Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minat terhadap keramik bismuth-titanat terus menerus meningkat, hal ini
dikarenakan bahan tersebut terdiri dari pi-ezoelectric dan sifat elektro-optik.
Material tersebut memiliki struktur berlapis, dijelaskan seperti Auruvillius dan
dibangun oleh unit alternatif jenis perovskit (Me m-1RmO3m-1). Di mana R = Ti4+,
Nb5+, Ta5+ dan lain-lain, dan Me adalah univalen, bivalen atau tiga ion valen, atau
campuran mereka dengan lapisan bismuth-oksigen dari jenis (Bi 2O2)2+. Salah satu
Karakteristik utama dari fase Aurivillius adalah dapat menjaga sifat feroelektrik
mereka hingga pada suhu yang relatif tinggi. Misalnya, pada fase Bi4Ti3O12,
suhunya adalah 6750C, sedangkan pada timah-zirkonium titanat bersifat
feroelektrik hingga 3800C.
Fase menarik lainnya dalam sistem Bi2O2-TiO2 adalah fase sillenit Bi2TiO20
yang diaplikasikan secara praktis untuk fotokatalis karena memiliki koefisien
elektro-optik tinggi, aktivitas optik rendah, dan sensitivitas optik tinggi pada
kisaran yang terlihat. Dalam rangka untuk mencari teknik aplikasi baru yang
efektif, ditetapkan bahwa sifat-sifat fase titanat yang sangat dipengaruhi oleh
metode produksinya. Dalam banyak publikasi diskusi telah dibuat sintesis pada
suhu rendah dan tinggi pada fase yang sama menggunakan reaksi solid state, hot
pressing,

sintesis

hidrotermal,

penguraian

dari

senyawa

metal-organik,

pengendapan larutan oksalat, metode super dingin mencair dan lain-lain, akhirnya
perhatian spesial pada teknologi sol-gel untuk memproduksi bubuk keramik dan
film tipis. Diantara kelebihan dari bahan-bahan tersebut yaitu ukuran nya nanosize
dan permukaan butiran masing-masing lebih tinggi, yang menyebabkan
peningkatan aktivitas kimia, suhu sintesis yang lebih rendah dan meningkatkan
sifat-sifat tertentu.
Dalam review yang sangat informatif mengenai metode sol-gel suhu
rendah untuk memproduksi bubuk dari fase titanat dengan struktur perovskit dan

sellenite perhatian tertarik ke keuntungan teknologi utama metode ini untuk


sintering dan solid state interaksi kimia pada suhu rendah daripada teknik
lainnya. Dalam publikasi lainnya, yang berkaitan dengan sintesis sol-gel bismuttitanates, pengaruh faktor yang berbeda (jenis prekursor digunakan, N
menengah, suhu penembakan, tingkat pemanasan dan lain-lain) pada komposisi
dan sifat-sifat produk akhir dibahas. Film tipis Bi4Ti3O12, berdasarkan reaksi
hidrolisis-kondensasi antara nitrat bismuth dan titanium isopropoksida, dan
dilarutkan masing-masing dalam asam asetat dan metoksietanol, diperoleh oleh
Joschi dan Desu. Hal ini membuktikan bahwa sampai 350oC lapisan ini amorf,
dan setelah diberi perlakuan tambahan pada 700oC fase Bi4Ti3O12 mengkristal.
Sifat-sifat feroelektrik dipengaruhi oleh perlakuan laju termal sekunder. Teknologi
sintesis yang serupa dilaporkan oleh Du dan Chen. Mereka menggunakan
prekursor Bi(C7H15COO3) dan Ti(OC2H5)2(C7H15COO)3 dan pelarutnya p-xilena
(C6H4CH3CH3). Sebuah tekstur polikristalin film dengan orientasi kristal untuk
kristalografi axe "" diperoleh. Monofase bubuk Bi4Ti3O12 terdispersi halus
diproduksi oleh Bi(NO3)3, dilarutkan dalam asam asetat glasial dan Ti(OC4H9)4,
stabil di asetilaseton setelah perlakuan gel hingga 650 oC. dijelaskan bahwa
perubahan kristalografi parameter sel tergantung pada temperatur adalah alasan
utama untuk beberapa deviasi dalam sifat dielektrik.
Berdasarkan poin-poin penelitian ilmiah, sangat penting untuk melakukan
studi banding dalam metode sol-gel untuk sintesis dari bubuk fase titanium
dengan komposisi Bi4Ti3O12 dan Bi12TiO20

berdasarkan reaksi hidrolisis-

kondensasi dalam medium asam asetat dan nitrat dan mengikuti fase pembentukan
selama perlakuan panas dalam kisaran suhu 25 sampai 600oC.
1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka, masalah yang dapat dirumuskan sebagai

berikut :
1. Bagaimana hasil sintesis dari bubuk fase titanium dengan komposisi Bi 4Ti3O12
dan Bi12TiO20 berdasarkan reaksi hidrolisis-kondensasi dan mengikuti fase
pembentukan selama perlakuan panas dalam kisaran suhu 25 sampai 600oC.

2. Bagaimana fase stoikiometri dari tipe Auruvillius dan sillenit (Bi 4Ti3O12 dan
Bi12O20) berdasarkan reaksi hidrolisis-kondensasi antara bismut nitrat dan
titanium bitoksida
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Mengetahui hasil sintesis dari bubuk fase titanium dengan komposisi Bi4Ti3O12
dan Bi12TiO20 berdasarkan reaksi hidrolisis-kondensasi dan mengikuti fase
pembentukan selama perlakuan panas dalam kisaran suhu 25 sampai 600oC.
2. Mengetahui fase stoikiometri dari tipe Auruvillius dan sillenit (Bi4Ti3O12 dan
Bi12O20) berdasarkan reaksi hidrolisis-kondensasi antara bismut nitrat dan
titanium bitoksida

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oksida Logam Aurivillius


Oksida logam Aurivillius merupakan suatu senyawa oksida yang terdiri
dari struktur berlapis yang tumbuh secara teratur yang terbentuk dari [An1BnO3n+1]

2- yang disebut dengan lapisan perovskit dan lapisan [Bi O ]2+.


2 2

(a)

(b)

Gambar 1.(a) Koordinasi kation-kation dalam oksida Aurivillius; (b) Struktur


oksida Aurivillius simetri I4/mmm dengan jumlah n oktahedral n = 2
(Mikrianto et al., 2007)
Struktur oksida Aurivillius Gambar 1a terdiri dari dua lapisan, yaitu
lapisan perovskit dan lapisan [Bi2O2]2+. Kation B berkoordinasi enam yang
berada pada pusat oktahedral oksigen. Kedelapan oktahedral kation B saling
bersambungan pada ujung-ujung dan membentuk suatu susunan kubus. Kation A
berada di dalam susunan kubus itu sehingga kation A berkoordinasi dua belas
yang mengikat dua belas atom oksigen yang mengelilingnya membentuk geometri
dodekahedral (Mikrianto, 2011).
2.2

Metode Sintesis Sol-Gel


Prekursor atau bahan awal dalam pembuatannya adalah alkoksida logam

dan klorida logam, yang kemudian mengalami reaksi hidrolisis dan reaksi
polikondensasi untuk membentuk koloid, yaitu suatu sistem yang terdiri dari
partikel-partikel padat (ukuran partikel antara 1 nm sampai 1 m) yang terdispersi
dalam suatu pelarut. Bahan awal atau prekursor juga dapat disimpan pada suatu
substrat untuk membentuk film (seperti melalui dip-coating atau spin-coating),
yang kemudian dimasukkan ke dalam suatu kontainer yang sesuai dengan bentuk
yang diinginkan contohnya untuk menghasilkan suatu keramik monolitik, gelas,
fiber atau serat, membran, aerogel, atau juga untuk mensitesis bubuk baik butiran
mikro maupun nano (Hench dan West, 1990).
Dari beberapa tahapan proses sol-gel, terdapat dua tahapan umum dalam
pembuatan

metal

oksida

melalui

proses

sol-gel,

yaitu

hidrolisis

dan

polikondensasi seperti terlihat pada Gambar 2 berikut ini. Pada tahap hidrlisis

terjadi penyerangan molekul air.(Widodo, 2010).

Prekursor (Zat Pembawa)

Sol

Larutan

Makromolekul Polimer

Partikel Koloid + Cairan

Didiamkan

Didiamkan

Gel Polimer

Gel Koloid
Dikeringkan

Serbuk Halus

Lembaran Tipis

Serat

Dikeringkan

Monolit

Gambar 2. Skema umum proses pembuatan Sol-Gel (Widodo, 2010).


2.2.1 Keuntungan menggunakan metode sol-gel
Metode sol gel memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan
metode hidrotermal dan fraksi padat. Adapun keuntungan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Keuntungan metode sol gel dibandingkan metode hidrotermal dan fasa
padat (Widodo, 2010; Saputra, 2010).
Metode Sol-Gel
Temperatur Rendah

Metode Hidrotermal
Temperatur 1100C

Metode Fasa Padat


Temperatur 100C

Homogenitas tinggi
karena pengadukan yang
cukup lama

Kurang Homogen

Kurang Homogen

Kemurnian baik

Kurang murni

Kurang murni

Lebih hemat energi saat


pemanasan

Energi kurang efisien


karena pemanasan
dilakukan sangat tinggi
dan lama

Energi kurang efisien


karena pemanasan yang
tinggi

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini telah dilaksanakan di University of Chemical Technology

and Metallurgy, Bulgaria.


3.2

Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik, oven,

peralatan X-Ray Diffraction (XRD), peralatan Spektroskopi IR, peralatan


Scanning Elektron Microscope (SEM), dan peralatan Energy Disverse
Spectroscopy (EDS).
3.3

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Bi(NO) 3.5H2O,


Ti(OC4H9)4, asetilasetat, CH3COOH, HNO3, dan air bebas mineral.
3.4

Prosedur Kerja
Penelitian ini menggunakan komposisi stoikiometri yang ditunjukkan pada

Tabel 2. dan Tabel 3. Untuk mencapai campuaran yang homogen, ion titanium
dihunungkan

dalam

kompleks

yang

stabil

dengan

asetilasetat

dengan

perbandingan 1:3. Ada dua pilihan yang digunakan dengan menggunakan


prekursor bismut nitrat: 1) Melarutkan dalam CH3COOH dan H2O dengan
perbandingan 1:1,6 dan 2) Melarutkan dalam HNO3 pekat dan H2O dengan
perbandingan 1:1.
Tabel 2. Komposisi 1 Bi4Ti3O12

Tabel 3. Komposisi 2 Bi12O20

Prosedur pembentukan gel untuk kedua pilihan ditunjukkan pada Gambar


3. dan Gambar 4. Setelah pembentukan gel dan pengeringan pada suhu 60 oC
selama 8 jam, bubuk yang diperoleh di perlakukan secara termal pada suhu 250 oC,
330oC dan 600oC selama 2 jam dengan mempertahankan suhu tersebut.
Perubahan fase dan struktural dalam gel diketahui dengan melakukan
karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Spektroskopi IR, Scanning
Elektron Microscope (SEM), dan Energy Disverse Spectroscopy (EDS).

Gambar 3. Skema prosedur pembentukan sol-gel variasi 1

Gambar 4. Skema prosedur pembentukan sol-gel variasi 2

3.5

Karakterisasi

3.5.1 Analisis XRD


Bi4Ti3O12 dan Bi12TiO20 yang dihasilkan kemudian dilakukan karakterisasi
menggunakan XRD. Data hasil difraksi sinar-X (difraktogram) yang didapatkan
kemudian dibandingkan dengan data base Powder Difraction File (PDF) yang
dikeluarkan oleh Joint Committee on Powder Diffraction Standard (JCPDS)
sehingga dapat diketahui apakah senyawa telah terbentuk. Kemudian dengan
analisis Rietveld menggunakan program Rietica akan ditentukan indeks Miller,
grup ruang dan parameter sel dari hasil sintesis.
3.5.2 Analisis SEM
Bi4Ti3O12 dan Bi12TiO20 yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan SEM
untuk mengetahui morfologi permukaan sampel padat. Pada

SEM, gambar

dibentuk oleh berkas elektron yang sangat halus yang difokuskan pada permukaan
material. Perbesaran dihasilkan dari perbandingan luas area sampel yang di-scan
terhadap luas area layar monitor.
3.6

Analisis Data
Data hasil difraksi sinar-X (difraktogram) yang didapatkan dibandingkan

dengan data base Powder Difraction File (PDF) pada program Phasanx sehingga
dapat diketahui apakah senyawa oksida logam BCT terbentuk. Kemudian
difraktogram dianalisis menggunakan program Rietica untuk menentukan indeks
Miller, grup ruang, dan parameter sel dari oksida logam hasil sintesis. Kemudian
senyawa oksida logam BCT akan dilihat morfologi nya dengan hasil foto SEM
yang diperoleh dari hasil perbandingan luas area sampel yang di-scan terhadap
luas area layar monitor dengan perbesaran 10.000 dan 20.000 kali.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Sintesis
Senyawa yang dihasilkan dalam penelitian ini telah berhasil disintesis

dengan menggunakan metode sol gel. Metode sol gel merupakan suatu metode
sintesis senyawa anorganik yang dilakukan dengan dua tahapan yaitu tahapan
hidrolisis dan polikondensasi.

Setelah terjadinyanya polikondensasi, dengan

adanya pengadukan larutan akan berubah menjadi bentuk sol yang apabila
didiamkan dalam waktu 24 jam pada suhu kamar sol tersebut akan menjadi
berbentuk gel dan kemudian dilakukan penyaringan serta penetralan hingga pH 7.
Prekursor (senyawa awal) dalam proses sol gel tersusun atas unsur logam atau
metaloid yang dikelilingi oleh ligan. Pada umumnya prekursor yang digunakan
yaitu logam alkoksida atau garam anorganik.
4.2

Karakterisasi

10

Gambar 5. Pola XRD dari komposisi 1 dengan metide sol-gel (variasi 1),
perlakuan suhu pada 330oC dan 600oC

Gambar 6. Pola XRD dari komposisi 1 dengan metide sol-gel (variasi 2),
perlakuan suhu pada 330oC dan 600oC

11

Karakterisasi dengan XRD dilakukan untuk memastikan senyawa telah


terbentuk atau belum, selain itu analisa XRD juga mengetahui struktur kristal
yang terbentuk dan tingkat kristalinitasnya. Prinsip kerjanya yaitu ketika sinar-X
yang monokromatik jatuh pada sebuah kristal maka sinar-X tersebut akan
dihamburkan ke segala arah, tetapi karena ada keteraturan letak atom-atom dalam
kristal maka pada arah tertentu saja gelombang hambur akan berinterferensi
konstruktif dan pada arah lainnya akan berinterferensi destruktif. Pola difraksi
sinar-x dalam bentuk difraktogram merupakan puncak-puncak (peak) dengan
intensitas tertentu pada sudut difraksi. Setiap puncak mempunyai intensitas yang
berbeda dari intensitas puncak lainnya. Intensitas ini merefleksikan kekuatan
relatif puncak-puncak difraksi
Gambar 5. dan 6. menunjukkan pembentukan fase selama perlakuan
termal dalam dua jenis gel (1 dan 2) dengan komposisi Bi 4Ti3O12 Hal ini
ditunjukkan bahwa pada suhu 250oC karakteristik difraksi maksimal dari
prekursor bismut nitrat masih diamati dan di jumlah fase amorf lebih dalam
sampel diperoleh varian kedua dari sintesis. Penguraian nitrat dan kristalisasi
Bi2O3 (tetragonal) berlangsung di keduanya pada suhu 330oC tetepi masih dalam
jumlah yang signifikan dari fase amorf. Pada suhu perlakuan maksimal (600 oC) di
kedua variasi (1 dan 2) terjadi kristalisasi penuh, produk monofase dan senyawa
mengandung stoikiometri sebagai fase kristal utama Bi 4Ti3O12. Kesimpulannya
jika dibuat secara bebas dari pelarut yang digunakan untuk prekursor bismut
nitrat, mekanisme dari pembentukan fase hanya satu dan sama.

12

Gambar 7. Spektrum IR dari komposisi 1 disiapkan dengan sol-gel (variasi 1),


perlakuan suhu pada 600oC
Hasil dari XRD dikonfirmasi oleh spektra IR (Gambar 7.). Spektrum pada
suhu 60oC, selain sifat band dari kelompok OH dan air (sekitar 3434 dan
1630 cm-1) terdapat band lain di sekitar 1380 cm-1 (kelompok NO3) dan 1760,
1040-1020, 740, 510 cm-1 ditempati C=O bonding dalam kompleks asetat [COO-].
Intensitas band-band tersebut sangat menurun pada suhu rendah (330oC) tetapi
penguraian masih belum selesai. Hal yang menarik untuk diperhatikan band dalam
rentang 810-820 cm-1 terkait dengan kristalisasi dari fase Bi4Ti3O12. Band yang
utama dalam spektrum pada 600oC yang sesuai sudah dapat disimpulkan untuk
monofase kristalisasi yang lengkap pada suhu ini. Hasil SEM ditambah dengan
data EDS untuk komponen lokal dari kristal terdapat perbedaan pada sampel
diberikan pada Gambar 8. Data EDS (% massa) juga membuktikan kehadiran
stoikiometri fase Bi4Ti3O12 (Tabel 1). Pada suhu 600oC proses kristalisasi berakhir,
kristal yang dihasilkan berukuran 0.5 dan 5 m.

13

Gambar 8. SEM dan EDS dari komposisi 2 disiapkan dengan sol-gel


(variasi 1), perlakuan suhu pada 600oC

Pembentukan fase gel dengan komposisi Bi12TiO20 (Gambar 9),


diperoleh dua variasi sintesis, data XRD menunjukkan kesamaan dengan
mekanisme

yang dibahas. Perbedaannya hanya kristalisasi dari fase

Bi12TiO20 dimulai pada suhu 330oC dan berakhir pada suhu 600oC dan produknya
monofase. Saran ini sesuai dengan data spektroskopi IR dan SEM. Spektrum IR
dari sampel pada suhu 600oC (Gambar 10.) sesuai dengan kritalisasi lengkap dan
produk monofase. Empat band intensive yang utama pada 457, 525, 586 dan

663 cm-1 ditetapkan untuk pembentukan fase sillinet dari jenis Bi12MO20, dimana
M = Ge, Si, Ti [2, 16].

14

Gambar 9. Pola XRD dari komposisi 1 dengan metide sol-gel (variasi 2),
perlakuan suhu pada 330oC dan 600oC

Gambar 10. Spektrum IR dari komposisi 2 disiapkan dengan sol-gel


(variasi 1), perlakuan suhu pada 600oC

15

Gambar 11. SEM dan EDS dari komposisi 2 disiapkan dengan sol-gel
(variasi 1), perlakuan suhu pada 600oC
Hasil SEM (Gambar 11) menunjukkan kemampuan kristalisasi yang tinggi

jelas membentuk bentuk kubik kristal dan cenderung menyatu dengan


kuat. Analisis EDS menegaskan adanya kehadiran dari stoikiometri fase
Bi12TiO20 (Tabel 2)

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Bubuk homogen diperoleh dalam sistem biner Bi2O3-TiO2 sesuai untuk fase
stoikiometri dari tipe Auruvillius dan sillenit (Bi 4Ti3O12 dan Bi12O20)
berdasarkan reaksi hidrolisis-kondensasi antara bismut nitrat dan titanium
bitoksida dalam medium asam asetat dan asam nitrat.
2. Berdasarkan hasil XRD, spektroskopi IR, SEM dan EDS terbukti bahwa
monofase produk kristal dari stoichiometri fase Bi4Ti3O12 dan Bi12O20 diperoleh

16

pada temperatur yang rendah (600oC) dibandingkan dengan rute sintesis yang
lain.
5.2 Saran
Setelah melakukan penelitian ini, peneliti memberi saran untuk melakukan
sintesis dengan menggunakan metode variasi lain agar menambah inventaris
pendataan dan tambahan analisis data untuk mengetahui fase senyawa yang
dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Hench, L.L. dan West J.K. 1990. Principles of Electronic Ceramics. John Wiley
& Sons. New York. Hal: 222.
Mikrianto, E., D.R. Mujiyanti dan Taufiqurohman. 2011. Sintesis dan Penentuan
Sifat Feroelektrik Senyawa Oksida Logam Berstruktur Aurivillius
Pb2Bi3Ti3,5W0,5O15. Jurnal Matematika dan Sains. 16:1
Saputra, A. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Barium Titanat dengan Modifikasi
Metode LTDS (Low Temperature Direct Synthesis). Skripsi S1. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Widodo, S. 2010. Teknologi Sol-Gel pada Pembuatan Nano Kristalin Metal
Oksida untuk Aplikasi Sensor Gas. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses.
20: 1411-4216
Yoleva, A., S. Djambazov, Y. Ivanova, dan E. Kashchieva. 2011. Sol-Gel
Synthesis of Titanate Phases from Aurivillius and Sillenite Type
(Bi4Ti3O12 and Bi12TiO20). Journal of the University of Chemical
Technology and Metallurgy. 46(3): 255-260.

17

Anda mungkin juga menyukai