EPIDEMIOLOGI
Saat ini pada umumnya diterima pendapat yang mengatakan bahwa beban
depresi pada orang usia lajut adalah cukup tinggi. Berdasarkan penelitian, ada
sekitar 1- 4% populasi orang usia lanjut secara umum mengalami gangguan depresi
mayor, sedangkan depresi minor sekitar 4 3%. Sama dengan kelompok usia
lainnya, perbandingan wanita dengan pria yang usia lanjut yang mengalami ganggua
depresif adalah sekitar 2: 1. Meningkatnya prevalensi depresi pada orang usia lanjut
kemungkinan berhubungan dengan meningkatnya disabilitas, kerusakan kognitif,
turunnya status ekonomi, dll.
DEFINISI
Pasien geriatri merupakan pasien usia lanjut berusia lebih dari 60 tahun yang
mempunyai ciri khas multipatologi, tampilan dan gejalanya tidak khas, daya
cadangan faali menurun, dan biasanya disertai gangguan fungsional.
Di Indonesia batasan usia lanjut yang tercantum dalam Undang-undang
No.12/1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut adalah sebagai berikut : Usia lanjut
adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Depsos,1999); batasan ini
sama dengan yang dikemukakan oleh Burnside dkk. Menurut WHO Elderly (64 - 74
thn) , Old (75 - 90 thn), Very Old (> 90 thn).
Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang sering ditemukan pada
pasien geriatri. Secara umum depresi ditandai oleh suasana perasaan yang murung,
hilang minat terhadap kegiatan, hilang semangat, lemah, lesu, dan rasa tidak berdaya.
Pada pasien usia lanjut tampilan yang paling umum adalah keluhan somatis, hilang
selera makan dan gangguan pola tidur.
ETIOLOGI
Penyebab pasti dari depresi geriatri belum jelas, beberapa kemungkinan karena
kemunduran fungsi dan struktur otak pada geriatri yang menyebabkan gangguan
pada neuorotransmitter dan neuroendokrin.
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:
a) Faktor biologis
Hal ini bisa berupa faktor genetik, gangguan pada otak terutama sistem
serebrovaskular, gangguan neurotransmitter terutama aktivitas serotonin, perubahan
endokrin, dll.
1) Faktor Genetis:
Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa
gen-gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi
kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan depresif.
Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan
depresif mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular.1
2) Gangguan pada Otak:
Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu
penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit
cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi,
presipitasi atau mempertahankan gejalagejala gangguan depresif pada orang usia
lanjut. 7
3) Gangguan Neurotransmitter:
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk.,mendapatkan
bahwa konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan
bertambahnya usia, tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase
meningkat sesuai pertambahan usia.
4) Perubahan Endokrin:
Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon estrogen
pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria dan wanita.
Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan fisiologis karena
pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses degenerasi sel-sel
Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya, atau hilangnya sokongan
sosial yang selama ini dimilikinya.
PATOFISIOLOGI
Struktur neokortical dorsal mengalami hipometabolik dan struktur limbik ventral
mengalami hipermetabolik selama dalam keadaan depresi. Selain itu, jalur
frontostriatal pada otak memediasi antisipasi yang mengarahkan ke efek yang positif,
dan abnormalitasnya bisa menghasilkan satu ketidaksanggupan untuk mendorong
antisipasi yang mana akan mempredisposisikan keadaan depresi.
Terjadinya kerusakan pada sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan disinhibisi,
iritabilitas, dan pengurangan sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu pula
kerusakan cingulata anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya inisiatif.
Kerusakan sirkuit dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam merubah tempat,
dalam belajar dan generasi daftar kata. abnormalitas perilaku-perilaku ini adalah
menyerupai gejala-gejala pada gangguan depresif. Begitu pula hipoaktivitas korteks
prefrontodorsolateral dan gyrus angularis telah dihubungkan pula dengan gangguan
psikomotor dan gangguan depresif.
Penyakit
fisik,
terutama
yang
menimbulkan
rasa
sakit
atau
ketidaksanggupan.
2) Merasa kesepian.
3) Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.
4) Gangguan pendengaran.
5) Riwayat keluarga atau masa lalu dengan depresi.
6) Dementia dini.
Hal ini sering terlihat pada orang usia lanjut yang depresif dan kadangkadang bisa mencapai suatu level yang parah sehingga diduga sedang
mengalami pseudodementia. Bahkan dari penelitian yang pernah
dilakukan oleh Kral & Emery pada tahun 1999 dari sampelnya
berkembang menjadi penyakit Alzheimer.
Gangguan kognitif yang berkaitan dengan suasana alam perasaan depresif
pada orang usia lanjut dalam bentuk gangguan fungsi eksekutif, kecepatan
psikomotor, atensi dan inhibisi, serta kemampuan visiospasial. Timbulnya
gangguan defisit kognitif ini diduga disebabkan oleh penurunan fungsi
dari lobus frontalis.
h) Somatisasi
i) Hipokhondriasis
j) Insight
Gejala gangguan insight ini tingkat keparahannya bervariasi, tergantung
pada keparahan penyakitnya.
k) Suicide
Menurut suatu penelitian telah dinyatakan bahwa bunuh diri lebih sering
terjadi pada usia lanjut dibandingkan dengan populasi umur lainnya. Dan
dari segi jenis kelamin didapati bahwa pria usia lanjut lebih sering
melakukan tindakan bunuh diri dibandingkan dengan wanita yang usia
lanjut.
Berkaitan dengan suicide ini, selain oleh adanya mood yang depresif,
gejala suicide pada orang usia lanjut bisa terkait dengan beberapa hal
antara lain: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang bersifat
subyektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di rumah
perawatan atau panti.1 Walaupun demikian ide suicide berhubungan erat
dengan keparahan depresi yang dideritanya.
Selain oleh adanya mood yang depresi, gejala suicide pada orang usia
lanjut bisa terkait dengan: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk
yang bersifat subjektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di
rumah perawan atau panti. Walaupun demikian, ide suicide berhubungan
erat dengan keparahan depresi yang dideritanya.
6
l) Gejala-gejala psikotik
Ini bisa dalam bentuk gejala waham atau halusinasi. Isi wahamnya bisa
berupa rasa bersalah, cemburu atau persekutorik.
m) Gangguan perilaku.
Hal ini bisa dalam bentuk: penolakan untuk makan, buang air besar dan
buang air kecil yang tak terkontrol, menjerit, dan jatuh teatrikalitas,
tindakan merusak, menggigit, mengaruk atau bertengkar dengan pasien
lain.
n) Gangguan tidur, terutama late insomnia.
Selain itu pasien depresi usia lanjut sering dijumpai co-morbiditas dengan
penyakit-penyakit lain yaitu:
1. Co-morbiditas dengan gangguan psikiatrik lainnya antara lain
ansietas, dan lain-lain.
2. Co-morbiditas dengan penyakit fisik, antara lain: penyakit
Alzheimer,
penyakit
Parkinson,
Stroke
dan
penyakit
PEMERIKSAAN
Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah
mendeteksi atau mengidentifikasi.
Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk
penapisan/skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu instrumen yang
dapat membantu adalah
Geriatrik Depression Scale (GDS)
yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS
ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja dan ini mungkin lebih
sesuai untuk dipergunakan dalam praktek umum sebagai alat penapis Depresi pada
usia lanjut.
Ada 4 pertanyaan yang harus diajukan dalam memeriksa pasien depresi yaitu
7
c. Pemeriksaan kognitif
Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala depresi
bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana depresi terjadi
sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan membaik ketika
depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut terus. Perbaikan pada
skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi menunjukkan
bahwa pasien dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan memori yang
mempengaruhi fungsi kognitifnya.
d. Pemeriksaan status mental
Penampilan dan perilaku
Mood/suasana perasaan
Pembicaraan
Isi pikiran
Anxietas
Gejala hipokondriakal
e. Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme sekunder akibat
penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake cairan, maka perlu
dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut
- Ureum dan elektrolit
- Darah lengkap dan hitung jenis - B 12 dan folic acid
- Test fungsi tiroid
- Thorax photo
- Lain-lain: serum sifilis, EKG, EEG, CT Scan dst.
DIAGNOSIS
Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III
(Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yang merujuk
pada ICD 10 (International Classification of Diseases 10). Gangguan depresi
dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan
beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.
Pedoman diagnostik lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders IV). Depresi berat menurut DSM IV jika ditemukan 5
atau lebih gejala-gejala berikut di bawah ini, yang terjadi hampir setiap hari selama 2
minggu dan salah satu dari gejala tersebut adalah mood terdepresi atau hilangnya
rasa senang/minat. Gejala-gejala tersebut adalah :
- mood depresi hampir sepanjang hari
- hilang minadrasa senang secara nyata dalam aktivitas normal
9
Mood terdepresi
Hilang tenaga
Mudah lelah.
Gejala lain:
Konsentrasi menurun
Perasaan bersalah
10
Secara klinis praktis umumn ya depresi dibedakan sebagai depresi berat atau
ringan. Akan tetapi ada sindrom klinis tertentu yang dapat muncul pada usia lanjut
yaitu:
a. Depresi agitatif : ditandai dengan aktivitas yang meningkat, mondar-mandir,
mengejar-ngejar orang, terus-menerus meremas-remas tangan dll.
b. Depresi dan anxietas : gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat terjadi
bersama-sama dengan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa anxietas 15-20 kali
lebih sering dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan penyakit fisik
dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat menyebabkan
gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik semata. Anxietas hebat juga
dapat menyebabkan kelelahan dan dehidrasi. Sementara penyakit fisik yang
mengancam kehidupan atau hilangnya kemandirian sering kali merupakan sumber
dari anxietas.
c. Depresi terselubung : tidak munculnya gejala mood terdepresi bukanlah suatu
halangan untuk mendiagnosis depresi. Apakah penyangkalan mood depresi ini
karena kekhawatiran menjadi beban ataukah karena trend bahwa "Usia lanjut
harus berani menghadapi hari tua", yang terpenting adalah mengeksplorasi
tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan depresi secara lebih teliti.
d. Somatisasi : gejala somatik dapat menyembunyikan gejala yang sesungguhnya
dari gangguan depresi, namun dapat pula diperberat dengan adanya depresi.
e. Pseudodemensia : istilah ini diperuntukkan bagi pasien depresi yang
menunjukkan gangguan memori yang bermakna seperti yang terjadi pada pasien
demensia.
11
mungkin
lebih
banyak
berhubungan
dengan
hilangnya
fungsi
DIAGNOSIS BANDING
Termasuk dalam diagnosis banding untuk gangguan depresif pada usia lanjut
antara lain:
1. Gangguan mental organik
Dari aspek gangguan mental organik ini yang paling sering dijumpai adalah
dementia. Untuk membedakan apakah kondisi tersebut suatu gangguan depresif yang
menunjukkan gambaran pseudodementia pada usia lanjut atau adalah suatu dementia
murni, hal tersebut dapat kita lihat perbedaannya sebagai berikut :
a) Onset gangguan kognitif pada individu dengan gangguan depresif pada usia lanjut
berlangsung secara cepat, sedangkan pada yang murni dementia, onset gangguan
kognitifnya berlangsung secara bertahap.
b) Durasi simtom-simtom gangguan kognitif dari individu dengan gangguan depresif
pada usia lanjut berlangsung singkat, sedangkan pada yang murni dementia
berlangsung lama.
c) Konsistensi mood yang depresif dengan gangguan kognitifnya didapati pada
individu gangguan depresif usia lanjut, sedangkan pada yang murni dementia
didapati tidak konsistennya mood dengan gangguan kognitifnya.
d) Kesukaran kognitif pada pasien gangguan depresif cenderung berfluktuasi,
sedangkan pada dementia, kesukaran kognitifnya berlangsung relatif stabil.
2. Skizofrenia
12
Untuk membedakan skizofrenia dengan gangguan depresif pada usia lanjut antara
lain:
a) Pada skizofrenia umumnya serangan pertama pada usia remaja atau dewasa muda,
sedangkan pada gangguan depresif usia lanjut serangan pada usia lanjut.
b) Pada skizofrenia gejala yang menonjol adalah sering berupa waham dan
halusinasi, sedangkan pada gangguan depresif usia lanjut gejala yang menonjol
adalah gangguan depresifnya.
3. Gangguan tidur primer
4. Hypokhondriasis
5. Ansietas
6. Alkoholisme
7. Proses normal usia lanjut.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan depresif,
mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-gejala, untuk
memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk membantu pasien dalam
mengembangkan keterampilannya. Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita
menunjukan gejala :
-
14
dengan
pemberian
antidepresan.
Baik
pendekatan
16
dan aktivitas tertentu, terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola
pikir.
c. Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit
depresi, sehingga dukungan/support terhadap pasien sangat penting. Proses
penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan
menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan dari terapi terhadap
keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustrasi dan
putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang
menghambat proses penyembuhan pasien.
d. Penanganan anxietas (relaksasi)
Tehnik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif
baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional)
atau melalui tape recorder. Tehnik ini dapat dilakukan dalam praktek umum
sehari-hari. Untuk menguasai tehnik ini diperlukan kursus singkat terapi
relaksasi. Walaupun obat golongan litium mungkin bisa memberikan efek,
terutama penderita dengan depresi manik, obat ini sebaiknya hanya diberikan
setelah berkonsultasi pada psikiater. Obat juga harus diberikan dengan dosis
awal rendah dan berhati-hati bila terdapat penurunan fungsi ginjal.
Tabel 2. Berbagai pilihan obat antidepresan
Antidepresan trisiklik
Yang bersifat sedatif
: Amitriptilin, Dotipin
: Trasodon, Mianserin
Kurang sedatif
17
Prognosis buruk
18
Terdapat
disabilitas
(sembuh sempurna)
tahun
penyakit
fisik
serius
19