Disusun oleh:
Kelompok 9
Chelsa Ismael
Letifa Eka Wahyuni
Rini
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
2016
1310532009
1310532017
1310532046
A. GREEN BUSINESS
a. Pengertian
Green business adalah usaha yang mengadopsi prinsip, kebijakan, dan praktek
meningkatkan kualitas hidup para pelanggan, pegawai, komunitas dan lingkungan hidup,
dalam operasionalnya. Green business memberikan solusi atas masalah lingkungan dan
masyarakat.
Green
business
memiliki
makna
sebagai
sebuah
proses
untuk
mengkonfigurasi ulang proses bisnis dan infrastruktur guna menghasilkan manfaat yang
lebih baik bagi lingkungan, manusia, dan nilai infestasi ekonomis, dan pada saat yang
bersamaan meningkatkan kualitas perilaku manusia, mengurangi emisi gas, mengurangi
eksploitasi atau penyalahgunaan sumber daya alam, menurangi sampah lingkungan, dan
menurunkan kesenjangan sosial. Di dalam green business, ditekankan bagaimana cara
untuk menerapkan atau menciptakan suatu sistem yang tujuannya mengurangi dampak
negatif dari aktivitas suatu perusahaan.
Tujuan utama green business adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan
dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas produksi suatu perusahaan dan penggunaan
dari produk perusahaan itu sendiri. Green business memiliki ciri-ciri seperti
menggambungkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam keputusan bisnis, memproduksi
produk atau jasa yang ramah lingkungan, memasok produk dan jasa yang ramah
lingkungan, dan mempunyai komitmen yang kuat untuk mempertahankan prinsipprinsip lingkungan dalam menjalankan bisnis.
Seterusnya, definisi dari green bisnis secara sistematis berikut ini, di dalam hal
sustainability/ reproducibility dan perbandingan dengan bisnis sebagai manajemen
umumnya.
Business As Usual
Short-term Management (Some inputs
Green Business
Long-term Management (All inputs are
are fixed)
variables)
Analysis tools
Analysis tools
- Mathematical Optimization
- System Dynamics
- Simulation-Guided Management
- Econometrics
- Scenario Analysis
- Statistical Analysis
Shareholders-oriented
Employees/Communities-centered
Aristocrats
Usurious Financing:
Interest-free Financing:
Self-Interest Investment
Financial Engineering
Securitization
Debt Money System
- No Credit Creation
yang hak-haknya dilanggar atau dihargai oleh tindakan korporasi. Artinya perusahaan
memiliki tanggung jawab social yang menuntut mereka mempertimbangkan semua
kepentingan pelbagai pihak yang terkena pengaruh dari tindakannya.
Sedangkan bersumber Legitimacy Theory,menekankan bahwa legitimasi
perusahaaan tidak muncul hanya dari laba yang diperoleh, tetapi juga diharapkan dapat
memenuhi persyaratan legal. Acuan berdasarkan norma dan nilai dari masyarakat
merupakan sesuatu yang mendasar dalam memastikan bahwa sebuah perusahaan
diberikan sebuah legitimasi, perusahaan tidaklah hanya pada tujuan profit semata tetapi
juga eksistensi baik perusahaan sebagai cermin dari tujuan jangka panjang yang ingin
dicapai perusahaan.
d. Pelaksanaan Green Business
Saat ini, pelaksanaan green business belum dalam pencapaian yang baik. Masih
banyak para pelaku bisnis yang masih berpegang pada ekonomi konvensional. Menurut
Mutamimah (2011) Saat ini, bisnis hijau masih dipahami sangat sempit dan
diimplementasikan secara terpotong-potong, baru terbatas pada aktivitas jangka pendek
dan hanya setiap ada even. Tetapi tidak dipungkiri pula terdapat beberapa perusahaan
yang mulai menerapkan bisnis hijau. Dalam tulisan Sari dan Raharja (2012) menyatakan
bahwa berdasarkan pengalaman dari beberapa industri, maka ada empat alasan yang
menjadi penyebab bisnis harus meletakan masalah lingkungan sebagai aspek yang
penting dalam usahanya, yaitu:
1. Lingkungan dan efisiensi.
Dengan adanya kesadaran bahwa sumber daya alam (materi dan energi) sangat terbatas,
maka apapun juga harus dilakukan untuk mengurangi penggunaannya;
2. Image lingkungan.
Mempunyai sikap positif terhadap lingkungan merupakan suatu hal yang baik untuk
dapat menumbuhkan image yang selanjutnya untuk memperbesar market share;
3. Lingkungan dan peluang pasar.
Dengan adanya tuntutan pasar terhadap pelaku bisnis dan dunia usaha dalam hal Sistem
Manajemen Lingkungan (SML), yang selanjutnya dikembangkan menjadi pemberian
sertifikasi ISO 14001, maka hal ini memberikan dampak positif pada dunia usaha.;
4. Ketaatan terhadap peraturan lingkungan
Meskipun law enforcement pemerintah masih lemah, namun demikian apabila terjadi
pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan ataupun adanya pengaduan masyarakat
akibat dampak dari suatu aktivitas industri, maka akan berdampak negatif terhadap
reputasi industri tersebut.
Green innovation bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari inovasi dalam
produk, proses, kemasan, iklan, bahkan hingga business model.
a. Green Products/Service
Green innovation dapat dilakukan dengan menciptakan produk/layanan yang
green. Definisi dari green products/service sendiri adalah produk dan layanan
yang menggunakan bahan-bahan aman bagi manusia, ramah lingkungan,
dan/atau efisien dalam konsumsi energi.
Contohnya adalah brand Eyes Lips Face (ELF) yang menyediakan mineral
makeup, terbuat dari 100% mineral alami yang dihancurkan dalam bentuk bubuk
halus. Selain produknya, kemasannya juga menggunakan bahan yang bisa didaur
ulang. Sony Ericsson juga mengeluarkan ponsel model GreenHeart yang emisi
karbonnya lebih rendah 15% dari model lainnya, serta menggunakan kemasan
yang lebih kecil, plastik daur ulang dan mengurangi pemakaian pelarut dalam
cat.
b. Green Process
Inovasi juga dapat dilakukan dalam proses, yakni melakukan proses manufaktur
yang sustainable. Green process dapat dilakukan dengan menggunakan bahan
baku yang ramah lingkungan atau melakukan konservasi energi dan sumber
daya. Penerapannya dapat menimbulkan sejumlah dampak positif, diantaranya
mengurangi limbah, meminimalisir penggunaan bahan kimia, serta konservasi
energi.
Contoh green process adalah seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
yang berusaha untuk menekan penggunaan karbon dalam produksinya, hingga
melakukan daur ulang limbah. IBM misalnya, telah menemukan metode untuk
mendaur ulang lapisan silikon yang sering menjadi limbah dalam produksi chip
menjadi bahan yang digunakan untuk menciptakan panel surya.
c. Green Packaging
Jika belum bisa menerapkan green product/service, perusahaan dapat memulai
dari yang sederhana seperti green packaging. Green packaging punya
karakteristik berikut ini:
Sustainable: meyakinkan bahwa kemasan ini menggunakan bahan baku yang
sustainable. Misalnya, supermarket kini berusaha untuk mengurangi sampah
plastic dengan menawarkan tas belanja khusus yang bisa didaur ulang.
Daur Ulang: kemasan dapat didaur ulang, seperti Recycled Polyethylene
halnya dengan
investasi. Lihat saja bagaimana perkembangan investasi selama ini yang lebih
cenderung mengejar profit oriented semata. Sebagai contoh investasi di bidang energi
terbarukan yang ramah lingkungan, masih terbilang sangat kecil .
Green business akan menghasilkan green product. Menurut Octavia(2012) ada
beberapa tantangan yang perlu diperhatikan dalam green business, yaitu :
a. Harga
Ternyata meski pada umumnya kesadaran konsumen terhadap lingkungan terus
meningkat tetapi harga penawaran produk hijau yang masih tinggi menjadi pengaruh
yang paling tinggi untuk memutuskan membeli green product.
b. Kepercayaan
Selain harga ada juga masalah ketidakpercayaan konsumen pada label green atau
ecolabel, konsumen Indonesia sebagian berpendapat bahwa informasi itu tidak
akurat.
c. Edukasi
produk yang ramah lingkungan masih rendah, sehingga sebagian konsumen masih
enggan membeli green product dengan harga premium.
d. Target Pasar
Target pasar untuk green product adalah ceruk pasar, karena targetnya adalah untuk
konsumen yang peduli dengan lingkungan dan rela membayar sejumlah uang untuk
membeli green product.
f. Strategi green business
Apa yang harus dilakukan jika akan mengembangkan green business. Berikut
beberapa langkah yang harus dilakukan dalam green business di Indonesia (Octavia,
2012) :
a.
masyarakat sipil sangatlah penting, berikut ini adalah gambaran peran-peran dari
stakeholders:
a. Pengambil kebijakan (pemerintah) memiliki peranan yang cukup sentral
khususnya dalam merumuskan serangkaian peraturan mengenai green economy
yang aplikatif sampai kepada peraturan teknis pelaksanaan green economy,
termasuk menerjemahkannya kedalam pembahasan anggaran belanja negara.
b. Pihak swasta atau perusahaan dapat memanfaatkan dan menindaklanjuti inovasiinovasi ramah lingkungan dari kalangan akademisi untuk diproduksi secara
masal dan dipasarkan kepada masyarakat umum. Selain itu mengoptimalkan
pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk digunakan
dalam upaya pelestarian lingkungan.
c. Masyarakat sipil berperan untuk turut mengkampanyekan konsep green
economy sehingga dapat selektif untuk membatasi penggunaan produk yang
dapat mencemari lingkungan dan membentuk pola konsumsi yang ramah
terhadap lingkungan, serta semakin banyak masyarakat yang terbentuk
kesadarannya untuk menjadi green consumer.
d. Perbankan, diharapkan dapat memasukan faktor yang merusak kelestarian
lingkungan kedalam penilaian kelayakan usaha, serta melakukan diversifikasi
bunga yang lebih tinggi kepada kegiatan usaha atau konsumsi yang dapat
merusak lingkungan dan sebaliknya memberikan bunga yang lebih rendah untuk
proses produksi dan konsumsi yang berdampak pada kelestarian lingkungan.
B. Green Accounting
a. Pengertian Green Accounting
Green accounting adalah jenis akuntansi yang mencoba untuk menghubungkan
faktor biaya lingkungan ke dalam hasil kegiatan usaha perusahaan. Seperti diketahui
bahwa produk domestik bruto mengabaikan lingkungan dalam pembuatan keputusan.
Dalam Environmental Accounting Guidelines yang dikeluarkan oleh menteri lingkungan
Jepang (2005:3) dinyatakan bahwa akuntansi lingkungan mencakup tentang
pengidentifikasian biaya dan manfaat dari aktivitas konservasi lingkungan, penyediaan
sarana atau cara terbaik melalui pengukuran kuantitatif, serta untuk mendukung proses
komunikasi yang bertujuan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan,
memelihara hubungan yang menguntungkan dengan komunitas dan meraih efektivitas
dan efisiensi dari aktivitas konservasi lingkungan. Ditambahkan pengertian dari US
EPA (1995) akuntansi lingkungan sebagai aspek dari sisi akuntansi manajemen,
mendukung keputusan manajer bisnis dengan mencakup penentuan biaya, keputusan
desain produk atau proses, evaluasi kinerja serta keputusan bisnis lainnya.
fungsi
eksternal
memungkinkan
sebuah
perusahaan
untuk
lingkungan
tidak
tergantung
dari
bagaimana
perusahaan
skala yang besar maupun skala kecil dalam setiap industri dalam sektor manufaktur dan
jasa. Penerapan akuntansi lingkungan harus dilakukan dengan sistematis atau
didasarkan pada kebutuhan perusahaan. Keberhasilan dalam penerapan akuntansi
lingkungan terletak pada komitmen manajemen dan keterlibatan fungsional. Sebuah
perusahaan tidaklah terlepas dari tanggung jawab lingkungan, karena itu diperlukan
suatu cara untuk mengintegralkan biaya lingkungan misalnya konsep eksternalitas
dimana konsep ini melihat dampak langsung aktivitas suatu entitas terhadap lingkungan
sosial, non-sosial dan ekologis. Langkah awal yang dapat dilakukan terkait biaya
lingkungan adalah dengan mengategorikan jenis biaya terkait dengan memerhatikan
beberapa aspek seperti lokasi situs limbah, jenis limbah berbahaya, metode
pembuangan, dan lainnya. Biaya lingkungan mengandung biaya yang eksplisit dan
implisit. Biaya implisit seperti biaya yang timbul akibat potensi kewajiban yang
muncul.
Sistem penilaian biaya lingkungan dapat membantu memperbaiki keputusankeputusan yang terkait dengan keputusan bauran produk, pemilihan input produksi,
penilaian pencegahan pencemaran, evaluasi pengelolaan limbah serta penentuan harga
produk. Terdapat beberapa cara untuk mengetahui biaya-biaya lingkungan perusahaan
yaitu dengan mengadopsi sistem akuntansi konvensional, activity based costing, full
cost accounting dan total cost assessment
f. Peraturan Yang Terkait Dengan Green Accounting
1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
UU ini mengatur tentang kewajiban setiap orang yang berusaha atau berkegiatan
untuk menjaga, mengelola, dan memberikan informasi yang benar dan akurat
mengenai lingkungan hidup. Akibat hukum juga telah ditentukan bagi
pelanggaran yang menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
2. Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam UU ini
diatur kewajiban bagi setiap penanam modal berbentuk badan usaha atau
perorangan untuk melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan, menjaga
kelestarian lingkungan hidup dan menghormati tradisi budaya masyarakat
sekitar. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi berupa
peringatan tertulis, pembatasan, pembekuan, dan pencabutan kegiatan dan/atau
fasilitas penanaman modal.
3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. UU ini
mewajibkan bagi perseroan yang terkait dengan sumber daya alam untuk
memasukkan perhitungan tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagai biaya
yang dianggarkan secara patut dan wajar. Pelanggaran terhadap hal tersebut akan
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No:
KEP- 134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi
Emiten atau Perusahaan Publik. UU ini mengatur mengenai kewajiban laporan
tahunan yang memuat Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) harus
menguraikan aktivitas dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung
jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan.
5. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32 (Akuntansi Kehutanan)
dan No. 33 (Akuntansi Pertambangan Umum). Kedua PSAK ini mengatur
PSAK memang belum mengatur secara tegas dan rinci hal-hal apa saja yang wajib
diungkapkan dalam pelaporan suatu entitas bisnis. Dan jika ditelaah dari isi PSAK
tersebut pengungkapan pelaporan atas dampak lingkungan tersebut masih bersipat
sukarela. Sehinga praktik akuntansi lingkungan di Indonesia sampai saat ini
belumlah berjalan cukup baik, halini bisa dilihat dari beberapa hasil penelitian yang
dilakukan oleh para peneliti untuk mengetahui sejauh mana industri dalam
melakukan pelaporan pengungkapan akuntansi lingkungannya. Dalam hal ini para
peneliti menggunakan Global Reporting Initiative (GRI) sebagai alat indikator
pengungkapan akuntansi lingkungan oleh suatu perusahaan atau industri..
g. Sifat Dasar Green Accounting
1. Relevan
Akuntansi lingkungan harus memberikan informasi yang valid terkait dengan
manfaatbiaya pelestarian yang dapat memberikan dukungan dalam pengambilan
keputusan stakeholder. Namun, pertimbangan harus diberikan kepada materialitas
dan signifikansi dari relevansi. Dalam akuntansi lingkungan, materialitas
ditempatkan pada aspek kuantitas dan signifikansi ditempatkan pada aspek kualitas.
Dari sudut pandang materialitas, perhatian diberikan kepada dampak kuantitatif dari
data yang dinyatakan dalam nilai moneter atau unit fisik. Sedangkan signifikansi
berfokus pada kualitas informasi dari sudut pandang pelestarian lingkungan atau
dampak masa depan yang dibawanya.
2. Handal
Akuntansi lingkungan harus menghilangkan data yang tidak akurat atau bias dan
dapat memberikan bantuan dalam membangun kepercayaan dan keandalan
stakeholder. Pengungkapan data akuntansi lingkungan harus akurat dan tepat
mampu mempresentasikan manfaat-biaya serta tidak menyesatkan. Pengungkapan
informasi akuntansi lingkungan seharusnya tidak hanya menjadi formalitas belaka
dari sekedar memenuhi persyaratan undang-undang yang berlaku. Bila perlu,
perusahaan harus menentukan metode yang tepat dan sesuai dengan pengungkapan
dan secara akurat dapat menggambarkan kegiatan lingkungan yang sebenarnya
sedang dilakukan. Dalam hal pengungkapan informasi tersebut tidak sepenuhnya
dikomunikasikan ketika mengikuti format yang ditetapkan oleh undangundang
yang berlaku, informasi tambahan yang diperlukan harus disediakan untuk lebih
menjelaskan realitas secara lengkap. Ruang lingkup akuntansi lingkungan harus
diperluas ke semua hal yang bersifat material dan signifikan untuk semua kegiatan
pelestarian lingkungan.
3. Mudah dipahami
Dengan tujuan pengungkapan data akuntansi lingkungan yang mudah untuk
dipahami, akuntansi lingkungan harus menghilangkan setiap kemungkinan
timbulnya penilaian yang keliru tentang kegiatan perlindungan lingkungan
5.
Format Pengungkapan
Format umum untuk pengung-kapan hasil dari akuntansi lingkungan di bawah ini
28
Keuntungan
Konservasi
Lingkungan
Indicator kinerja
lingkungan (unit)
Total input volume energi
Input volume energi
dengan tipenya
Keuntungan
konservasi
lingkungan
berhubungan
Denga
n
input
sumberdaya ke
Dalam
kegiatan
Bisnis
khusus pengendalian
Input volume dari
sumber daya
.
rumah kaca
Keuntungan
konservasi
lingkungan
berhubungan
Denga
n
sisa
Atau
dampak
lingkungan
yang dihasilkan
Dari
kegiatan
Bisnis
penjualan
disebabkan dampak
lingkungan pada saat
digunakan
karena dampak
lingkungan ketika
dibuang
Periode
Periode
Sebelumnya sekarang
Perbedaan
pembungkusan yang
digunakan
.
Keuntungan
konservasi
lingkungan
lainnya
yang terkontaminasi
minyak
Keributan
Getaran
..........
(Sumber: Ikhsan, 2008)
Pendapatan
Pengurangan biaya
Total
k. Penerapan Green Accounting di Indonesia
nuklir atau eksternalitas lain. Pelaporan baik kinerja sosial maupun kinerja lingkungan
ini tidak didapati dalam laporan keuangan yang konvensional, dimana dalam laporan
keuangan yang konvensional hanya dijumpai laporan kinerja ekonomi saja (Idris, 2012).
Begitu pula yang terjadi di Indonesia masih sebatas anggapan sebagai suatu konsep
yang rumit karena kurangnya informasi yang komprehensif bagi stakeholder
dikhawatirkan akan menimbulkan efek dari implementasi dan pengeluaran biaya
tambahan yang diakui sebagai beban yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan dalam
perspektif akuntansi konvensional (Nurhayati, Brown, dan Tower, 2006 dalam Arisandi
dan Frisko, 2011).
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Gray et. al (1993) dalam Burrit
dan Welch (1997) bahwa pengungkapan biaya eksternalitas akan mempengaruhi
pengambilan keputusan dan mempengaruhi pertimbangan stakeholder karena reaksi
pasar telah menunjukkan hasil yang tidak berbeda terhadap aktivitas perusahaan yang
melakukan (atau tidak) kepentingan sosial dan lingkungan. Sehingga pelaksanaan
akuntabilitas lingkungan akan berhasil jika didukung oleh peraturan.
Menurut Solihin (2008) dalam Idris (2012), pelaksanaan CSR di Indonesia
terutama
berkaitan
dengan
pelaksanaan
CSR
untuk
kategori
discretionary
responsibilities, yang dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda. Pertama,
pelaksanaan CSR memang merupakan praktik bisnis secara sukarela dari inisiatif
perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan perusahan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kedua, pelaksanaan CSR sesuai
dengan tuntutan undang-undang (bersifat mandatory). Misalnya, BUMN memiliki
kewajiban untuk menyisihkan sebagian laba yang diperoleh perusahaan untuk
menunjang kegiatan sosial, dan perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang
sumberdaya alam atau berkaitan dengan sumberdaya alam, diwajibkan untuk
melaksanakan CSR seperti diatur oleh UU RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas Pasal 74.
Dilihat dari sudut dasar hukum pelaksanaannya, CSR di Indonesia secara
konseptual masih harus dipilah antara pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh perusahaan
besar dan CSR yang dilakukan oleh perusahaan kecil dan menengah. Selama ini terdapat
anggapan yang keliru bahwa pelaksanaan CSR hanya diperuntukkan bagi perusahaan
besar yang dapat memberikan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan,
padahal perusahaan kecil dan menengah pun bisa memberikan dampak negatif terhadap
masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Apalagi bila perusahaan kecil dan menengah itu
banyak jumlahnya, tentu dampaknya akan terakumulasi dalam jumlah yang besar dan
untuk mengatasinya akan lebih sulit dibandingkan dampak yang ditimbulkan oleh satu
perusahaan besar.
Apabila dilihat dari pelaksanaan CSR di Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa
perusahaan yang telah melaksanakan program CSR dan membuat laporannya belum
bisa dikatakan sebagai perusahaan yang telah menerapkan akuntansi lingkungan. Hal ini
disebabkan karena dalam operasional perusahaan belum memasukkan upaya pelestarian
lingkungan sebagai bagian integral (Idris, 2012). Gray et al. (1993) menyimpulkan
bahwa mekanisme pengungkapan yang bersifat sukarela kurang tepat. Bukti dari
Deegan and Rankin (1996) menyebutkan bahwa pelaporan akuntansi lingkungan
bersifat bias karena perusahaan seringkali tidak melaporkan kabar buruk (bad news).
l. Alasan Penerapan Green Accounting di Indonesia
Ada beberapa alasan yang dapat mendukung pelaksanaan akuntansi lingkungan
antara lain (Fasua, 2011):
1. Biaya lingkungan secara signifikan dapat dikurangi atau dihilangkan sebagai hasil
dari keputusan bisnis, mulai dari perubahan dalam operasional dan pemeliharaan
untuk diinvestasikan dalam proses yang berteknologi hijau serta untuk perancangan
kembali produk yang dihasilkan.
2. Biaya lingkungan jika tidak mendapatkan perhatian khusus akan menjadi tidak jelas
dan masuk dalam akun overhead atau bahkan akan diabaikan.
3. Banyak perusahaan telah menemukan bahwa biaya lingkungan dapat diimbangi
dengan menghasilkan pendapatan melalui penjualan limbah sebagai suatu produk.
4. Pengelolaan biaya lingkungan yang lebih baik dapat menghasilkan perbaikan
kinerja lingkungan dan memberikan manfaat yang signifikan bagi kesehatan
manusia serta keberhasilan perusahaan.
5. Memahami biaya lingkungan dan kinerja proses dan produk dapat mendorong
penetapan biaya dan harga produk lebih akurat dan dapat membantu perusahaan
dalam mendesain proses produksi, barang dan jasa yang lebih ramah lingkungan
untuk masa depan.
6. Perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang didapat dari proses, barang,
dan jasa yang bersifat ramah lingkungan. Brand image yang positif akan diberikan
oleh masyarakat karena keberhasilan perusahaan dalam memproduksi barang dan
jasa dengan konsep ramah lingkungan (Schaltegger dan Burritt, 2000 dalam
Arisandi dan Frisko, 2011). Hal ini berdampak pada segi pendapatan produk, yaitu
memungkinkan perusahaan tersebut untuk menikmati diferensiasi pasar, konsumen
memiliki kecenderungan untuk bersedia membayar harga yang mahal untuk produk
yang berorientasi lingkungan dengan harga premium (Aniela, 2012).
7. Akuntansi untuk biaya lingkungan dan kinerja lingkungan dapat mendukung
perkembangan perusahaan dan operasi dari sistem manajemen lingkungan secara
keseluruhan. Sistem seperti ini akan segera menjadi keharusan bagi perusahaan
yang bergerak dalam perdagangan internasional karena adanya persetujuan
berlakunya standar internasional ISO 14001.
Bogor Nirwana Residence (BNR) memiliki 60% ruang terbuka hijau dari lahan
proyek seluas 1.200 hektar. BNR juga mengembangkan program penangkaran
satwa (rusa dan unggas) dan program peduli lingkungan berupa penanaman
pohon yang melibatkan masyarakat setempat.
Nirwana Bali Resort yang berlokasi di daerah Tabanan, Bali, memiliki luasan
hijau hingga 70%. Sekitar 15 ha dari total lahan dipertahankan sebagai lahan
sawah.
Pullman Legian Nirwana Suites & Residence memiliki 45% area hijau.
Rasuna Epicentrum melakukan penghijauan kawasannya antara lain dengan
menghijaukan lahan tidur, membangun pembiakan tanaman, dan membuat roof
top garden.
2. Green Building and Construction
Gedung dan konstruksi yang ramah terhadap lingkungan dibangun dengan
memperhatikan aspek pencahayaan, suhu, dan akustik dalam suatu disain yang
terintegrasi. Penerapan program ini selain mendorong penghematan energi juga
ditujukan untuk mempertahankan keselarasan dengan nilai-nilai budaya masyarakat
melalui disain arsitekturnya.
Contoh pelaksanaan:
Contoh pelaksanaan:
Cideng.
Nirwana Bali Resort melakukan pengolahan sisa limbah air dan pemanfaatan
air hujan dengan menggunakan sistem water treatment untuk digunakan
kembali sebagai pengairan lapangan golf. Dari kebutuhan air sebesar 3.000 m3
per hari, hanya 500 m3 berasal dari tanah. Resor ini juga dikembangkan dengan
tingkat kepadatan bangunan yang rendah, sehingga kondisi asli alam tetap
Tahun 2014, Semen Padang meraih Asean Energy Award 2014 yang diserahkan
Menteri Energi Brunei Darussalam pada rangkaian acara The 32 th Asean Ministers on
Energy Meeting (AMEM) and Related Meetings di Hotel Don Chan Palace,Vientiane,
Laos, 22 September 2014 lalu. Sebelumnya, Semen Padang juga meraih Penghargaan
Efisiensi Energi Nasional (PEEN) tahun 2013.
Selama Tahun 2014, kegiatan yang telah dilakukan untuk menciptakan industri
hijau adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Polusi
Semen Padang menjamin operasi bisnis ramah lingkungan, selaku industri
manufaktur disektor persemenan, tindakan pencegahan polusi atas udara, air dan
tanah menjadi suatu sangat prioritas.
Semen Padang menyusun program untuk mengurangi emisi debu, melalui
peningkatan performa Electro Static Precipirator (ESP). Prinsip kerja ESP
didasarkan atas partikel bermuatan listrik yang dilewatkan dalam satu medan
elektrostatik.
Semen Padang juga melaksanakan program green belt, merupakan penyediaan
lahan penghijauan di daerah perkotaan atau perumahan, bertujuan untuk melindungi
lingkungan alami atau semi alami dan meningkatkan kualitas udara.
Penanaman pohon produktif merupakan komitmen dan dukungan Semen Padang
terhadap Program Adiwiyata dengan memberikan pohon produktif berupa bibit
mangga, sirsak, lengkeng, jambu air, sawo dan jambu biji kepada sekolah-sekolah
di Kota Padang
2. Pemanfaatan Sumber Daya yang Berkelanjutan
Semen Padang berkomitmen terhadap kinerja lingkungan dan tetap konsisten dalam
pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya terbarukan, melalui efisiensi dan
pengolahan sumber daya menjadi sumber daya yang terkonversi atau dapat terpakai
kembali, seperti pemakaian energy alternative (AFR), konservasi air, efisiensi
pemakaian energy dan material.
Dalam mengurangi dampak lingkungan, Semen Padang menjalankan prinsif 3R
(Reduce, Reuse and Recycle), Hal ini terlihat dari program inovasi untuk meReduce biaya pemakaian energi listrik, seperti penggantian bola neon dengan LED,
pemakaian oli bekas menjadi pelumas dan pembangunan WHRPG (Waste Heat
Recovery Power Generator) yang merupakan Power Plant yang berkapasitas
rencana 12 MW, dari pemakaian uap panas dari kiln. Segala kegiatan ini dilakukan
untuk menghemat energi dan memanfaatkan limbah.
Untuk pengendalian emisi udara, Semen Padang melakukan penambahan alat
dengan sistim yang canggih sebagai filter debu. Filter ini menyaring debu dalam
dua tahap dengan teknologi baru. Tahap pertama, debu disaring oleh separator, dan
selanjutnya disaring lagi oleh Electrostatic Precipirator (EP). Udara dari EP inilah
yang boleh keluar menjadi udara ambient. Setiap cerobong udara ambient ini
dipasang sensor untuk pengukur emisi ambient secara realtime dan keluar dalam
bentuk grafik.
Pengawasan limbah padat dan cair dikelola oleh Biro Keselamatan Kesehatan Kerja
dan Lingkungan Hidup (K3LH) Departemen Utilitas dan Jaminan Kualitas. Semua
limbah dipilah antara LB3 atau bukan LB3, sehingga bisa diperlakukan sesuai
prosedur penanganan yang tepat terhadap limbah tersebut.
3. Perubahan Iklim, Mitigasi dan Adaptasi
Semen Padang beroperasi dengan prinsip ramah lingkungan, dalam operasi
bisnisnya mengurangi aspek dampak efek gas rumah kaca, seperti emisi CO2,
Nitrose Oksida (N2O), Metan (CH4) sebagai komitmen berperan dalam mitigasi
dan adaptasi atas pemanasan global.
4. Proteksi Lingkungan, Keanekaragaman Hayati, dan Pemulihan Sumber Daya Alam
Semen Padang meminimalisir perubahan ekosistem akibat operasi bisnis,
khususnya terhadap habitat flora dan fauna dalam suatu mata rantai kehidupan di
alam. Semen Padang fokus dalam mengolah limbahlimbah berbahaya seperti
limbah B3 dari operasi bisnis /industri.
Semen Padang mengapresiasi kegiatan-kegiatan yang besifat memberi nilai atas
lingkungan hidup, pelayanan pemulihan masalah ekosistem serta upaya
pemanfaatan sumber daya alam, seperti tanah, air dan udara secara berkelanjutan.
5. Sertifikasi Lingkungan Hidup
Sebagai bukti komitmen dari program CSR Semen Padang, sampai dengan tahun
2014 Semen padang telah memperoleh sertifikasi dibidang lingkungan yaitu
Sertifikat ISO 14001:2004 / SNI 19 14001:2005.