.
Di Indonesia batasan usia lanjut yang tercantum dalam Undang-undang
No.12/1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut adalah sebagai berikut : Usia lanjut
adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Depsos,1999); batasan ini
sama dengan yang dikemukakan oleh Burnside dkk. Menurut WHO Elderly (64 - 74
thn) , Old (75 - 90 thn), Very Old (> 90 thn).
Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang sering ditemukan pada
pasien geriatri. Secara umum depresi ditandai oleh suasana perasaan yang murung,
hilang minat terhadap kegiatan, hilang semangat, lemah, lesu, dan rasa tidak berdaya.
Pada pasien usia lanjut tampilan yang paling umum adalah keluhan somatis, hilang
selera makan dan gangguan pola tidur.
ETIOLOGI

Penyebab pasti dari depresi geriatri belum jelas, beberapa kemungkinan karena
kemunduran fungsi dan struktur otak pada geriatri yang menyebabkan gangguan
pada neuorotransmitter dan neuroendokrin.
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:
a) Faktor biologis
Hal ini bisa berupa faktor genetik, gangguan pada otak terutama sistem
serebrovaskular, gangguan neurotransmitter terutama aktivitas serotonin, perubahan
endokrin, dll.
1) Faktor Genetis:
Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa
gen-gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi
kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan depresif.
Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan
depresif mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular.1
2) Gangguan pada Otak:
Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu
penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit
cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi,
presipitasi atau mempertahankan gejalagejala gangguan depresif pada orang usia
lanjut. 7
3) Gangguan Neurotransmitter:
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk.,mendapatkan
bahwa konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan
bertambahnya usia, tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase
meningkat sesuai pertambahan usia.
4) Perubahan Endokrin:
Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon estrogen
pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria dan wanita.
Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan fisiologis karena
pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses degenerasi sel-sel

dari organ tubuh makin meningkat, termasuk di antaranya meningkatnya proses


degenerasi sel-sel organ tubuh yang memproduksi hormon tersebut makin berkurang.
Dengan penurunan kadar hormon tersebut, hal ini akan mempengaruhi
produksi neurotransmitter terutama serotonin dan norepinephrin.
b) Faktor psikologik
Ini bisa berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik dan kognitif.
1) Teori Perilaku:
Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu usia
lanjut oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami peristiwaperistiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau yang cukup berat sehingga
terjadinya gangguan depresif tersebut sebagai respons perilaku terhadap stressorstressor kehidupan yang dialaminya tersebut.
Penelitian lain melaporkan bahwa ada kaitan terjadinya gangguan depresif
pada orang usia lanjut dengan sejumlah peristiwa kehidupan yang negatif yang
dialami individu usia lanjut.
2) Teori Psikodinamis
Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada orang usia
lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi ketidaksanggupan untuk
menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder dari peristiwa-peristiwa kehilangan
yang tak terelakkan oleh individu tersebut.
3) Teori Kognitif
Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah
terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi
seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.
Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada individu
usia lanjut tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan membuat
generalisasi yang berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan tertentu yang tidak
menyenangkan individu tersebut.
c) Faktor sosial
3

Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya, atau hilangnya sokongan
sosial yang selama ini dimilikinya.
PATOFISIOLOGI
Struktur neokortical dorsal mengalami hipometabolik dan struktur limbik ventral
mengalami hipermetabolik selama dalam keadaan depresi. Selain itu, jalur
frontostriatal pada otak memediasi antisipasi yang mengarahkan ke efek yang positif,
dan abnormalitasnya bisa menghasilkan satu ketidaksanggupan untuk mendorong
antisipasi yang mana akan mempredisposisikan keadaan depresi.
Terjadinya kerusakan pada sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan disinhibisi,
iritabilitas, dan pengurangan sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu pula
kerusakan cingulata anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya inisiatif.
Kerusakan sirkuit dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam merubah tempat,
dalam belajar dan generasi daftar kata. abnormalitas perilaku-perilaku ini adalah
menyerupai gejala-gejala pada gangguan depresif. Begitu pula hipoaktivitas korteks
prefrontodorsolateral dan gyrus angularis telah dihubungkan pula dengan gangguan
psikomotor dan gangguan depresif.

FAKTOR RESIKO DEPRESI PADA USIA LANJUT


Hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan
perkembangan depresi, dan dapat dipakai sebagai satu cara pengenalan dan
mentargetkan kelompok resiko tinggi, yaitu:
1)

Penyakit

fisik,

terutama

yang

menimbulkan

rasa

sakit

atau

ketidaksanggupan.
2) Merasa kesepian.
3) Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.
4) Gangguan pendengaran.
5) Riwayat keluarga atau masa lalu dengan depresi.
6) Dementia dini.

7) Penggunaan obat-obatan tertentu seperti: Steroid, mayor tranquilizer, dan


lain-lain.
8) Wanita. Dalam hal ini ratio wanita dengan pria = 70 : 30
Selain itu dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa: penyebab
yang paling sering terjadinya kematian pada pasien depresi usia lanjut adalah karena
kondisi kardiovascular yang bisa berupa: stroke, miokard infark, dan sebagainya.
Kemudian kanker merupakan penyebab kedua yang paling sering sebagai penyebab
kematian pada penderita depresi usia lanjut.
GAMBARAN KLINIK
Pada orang usia lanjut, gambaran klinik dari gangguan depresifnya bisa
dijumpai sebagai berikut:
a) Depresi dan Dysphoria
Walaupun demikian kadang-kadang mood depresi bisa tidak dijumpai oleh
karena pasien menyangkal (denial) perasaan yang demikian.
b) Menangis
Tapi pada pasien pria agak jarang
c) Ansietas dan agitasi
Pada pasien ini bisa dijumpai: gugup, irritabilitas atau tingkah laku yang
mengganggu bersama-sama dengan sintom-sintom ansietas bisa terlihat
pada sekitar 80% dari pasien usia lanjut dengan depresi.
d) Menurunnya energi dan fatigue
e) Anhedonia
Di sini pasien tersebut kehilangan interest terhadap sesuatu yang dulu
disenanginya.
f) Retardasi fisik
Kondisi ini dapat menjurus pada meningkatnya kesukaran dalam
aktifitasm kehidupan sehari-hari, diet yang buruk, tak mau makan, dan
sebagainya.
g) Defisit kognitif
5

Hal ini sering terlihat pada orang usia lanjut yang depresif dan kadangkadang bisa mencapai suatu level yang parah sehingga diduga sedang
mengalami pseudodementia. Bahkan dari penelitian yang pernah
dilakukan oleh Kral & Emery pada tahun 1999 dari sampelnya
berkembang menjadi penyakit Alzheimer.
Gangguan kognitif yang berkaitan dengan suasana alam perasaan depresif
pada orang usia lanjut dalam bentuk gangguan fungsi eksekutif, kecepatan
psikomotor, atensi dan inhibisi, serta kemampuan visiospasial. Timbulnya
gangguan defisit kognitif ini diduga disebabkan oleh penurunan fungsi
dari lobus frontalis.
h) Somatisasi
i) Hipokhondriasis
j) Insight
Gejala gangguan insight ini tingkat keparahannya bervariasi, tergantung
pada keparahan penyakitnya.
k) Suicide
Menurut suatu penelitian telah dinyatakan bahwa bunuh diri lebih sering
terjadi pada usia lanjut dibandingkan dengan populasi umur lainnya. Dan
dari segi jenis kelamin didapati bahwa pria usia lanjut lebih sering
melakukan tindakan bunuh diri dibandingkan dengan wanita yang usia
lanjut.
Berkaitan dengan suicide ini, selain oleh adanya mood yang depresif,
gejala suicide pada orang usia lanjut bisa terkait dengan beberapa hal
antara lain: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang bersifat
subyektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di rumah
perawatan atau panti.1 Walaupun demikian ide suicide berhubungan erat
dengan keparahan depresi yang dideritanya.
Selain oleh adanya mood yang depresi, gejala suicide pada orang usia
lanjut bisa terkait dengan: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk
yang bersifat subjektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di
rumah perawan atau panti. Walaupun demikian, ide suicide berhubungan
erat dengan keparahan depresi yang dideritanya.
6

l) Gejala-gejala psikotik
Ini bisa dalam bentuk gejala waham atau halusinasi. Isi wahamnya bisa
berupa rasa bersalah, cemburu atau persekutorik.
m) Gangguan perilaku.
Hal ini bisa dalam bentuk: penolakan untuk makan, buang air besar dan
buang air kecil yang tak terkontrol, menjerit, dan jatuh teatrikalitas,
tindakan merusak, menggigit, mengaruk atau bertengkar dengan pasien
lain.
n) Gangguan tidur, terutama late insomnia.
Selain itu pasien depresi usia lanjut sering dijumpai co-morbiditas dengan
penyakit-penyakit lain yaitu:
1. Co-morbiditas dengan gangguan psikiatrik lainnya antara lain
ansietas, dan lain-lain.
2. Co-morbiditas dengan penyakit fisik, antara lain: penyakit
Alzheimer,

penyakit

Parkinson,

Stroke

dan

penyakit

Cardiovaskular, dan lain-lain.

PEMERIKSAAN
Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah
mendeteksi atau mengidentifikasi.
Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk
penapisan/skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu instrumen yang
dapat membantu adalah
Geriatrik Depression Scale (GDS)
yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS
ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja dan ini mungkin lebih
sesuai untuk dipergunakan dalam praktek umum sebagai alat penapis Depresi pada
usia lanjut.
Ada 4 pertanyaan yang harus diajukan dalam memeriksa pasien depresi yaitu
7

1. Apakah pada dasarnya Anda merasa puas dengan kehidupan Anda ?


2. Apakah hidup Anda terasa kosong ?
3. Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri Anda ?
4. Apakah Anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu Anda ?
Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengekplorasi hal-hal berikut ini
- Apakah pasien mempunyai riwayat depresi ?
- Apakah pasien terisolasi secara sosial ?
- Apakah pasien menderita penyakit kronik ?
- Apakah pasien baru saja berkabung ?
Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan lagi
pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut
a. Riwayat klinis/anamnesis
Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian Riwayat sosial
Ide/percobaan bunuh diri Gangguan-gangguan somatik Perkembangan gejala-gejala
depresi.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejalagejala depresi
sering disertai dengan penyakit fisik. Depresi dapat merupakan gejala dari suatu
penyakit fisik, contohnya penyakit Cushing, karsinoma paru, usus besar atau
pankreas. Di samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder
terhadap disabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan). Penilaian terhadap status
nutrisi dan hidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya intake makan dan minum
pasien sebelumnya.

c. Pemeriksaan kognitif
Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala depresi
bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana depresi terjadi
sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan membaik ketika
depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut terus. Perbaikan pada
skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi menunjukkan

bahwa pasien dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan memori yang
mempengaruhi fungsi kognitifnya.
d. Pemeriksaan status mental
Penampilan dan perilaku
Mood/suasana perasaan
Pembicaraan
Isi pikiran
Anxietas
Gejala hipokondriakal
e. Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme sekunder akibat
penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake cairan, maka perlu
dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut
- Ureum dan elektrolit
- Darah lengkap dan hitung jenis - B 12 dan folic acid
- Test fungsi tiroid
- Thorax photo
- Lain-lain: serum sifilis, EKG, EEG, CT Scan dst.
DIAGNOSIS
Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III
(Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yang merujuk
pada ICD 10 (International Classification of Diseases 10). Gangguan depresi
dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan
beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.
Pedoman diagnostik lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders IV). Depresi berat menurut DSM IV jika ditemukan 5
atau lebih gejala-gejala berikut di bawah ini, yang terjadi hampir setiap hari selama 2
minggu dan salah satu dari gejala tersebut adalah mood terdepresi atau hilangnya
rasa senang/minat. Gejala-gejala tersebut adalah :
- mood depresi hampir sepanjang hari
- hilang minadrasa senang secara nyata dalam aktivitas normal
9

- berat badan menurun atau bertambah


- insomnia atau hipersomnia
- agitasi atau retardasi psikomotor
- kelelahan atau tidak punya tenaga
- rasa tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan
- sulit berkonsentrasi
- pikiran berulang tentang kematian, percobaan/ide bunuh diri.
Gejala-gejala ini bukan merupakan akibat dari kondisi medik umum atau
akibat pemakaian zat, dan harus menimbulkan gangguan yang bermakna secara
klinis dalam fingsi kehidupan seseorang.
Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada tiga gejala utama yaitu

Mood terdepresi

Hilang minat semangat

Hilang tenaga

Mudah lelah.
Gejala lain:

Konsentrasi menurun

Harga diri menurun

Perasaan bersalah

Pesimis memandang masa depan

Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri

Pola tidur berubah

Nafsu makan menurun.

10

Secara klinis praktis umumn ya depresi dibedakan sebagai depresi berat atau
ringan. Akan tetapi ada sindrom klinis tertentu yang dapat muncul pada usia lanjut
yaitu:
a. Depresi agitatif : ditandai dengan aktivitas yang meningkat, mondar-mandir,
mengejar-ngejar orang, terus-menerus meremas-remas tangan dll.
b. Depresi dan anxietas : gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat terjadi
bersama-sama dengan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa anxietas 15-20 kali
lebih sering dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan penyakit fisik
dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat menyebabkan
gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik semata. Anxietas hebat juga
dapat menyebabkan kelelahan dan dehidrasi. Sementara penyakit fisik yang
mengancam kehidupan atau hilangnya kemandirian sering kali merupakan sumber
dari anxietas.
c. Depresi terselubung : tidak munculnya gejala mood terdepresi bukanlah suatu
halangan untuk mendiagnosis depresi. Apakah penyangkalan mood depresi ini
karena kekhawatiran menjadi beban ataukah karena trend bahwa "Usia lanjut
harus berani menghadapi hari tua", yang terpenting adalah mengeksplorasi
tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan depresi secara lebih teliti.
d. Somatisasi : gejala somatik dapat menyembunyikan gejala yang sesungguhnya
dari gangguan depresi, namun dapat pula diperberat dengan adanya depresi.
e. Pseudodemensia : istilah ini diperuntukkan bagi pasien depresi yang
menunjukkan gangguan memori yang bermakna seperti yang terjadi pada pasien
demensia.
11

f. Depresi sekunder pada demensia : pada stadium awal demensia sering


dijumpai depresi, mungkin sebagai dampak dari insight akan deteriorasi fungsi
dan menurunnya kemampuan seeara progresif. Depresi yang terjadi pada stadium
akhir

mungkin

lebih

banyak

berhubungan

dengan

hilangnya

fungsi

neurotransmitter. Depresi dan gangguan perilaku pada demensia disebabkan oleh


berkurangnya fungsi serotonergik, sehingga pengaktifan fungsi serotonergik akan
memperbaiki gejala-gejala tersebut.

DIAGNOSIS BANDING
Termasuk dalam diagnosis banding untuk gangguan depresif pada usia lanjut
antara lain:
1. Gangguan mental organik
Dari aspek gangguan mental organik ini yang paling sering dijumpai adalah
dementia. Untuk membedakan apakah kondisi tersebut suatu gangguan depresif yang
menunjukkan gambaran pseudodementia pada usia lanjut atau adalah suatu dementia
murni, hal tersebut dapat kita lihat perbedaannya sebagai berikut :
a) Onset gangguan kognitif pada individu dengan gangguan depresif pada usia lanjut
berlangsung secara cepat, sedangkan pada yang murni dementia, onset gangguan
kognitifnya berlangsung secara bertahap.
b) Durasi simtom-simtom gangguan kognitif dari individu dengan gangguan depresif
pada usia lanjut berlangsung singkat, sedangkan pada yang murni dementia
berlangsung lama.
c) Konsistensi mood yang depresif dengan gangguan kognitifnya didapati pada
individu gangguan depresif usia lanjut, sedangkan pada yang murni dementia
didapati tidak konsistennya mood dengan gangguan kognitifnya.
d) Kesukaran kognitif pada pasien gangguan depresif cenderung berfluktuasi,
sedangkan pada dementia, kesukaran kognitifnya berlangsung relatif stabil.

2. Skizofrenia
12

Untuk membedakan skizofrenia dengan gangguan depresif pada usia lanjut antara
lain:
a) Pada skizofrenia umumnya serangan pertama pada usia remaja atau dewasa muda,
sedangkan pada gangguan depresif usia lanjut serangan pada usia lanjut.
b) Pada skizofrenia gejala yang menonjol adalah sering berupa waham dan
halusinasi, sedangkan pada gangguan depresif usia lanjut gejala yang menonjol
adalah gangguan depresifnya.
3. Gangguan tidur primer
4. Hypokhondriasis
5. Ansietas
6. Alkoholisme
7. Proses normal usia lanjut.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan depresif,
mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-gejala, untuk
memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk membantu pasien dalam
mengembangkan keterampilannya. Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita
menunjukan gejala :
-

Masalah diagnostik yang serius

Risiko bunuh diri tinggi

Pengabaian diri (self neglect) yang serius

Agitasi,delusi atau halusinasi berat

Tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan yang


diberikan

Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan psikiatrik


lain.

Untuk mencegah kemunduran fungsi otak dan meningkatkan kualitas memori


pada usia lanjut, dianjurkan mengikuti program sebagai berikut:
a. Laksanakan program LUPA
13

L : Latihan (senantiasa berlatih)


U : Ulang-mengulang
P : Perhatian atau konsentrasi pada apa yang ingin diingat
A : Asosiasi : membuat asosiasi antara materi yang baru dan yang lama
b. Melatih kebugaran otak : Brain gym, teka-teki silang, catur.
c. Melakukan kebiasaan baik secara teratur termasuk olah raga yang teratur.
d. Makan dalam porsi kecil dan Bering dengan menu : banyak sayur, buah,
(antioksidan) dan ikan laut (cold and deep water fish).
e. Kurangi makan daging, lemak, garam dan karbohidrat.
f. Minumlah obat seperlunya yang sesuai dengan nasihat dokter dan jangan
mencampur food suplemen dengan obat.
g. Jangan merokok dan minum minuman keras.
h. Hindari stres dan banyak bersosialisasi.
i. Bagi wanita dianjurkan mengikuti program hormone replacement therapy
(HRT).
j. Melakukan penyuluhan dan deteksi dini terhadap gejala stroke dan faktor
risikonya (penyakit jantung, hipertensi, diabetes, hiperkholesterolemia dan
sebagainya), karena stroke merupakan penyebab utama demensia di
Indonesia.
Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik, penatalaksanaan dan
pencegahan sosial dan penatalaksanaan farmakologik.
1. Terapi fisik
a. Obat (Farmakologis)
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan
jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinisi dan familiarity
terhadap jenis -jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis
separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan
gejala. Pertimbangkan baik-baik untung dan rugi dari setiap pemberian obat,
keamanannya, interaksinya dengan obat lain, toleransi pasien dan efektivitas
obat dalam mengatasi gejala. Kelompok obat antidepresan
i) Trisiklik

14

Trisiklik banyak dipakai karena murah dibandingkan dengan jenis


antidepresan yang lebih baru, namun harus diperhatikan efek samping yang
ditimbulkannya. Efek kardiotoksik, hipotensi postural, problem memori, efek
antikolinergik (mulut kering, kebingungan, penglihatan kabur, retensi urine,
konstipasi, perburukan glaukoma) dan efek-efek lainnya seperti sedasi dan
kelemahan harus dipantau dengan saksama. Pada usia lanjut, efek samping
lebih mudah muncul dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Mianserin
atau trazodone dapat dipakai untuk pasien depresi yang agitatif berat,
terutama karena efek samping sedasinya yang kuat.
ii) SSRI's (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors)
Obat-obat golongan ini dinyatakan efektif, aman dan ditoleransi dengan
baik oleh pasien usia lanjut. Efektivitas SSRI's sama dengan trisiklik dalam
mengobati depresi. Efek samping yang dapat muncul adalah nausea, tremor,
sakit kepala, pusing dan berkeringat selama beberapa hari pertama
penggunaannya. Dibandingkan dengan trisiklik, SSRI's kurang kardiotoksik,
tidak mempengruhi tekanan darah dan tidak memiliki efek antikolinergik.
iii) MAOI's (Monoamine Oxidase Inhibitors)
Karena sulitnya menghindari diet makanan tertentu dan polifarmasi
pada pasien usia lanjut, maka praktis golongan obat ini pemakaiannya
dibatasi hanya pada kasus-kasus fobia, gejala hipokondriakal atau histeris.
Pada pasien depresi yang telah diobati dengan MAOI's, bila akan dilanjutkan
dengan antidepresan lainnya harus berhati-hati dan melalui periode wash out
lebih dahulu.
iv) Lithium
Lithium juga mempunyai efek antidepresan selain bertindak sebagai
mood stabilisator. Lithium dapat dipergunakan sebagai tambahan terapi
dengan trisiklik atau SSRI's pada kasus depresi yang resisten. Umumnya
pasien usia lanjut dapat menerima lithium dengan baik selama kadar serum
dipertahankan antara 0,4-0,8 mmol/1. Sebelum pemberian lithium harus
diperiksa terlebih dahulu EKG, ureum dan elektrolit, dan fungsi tiroid.
Pemeriksaan tersebut harus dilakukan setiap 6 bulan dan kadar lithium
diperiksa setiap 3 bulan.
15

b. Terapi elektrokonvulsif (ECT)


Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh
diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan
aman. ECT diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat inap, unilateral
untuk mengurangi confusion/ memory problem. Terapi ECT diberikan sampai
ada perbaikan mood (sekitar 5-10 kali), dilanjutkan dengan antidepresan
untuk mencegah kekambuhan.
Pengobatan profilaksis harus diberikan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan depresi setelah gejala-gejala depresi membaik, pemberian
antidepresan masih harus dilanjutkan selama 4-6 bulan dengan dosis
terapeutik penuh. Beberapa penelitian bahkan menganjurkan agar terapi
diteruskan sampai 2 tahun. Kapan antidepresan boleh dihentikan, tergantung
pada evaluasi klinis (perkembangan efek samping, munculnya penyakit fisik
atau kelemahan kondisi umum).
2. Terapi psikologik
a. Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan
bersama-sama

dengan

pemberian

antidepresan.

Baik

pendekatan

psikodinamik maupun kognitif perilaku sama keberhasilannya. Meskipun


mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan
antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan
membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta
lebih percaya diri.
b. Terapi kognitif
Terapi perilaku kognitif bertujuan mengubah pola pikir pasien yang
selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu
dsb.) ke arah pola pikir yang netral atau yang positif. Ternyata pasien usia
lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus
diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas

16

dan aktivitas tertentu, terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola
pikir.
c. Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit
depresi, sehingga dukungan/support terhadap pasien sangat penting. Proses
penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan
menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan dari terapi terhadap
keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustrasi dan
putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang
menghambat proses penyembuhan pasien.
d. Penanganan anxietas (relaksasi)
Tehnik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif
baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional)
atau melalui tape recorder. Tehnik ini dapat dilakukan dalam praktek umum
sehari-hari. Untuk menguasai tehnik ini diperlukan kursus singkat terapi
relaksasi. Walaupun obat golongan litium mungkin bisa memberikan efek,
terutama penderita dengan depresi manik, obat ini sebaiknya hanya diberikan
setelah berkonsultasi pada psikiater. Obat juga harus diberikan dengan dosis
awal rendah dan berhati-hati bila terdapat penurunan fungsi ginjal.
Tabel 2. Berbagai pilihan obat antidepresan
Antidepresan trisiklik
Yang bersifat sedatif

: Amitriptilin, Dotipin

Sedikit bersifat sedatif

: Imipramin, Nortriptilin, Protriptilin

Antidepresan yang lebih baru


Bersifat sedatif

: Trasodon, Mianserin

Kurang sedatif

: Maprotilin, Lofepramin, Flukfosamin

Pengobatan berkelanjutan dan perawatan

17

Penyusul remisi dari depresi, pengobatan antidepresan harus berkelanjutan


sedikitnya 6 bulan (fase berkelanjutan). Pengobatan ini digunakan untuk mencegah
kekambuhan. Setelah mendapat perbaikan selama 6 bulan, pasien mungkin
mempunyai sedikit resiko untuk episode baru depresi (kambuh). Riwayat tiga atau
lebih episode adalah prediksi kuat untuk kekambuhan. Perkiraan lain kehebatan
episode awal kecemasan yang masih bertahan. Pasien dengan resiko tinggi untuk
kambuh harus mendapat pengobatan berkelanjutan untuk sedikitnya 1-2 tahun,
antidepresan yang dapat dipakai golongan fluoextin dan paroxetin.
Pelayanan kesehatan Home Health Care = Home care (Rawat Rumah = RR)
bagi lansia adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan secara luas yang ditujukan
untuk kesehatan perorangan atau kesehatan keluarga di tempat tinggal mereka untuk
tujuan promotif, rehabilitatif, kuratif, asesmen dan mempertahankan kemampuan
individu untuk mandiri secara optimal selama mungkin. Rawat Rumah Geriatri
adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan bagi usia lanjut (60 tahun keatas) baik
perorangan atau keluarga ditempat tingal masing-masing untuk mempertahankan
kemampuan individu agar dapat mandiri secara optimal.

PERJALANAN DAN PROGNOSIS


Depresi geriatri sering berlajut kronis dan kambuh-kambuhan, ini
berhubungan dengan komorbiditas medis, kemunduran kognitif, dan faktor-faktor
psikososial. Kemungkinan relaps atau rekurens tinggi pada pasien dengan riwayat
episode berulang, onset saki lebih tua, riwayat distimia, sakit medis yang sedang
terjadi dan mungkin tingginya kehebatan dan kronisitas depresi.

Tabel 4. Prognosis depresi pada usia lanjut


Prognosis baik

Prognosis buruk
18

Usia < 70 tahun

Usia>70 tahun dengan wajah tua

Riwayat keluarga adanya

Terdapat

penderita depresi atau manik

disabilitas

Riwayat pernah depresi berat

Riwayat depresi terus menerus selama 2

(sembuh sempurna)

tahun

sebelum usia 5 tahun

Terbukti adanya kerusakan otak,misal

Kepribadian ekstrovert dan

gejala neurologik dadanya dementia

penyakit

fisik

serius

tempramen yang datar


(Tak berubah-ubah)

19

Anda mungkin juga menyukai